Anda di halaman 1dari 15

PRESENTASI KASUS

Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Suku Bangsa Status Alamat Masuk RSUD AM : Ny. U : 29 tahun : Wanita : Ibu rumah tangga : Jawa : Menikah : Way Kanan : 21 November 2006

Anamnesa ( 22 November 2006) Keluhan Utama Keluhan Tambahan : Kulit melepuh di seluruh tubuh 10 hari SMRS : Sakit seluruh tubuh, sakit pada mata, kelopak mata tidak dapat dibuka, sakit panas badan. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien dirawat di RSUD AM dengan keluhan kulit melepuh dan sakit di seluruh tubuh sejak 10 SMRS, pasien awalnya berobat ke bidan dengan keluhan panas badan, batuk dan sesak nafas, oleh bidan pasien diberikan 5 macam obat yaitu gratalin, carbidu, alpara, alleron dan satu macam sirup yang pasien tidak tahu namanya. Setelah dua kali meminum obat obatan yang diberikan oleh bidan tiba tiba di seluruh tubuh pasien menjadi melepuh dan warnanya berubah menjadi merah kehitaman, awalnya terjadi di daerah leher kemudian menyebar ke wajah, badan, tangan dan kaki. Keluhan disertai sakit pada mata, kelopak mata tidak dapat dibuka, pasien juga mengeluh sakit menelan dan sakit pada saat buang air kecil, pasien juga mengeluh panas badan.BAB tak ada kelainan. Obat obatan yang diberikan bidan berhenti diminum oleh pasien. Oleh keluarganya pasien hanya dirawat di rumah dengan pengobatan dari menelan, sakit BAK,

bidan dan diberi infus sebanyak dua botol dan diberi penurun panas yang pasien tidak tahu namanya, perawatan di rumah dilakukan selama tujuh hari. Pasien merasakan tidak ada perbaikan, akhirnya pasien dibawa ke RS Kota Bumi, pasien sempat dirawat tetapi RS tersebut menyarankan untuk di rujuk ke RSUD AM karena tidak sanggup untuk mengobati pasien, dirawat selama tiga hari diberi obat suntik yang pasien tidak tahu namanya dan diinfus. setelah tiga hari akhirnya pasien dibawa ke RSUD AM dan di konsulkan ke SMF penyakit kulit. Pengobatan yang pernah didapat : Gratalin, Carbidu, Alpara, Alleron. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota pasien yang menderita sakit seperti ini. Status Generalis Keadaan umum Kesadaraan Status gizi Vital sign TD Nadi RR Suhu Thoraks Abdomen Kel. Getah bening : Sakit sedang : Compos mentis : : 110/70 mmHg : 86 x/menit : 24 x/menit : 36,80C : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal

Status Dermatologis / Venerologis Regio Generalisata :

Tampak makula hiperpigmentasi multiple dengan ukuran lentikuler sampai plakat generalisata dengan skuama, kering. Regio konjungtiva : Tampak erosi dan secret purulen tebal Regio Labialis Tampak ekskoriasi, konfluens, lentikular, linear, basah. Tampak krusta hitam, konfluens, lentikular, anular, kering. Regio Genital Tampak erosi, multiple, lentikular, anular, regional, basah. Laboratorium (21 November 2006) Hb Leukosit Diff : Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Ureum Creatinin GDS Elektrolit : Na K Kal Cl Resume Pasien Ny. I, usia 25 tahun datang ke RSUD AM dengan keluhan kulit melepuh dan sakit di seluruh tubuh yang dirasakan sejak sepuluh hari SMRS, pasien mengeluh tubuhnya melepuh dan berubah menjadi merah : 138 : 4,5 mmol/L : 8,9 : 102 :0 :0 :0 : 73 : 19 :8 : 7,4 gr/dl : 7300 /

: 40 mg/dl : 0,7 mg/dl : 92 mg/dl

kehitaman, daerah yang pertama kali berubah yaitu dari daerah leher kemudian menyebar ke daerah wajah kemudian ke badan, tangan serta akhirnya ke kaki pasien. Keluhan ini dirasakan oleh pasien setelah meminum obat yang di berikan oleh bidan, yaitu berupa obat gratalin, carbide, alpara, alleron dan obat sirup yang pasien lupa nama obatnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan status generalis tidak ada kelainan dan dalam batas normal, status dermatologist didapatkan pada regio generalisata terdapat makula hiperpigmentasi multiple dengan ukuran lentikuler sampai plakat generalisata dengan skuama dan kering. Terdapat erosi dan krusta di daerah konjungtiva, labialis dan genital. Diagnosis Banding Sindroma Stevens Johnson Nekrolisis Epidermal Toksik Eritema Multiforme

