Anda di halaman 1dari 7

Pandangan Politik Nasionalisme sebagai Benteng Terhadap Gempuran Liberalisasi Perdagangan bebas ala WTO (World Trade Organization)

1) Oleh Sarjiyanto, S.E.2) A. Pandangan Politik Nasional terhadap Liberalisasi Ekonomi


Politik ekonomi internasional yang dilajankan pemerintah suatu negara pada hakekatnya berlandasankan kepentingan nasional (national interest). Bahkan kepentingan nasional itu merupakan yang prima. Hal ini adalah suatu Hukum Besi yang harus dijadikan pegangan mutlak bagi pemimpin negara. Tanpa memahami hukum besi ini kita tak akan dapat mengerti politik ekonomi internasional yang dijalankan suatu negara dalam satu masa tertentu. (Amir M.S; 2003) Dalam sejarah perjalan bangsa, Bung Karno sebagai The Founding Father pernah mengobarkan semangat kemandirian, salah satunya adalah kemandirian di bidang ekonomi. Dalam semboyan Tri Sakti yakni: 1) 2) 3) Dengan lantangnya Berdaulat dalam berpolitik; Berdikari dalam ekonomi, dan Berkebudayaan dalam beragama Beliau, The Founding Father

mengumandangkan Go to hell with yuor aid terhadap modal asing yang ingin masuk ke Indonesia, karena pada saat itu kondisi politik, ekonomi, sosial dan keamanan memang belum siap untuk mengimbangi dampak yang timbul akibat pengaruh asing dalam perekonomian kita. Namun jauh berbeda dengan kondisi sekarang ini, kita sebagai negara dihadapkan pada pilihan untuk bergabung menjadi anggota WTO (World Trade Organization) yang kadang-kadang kebijakanya bertentangan dengan kepentingan nasional dan produsen dalam negeri.

1)Makalah disampaikan dalam rangka tugas pemahaman General Business Enviroment


khususnya lingkungan Domestic Political dengan pengampu Prof. Dr.Ichasul Amal, MA

2)Mahasiswa Program Master of Business Administration FEB UGM No.Reg 1157045.


NRM.10/314195/PEK/15729

B.Fenomena Interpedensi Antara Negara dalam Perdagangan

Dengan perubahan jaman dan bergulirnya waktu, maka mustahil apabila Indonesia sebagai negara bisa hidup sendiri di tengah percaturan global yang semakin pesat saat ini. Dengan perkembangan perdagangan internasional semakin lama semakin menunjukkan peningkatan yang sangat fantastis, baik dari pasar maupun jumlah komoditi yang diperdagangkan, karena semakin lama negara-negara di dunia ini akan pempunyai tingkat ketergantungan yang sangat tinggi (interpendensi), sehingga mengakibatkan negara-negara akan melakukan: 1) Tukar-menukar barang-barang dan jasa 2) Menggerakkan sumber dayanya melalui batas-batas negara Melakukan pertukaran dan perluasan pemanfaatan tehnologi untuk mempercepat proses perdagangan dan pertumbuhan ekonomi negaranegara yang terlibat di dalamnya. Interpedensi antar bangsa merupakan sebuah fenomena alamiah yang dihadapi oleh semua negara di dunia ini. Hal ini terjadi akibat banyaknya faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Namun secara garis besar dibedakan menjadi dua; 1) faktor alam, perbedaan iklim, letak geografis dan astronomis, serta kekayaan sumber daya alam, faktor alam merupakan faktor yang mempercepat proses saling ketergantungan antar negara; 2) perubahan dan kemajuan teknologi informasi, inovasi di bidang transportasi, serta perubahan prilaku juga mendorong terjadinya proses ini. Karena dengan kemajuan tehnologi dan perubahan prilaku aka mendorong terjadinya perdangan luar negeri. Bagaimana tidak apabila di negaranya belum mampu berproduksi, maka negara akan mendatangkan barang-barang tersebut dari negara lain sebagai upaya memenuhi permintaan konsumsi atau produksi dalam negeri. Dalam konteks teori perdagangan internasional Adam Smith menyatakan bahwa kekuatan-kekuatan pasar merupakan faktor penentu dalam perdagangan. Bukan pengendalian pemerintah yang seharusnya menentukan arah volume dan komposisi perdagangan internasional. Adam Smith beralasan bahwa dalam perdagangan internasional yang bebas dan tidak diregulasi, masing-masing negara akan mengkhususkan diri dalam memproduksi barang-barang yang dapat diproduksi dengan lebih efisien. Sebagai barang-barang tersebut akan di ekspor untuk 2

