Anda di halaman 1dari 23

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Definisi asma menurut Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun 2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya. Pada pasien didapatkan: Sesak napas Mengi(Ngik-ngik) Batuk batuk terutama malam menjelang dini hari Setelah melakukan aktifitas fisik Riwayat asma pada keluarganya (Paman) Etiologi dan Faktor Risiko Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas, atopi/alergi bronkus, faktor yang memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, ras/etnik. Faktor lingkungan meliputi: alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur), alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari), makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
1

makanan laut, susu sapi, telur), obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll), bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll), ekspresi emosi berlebih, asap rokok dari perokok aktif dan pasif, polusi udara di luar dan di dalam ruangan, exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas tertentu, dan perubahan cuaca. Pada pasien didapatkan: Faktor genetikpaman nya menderita asma Faktor lingkunganAsma nya kambuh setelah melakukan aktifitas(bersepeda) Epidemiologi Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun 2003, prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000. Jumlah perempuan yang mengalami serangan lebih banyak daripada laki-laki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS pada tahun 2000 terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi Berdasarkan informasi yang didapatkan dari data statistik pusat nasional Amerika Serikat pada tahun1998, terdapat 8,65 juta anak-anak dilaporkan menderita asma dan 3,8 juta anak pernah mengalami episode serangan asma dalam waktu 12 bulan. Asma pada anak-anak di Amerika Serikat dianggap sebagai penyebab tersering adanya kunjungan ke Instalasi Gawat Darurat (867,000 kasus), rawat inap (166,000 kasus) dan tidak masuk sekolah (10.1 juta kasus) Walaupun asma tidak sering menyebabkan kematian, namun dilaporkan 164 kematian anak akibat asma pada tahun 1998.

Patogenesis Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Berbagai
2

sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain, alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat. Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Degranulasi sel mast mengeluarkan histamin dan berbagai mediator inflamasi lainnya yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus, dan vasodilatasi. Reaksi fase lambat pada asma timbul sekitar 6-9 jam setelah fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag. Pada remodeling saluran pernapasan, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Berbagai sel terlibat dalam proses remodeling seperti sel-sel inflamasi, matriks ekstraseluler, membran retikular basal, fibrogenic growth factor, pembuluh darah, otot polos dan kelenjar mukus. Perubahan struktur yang terjadi pada proses remodeling yaitu: hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas, hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, penebalan membran reticular basal, pembuluh darah meningkat, peningkatan fungsi matriks ekstraselular, perubahan struktur parenkim, dan peningkatan fibrogenic growth factor. Dengan adanya airway remodeling, terjadi peningkatan tanda dan gejala asma seperti hipereaktivitas jalan napas, distensibilitas dan obstruksi jalan napas.

Gambar 1. Patogenesis Asma

Patofisiologi Asma Obstruksi saluran respiratori Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang dipicu oleh mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi. Akibatnya terjadi hiperplasia kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Selain itu, dapat pula terjadi hipersekresi mukus dan pengendapan protein plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.6

Hiperaktivitas saluran respiratori Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8g% didapatkan penurunan Forced Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya. Otot polos saluran respiratori Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.
5

Hipersekresi mukus Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator.

Diagnosis Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau atopi pada pasien. Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan bertambahnya umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi lebih definitif. Untuk anak yang sudah sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederharna dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan dingin,atau dengan salin hipertonis sangat menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya: Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20% Kenaikan = 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator. Penurunan = 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

Diagnosis berdasar: Anamnesis Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala batuk dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai sesak nafas dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang timbul bergantung pada derajat serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak terlalu berat. Pasien masih lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala bertambah berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala sesak dan sianosis dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata. Pada pasien didapatkan: Sesak napas Mengi(ngik-ngik) Pemeriksaan fisik Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya. Pada serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi baik di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas normal. Pada serangan sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi bahkan dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda atau manifestasi alergi, seperti dermatitis atopi dapat ditemukan. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi kronik saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lender, udem dinding bronkus dan konstriksi otot polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas mengakibatkan timbulnya gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronkhi basah kasar dan mengi. Pada saat serangan dapat dijumpai anak yang sesak dengan komponen ekspiratori yang lebih menonjol. Pada pasien didapatkan: Wheezing(mengi)
8