Diagnosa Kerja Sindrom Stevens Johnson Penatalaksanaan 1. Umum Menghentikan segala macam obat yang dikonsumsi Mengatur keseimbangan cairan / elektrolit dan nutrisi a. mg/hari, b. Topikal Untuk konjungtiva diberikan salep gentamisin 3 x 1 Pada lesi di mulut diberikan asam borat salep Antibiotik : Gentamisin 2 x 80 mg i.v Sistemik Kortikosteroid : Deksametason i.v 3 x 5

2. Khusus

Pemeriksaan Anjuran Biopsi kulit Prognosa Ad vitam ad bonam Ad functionam ad bonam Ad sanationam ad bonam

FOLLOW UP Tanggal 23 November 2006 Status Dermatologis Regio Generalisata : Tampak macula hiperpigmentasi, multiple, lentikular sampai plakat, anular dan polisiklik, generalisata, kering. Tampak skuama halus multiple lentikular sampai numular, anular generalisata, kering. Regio Konjungtiva: Tampak erosi dan secret purulen. Regio labialis: Tampak ekskoriasi, konfluens, lentikular, linear, basah. Tampak krusta hitam, konfluens, lentikular, anular, kering. Regio Genitalis: Tampak erosi, multiple, lentikular, anular, regional, basah. Urine : 2000 cc

Tanggal 24 November 2006

Status Dermatologis Regio Fascialis et auricula: Tampak macula hiperpigmentasi, multiple, lentikular sampai plakat, anular, kering. Tampak skuama halus multiple, lentikular sampai nummular, anular, kering. Regio coli: Tampak skuama halus multiple lentikular sampai nummular, anular, kering. Regio thorakal et abdomen et ekstremitas superior inferior: Tampak macula hiperpigmentasi multiple lentikular sampai nummular, anular, kering. Tampak skuama halus multiple lentikular sampai nummular,anular,kering Regio Konjungtiva: Tampak erosi dan secret purulen. Regio labialis: Tampak ekskoriasi, konfluens, lentikular, linear, basah. Tampak krusta hitam, konfluens, lentikular, anular, kering.

Regio Genitalis: Tampak erosi, multiple, lentikular, anular, regional, basah. Urine : 2000 cc Tanggal 25 November 2006

Status Dermatologis Regio auricular: Tampak macula hiperpigmentasi, multiple, lentikular, anular, kering. Tampak skuama halus, multiple, lentikular, anular, kering. Regio thorakal anterior et abdomen et ekstremitas superior inferior: Tampak macula hiperpigmentasi, multiple, lentikular sampai nummular, anular, kering. Tampak skuama halus, multiple, lentikular, anular, kering. Regio Konjungtiva: Tampak erosi. Regio labialis: Tampak ekskoriasi, konfluens, lentikular, linear, basah. Tampak krusta hitam dan tebal, konfluens, lentikular, anular, kering. Regio Genitalis: Tampak erosi, multiple, lentikular, anular, regional, basah. Urine : 1700 cc

Diskusi Diagnosa sindrom Stevens-Johnson ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan penilaian terhadap hasil pemeriksaan fisik serta gejala klinis (status generalis dan status dermatologist) yang ada pada pasien. 1. anamnesa, dari wawancara yang dilakukan di dapatkan hasil sebagai berikut, pasien mengeluhkan sakit sejak 10 SMRS, terdapat kulit melepuh pada leher yang menjalar ke muka, dan seluruh tubuh, disertai sakit pada mata, kelopak mata tidak dapat dibuka, sakit menelan serta sakit saat BAK. Sebelum terjadinya keluhan pasien sedang mengkonsumsi obat-obatan.

2.

Gejala klinis, status generalis pasien dalam batas normal dengan keadaan umum tampak sakit berat. Status dermatologist tampak macula hiperpegmentasi multiple, lentikular sampai plakat generalisata, disertai skuama. Tampak erosi dan secret purulen pada konjungtiva. Tampak ekskoriasi disertai krusta tebal pada labialis et genital

Hal ini sesuai dengan gejala yang timbul pada sindrom Steven Johnson, yaitu: 1. riwayat konsumsi obat sebelumnya 2. terdapat trias kelainan berupa, kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium, kelainan mata.