membayar impor barang-barang yang dapat diproduksi di negara lain yang lebih efisien. (Donald A Bell, Wandebl H, Mc Culloch; 2000, 113114). Dari teori perdagangan Adam Smith kemudian muncul teori teori turunannya terutama, yang dipelopori murid Adam Smith, David Ricardo, 1817 dengan teori keunggulan kompetitif (Competitive Adventage) dan teori pendukung oleh Heekscher & Ohlim. Pada dasarnya menempatkan keuntungan/efisiensi yang maksimum bagi perekonomian negara masingmasing dalam interpedansi antar negara ini. Teori perdagangan internasional pada dasarnya menganalisis bagaimana timbulya perdagangan internasional yang hingga saat ini semakin pesat perkembangannya, yang mendasari timbulnya perdagangan internasional adalah adanya perbedaan-perbedaan dalam biaya produksi, yang diakibatkan oleh: 1) produksi 2) 3) produksi 4) Perbedaan kurs valuta asing Meskipun demikian perbedaan selera dan variabel permintaan dapat membalikkan arah perdagangan internasional yang diramalkan oleh teori. (Donald A Bell, Wandebl H, Mc Culloch; 2000, 113-114). Menurut Donald A Bell (2000) teori perdagangan internasional jelas menunjukkan bahwa bangsa-bangsa akan memperoleh suatu tingkat kehidupan yang tinggi dengan melakukan spesialisasi dalam barangbarang dimana mereka memiliki keunggulan kompetitif dan mengimpor barang-barang yang mempunyai kerugian secara komperatif. Pada umumnya hambatan-hambatan perdagangan internasional, yang menghentikan mengalirnya barang-barang bebas akan membahayakan kesejahteraan suatu bangsa. Perbedaan-perbedaan dalam tingkat teknologi yang Perbedaan-perbedaan dalam efisiensi penggunaan faktor menentukan intensitas faktor produksi digunakan Perbedaan-perbedaan dalam karunia Tuhan atas faktor

C.Perlunya Retriksi sebagai Kebijakan Politik Nasional


Aliran barang-barang impor yang sangat melimpah di suatu negara akan dapat memberikan pukulan yang berarti bagi perekonomian secara makro. Hal ini terjadi karena adanya konflik kepentingan (conflik of interest) antara pemerintah selaku pengambil kebijakan (decision Maker) mengenai retriksi/hambatan impor untuk menyelamatkan kelompok ekonomi yang akan dirugikan oleh kompetisi internasional dengan konsumen secara besar dan akan mendapatkan keuntungan dari perdagangan bebas tersebut. Argumen-argumen bagi yang mendukung retriksi perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara-negara anggota GATT/WTO (General Agreement on Tariffs and Trade; World Trade Organization), seperti yang di ungkapkan oleh Donald A Ball (2000), tujuanan dari retriksi perdagangan internasional adalah: 1) impor, karena vital bagi perekonomian. 2) Melindungi industri yang baru tumbuh (infant industri), karena dalam jangka panjang industri-industri yang baru tumbuh itu akan memiliki keunggulan komperatif, tetapi mereka mumerlukan proteksi terhadap impor sampai ia memiliki angkatan kerja terlatih, teknik-teknik industri yang mapan atau sudah mereka kuasai sehingga telah mencapai economies of scale. 3) Melindungi lapangan kerja domestik dari tenaga kerja asing yang murah, karena produktifitas per pekerja, manajemen yang superior dan tehnologi maju, sehingga biaya tenaga kerja lebih rendah meskipun upah lebih tinggi. 4) Tarif alamaiah / persaingan yang adil, hal ini berarti menghendaki bea masuk yang akan meningkatkan biaya barang-barang yang diproduksi di dalam negeri. Pertahanan nasional industri-industri tertentu yang membutuhkan/memerlukan proteksi dari

5)

