Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN REFERAT JANUARI 2012

SINDROM NEFROTIK

DISUSUN OLEH ILMA KHAERINA AMALIYAH B. C111 08 274 PEMBIMBING dr. HERMAWATI AZIKIN

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa: Nama NIM Fakultas Universitas : Ilma Khaerina Amaliyah B. : C11108274 : Kedokteran : Hasanuddin

Judul Referat : Sindrom Nefrotik Judul Kasus : Sindrom Nefrotik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar,

Januari 2012

Pembimbing

CoAss

Dr. Hermawati Azikin

Ilma Khaerina Amaliyah

DAFTAR ISI

BAB I SINDROM NEFROTIK PENDAHULUAN .4 KLASIFIKASI...4 EPIDEMIOLOGI...5 PATOFISIOLOGI..5 MANIFESTASI KLINIS...7 PEMERIKSAAN PENUNJANG....8 PENATALAKSANAAN9 PROGNOSIS.....13 BAB II LAPORAN KASUS ...15 BAB III PEMBAHASAN25 DAFTAR PUSTAKA...29

BAB I SINDROM NEFROTIK

PENDAHULUAN Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis yang ditandai dengan proteinuria masif ( 3 3,5 g/hari atau rasio protein kreatinin pada urin sewaktu > 300-350 mg/mmol), hipoalbuminemia (< 25 g /l), hiperkolesterolemia (total kolesterol > 10 mmol/L), dan manifestasi klinis edema periferal. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. 1,2, 3 SN dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan wanita 1:1 pada orang dewasa. SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui kausanya dan SN sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit sistemik, metabolik, obat-obatan, dan lain-lain. 1,2,3,4 Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi dapat berkembang menjadi kronik.1,2, 3

KLASIFIKASI I. Penyebab1,2 1. Penyebab Primer Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri atas sindrom nefrotik idiopatik (SNI) atau disebut juga SN primer dengan kelainan histologik menurut pembagian Collaborative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) sebagai berikut: 1,2,4 1. Minimal change = sindrom nefrotik kelainan minimal 2. Glomerulosklerosis fokal 3. Glomerulonefritis proliferatif yang dapat bersifat difus eksudatif, fokal, pembentukan crescent (bulan sabit), mesangial, dan membranoproliferatif 4. Nefropati membranosa 5. Glomerulonefritis Kronik

Dari kelima bentuk kelainan histologik SNI ini maka sindrom nefrotik kelainan minimal merupakan kelainan histologik yang paling sering dijumpai (80%).1,2 2. Penyebab Sekunder, dari penyakit/kelainan: - Sistemik: o Penyakit kolagen seperti Systemic Lupus Erythematous, Scholein-Henoch Syndrome, arthrtitis rheumatoid, MCTD (mixed connective tissue disease) o Penyakit perdarahan: Hemolytic Uremic Syndrome o Penyakit keganasan: Hodgkins Disease, leukemia, adenosarkoma paru, payudara, kolon, myeloma multiple, dan karsinoma ginjal1,2 - Infeksi: Malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, HIV, hepatitis virus B dan C, sifilis, TBC, dan lepra - Metabolik: Diabetes Mellitus, Amyloidosis. 1,2 - Obat-obatan/allergen/lain-lain: Trimethadion, paramethadion, probenecid, tepung sari, gigitan ular/serangga, vaksin polio, obat antiinflamasi non steroid, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa, kaptopril, heroin, pre-eklamsia, rejeksi alograf kronik, refluks vesikoureter1,2 II. Berdasarkan respon terhadap steroid5 y Steroid responsif: sindroma nefrotik yang sensitif terhadap steroid (SNSS) lazimnya berupa kelainan minimal (biasanya biopsy ginjal tidak perlu) 5 y Steroid non responsif /steroid resisten (SNRS) biasanya bukan berupa kelainan minimal perlu biopsi ginjal5

EPIDEMIOLOGI Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai pada usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki : perempuan= 2:1 sedangkan pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. Biasanya 1 dari 4 penderita sindrom nefrotik adalah penderita dengan usia > 60 tahun. Namun secara tepatnya insiden dan prevalensi sindrom nefrotik pada lansia tidak diketahui karena sering terjadi salah diagnosa. 2,6

PATOFISIOLOGI Proteinuria Proteinuria sebagian besar berasal dari gangguan glomerulus (proteinuria glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Proteinuria glomerulus

disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membrana basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme peghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. 1,2,7 Derajat proteinuria tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pada nefropati lesi minimal, proteinuria disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size selectivity.7 Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin, sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti immunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.1 Pada SN yang disebabkan oleh glomerulonefritis lesi minimal (GNLM) ditemukan proteinuria selektif. Pada glomerulosklerosis fokal (GSF), peningkatan permeabilitas membrana basalis glomerulus disebabkan oleh suatu faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut menyebabkan sel epitel visceral glomerulus terlepas dari membrana basalis glomerulus sehingga permeabilitasnya meningkat. Pada glomerulonefritis membranosa (GNMN) kerusakan struktur membrana basalis glomerulus terjadi akibat endapan komplek imun di subepitel.1 Edema Peningkatan permeabilitas glomerulus menyebabkan albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagai akibatnya, hipoalbuminemia menurunkan tekanan osmotik plasma koloid, menyebabkan peningkatan filtrasi transkapiler cairan keluar tubuh dan mengakibatkan edema.7 Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema akan semakin berlanjut.1,2,7 Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Penurunan kemampuan nefron distal untuk mengeksresi natrium sehingga terjadi retensi natrium. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema.

Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien SN.1,2,7 Hipoalbuminemia Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati, dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatkan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.1 Hiperkolesterolemia/Hiperlipidemia Disebut hiperkolesterolemia bila kadar kolesterol > 250 mg/100ml. akhir-akhir ini disebut juga sebagai hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang meningkat tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, low density lipoprotein (LDL), very low density lipoprotein (VLDL), dan trigliserida.2,7 Hiperlipidemia terjadi sebagai akibat kelainan pada homeostasis lipoprotein yang terjadi sebagai akibat peningkatan sintesis dan penurunan katabolisme. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel-sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi pada SN akitifitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Di samping itu menurunnya aktifitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urin.7

MANIFESTASI KLINIS Penderita SN paling sering datang dengan keluhan utama edema di daerah periorbital pada pagi hari dan edema di sekitar pergelangan kaki pada sore hari. Edema dapat berlanjut menjadi asites, edema di skrotum atau vulva, efusi pleura, dan edema anasarka. Tekanan darah pada umumnya normal atau rendah, namun dapat meningkat pada 21% penderita. Tekanan darah yang meningkat terutama terdapat pada penderita SN yang mengalami hipovolemia sebagai akibat sekresi renin, aldosteron, dan hormon vasoaktif lain, yang berlebihan. Penderita SN mempunyai risiko besar untuk mengalami hipovolemia, sehingga pemantauan volume sirkulasi sangat penting. 5
7

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan proteinuria masif, yaitu lebih dari 40 mg/m/jam, atau rasio protein dan kreatinin lebih dari 2 mg per mg dalam urin sewaktu, atau dengan dipstik lebih dari 25% penderita SN menunjukkan hematuria mikroskopik sementara/transien, sedangkan hematuria gros sangat jarang ditemukan. Pada pemeriksaan urin dapat pula ditemukan lipiduria. Pada pemeriksaan plasma ditemukan hipoalbuminemia ( 2,5 g/dL), dengan rasio albumin dan globulin yang terbalik. Kadar ureum dan kreatinin normal, atau meningkat. Kadar kolesterol LDL, VLDL meningkat, sedang kadar HDL normal. 5 Gambaran darah tepi menunjukkan tanda hemokonsentrasi berupa peningkatan kadar hemoglobin dan hematokrit. Jumlah trombosit dan agregasi trombosit meningkat. 4 Selain hipovolemia, komplikasi SN yang tersering adalah infeksi, trombosis, gagal ginjal akut, dan malnutrisi. Kerentanan terhadap infeksi pada SN disebabkan oleh kadar IgG dan faktor B (proaktivator komplemen C3) rendah, gangguan opnisasi, gangguan transformasi limfosit, dan efek samping pengobatan imunosupresif. 5 Dalam jumlah tertentu transferin, globulin pengikat vitamin D dan globulin pengikat hormon tiroid juga keluar di urin, menimbulkan anemia, tetani, dan gangguan pertumbuhan. 5

PEMERIKSAAN PENUNJANG Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang berikut: y Urinalisis Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat. 3+ menandakan kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam nephrotic range. 2 y Pemeriksaan sedimen urin Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.2 y Pengukuran protein urin Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total protein urin 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis. 2, 8

Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak 3g.2,8 y Albumin serum - kualitatif : ++ sampai ++++ - kuantitatif : > 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH) y Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis y USG renal Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.2 y Biopsi ginjal Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN congenital, onset usia > 8 tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosis fokal, karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.2 y Darah: Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:2 - Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml) - Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml) - 1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml) - 2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml) globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml)

- globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml) - rasio albumin/globulin <1 (N:3/2) - komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml) - ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.

PENATALAKSANAAN Tata laksana sindrom nefrotik dibedakan atas pengobatan dengan imunosupresif dan atau imunomodulator, dan pengobatan suportif atau simtomatik. Penatalaksanaan ini meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau penyakit penyebab (pada SN sekunder), mengurangi

atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia, serta mencegah dan mengatasi penyulit.2,5 Terapi Kortikosteroid Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan yang memberikan respon terapi yang baik terhadap steroid. Pengobatan dengan kortikosteroid dibedakan antara pengobatan inisial dan pengobatan relaps.2,5 Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di antaranya pada orang dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4 8 minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4-12 minggu, tapering di 4 bulan berikutnya. Sampai 90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24 minggu namun 50% pasien akan mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan. 2,5,8 Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap, remisi parsial dan resisten. Dikatakan remisi lengkap jika proteinuria minimal (< 200 mg/24 jam), albumin serum > 3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang. Remisi parsial jika proteinuria <3,5 g/hari, albumin serum >2,5 g/dl, kolesterol serum <350 mg/dl, diuresis kurang lancar dan masih edema. Dikatakan resisten jika klinis dan laboratoris tidak memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan kortikosteroid. 5 Kelompok SNSS dalam perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu SN nonrelaps (30%), SN relaps jarang (10-20%), SN relaps sering dan SN dependen steroid (40-50%). Sindrom nefrotik non relaps ialah penderita yang tidak pernah mengalami relaps setelah mengalami episode pertama penyakit ini. Sindrom nefrotik relaps jarang ialah anak yang mengalami relaps kurang dari 2 kali dalam periode 6 bulan atau kurang dari 4 kali dalam periode 12 bulan setelah pengobatan inisial. Sindrom nefrotik relaps sering ialah penderita yang mengalami relaps >2 kali dalam periode 6 bulan pertama setelah respons awal atau > 4 kali dalam periode 12 bulan. Sindrom nefrotik dependen steroid bila dua relaps terjadi berturut-turut pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam waktu 14 hari setelah pengobatan dihentikan. 5,7 Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid dapat diberikan dengan steroid jangka panjang, yaitu setelah remisi dengan prednison dosis penuh dilanjutkan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan bertahap sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kg secara alternating. Dosis ini disebut sebagai dosis treshold, diberikan minimal selama 3-6 bulan, kemudian dicoba untuk dihentikan. 5,7 Pengobatan lain adalah menggunakan terapi nonsteroid yaitu: Siklofosfamid, Klorambusil, Siklosporin A, Levamisol, obat imunosupresif lain, dan ACE inhibitor. Obat-obat ini utamanya digunakan untuk pasien-pasien yang non-responsif terhadap steroid. 5,8
10