SINDROM STEVEN JOHNSON

Definisi Sindrome Stevens Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari yang ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa erupsi kulit, eritema, vesikel / bula, dapat disertai purpura. Epidemiologi Insidens SSJ dan nekrolisis epidermal toksik (NET) diperkirakan 2 3% per juta populasi setiap tahun di Eropa dan Amerika Serikat. Umumnya terdapat pada dewasa. Di bagian kulit setiap tahun terdapat kira kira 12 pasien, umumnya juga dewasa. Hal tersebut berhubungan dengan kausa SSJ yang biasanya disebabkan oleh alergi obat. Pada dewasa imunitas telah berkembang dan belum menurun seperti pada usia lanjut. Etiologi Penyebab utama ialah alergi obat, lebih dari 50%. Sebagian kecil karena infeksi, vaksinasi, penyakit graft versus-host, neoplasma dan radiasi. Pada penelitian Adhi Djuanda selama 5 tahun (1998-2002) SSJ yang diduga alergi obat tersering ialah analgetik / antipiretik (45%), disusul karbamazepin (20%) dan jamu (13,3%). Sebagian jamu dibubuhi obat. Kausa yang lain amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, seftriakson, dan adiktif. Terdapat 4 kategori penyebab SSJ, yaitu (1) infeksi, (2) alergi obat, (3) berhubungan dengan keganasan dan (4) idiopatik. (www.wikipedia.com) Penyakit akibat virus telah dilaporkan, termasuk virus Herpes Simplex, AIDS, infeksi virus Coxsackie, influenza, hepatitis, parotitis,

infeksi micplasma, lymphogranuloma venereumv (LGV), infeksi riketsia dan variola. Infeksi bakteri termasuk di dalamnya streptococcus beta grup A, diphteria, brucellosis, mycobacteria, mycoplasma pneumoniae, tularemia dan thypoid. Infeksi jamur yang mungkin menyebabkan SSJ yaitu coccidiodomycosis, dermatophytosis dan histoplasmosis, malaria dan trichomoniasis pernah dilaporkan (www.wikipedia.com) Patogenesis Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen antibody yang membentuk mikro presitipasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang. Gejala Klinis Sindrom ini jarang sekali dijumpai pada usia 3 tahun ke bawah karena imunitas belum begitu berkembang. Pada keadaan yang berat kesadarannya menurun, pasien dapat sopor sampai koma. Mulai penyakit akut dapat disertai dengan gejala prodromal berupa demam tinggi, malese, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorok. Pada SSJ terdapat trias kelainan berupa : a. Kelainan kulit Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Di samping itu juga terdapat purpura. Pada bentuk yang berat kelainanya generalisata. b. Kelainan selaput lendir di orifisium sebagai protozoa yang dapat menyebabkan SSJ. Pada anak virus Epstein Barr dan enterovirus.

Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%), kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), di lubang hidung dan anus jarang (8% dan 4%). Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan eksoriasi dan krusta kehitaman. Di mukosa mulut juga terbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal. Lesi di mukosa mulut juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis dapat menyebabkan pasien sukar menelan. Adanya pseudomembran di faring menyebabkan pasien sukar bernafas. c. Kelainan mata Kelainan mata merupakan 80% di antara semua kasus, yang tersering adalah konjungtivitis kataralis, dapat juga berupa konjungtivitis purulen, perdarahan simblefaron, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. Di samping ketiga kelainan diatas dapat pula terdapat kelainan lain misalnya nefritis dan onikolisis. Komplikasi Komplikasi yang tersering adalah bronkopneumonia, yang didapati sekitar 16% diantara seluruh kasus yang datang berobat. Komplikasi yang lain adalah kehilangan cairan / darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi. Diagnosis Banding Diagnosis SSJ tidak sulit karena gambaran klinisnya khas yakni terdapat trias kelainan seperti yang telah disebutkan diatas. Karena NET dianggap sebagai bentuk parah dari SSJ, maka hendaknya dicari apakah terdapat epidermolisis. Umumnya pasien berbaring, jadi diperiksa punggungnya. Apabila terdapat epidermolisis maka diagnosisnya menjadi NET. Pada NET keadaan umumnya lebih buruk daripada SSJ.

Sebagai diagnosis banding ialah NET. Penyakit ini sangat mirip SSJ. Pada NET terdapat epidermolisis generalisata yang tidak terdapat pada sindrom SSJ. Perbedaan lain biasanya keadaan umum pada NET lebih buruk.