Tindakan

balasan

(resiprositas). Perwakilan industri yang ekspornya telah mendapat hambatan / retriksi impor yang dikenakan atas mereka, maka dapat meminta pemerintah untuk membalas dengan hambatan-hambatan yang sama. 6) Dumping, menjual suatu produk di luar negeri dengan harga kurang dari biaya produksi, harga di pasar atau harga untuk negara-negara ketiga. 7) Subsidi, sumbangan keuangan yang diberikan secara langsung atau tidak langsung oleh pemerintah tanpa imbalan keuangan, termasuk hibah, perlakuan pajakpajak impor tambahan yang dikenakan atas impor yang telah mendapatkan keutungan dari subsidi ekspor (Contervailing Duties). D. WTO dan Most Favoured Nation Status bagi Negara Anggota Perdagangan jujur dan bebas sebagai prinsip dasar GATT/WTO tidak sepenuhnya memberikan keuntungan bagi para negara anggotanya, walaupun ketentuan GATT/WTO berisi perjanjian-perjanjian yang dipercaya bermanfaat menghapus hambatan perdagangan (tarif dan nontarif) antara negara anggota, dengan kunci utama kelancaran arus barang berupa perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most Favoured Nation Status) dan pengikatan tarif (binding tariff) serta komitmen pasar terbuka di WTO. Setiap negara anggota harus memiliki daftar produk yang tingkat bea masuknya atau tarifnya wajib diikat (legally bound) untuk menciptakan prediktabilitas perdagangan internasional, artinya suatu negara anggota tidak diperkenankan sewenang-wenang untuk mengubah atau menaikkan tingkat tarif bea masuk. Selanjutnya komitmen yang dibuat atau diratifikasi dalam WTO/GATT harus diperlakukan secara sama kepada semua negara anggota WTO (asas non-diskriminasi) tanpa syarat untuk menerapkan perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most Favoured Nation Treatment). Tujuannya adalah untuk membantu kelancaran perdagangan sebebas mungkin.sepanjang tidak ada akibat sampingan 5

yang tidak diinginkan. Hal ini juga untuk memastikan ketentuan perdagangan tersebut berlaku di seluruh dunia, dan memberikan keyakinan tidak adanya perubahan mendadak. Dengan lain perkataan, ketentuan tersebut harus transparan dan dapat diprediksi terlebih dahulu. Walaupun ketentuan GATT/WTO merupakan kesepakatan untuk menghapus seluruh hambatan perdagangan diantara anggotanya dan mengatur kegiatan perdagangan internasional yang jujur (fair trade) dan transparan. Ketentuan GATT/WTO juga memperkenalkan adanya pengecualian bagi negara anggota untuk mengesampingkan prinsip dasar WTO dalam jangka waktu tertentu, antara lain safeguards, selain antidumping, anti-subsidi. Ketentuan ini dibuat sebagai perlindungan terhadap impor ke dalam negara anggota tanpa hambatan.

E.Penutup
Indonesia yang secara resmi telah menjadi anggota WTO pada tanggal 1 Januari 1995 sebagai konsekuensi kebijakan politik luar negeri pemimpin negara kala itu, maka secara kesadaran nasional perlu di bangunkan kembali akan manfaat dan kepentingan nasional atas keikutsertaan dalam organisasi ini. Sebagai anggota pemerintah sebagai perwakilan negara dalam hal perlindungan kepentingan nasional, hendaknya perperan aktif mengambil inisiatif untuk memanfaatkan dan membela kepentingan nasional akibat peraturan-peraturan perdagangan yang diputuskan oleh WTO. Sebagai contoh negara India dan Chiina yang selalu aktif menunda berdagai aturan yang dapat merugikan kepentingan nasionalnya sebelum ikut meratifikasi peraturan WTO tersebut. Kalo perlu setiap persetujuan baru perlu dikaji dan dipertimbangkan sebelum ikut menandatangani persetujuan tersebut.

F. Referes
Amir, MS, (2000). Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri, Penerbit PPM, Jakarta. ________, (2000) Strategi Pemasaran Ekspor,PT. Binaman Pressindo, Jakarta.

________, (2003) Ekspor Impor Teori & Penerapan, Cet. 8 PPM, jakarta. Ball, Donald A. Mc Culloch, Wendell H, (2000). Bisnis Internasional Edisi I, Salemba Empat, Jakarta. Caterora. P.R. (1997), International Marketing , 9th ed. Chicago; Irucin Gregorius Chandra (2001) Pemasaran Global, Penyunting Fandy Ciptono. ANDI offset. Yogyakarta. Gujarati, Damodar, (1997). Ekonometrika Dasar, Erlangga Jakarta. Hady, Hamdy (2004) Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional Buku LI, Ghalia Indonesia, Jakarta. Jonathan Friedland (1997) Chili is Release on NATFA as Chief Begins U.S. Visit. The Wallstreet Journel 24 Februari. Kaegen, W.J. (1999), Global Marketing Management, 6 th ed. Upper Saddle River; Prentioce Hall Internasional, Inc.

Anda mungkin juga menyukai