Terapi suportif/simtomatik Proteinuria ACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik dan glomerular serta proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien dengan insufisiensi ginjal moderat sampai berat. Restriksi protein tidak lagi direkomendasikan karena tidak memberikan progres yang baik. 8 Edema Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan SN yang disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena pemberian diuretik dapat memperburuk gejala tersebut. Pada edema sedang atau edema persisten, dapat diberikan furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per hari. Pemberian spironolakton dapat ditambahkan bila pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg per hari. Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik dengan infus albumin. Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid 1-2 mg/kg intravena. Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran cairan ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan (overload). Penderita yang mendapat infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal jantung. 1,2,5,7,8 Dietetik Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan kalori yang adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5 2 g/kg, namun anak-anak dengan proteinuria persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2 2,25 g/kg per hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak. Karbohidrat diberikan dalam bentuk kompleks seperti zat tepung dan maltodekstrin. Restriksi garam tidak perlu dilakukan pada SNSS, namun perlu dilakukan pada SN dengan edema yang nyata. 1,2,5,7 Infeksi Penderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering ialah selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena pengeluaran imunoglobulin G, protein faktor B dan D di urin, disfungsi sel T, dan kondisi hipoproteinemia itu sendiri. Pemakaian imunosupresif menambah risiko terjadinya infeksi. Pemeriksaan fisis untuk mendeteksi adanya infeksi perlu dilakukan. Selulitis umumnya disebabkan oleh kuman stafilokokus, sedang sepsis dapa SN sering disebabkan oleh kuman Gram negatif. Peritonitis primer umumnya disebabkan oleh kuman Gram-negatif dan Streptococcus pneumoniae sehingga perlu diterapi dengan penisilin parenteral dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke-tiga, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari. Di Inggris, penderita SN dengan edema anasarka dan asites masif diberikan
11

antibiotik profilaksis berupa penisilin oral 125 mg atau 250 mg, dua kali sehari sampai asites berkurang. 1,2,5,7 Hipertensi Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi sebagai akibat efek samping steroid. Pengobatan hipertensi pada SN dengan golongan inhibitor enzim angiotensin konvertase, calcium channel blockers, atau beta adrenergic blockers. 1,2,5,7 Hipovolemia Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk, peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri abdomen. Hipovalemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 15-20 ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan. 1,2,5,7 Tromboemboli Risiko untuk mengalami tromboemboli disebabkan oleh karena keadaan hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan volume intravaskular, keadaan hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan faktor pembekuan darah antara lain faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan dikarenakan oleh penurunan konsentrasi antitrombin III yang keluar melalui urin. Risiko terjadinya tromboemboli akan meningkat pada kadar albumin plasma < 2 g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau kadar antitrombin III < 70%. Pada SN dengan risiko tinggi, pencegahan komplikasi tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian asetosal dosis rendah dan dipiridamol. Heparin hanya diberikan bila telah terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg intravena dan dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena. 1,2,5,7 Hiperlipidemia Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat, namun kadar trigliserida, fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik dengan kadar albumin serum dan derajat proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh karena penurunan tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar untuk melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu katabolisme lipid pada SN juga menurun. Hiperlipidemia pada SNSS biasanya bersifat sementara, kadar lipid kembali normal pada keadaan remisi, sehingga pada keadaan ini cukup dengan pengurangan diit lemak. Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas dan mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler pada anak penderita SN masih belum

12

jelas. Manfaat pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin, derivat asam fibrat atau inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) masih diperdebatkan. 1,2,5,7

