Anda di halaman 1dari 4

1 Keutamaan Ihsan dalam kehidupan sehari-hari ( makmun santoso M.Pd.

I )

. .

. . . : :

Hadirin Jama ah Jum ah Rakhimakumullah


Saat Rosulullah SAW sedang berada di dalam Masjid Nabawi bersama para sahabat r.a, ada seorang lelaki tidak dikenal mendekati beliau SAW. Lelaki tadi langsung duduk bersimpuh (duduk tasyahud awal) dihadapan Rosulullah, sehingga lututnya beradu dengan lutut Rosul. Lelaki tadi pun bertanya kepada Rosulullah tentang tiga hal yaitu : Apa itu Iman? Apa itu Islam? Dan apa itu Ihsan?. Setiap kali Rosulullah SAW. menjawab pertanyaan, lelaki tidak dikenal tadi langsung mengatakan; Kamu benar! Setelah lelaki tadi pergi, Rosulullah SAW. berkata kepada para sahabat r.a.; Itulah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan tentang urusan agama kalian Adapun pertanyaan ketiga yang ditanyakan oleh Malaikat Jibril a.s. adalah pertanyaan tentang; Apa itu Ihsan? Jawaban Rosulullah SAW. yang dibenarkan oleh Malaikat Jibril a.s. menurut hadits riwayat Muslim: Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah SWT melihatmu

Hadirin Jama ah Jum ah Rakhimakumullah


Ihsan merupakan hasil akhir dari suatu bentuk keimanan yang benar kepada-Nya. Karena ihsan berasal dari kata hasuna yang artinya berbuat baik. Berbuat baik kepada orang lain merupakan perintah dari Allah SWT. Dan keharusan untuk berbuat baik kepada orang lain dan implementasinya itu, dicantumkan di dalam Al-Quran tidak kurang dari 166 ayat.

Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik kepadamu (QS Al-Qashash 28: 77) Jika kamu berbuat baik (kepada orang lain), (berarti) kamu (telah) berbuat baik terhadap dirimu sendiri (QS Al-Isra 17: 7)

Hadirin Jama ah Jum ah Rakhimakumullah


Berbuat baik kepada orang lain ternyata memberikan pahala yang amat sangat luar biasa bagi pelakunya. Dan bahkan pahala untuk setiap perbuatan baik ini bisa disaksikan oleh setiap orang ketika menghadapi sakaratulmaut. Sebelum seseorang dicabut nyawanya, akan ditayangkan segala amal baik dan amal buruknya, lengkap dengan balasan pahala dan ancaman dosanya. Hal ini Sesuai dengan salah satu peristiwa ketika seorang Muslim Anshar meninggal dunia. Setelah selesai menguburkan jenazahnya, Rosulullah SAW dan beberapa sahabat bertandang kerumah duka. Di rumah duka, Rosulullah SAW bertanya kepada isteri almarhum. Apa wasiat suamimu sebelum meninggal dunia? tanya Rosulullah. Suamiku tak meninggalkan wasiat apa pun, Ya Rosulullah! jawab si isteri almarhum dengan pasti. Apakah kamu yakin suamimu tak meninggalkan wasiat apa pun? ulang Rosulullah.

2
Perempuan itu pun menjadi ragu-ragu. Sejenak dia berfikir sebelum akhirnya menjawab, Rasanya, tidak ada wasiat apa pun darinya. Coba pikirkan baik-baik sekali lagi. Apa yang diucapkan suamimu sebelum meninggal? tanya Rosulullah lagi. Perempuan itu pun berpikir keras karena Rosul menanyakan hal yang sama sampai tiga kali. Dia dan para sahabat merasa bahwa terdapat suatu pelajaran dari peristiwa kematian tersebut. Setelah berpikir, dia pun berkata, Ya, Rosulullah, memang ada perkataan almarhum suamiku sebelum meninggal, tetapi aku tidak memahami maknanya. Ceritakan pada kami. pinta Rosulullah Sebelum meninggal, dia bergumam, mengapa hanya separuh? Kemudian, dia bergumam lagi, mengapa tidak dari jauh? Terakhir, dia kembali bergumam, mengapa tidak yang baru? Itulah ucapannya sebelum meninggal. Kemudian, Rosulullah SAW bertanya kepada para sahabat: Kalian paham apa maksud gumaman-gumaman itu? Para Sahabat pun hanya menggelengkan kepala sambil berkata, Hanya Allah SWT dan Rosul-Nya yang tahu.