Frekuensi napas meningkat Retraksi Pemeriksaan Penunjang Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah analisis gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi antero-posterior. Pada AGD dapat dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2 (hipoksemia). Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru bila kondisi memungkinkan. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya penurunan FEV1 yang mencapai <70% nilai normal. Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eusinofil total dapat membantu penegakan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eusinofil total umum dijumpai pada pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan uji provokasi dengan histamin atau metakolin. Bila uji provokasi positif, maka diagnosis asma secara definitive dapat ditegakkan Pada pasien dilakukan: Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax AP (didapatkan hasil dbN)

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma anak Parameter klinis Kebutuhan obat, dan faal paru 1.Frekuensi serangan Asma episodik jarang (asma ringan) 3-4x /1tahun Asma episodik sering (asma sedang) 1x/bulan =1/bulan Asma persisten (asma berat)

2.Lama serangan

<1 minggu

=1 minggu

Hampirsepanjang tahun, tidak ada remisi Berat Gejala malam siang dan

3.Intensitas serangan 4.diantara serangan 5.Tidur aktivitas dan

Ringan Tanpa gejala Tidak terganggu <3x/minggu Normal, tidak ditemukan kelainan Tidak perlu

Sedang Sering ada gejala Sering terganggu >3x/minggu Mungkin terganggu (ditemukan kelainan) Perlu, non steroid/ steroid dosis 100-200 g inhalasi

Sangat terganggu

6.Pemeriksaan fisis diluar serangan 7.Obat pengendali

Tidak pernah normal

Perlu, inhalasi

steroid

Dosis =400 g/hari

8.Uji faal paru (di luar serangan0 9.Variabilitas paru faal

PEF/FEV1 >80%

PEF/FEV1 60-80%

PEF/FEV1 < 60% Variabilitas 20-30%

=20%

=30%

=50%

(bila ada serangan) Pada pasien didapatkan: Frekuensi serangan nya kurang dari 1 bulan( terakhir kambuh 5 bulan yang lalu) Lama serangan kurang dari 1 minggu (hanya 1 hari) Pemeriksaan fisik diluar serangan normal Didapatkan derajatnya: asma episodic jarang Tabel 2. Penetuan Derajat Serangan Asma
10

Parameter klinis, Fungsi paru, Laboratorium Sesak (breathless)

Ringan

Sedang

Berat

Berjalan Bayi : Menangis keras

Berbicara Bayi : Tangis pendek & lemah Kesulitan menetek dan makan

Istirahat Bayi : Tidak mau minum / makan

Posisi

Bisa berbaring

Lebih suka Duduk

Duduk bertopang lengan

Bicara Kesadaran

Kalimat Mungkin irritable

Penggal kalimat Biasanya irritable Tidak ada Nyaring, Sepanjang ekspirasi inspirasi

Kata-kata Biasanya Irritable Ada Sangat nyaring, Terdengar tanpa stateskop

Sianosis Wheezing

Tidak ada Sedang, sering hanya akhir ekspirasi pada

11

Penggunaan otot Bantu respiratorik Retraksi

Biasanya tidak

Biasanya ya

Ya

Dangkal, Retraksi Interkosta

Sedang, ditambah Retraksi suprasternal

Dalam, ditambah Napas cuping hidung

Frekuensi napas

Takipnu Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar: Usia frekuensi napas normal <2 bulan < 60 / menit 2-12 bulan < 50 /menit 1-5 tahun < 40 / menit 6-8 tahun < 30 / menit

Takipnu

Takipnu

Frekuensi nadi

Normal

Takikardi

Takikardi

12

Pedoman nilai baku frekuesi nadi pada anak : Usia Frekuensi nadi normal 2-12 bulan < 160 / menit 1-2 tahun < 120 / menit 3-8 tahun < 110 / menit

Pulsus paradoksus

Tidak ada <10 mmHg

Ada 10-20 mmHg Nilai terbaik) 40-60% 60-80%

Ada >20 mmHg

PEFR atau FEV1 Prabronkodilator Pascabronkodilator

(% Nilai dugaan/ >60% >80%

<40% <60% Respon < 2 jam

SaO2 % PaO2 Pada pasien didapatkan:

>95% Normal

91-95% >60 mmHg

=90% < 60 mmHg

Keadaan umumnya:irritable(rewel) Sianosis :tidak ada Wheezing (Nyaring Ter dengar waktu ekspirasi)
13

Retraksi Frekuensi napas(takipneau) SaO2 92% Didapatkan tipe :serangan sedang Tatalaksana Asma Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan jangka panjang. Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Secara lebih khusus tujuan yang ingin dicapai adalah:7 Pasien dapat menjalani aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk bermain dan berolah raga, sedikit mungkin angka absensi sekolah, gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu), Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada PEF, Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan tidak ada serangan, Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin timbul, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, Tujuan tatalaksana saat serangan: Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin Mengurangi hipoksemia Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.
14