PROGNOSIS Sebelum era antibiotik, infeksi merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada SN. Pengobatan SN dan komplikasinya saat ini telah menurunkan morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan sindrom. Saat ini, prognosis pasien dengan SN bergantung pada penyebabnya. Remisi sempurna dapat terjadi dengan atau tanpa pemberian kortikosteroid.2 Hanya sekitar 20 % pasien dengan glomerulosklerosis fokal mengalami remisi proteinuria, 10 % lainnya membaik namun tetap proteinuria. Banyak pasien yang mengalami frequent relaps, menjadi dependen-steroid, atau resisten-steroid. Penyakit ginjal kronik dapat muncul pada 25-30 % pasien dengan glomerulosklerosis fokal segmental dalam 5 tahun dan 30-40 % muncul dalam 10 tahun.2 Orang dewasa dengan minimal-change nephropathy memiliki kemungkinan relaps yang sama dengan anak-anak. Namun, prognosis jangka panjang pada fungsi ginjal sangat baik, dengan resiko rendah untuk gagal ginjal.2 Pemberian kortikosteroid memberi remisi lengkap pada 67% kasus SN nefropati lesi minimal, remisi lengkap atau parsial pada 50% SN nefropati membranosa dan 20%-40% pada glomerulosklerosis fokal segmental. Perlu diperhatikan efek samping pemakaian kortikosteroid jangka lama di antaranya nekrosis aseptik, katarak, osteoporosis, hipertensi, diabetes mellitus. 2,4 Respon yang kurang terhadap steroid dapat menandakan luaran yang kurang baik. Prognosis dapat bertambah buruk disebabkan (1) peningkatan insidens gagal ginjal dan komplikasi sekunder dari SN, termasuk episode trombotik dan infeksi, atau (2) kondisi terkait pengobatan, seperti komplikasi infeksi dari pemberian imunosupressive.2 Penderita SN non relaps dan relaps jarang mempunyai prognosis yang baik, sedangkan penderita relaps sering dan dependen steroid merupakan kasus sulit yang mempunyai risiko besar untuk memperoleh efek samping steroid. SN resisten steroid mempunyai prognosis yang paling buruk. 2,8 Pada SN sekunder, prognosis tergantung pada penyakit primer yang menyertainya. Pada nefropati diabetik, besarnya proteinuria berhubungan langsung tingkat mortalitas. Biasanya, ada respon yang baik terhadap blockade angiotensin, dengan penurunan proteinuria, dan level subnefrotik. Jarang terjadi remisi nyata. Resiko penyakit kardiovaskular meningkat seiring penurunan fungsi ginjal, beberapa pasien akan membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal.2

13

Pada amiloidosis primer, prognosis tidak baik, bahkan dengan kemoterapi intensif. Pada amiloidosis sekunder, remisi penyebab utama, seperti rheumatoid arthritis, diikuti dengan remisi amiloidosis dan ini berhubungan dengan SN.2

14

BAB II LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Ruangan Nomor RM : Tn. I : 24 tahun : Laki-laki : Jl. Barawajaya Barat, Makassar : BPII/210 RSLB : 236424

Tanggal Masuk RS : 28 November 2011 ANAMNESIS Anamnesis : Autoanamnesis Keluhan Utama : Bengkak seluruh badan Anamnesis Terpimpin : y Dialami sejak 1 minggu SMRS, bengkak awalnya di daerah kaki lalu dirasakan naik ke perut dan wajah. Bengkak di daerah wajah utamanya di daerah kelopak mata, muncul 1 hari SMRS, saat bangun pagi dan menghilang sore harinya. Bengkak sebelumnya 2 minggu SMRS, pasien berobat ke Puskesmas, dikatakan sakit beri-beri dan diberi obat (salah satunya berwarna hijau 3x1) selama 3 hari. Bengkak dirasakan berkurang tetapi muncul kembali 1 minggu terakhir. y Demam (-). Riwayat demam (-) y Nyeri kepala (+), seperti tertekan, sejak 3 hari SMRS

y Batuk (-), sesak (+) dirasakan jika duduk, tidak dipengaruhi aktivitas. y Mual (+), muntah (+) sejak 1 hari SMRS, frekuensi 2-3 x tiap makan, ada keluhan nyeri perut, tidak terus-menerus, terasa melilit, tidak menjalar. y Nafsu makan dirasakan menurun 1 minggu terakhir y BAB : belum 3 hari, flatus (+) y BAK : kesan lancar, warna kuning y RPS: - riw. hipertensi tidak diketahui o Riwayat kebiasaan sering minum extra joss tiap hari sejak > 5 tahun yll o Riwayat ISPA (-) o Riwayat alkohol (-)
15

o Riwayat merokok (+) STATUS PRESENT Sakit sedang Gizi kurang BB: 65 kg (BB koreksi:48 kg) TB:176cm IMT : 15,5

Kesadaran: composmentis Tanda vital: Tensi : 130/80 mmHg Nadi : 76 kali/menit Pernapasan: 24 kali/menit Suhu : 36,3 C Kepala: Anemis (-), Ikterus (-), Sianosis (-), edema palpebra (-) Leher : Pembesaran kelenjar getah bening dan gondok: (-), DVS : R-2 cmH2O Dada: Inspeksi : simetris ki=ka Bentuk : normochest Paru: y Palpasi y Perkusi Jantung: Inspeksi : IC tidak tampak Palpasi : IC tidak teraba Perkusi : Batas jantung kanan: linea sternalis (D), kiri : linea mid clavicularis S Auskultasi : BJ I/II regular, bising (-) Perut: Inspeksi : cembung, ikut gerak nafas Palpasi : MT (-), NT (-), H/L ttb Perkusi : ascites (+), shifting dullness (+) Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal Ekstremitas: Edema +/+ Pemeriksaan Laboratorium: Diagnosis Sementara : Susp. sindrom nefrotik : Fremitus raba : menurun di basal paru Nyeri tekan : (-) : paru kiri: sonor, paru kanan: pekak di ICS IX dan X

y Auskultasi : BP vesikuler, menurun di basal paru dekstra. Bunyi tambahan: Rh -/-, Wh -/-

