Anda di halaman 1dari 2

KETAHANAN ENERGI Krisis ekonomi global pada tahun 2008-2009 telah menunjukan besarnya pengaruh harga minyak bumi

pada perekonomian global. Harga minyak bumi pada saat itu naik melampaui US$ 100 per barel yang memicu krisis ekonomi global akibat tingginya inflasi akibat kenaikan biaya produksi dan harga bahan pokok. Pasca krisis ekonomi global konsep ketahanan energi (energy security) menjadi semakin relevan. Ketercukupan pasokan serta stabillitas harga energi menjadi prioritas utama dalam menentukan kebijakan pembangunan di banyak negara. Pertambahan penduduk dan gencarnya industrialisasi dunia ditengah keterbatasan sumber daya energi khususnya energi fosil, menyebabkan ketidakseimbangan permintaan dan penawaran. Diperkirakan hingga tahun 2030 konsumsi energi dunia masih tergantung kepada energi minyak bumi yang tidak terbarukan. Dalam konteks kawasan, Asia Pasifik dengan pertumbuhan ekonominya yang dinamis hanya memiliki cadangan minyak yang sedikit dan menyebabkan kebutuhan minyak kawasan banyak tergantung pada kawasan lain. Dalam batas tertentu keadaan ini juga dialami Indonesia. Kondisi energi Indonesia saat ini masih mengandalkan pada migas. Cadangan minyak bumi dalam kondisi menurun, walaupun ekploitasi cadangan gas bumi cenderung meningkat. Untuk energi baru dan terbarukan, meskipun Indonesia memiliki potensi beragam, namun pengelolaan dan penggunaannya belum optimal. Berbagai potensi energi tersebut antara lain: sumber energi nabati, gas, panas bumi, energi nuklir, energi surya, energi angin dan energi laut. Di sisi lain, Indonesia yang dulu merupakan negara pengekspor minyak saat ini telah berubah menjadi negara pengimpor minyak (netimporting country). Tantangan Pemerintah ke depan adalah memperkuat ketahanan energi nasional melalui berbagai perangkat kebijakan yang ditujukan untuk mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan guna mencapai energi bauran, meningkatkan efisiensi dan konservasi energi serta memperkuat peran Pemerintah sebagai regulator kebijakan energi. Dalam konteks penguatan ketahanan energi, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa aspek jaminan pasokan energi harus diimbangi dengan adanya akses (daya beli) masyarakat terhadap energi. Hal ini berarti bahwa penguatan ketahanan energi perlu diintegrasikan dengan pembangunan berkelanjutan khususnya yang terkait dengan penguatan daya dukung sosial-ekonomi masyarakat. Untuk menyikapi ketergantungan minyak terhadap negara lain dan mengoptimalkan potensi sumber energi nasional, konsep ketahanan energi menjadi sangat penting bagi Indonesia. Untuk itu, Pemerintah Indonesia telah menempuh sejumlah kebijakan untuk memperkuat ketahanan energi nasional antara lain melalui: pengembangan kebijakan energi yang bertumpu pada kebutuhan (demand side management), menekan subsidi minyak bumi seminimal mungkin, pembaharuan kebijakan energi guna memperkuat good-governance di sektor energi nasional dan memperkuat kerangka legislasi dan kebijakan diversifikasi energi melalui pengembangan energi baru dan terbarukan dan energi alternatif. Selain itu, Indonesia harus mengejar ketertinggalannya di dalam ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang terkait dengan pengelolaan sumber energi baru dan

terbarukan dalam waktu yang relatif cepat melalui proses alih teknologi yang dapat dicapai dengan melakukan kerjasama strategis dengan mitra dari negara lain tanpa mengganggu kepentingan nasional. Indonesia juga mendorong peningkatan kerjasama internasional di sektor energi terbarukan (antara lain: hydro power, wind power, geothermal dan energi nuklir) dalam rangka memperkuat ketahanan energi termasuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi. Hal ini sejalan dengan Perpres No 5 tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional (2006-2025) yang menggariskan target pencapaian bauran energi (energy mix) yang lebih besar pada tahun 2025 sehingga proporsi penggunaan minyak bumi akan berkurang secara bertahap. Saat ini, porsi minyak bumi ditargetkan maksimal 20% (saat ini 52%); gas bumi meningkat menjadi 30%; batubara meningkat menjadi 33%; panas bumi (geo-thermal) dan biofuels meningkat menjadi 5%; energi baru dan terbarukan meningkat menjadi 5%. Indonesia juga berinisiatif untuk berperan lebih mendorong partisipasi aktif dalam berbagai forum energi internasional baik di bawah kerangka PBB maupun di luar PBB untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan kebijakan energi antara lain: mengintensifkan kerjasama dengan International Energy Agency (IEA) melalui penandatanganan MOU dan menjadi Observer pada Energy Charter. Selain itu Indonesia juga aktif berpartisipasi pada pembahasan energi pada forum G-20. Terkait International Renewable Energy Agency (IRENA), Indonesia masih mempertimbangkan manfaat keanggotaan di organisasi tersebut. Agar partisipasi RI di berbagai forum internasional dapat optimal, perlu dilakukan kolaborasi dan sinergi yang intensif dengan melibatkan para pemangku kepentingan domestik termasik departemen teknis terkait.

Anda mungkin juga menyukai