Apabila tujuan ini tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya apakah perlu tingkat pengobatan dinaikkan (step up) atau bahkan perubahan pengobatan atau bila tujuan telah tercapai dan stabil 1 3 bulan apakah sudah perlu dilakukan penurunan pelan pelan (step down). Berikut ini adalah syarat step up dan step down: Syarat Step Up pengendalian lingkungan dan hal-hal yang memberatkan asma sudah dilakukan pemberian obat sudah tepat susunan dan caranya tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4 -6 minggu Asma sudah terkendali selama 3 bulan berturut-turut ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3 bulannya sampai dengan dosis terkecil yang masih dapat mengendalikan asmanya. efek samping ICS (inhaled cortikosteroid) tidak ada Bila step down gagal, perlu dicari sebabnya dan kalau sudah dikoreksi, ICS dapat diturunkan bersama dengan penambahan LABA dan atau LTRA Syarat Step down Pengendalian lingkungan harus tetap baik

Tatalaksana Medikamentosa Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 8 minggu.

15

Obat obat Pereda (Reliever) Bronkodilator Short-acting 2 agonist Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak. Reseptor 2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas. Dengan pemberian short acting 2 agonist, diharapkan terjadi relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast. Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, fenoterol, terbutalin. Dosis salbutamol: Oral: 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam). Dosis fenoterol: 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Dosis tebutalin: Oral: 0,05 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. nebulisasi: 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai dalam 2 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 6 jam. Serangan ringan : MDI 2 4 semprotan tiap 3 4 jam. Serangan sedang : MDI 6 10 semprotan tiap 1 2 jam.
16

Serangan berat: MDI 10 semprotan. Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih sering terjadi.9 Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap

15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit. Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu. Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi. Pada pasien diberikan: Salbutamol oral 4x 1 mg(Dosis per harinya 1.4mg diberikan tiap 6jam) Methyl xanthine Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan 2 agonist inhalasi, tapi karena efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi 2 agonist dan antikolinergik Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral. Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin. Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia. Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia : 16 bulan: 0,5mg/kgBB/Jam; 611 bulan: 1 mg/kgBB/Jam; 19 tahun: 1,2 1,5 mg/kgBB/Jam; > 10 tahun: 0,9 mg/kgBB/Jam.9 Antikolinergik
17

Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi 2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0,1 ml/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.9 Kortikosteroid Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: (1) terapi inisial inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama; (2) serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler; (3) serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya. Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 3 kali sehari selama 3 5 kali sehari. Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 8 jam. Pada pasien diberikan: Dexamethason 3x2.5mg (dosis per harinya 14 mg diberikan setiap 6 jam) Obat obat Pengontrol Obat obat asma pengontrol pada anak anak termasuk inhalasi dan sistemik yaitu: glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled 2-agonist, teofilin, kromolin, dan long acting oral 2-agonist Inhalasi glukokortikosteroid Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan
18

direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA) Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya lebih baik. LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane. Selain itu LTRA mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor dan dapat mencegah early asma reaction dan late asthma reaction. LTRA dapat diberikan per oral, penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati. Preparat LTRA yaitu montelukas dan zafirlukas. Preparat yang tersedia di Indonesia hanya zafirlukas. Zafirlukas digunakan untuk anak usia > 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.1,10 Long acting 2 Agonist (LABA) Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan sore, penggunaan steroid oral, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling. Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.1,10 Teofilin lepas lambat Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Terapi dimulai pada
19

dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.

Terapi Suportif Bentuk terapi suportif yang dapat diberikan antara lain terapi oksigen dan terapi cairan. Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui nasal kanul ataupun masker. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).9 Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati karena pada asma berat terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yang memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan maintenance.9

Cara Pemberian Obat7 UMUR < 2 tahun 2-4 tahun ALAT INHALASI Nebuliser, Aerochamber, babyhaler Nebuliser, Aerochamber, babyhaler Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat perenggang (spacer) 5-8 tahun Nebuliser MDI dengan spacer Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)

20

>8 tahun

Nebuliser MDI (metered dose inhaler) Alat Hirupan Bubuk Autohaler

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut (orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek sistemik. Sebaliknya, deposisi dalam paru lebih baik sehingga didapat efek terapeutik yang lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.

21

22

23

Anda mungkin juga menyukai