16

Diagnosis Diferensial: PENATALAKSANAAN AWAL: Diet rendah garam, r. purin, r. lemak, protein 0,8 mg/kgBB/hr Restriksi cairan Furosemide 40 mg 1 0 0 RENCANA PEMERIKSAAN: Darah rutin, urin rutin, protein esbach Protein, albumin, protein total, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, GDS, profil lipid, asam urat Foto thorax, USG Abdomen Balance cairan FOLLOW UP Tanggal 29/11/2011 T: 140/100 N: 76 P: 24 S:36,2 LP: 84 cm BB: 65 kg Perjalanan Penyakit S : Bengkak kaki dan perut + Demam -, sakit kepala + Sesak Nyeri ulu hati +, mual -, muntah BAB : belum hari ini BAK : terakhir tadi malam jam 09.00 O : SS/GK/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/BJ I/II reguler Asites + Edema dorsum pedis dan pretibial +/+ A : Susp. Sindrom Nefrotik 30/11/11 T : 140/100 N : 82 P : 16 S : 36,2 LP: 83 cm BB: 65 kg S : Bengkak kaki dan perut + Demam -, sakit kepala Sesak Nyeri ulu hati -, mual -, muntah BAB : baik BAK : lancar O : SS/GK/CM R/ Diet r. garam, r. lemak, r,purin, protein 0,8 mg/kgBB/hr Restriksi cairan Furosemide 40 mg 1-0-0 Captopril 25 mg 1-0-1 P. Balance Cairan BB/hari Instruksi Dokter R/ Diet R. garam, r,purin, protein 0,8 mg/kgBB/hr Restriksi cairan Furosemide 40 mg 1-0-0 P. cek hasil lab USG Abdomen BB per hari LP per hari

17

Anemis -, Ikterus -, sianosis DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/BJ I/II reguler Asites + Edema dorsum pedis dan pretibial +/+ A : Susp. Sindrom Nefrotik 01/12/11 T : 150/100 N : 74 P : 22 S : 35,5 LP: 83 cm BB: 65 kg S : Bengkak kaki dan perut + Demam -, sakit kepala Sesak Nyeri ulu hati -, mual -, muntah BAB : baik BAK : lancar O : SS/GK/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/BJ I/II reguler Asites + Edema +/+ A : Susp. Sindrom Nefrotik 02/12/11 T : 140/100 N : 84 P : 24 S : 35,5 LP: 83 cm BB: 64 kg S : Bengkak kaki dan perut + Demam -, sakit kepala Sesak -, batuk Sakit perut +, mual -, muntah BAB : baik BAK : lancar O : SS/GK/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/BJ I/II reguler Asites + Edema +/+

Protein Esbach

R/ Diet R. garam, r. lemak, r,purin, protein 0,8 mg/kgBB/hr Connecta Furosemide 1 amp/12 jam Captopril 25 mg 1-0-1 Amlodipine 5 mg 1 dd 1 Simvastatin 20 mg 1 dd 1 P. Protein esbach besok jam 11

R/ Diet R. garam, r. lemak, r,purin, protein 0,8 mg/kgBB/hr connecta Furosemide 1 amp/12 jam Captopril 25 mg 1-0-1 Amlodipine 5 mg 1 dd 1 Simvastatin 20 mg 1 dd 1 Hasil: Protein Esbach 1,8 g/L/24 jam Ulangi Esbach

18

A : Susp. Sindrom Nefrotik 03/12/11 T : 140/90 N : 82 P : 24 S : 35,8 LP: 82 cm BB: 64 kg 11.00 = urine 500 ml S : Bengkak kaki dan perut + Demam -, sakit kepala +, terasa berat Sesak -, batuk Nyeri ulu hati -, mual -, muntah BAB : baik BAK : lancar O : SS/GK/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/Asites + Edema +/+ A : Susp. Sindrom Nefrotik 05/12/11 T : 130/90 N : 86 P : 28 S : 36,5 LP: 82 cm BB: 64 kg S : KU baik Bengkak kaki dan perut + Demam -, sakit kepala Sesak Sakit perut -, mual -, muntah BAB : baik BAK : lancar O : SS/GC/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/Asites + Edema +/+ A : Susp. Sindrom Nefrotik 6/12/2011 T : 130/90 N : 88 P : 24 S : 36 S : KU baik Bengkak kaki dan perut + Demam -, sakit kepala Sesak Nyeri perut -, mual -, muntah R/ Diet R. garam, r. lemak, r.purin, protein 0,8 mg/kgBB/hr Connecta Lasix 1 amp/12 jam/iv Captopril 25 mg 1-0-1 R/ Diet R. garam, r. lemak, r,purin, protein 0,8 mg/kgBB/hr connecta Lasix 1 amp/12 jam/iv Captopril 25 mg 1-0-1 Amlodipine 5 mg 1 dd 1 Simvastatin 20 mg 1 dd 1 Metilprednisolon 4 mg 10-0-0 P. Esbach besok BB/hr, LP/hr Balance cairan R/ Diet R. garam, r. lemak, r,purin, protein 0,8 mg/kgBB/hr connecta Lasix 1 amp/12 jam/iv Captopril 25 mg 1-0-1 Amlodipine 5 mg 1 dd 1 Simvastatin 20 mg 1 dd 1 Metilprednisolon 0,8 mg/ kbBB/hr P. BB/ hr

