Anda di halaman 1dari 5

PENGAKUAN HUKUM TANAH ADAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM AGRARIA

Oleh : Eddy Oktaviar S

A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di segala bidang kehidupan baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan swasta selalu membutuhkan tanah sebagai wadah untuk diletakkan

pembangunan itu1. Dalam kehidupan manusia bahwa tanah tidak akan terlepas dari segala tindak tanduk manusia itu sendiri sebab tanah merupakan

tempat bagi manusia untuk menjalani dan kelanjutan kehidupannya. Oleh karena itu tanah sangat dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat, sehingga sering terjadi sengketa diantara sesamanya,

terutama yang menyangkut tanah. Untuk itulah diperlukan kaedah kaedah yang mengatur hubungan antara manusia dengan tanah2.
1 Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum Sejak Berlakunya Keppres Nomor 55 Tahun 1993 di Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman., www.contohskripsitesis.com.

Syaiful Azam, Eksistensi Hukum Tanah dalam Mewujudkan Tertib Hukum Agraria, http://library.usu.ac.id.

Tanah dalam arti land mempunyai aspek ruang dan aspek hukum. Aspek ruang berkaitan tempat pemukiman dan kegiatan manusia di atasnya maupun di bawahnya, sedangkan aspek hukum berkaitan dengan hak memiliki dan menggunakan. Aspek-aspek itulah yang terbawa dan melekat menjadi hak bagi pemilik sebidang tanah sebagai subyek hak dan tanah sebagai obyek hak. Titik awal hubungan antara subyek hak dan obyek hak (tanah) merupakan hubungan yang bersifat hakiki, adalah hubungan penguasaan dan penggunaan dalam rangka memperoleh manfaat bagi kepentingan kehidupan dan penghidupannya, baik untuk kepentingan sendiri sebagai mahluk individu maupun kepentingan bersama sebagai mahluk sosial. Hubungan penguasaan dan penggunaan tanah itu memerlukan kepastian hukum kepemilikan tanah3. Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan, maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat .Ketentuan mengenai tanah juga dapat kita lihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang biasa kita sebut dengan UUPA4.
Risnarto, 2007, Dampak Sertipikasi Tanah terhadap Pasar Tanah dan Kepemilikan Tanah Skala Kecil (Effects of the Land Certification Project on the Land Market and Smallholders), Makalah, hal 2
4

Hukum Agraria Penyelesaian Sengketa Tanah, http://makalahdanskripsi.blogspot.com.

Hukum agraria menyatakan, pemilik perorangan atau badan hukum yang memiliki tanah pada dasarnya wajib mengerjakan dan mengelola sendiri. Pemilik wajib menyuburkan dan memelihara sendiri serta mencegah cara-cara eksploitasi. Inilah yang dikenal dalam hukum agraria sebagai konsep kemakmuran bersama. Itulah fungsi sosial tanah bagi masyarakat5. Asas ini selanjutnya dijadikan sebagai salah satu prinsip dasar dalam pelaksanaan restrukturisasii pemilikan tanah pertanian melalui landreform. Asas ini selaras dengan tujuan utama dikeluarkannya UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 yaitu6 : a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagian dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam kerangka masyarakat yang adil dan makmur ; b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan

kesederhanaan dalam hukum pertanahan ; c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Tujuan ini memang sangat menyentuh terhadap kepentingan terhadap kepemilikan tanah, karena tanah mempunyai kedudukan
Tragedi Penembakan Melanggar Prinsip Kemakmuran Bersama, www2.kompas.com. 6 Pejelasan umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA
5

yang sangat penting terhadap kelangsungan hidup bagi manusia. Demikian juga bagi masyarakat yang dalam hidupnya sehari-hari masih sangat tergantung pada tanah atau alam pada umumnya7. Ditinjau dari sifatnya tanah merupakan salah satu harta kekayaan yang meskipun mengalami keadaan yang bagaimanapun tetap dalam keadaan semula, bahkan kadang kala malahan menjadi menguntungkan. Sedangkan ditinjau dari faktanya, tanah merupakan tempat tinggal, memberi penghidupan, merupakan tempat pemakaman baginya dan bagi masyarakat yang masih sederhana menganggap tanah itu tempat tinggal dayang-dayang, tempat ia dimakamkan dan yang menjadi roh nenek moyang8. Dari kedua macam tinjauan di atas dapat diketahui bahwa tanah memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat baik dalam rangka pergaulan antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan negara dan masyarakat dengan anggota masyarakatnya. Termasuk dalam hal ini adalah masyarakat dengan hukum terutama berkenaan dengan hukum pertanahan itu sendiri9.

Bushar Muhammad, 2003, Asas-asas Hukum Adat Suatu Pengantar, Pradnya Paramita, Jakarta, hal 47 Hesty Hastuti, dkk, 2000, Penelitian Hukum Aspek Hukum Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Dalam Otonomi Daerah, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, hal. 39 Djuanda Husin, Pelaksanaan Perjanjian Mengenai Tanah Dalam Perspektif Sosiologi Hukum(Studi Kasus Di Padang Guci), Makalah, hal 2-3
9
8

Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hakhak yang disediakan oleh UUPA, adalah untuk digunakan atau dimanfaatkan10. Namun dalam kenyataannya, tujuan politik pertanahan

sebagaimana yang disebutkan di atas yang telah dituangkan dalam UUPA belum dapat terlaksana dengan baik. Masalah kepemilikan tanah yang tidak proporsional dan kebutuhan tanah pertanian yang meningkat yang didorong dengan pertambahan penduduk merupakan permasalahan mendasar di bidang hukum pertanahan11. Di Indonesia saat ini ada kecenderungan adanya ketidakseimbangan dalam penguasaan tanah, pada satu sisi terdapat sebagian kelompok orang menguasai tanah yang sangat luas tetapi di sisi lain terdapat banyak orang yang menguasai atau memiliki tanah yang sangat sempit. Yang terakhir ini adalah orang-orang yang

Boedi Harsono, 1995, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, hal 16
11 Ady Kusnadi, dkk, 2001, Penelitiaan Tentang Efektifitas Peraturan PerundangUndangan Larangan Tanah Absentee, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, hal. 1

10

Anda mungkin juga menyukai