Pengobatan Obat yang tersangka sebagai tersangkanya segera dihentikan, termasuk jamu dan aditif. Jika keadaan umum pasien SSJ baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednison 30 40 mg sehari. Kalau keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat dan pasien harus dirawat inap. Penggunaan obat kortikosteroid merupakan tindakan live saving, dapat digunakan deksametason secara i.v dengan dosis permulaan 4 6 x 5 mg sehari. Pada umumnya masa kritis dapat diatasi dalam beberapa hari. Selain deksametason dapat juga digunakan metilprednisolon dengan dosis setara. Kelebihannya ialah efek sampingnya lebih sedikit dibandingkan deksametason karena termasuk golongan kerja sedang, sedangkan deksametason termasuk golongan kerja lama, namun harganya lebih mahal. Tapering off hendaknya dilakukan cepat karena umumnya penyebab SSJ ialah eksogen (alergi), jadi beda dengan penyakit autoimun (endogen), misalnya pemfigus. Bila tapering off tidak lancar hendaknya dipikirkan factor lain. Mungkin antibiotik yang sekarang digunakan menyebabkan alergi sehingga masih timbul lesi baru. Kalau begitu harus diganti dengan antibiotic yang lain. Kemungkinan lain kausanya bukan alergi obat, tetapi infeksi (pada sebagian kecil kasus). Jadi hendaknya dilakukan kultur darah. Cara pengambilan sample yang baik ialah tempat yang akan diambil darahnya dikompres dengan spritus dilutus dengan kasa steril selama jam untuk menghindari kontaminasi. Pada waktu penurunan dosis kortikosteroid sistemik dapat timbul miliaria kristalina yang sering disangka sebagai lesi baru dan dosis kortikosteroid dinaikkan kembali, yang seharusnya tetap diturunkan.

Dengan dosis setinggi itu maka imunitas pasien akan berkurang, karena itu harus diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi, misalnya broncopneumonia yang dapat menyebabkan kematian. Antibiotic yang dipilih hendaknya yang tidak menyebabkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal, dan tidak atau sedikit nefrotoksik. Hendaknya obat yang akan diberikan jangan yang segolongan atau yang rumusnya mirip dengan antibiotic yang diduga menyebabkan alergi untuk mencegah sensitisasi silang. Obat yang memenuhi syarat tersebut, misalnya siprofloksasin 2 x 400 mg i.v. klindamisin, meskipun tidakberspektrum luas sering digunakan karena efektif untuk kuman anaerob, dosisnya 2 x 600 mg i.v sehari. Obat lain yaitu seftriakson dengan dosis 2 gram i.v sehari 1 x 1. Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid diberikan diet miskin garam dan tinggi protein, karena kortikosteroid bersifat katabolic. Setelah seminggu diperiksa kadar elektrolit dalam darah, bila terdapat penurunan K dapat diberikan KCL 3 x 500 mg/os. Hal yang perlu diperhatikan ialah mengatur keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi, terlebih-lebih karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi di mulut dan di tenggorokan dan kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infuse, misalnya dekstrose 5%, NaCl 9% dan laktat ringer berbanding diberikan 8 jam sekali. Jika dengan terapi itu tidak tampak perbaikan dalam2 hari, maka dapat diberikan tranfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut turut. Efek tranfusi darah (whole blood) ialah sebagai imunorestorasi. Bila terdapat leukopenia prognosisnya menjadi buruk, setelah diberi tranfusi leukosit cepat menjadi normal. Indikasi pemberian tranfusi darah di bagian kulit pada SSJ dan NET ialah : 1. Bila telah diobati dengan kortikosteroid dengan dosis adekuat setelah 2 hari belum ada perbaikan. Dosis adekuat untuk SSJ 30 mg deksametason sehari dan NET 40 mg sehari. 2. Bila terdapat purpura generalisata. 3. Jika terdapat leukopenia. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg sehari i.v 1 : 1 : 1 dalam 1 labu yang

Terapi topical tidak sepenting terapi sistemik. Pada daerah erosi dan eksoriasi dapat diberikan krim sulfodiazin-perak. Untuk lesi di mulut dapat diberikan kenalog in orbase dan betadine gargle. Untuk bibir yang biasanya berupa krusta tebal kehitaman dapat diberikan emolien misal krim urea 10 %. PROGNOSIS Kalau kita menangani dengan cepat dan tepat maka hasilnya dapat cukup memuaskan. Bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia prognosisnya lebih buruk. Pada keadaan umum yang buruk dan terdapat bronkopneumonia penyakit ini dapat menyebabkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda A, Hamzah M, Sindrom Steven Johnson, Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin, Edisi ke-3, FKUI, Jakarta, 2006 Hal. 163-5 http://www.emedicine.com/EMERG/topic555.htm yang direkam pada 21 Okt 2006 16:15:01 GMT, diakses 24 November 2006.

Anda mungkin juga menyukai