19

LP: 81 cm BB: 64 kg

BAB : baik BAK : lancar O : SS/GK/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/Asites + Edema +/+ A : Susp. Sindrom Nefrotik

Amlodipine 5 mg 1 dd 1 Simvastatin 20 mg 1 dd 1 Metilprednisolon 4 mg 10-0-0 P. Cek hasil Esbach BB/hr Balance cairan Rencana masuk albumin 1 botol/hr

7/12/2011 T : 130/80 N : 84 P : 24 S : 36,1 LP: 80 cm BB: 63 kg Prot. Esbach (-) Alb: 1,39 Col: 649 Tg: 300 Ur : 11,9 Cr: 1,12

S : KU baik Bengkak kaki dan perut + Demam -, sakit kepala Sesak Nafsu makan baik Nyeri ulu hati -, mual -, muntah BAB : baik BAK : lancar O : SS/GK/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/Asites + Edema +/+ A : Susp. Sindrom Nefrotik

R/ Diet R. garam, r. lemak, r.purin, protein 0,8 mg/kgBB/hr connecta Lasix 1 amp/12 jam/iv Captopril 25 mg 1-0-1 Amlodipine 5 mg 1 dd 1 Simvastatin 20 mg 1 dd 1 Metilprednisolon 4 mg 10-0-0 Albumin drips 1 botol/hari

8/12/2011 T : 130/80 N : 80 P : 24 S : 36,5 LP: 78,6 cm BB: 61,9 kg

S : Bengkak kaki dan perut + Demam -, sakit kepala Sesak Nyeri ulu hati -, mual -, muntah Nafsu makan baik BAB : baik BAK : lancar O : SS/GK/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis

R/ Diet R. garam, r. lemak, r. purin, protein 0,8 mg/kgBB/hr connecta Lasix 1 amp/12 jam/iv Captopril 25 mg 1-0-1 Amlodipine 5 mg 1 dd 1 Simvastatin 20 mg 0 0 - 1 Metilprednisolon 4 mg 10 0 0 Albumin drips 1 botol/hari

20

DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/Asites + Edema +/+ A : Sindrom Nefrotik 9/12/2011 T : 130/90 N : 86 P : 22 S : 37,1 LP: 76 cm BB: 59 kg S : Bengkak kaki dan perut + Demam -, sakit kepala Sesak Nyeri ulu hati -, mual -, muntah Nafsu makan baik BAB : biasa BAK : lancar O : SS/GK/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/Asites Edema +/+ A : Sindrom Nefrotik 10/12/2011 T : 130/80 N : 80 P : 24 S : 36,6 LP: 70 cm BB: 53 kg S : Bengkak kaki dan perut Demam -, sakit kepala Sesak Nyeri ulu hati -, mual -, muntah Nafsu makan baik BAB : biasa BAK : lancar O : SS/GK/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/Asites Edema A : Sindrom Nefrotik

P. besok control Albumin

Jawaban konsul GH: R/ aff infuse aff connecta Diet R. garam, r,purin, protein 0,8 mg/kgBB/hr Furosemide 40 mg 3x1 Captopril 25 mg 1-0-1 Amlodipine 5 mg 1 dd 1 Simvastatin 20 mg 1 dd 1 Metilprednisolon 0,8 mg/kgBB/hr (metilprednisolon 4 mg 10 0 0) P. urinalisa

R/ Diet R. garam, r,purin, protein 0,8 mg/kgBB/hr Furosemid 40 mg 3x1 Captopril 25 mg 1-0-1 Amlodipine 5 mg 1 dd 1 Simvastatin 20 mg 1 0 0 Metilprednisolon 4 mg 10 0 0

21

11/12/2011 T : 130/80 N : 80 P : 24 S : 36,7

S : Bengkak kaki dan perut (-) Demam -, sakit kepala Sesak Nyeri ulu hati -, mual -, muntah Nafsu makan baik BAB : biasa BAK : lancar O : SS/GK/CM Anemis -, Ikterus -, sianosis DVS R-2 cmH2O BP vesikuler, Rh -/-, Wh -/Asites Edema -/A : Sindrom Nefrotik

R/ Diet r. garam, r,purin, protein 0,8 mg/kgBB/hr Furosemid 40 mg 1 0 0 Captopril 25 mg 1-0-1 Amlodipine 5 mg 1 dd 1 Simvastatin 20 mg 0 0 1 Metilprednisolon 4 mg 10 0 0 Boleh pulang

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah Rutin Pemeriksaan 29/11/2011 RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT WBC Neutrofil Limfosit Monosit Eosinofil LED Kimia Darah Pemeriksaan 6,24 x 106/mm3 15,8 gr/dl 47 % 75 m3 25,4 pg 33,7 g/dl 296 x 103/mm3 7,9 x 103/mm3 63 % 26,1 % 6,2 % 3,8 % 10 mm/jam 06/12/2011 6,27 x 106/mm3 16 gr/dl 47,5 % 76 m3 25,5 pg 33,6 g/dl 402 x 103/mm3 8,9 x 103/mm3 58,3 % 34,8 % 5,4 % 0,7 % 09/12/2011 5,93 x 106/mm3 15,1 gr/dl 46,1 % 78 m3 25,5 pg 32,8 g/dl 258 x 103/mm3 9,6 x 103/mm3 85,9 % 8,3 % 4,5 % 0,7 % 30 mm/jam Nilai Rujukan 4-10 x 106/mm3 12-16 gr/dl 37 - 48 % 82 -92 m3 27-31 pg 32-37 g/dl 150-450 x 103/mm3 3,8 10,6 x 103/mm3 50 - 70 % 25 - 40 % 2-8% 2-4% 0 - 10 mm/jam

29/11/2011

6/12/2011

9/12/2011

Nilai Rujukan
22

Protein total Albumin Ureum Kreatinin Asam Urat Kolesterol Trigliserida Glukosa SGOT SGPT

3,62 g/dl 1,56 g/dl 55,8 mg/dl 1,46 mg/dl 7,81 mg/dl 687 mg/dl 318 mg/dl 70 mg/dl 38 37

3,23 g/dl 1,39 g/dl 41,4 mg/dl 1,12 mg/dl 5,85 mg/dl 649 mg/dl 300 mg/dl 87 mg/dl

2,08 g/dl 35,3 mg/dl 0,96 mg/dl 68 mg/dl

6,6 8,7 g/dl 3,5 - 5 g/dl 10 50 mg/dl < 1,3 mg/dl 3,4 7,0 mg/dl 200 mg/dl 200 mg/dl 110 mg/dl < 38 < 41

Urin Rutin (6 / 12 / 2011) Bilirubin : neg Uro : normal Glukosa : neg Protein : ++++ 1000 mg/dl Keton : neg Nitrit : neg Blood : neg Lekosit : neg PH : 7,5 SG : 1,015 Urine 24 jam Protein Esbach: 1/12/2011 = 1,8 gr/l/24 jam 5/12/2011= negatif Mycroskop Analys Eritrosit : neg Leukosit : ++ 20-30 Cylinder : + Epith cell : 5-10 Bact : neg Kristal : neg

PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto Thorax PA (29 November 2011) y Tampak dilatasi pembuluh darah suprahili dan perkabutan perihiler dan paracardiac kedua paru y Cor membesar dengan CTI : 0,53 pinggang jantung cembung apex tertanam y Kedua sinus dan diafragma kiri baik, diafragma kanan letak tinggi y Tulang tulang intak
23

Kesan : cardiomegaly dengan edema paru Elevasi diafragma kanan (proses intra abdominal) Usul : USG Abdomen USG Abdomen (29 November 2011)

Kedua giunjal: y Echo cortex / sinus meninggi dengan diferensiasi echo buruk y Tidak tampak batu Tampak ascites dengan efusi pleura kanan (R) Hepar, lien, GB, pancreas, dan vesica urinaria normal Kesan : GNC bilateral Ascites dan efusi pleura dextra Prognosis Bonam

24

BAB III PEMBAHASAN

RESUME Seorang pasien laki-laki berusia 24 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan bengkak seluruh badan, yang dialami 1 minggu SMRS. Bengkak dirasakan muncul pertama kali pada kaki kemudian menjalar ke betis, paha, perut, dan wajah. Bengkak di wajah dirasakan sejak 1 hari SMRS pada pagi hari dan menghilang sore harinya. Bengkak pernah dirasakan 2 minggu SMRS, sempat membaik setelah berobat ke Puskesmas dinyatakan sakit beri-beri. Pasien tidak demam dan tidak ada riwayat demam. Tidak ada keluhan batuk, namun pasien mengeluhkan sesak saat duduk yang tidak dipengaruhi aktivitas. Mual dan muntah 2-3 x tiap makan. Nyeri perut dirasakan tidak terus menerus, tidak melilit dan tidak menjalar. Nafsu makan menurun 1 minggu terakhir. Belum BAB 3 hari, BAK kesan lancar, warna kuning. Riwayat hipertensi tidak diketahui, riwayat kebiasaan minum extrajoss tiap hari selama > 5 tahun, riwayat ISPA tidak ada, ada riwayat merokok. Dari pemeriksaan fisis, pasien sakit sedang, gizi kurang, composmentis. Tanda vital: tensi: 130/90 mmHg, nadi: 76x/menit, pernapasan: 24x/menit, suhu: 36.3 0C. Thorax: simetris kiri = kanan, massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus kiri = kanan, perkusi sonor, batas paru herpar setinggi intercosta VI dextra, bunyi pernapasan vesikuler, menurun di basal paru dextra, rhonki (-), wheezing (-). Jantung dalam batas normal. Abdomen cembung, ikut gerak napas, peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan (-), perkusi timpani, shifting dullness (+). Dari pemeriksaan hasil laboratorium didapatkan WBC 7.9 x 103/ul, RBC 6.2 x 106/ul, HGB 15.8, PLT 296 x 103/ul, Trigliserida 318 mg/dl, GDS 70 mg/dl, Ureum 55,8, Kreatinin 1.46, Protein total 3.62, Albumin 1.56, Kolesterol total 687, urinalisa protein ++++. CXR kesan cardiomegaly dengan edema paru dan elevasi diafragma (D), USG GNC bilateral, ascites, dan efusi pleura (D). Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisis dan hasil laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya, pasien didiagnosis sementara sebagai sindrom nefrotik.

DISKUSI Pasien masuk dengan keluhan bengkak seluruh badan yang dialami sejak 1 minggu

sebelum masuk rumah sakit. Ada beberapa penyakit yang dapat menimbulkan keluhan bengkak seluruh badan misalnya congestive heart failure (CHF) dan penyakit malnutrisi berat. Dari hasil
25

anamnesis pada pasien, sebelumnya pasien telah mendapat pengobatan dengan obat berwarna hijau (prednisone) dan bengkak kemudian turun, kemudian bengkak mulai muncul kembali setelah pemberian prednison dihentikan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi suatu proses autoimun yang menyebabkan kerusakan pada ginjal sehingga dengan pemberian

imunosupressan pasien memberikan respon yang baik. Hal ini terutama dikaitkan dengan sindrom nefrotik tipe lesi minimal. Menurut teori, edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Ini juga menyebabkan hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema akan semakin berlanjut. Hal ini juga dikaitkan dengan terjadinya hipertensi pada pasien. Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Penurunan kemampuan nefron distal untuk mengeksresi natrium sehingga terjadi retensi natrium. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstrseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien SN. Bengkak pada wajah terutama dialami pada pagi hari dan berkurang di siang hari. Hal ini berkaitan dengan sifat cairan yang menempati tempat terendah. Pada pagi hari pasien dalam posisi berbaring setelah semalaman tidur sehingga muncul bengkak pada wajah. Pada siang hari pasien lebih banyak duduk dan berdiri sehingga bengkak pada wajah menurun. Selain itu dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan bahwa pasien juga mengalami hiperlipidemia (Kolesterol total 687 mg/dl, LDL 449 mg/dl, Trigliserida 318 mg/dl), proteinuria (protein urin = 1000 mg/dl, dan protein esbach = 1,8gr/dl), hipoalbuminemia (albumin = 1.56 gr/dl). Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis untuk sindrom nefrotik yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Edema anasarka Proteinuria masif (3,5 gr/hari) Hipoalbuminemia (< 3,5 gr/dl) Hiperlipidemia, dan Lipiduria Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan protein esbach hanya sebesar 1,8 gr/dl, hal ini mungkin dapat terjadi karena sebelumnya pasien telah mendapatkan terapi
26

metilprednisolone dan memberikan respon terapi yang baik. Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus yang diduga disebabkan oleh suatu proses autoimun. Adanya peningkatan ureum kreatinin disertai gambaran USG GNC bilateral menunjukkan tanda-tanda penyakit ginjal kronik. Pasien ini juga mengalami hipoalbuminemia yang disebabkan oleh proteinuria masif. Selain itu, pasien juga mengeluhkan mual dan nafsu makan menurun yang diduga disebabkan oleh akibat edema mukosa usus. Hal ini dapat menyebabkan intake berkurang yang pada gilirannya dapat menimbulkan hipoproteinemia. Pada pasien ini juga terjadi hiperlipidemia. Menurut teori hiperlipidemia terjadi oleh karena peningkatan produksi lipoprotein oleh hati. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel-sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi pada SN akitifitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktifitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urin. Pengobatan pada pasien dilakukan dengan terapi umum dan terapi spesifik. Terapi umum antara lain diet rendah garam untuk mengurangi terjadinya retensi cairan oleh natrium yang juga berperan dalam terjadinya edema. Diet cukup protein 0,8 gr/dl oleh karena pemberian protein yang tinggi walaupan dapat meningkatkan sintesis albumin hati namun dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Furosemid sebagai diuretik. Diet rendah lemak karena terjadinya hiperlipidemia. Diberikan pula captopril untuk menurunkan tekanan darah sekaligus memberikan efek renoprotektif dan dikombinasikan dengan amlodipine untuk terapi optimal serta mempertahankan laju filtrasi glomerulus. Diberikan juga simvastatin (golongan HMG CoA reductase inhibitor) untuk menurunkan kadar lipid. Sedangkan terapi spesifik adalah dengan pemberian methylprednisolon sebagai imunosupressan karena pada pasien ini sindrom nefrotik diduga disebabkan oleh proses autoimun.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Prodjosudjadi W. Sindrom Nefrotik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. Hal. 999-1003 2. Cohen EP. Nephrotic Syndrome. [online] 15 September 2011 [cited 12 Desember 2011]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview 3. Sembiring, SPK. Nephrotic Syndrom (Sindrom Nefrotik) Genitourinary. [online] 15 September 2011. [cited 10 Januari 2012]. Available from:

http://www.morphostlab.com/direktori-penyakit/nephrotic-syndrome-sindrom-nefrotikgenitourinary-system.html 4. Himawan, S. Klasifikasi Histopatologik Glomerulopati Primer. Cermin Dunia Kedokteran No. 28. 1982: hal. 26-32 5. Bahrun, D. Sindrom Nefrotik. [online] [cited] 13 Desember 2011. Available from http://dc314.4shared.com/doc/f4YrcBbP/preview.html 6. Venny, Anastasia. Gangguan Sistem Ginjal [online] [cited] 13 dan Traktus Urinarius 2011. Pada Lanjut Usia. from

Desember

Available

http://www.scribd.com/doc/57281981/Bab-Viii-Gangguan-Sistem-Uro-genital-1 7. Gunawan, C.A. Sindrom Nefrotik Patogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006. Hal. 50-54 8. McMilian, J.I. Nephrotic Syndrome. Merck Manual. [online] Januari 2010. [cited] 10 Januari 2012. Availble from:

http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary_disorders/glomerular_disorders/n ephrotic_syndrome.html

28

Anda mungkin juga menyukai