Hadirin Jama ah Jum ah Rakhimakumullah


Rosulullah SAW lantas menjelaskan bahwa seseorang tidak akan dicabut nyawanya sampai dia mengetahui tempatnya kelak, apakah di surga atau di neraka. Sesungguhnya, saat menjelang sakaratulmaut, manusia dapat melihat segala amal perbuatannya atas izin Allah SWT. Dengan demikian, dia akan mengetahui perbandingan antara amal baik dan amal buruknya. Sesaat sebelum meninggal dunia, laki-laki itu melihat amal perbuatannya ketika masih hidup. Beberapa hal membuatnya bergumam. Pertama, saat dia melihat dirinya dulu suatu ketika akan berbuka puasa. Saat itu, tiba-tiba dia mendengar suara salam. Seorang musafir berdiri di depan pintu rumah lelaki itu. Sang musafir berkata bahwa ia sedang berpuasa dan tidak punya apa-apa untuk berbuka. Laki-laki itu pun memberikan separuh makanannya kepada sang musafir. Kemudian, ditampakkanlah padanya pahala yang akan dia peroleh di surga nanti. Dia pun tercengang melihat betapa besar pahala yang diberikan Allah SWT hanya karena dia memberikan separuh makanannya kepada seorang musafir yang hendak berbuka puasa. Pikirnya, seandainya dulu dia memberikan semua makanannya, tentu pahala di surga yang akan didapatnya lebih besar lagi. Karenanya dia menyesal dan bergumam, Mengapa hanya separuh? Kemudian, tentang gumaman yang kedua. Dulu, lelaki itu hendak sholat berjamaah di masjid. Sewaktu hendak masuk ke masjid, dia melihat Ummi Maktum yang juga akan masuk ke masjid. Ummi Maktum yang matanya buta itu berjalan tertatih-tatih. Laki-laki itu pun menunggu Ummi Maktum. Kemudian, dia menuntun Ummi Maktum masuk ke dalam masjid. Saat menghadapi sakaratulmaut itu, Allah SWT menampakkan pahala menuntun Ummi Maktum itu. Ternyata, luar biasa besar pahala menuntun orang buta yang hendak melaksanakan sholat berjamaah di masjid, meski hanya beberapa langkah. Laki-laki itu pun berpikir, seandainya saja dulu dia tidak menunggu Ummi Maktum mendekat kepadanya, tetapi langsung menyongsongnya sejak dari jauh, tentulah pahala yang akan diterimanya kelak akan jauh lebih besar. Karenanya, dia pun menyesal dan bergumam, Mengapa tidak dari jauh? Lalu, gumaman yang ketiga. Waktu itu, musim dingin tiba. Laki-laki itu hendak membeli gamis yang agak tebal untuk menahan dingin. Setelah mendapatkan gamis tebal itu, dia langsung memakainya. Sementara, baju yang lama dipegangnya. Masih di pasar, dia melihat seorang pengemis dengan busana sekadarnya. Pengemis itu berkata, Siapa yang mau memberiku pakaian agar tubuh ini tidak kedinginan? Maka, laki-laki itu memberikan gamisnya yang lama dan usang pada pengemis itu. Kemudian, ditampakkanlah kepadanya bahwa betapa besar pahala yang akan di perolehnya kelak berkat amalan itu. Dia pun lantas berpikir, kalau saja dia memberikan gamis yang baru pada si pengemis. Dia pun bergumam menyesal, Mengapa tidak yang baru?

Hadirin Jama ah Jum ah Rakhimakumullah

3
Berdasarkan kisah yang diangkat dari hadits Rosulullah SAW itu, kita bisa menyimpulkan bahwa besar kemungkinan setiap orang, saat menjelang kematiannya, akan melihat akting-nya sendiri ketika menjalani peran di pentas sandiwara kehidupan dunia. Manusia pun akan mengetahui segala amalannya, berikut konsekuensi pahala atau pun hukumannya. Kemudian, siaran ulangnya pun akan ditayangkan pada Pengadilan Allah SWT di Padang Mashyar kelak. Saat itu, tayangan tersebut bukan hanya disaksikan oleh orang yang bersangkutan, tetapi bila perlu , juga dapat disaksikan oleh jutaan umat.

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan ( meski hanya ) sebesar dzarrah, (kelak) pasti dia akan melihatnya dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan ( meski hanya ) sebesar dzarrahpun, pasti dia akan melihatnya juga ( QS Al Zalzalah 99 : 7- 8 )

Hadirin Jama ah Jum ah Rakhimakumullah


Keharusan untuk berbuat baik kepada orang lain ternyata tidak terbatas hanya berbuat baik kepada sesama muslim saja, bahkan juga terhadap orang kafir sebagaimana firman-Nya di dalam sebuah Hadits Qudsi : Allah SWT telah mewahyukan pada Ibrahim a.s.: Wahai Kekasih-KU, ber-akhlak-lah yang baik walau pun terhadap orang kafir, niscaya engkau termasuk golongan orang-orang yang baik. Karena AKU pernah menjanjikan bahwa orang yang ber-akhlak baik akan AKU naungi dalam Arasy-KU, akan AKU tempatkan dalam Surga-KU dan akan AKU dekatkan dia disamping-KU (HR Hakim & Tirmidzi). Manusia Ihsan artinya manusia yang akhlaknya paling baik atau terbaik. Kalau manusia tidak dapat meng-aplikasi-kan perilaku ihsan dalam kehidupannya sehari-hari, artinya orang tersebut sudah gagal mengambil manfaat dari suatu ajaran agama meskipun dia sudah mempelajari agama tersebut hingga puluhan tahun lamanya. Untuk bisa menjadi manusia ihsan menurut petunjuk dari Rosulullah SAW. ada 2 cara : 1. Tanamkan suatu keyakinan bahwa seakan-akan kita dapat melihat-Nya 2. Tanamkan suatu keyakinan bahwa sesungguhnya DIA senantiasa dapat Melihat kita Cara yang pertama tentu sulit bagi kita orang awam, apalagi haram hukumnya bagi manusia untuk mem-visualisasi-kan atau mem-personifikasi-kan wujud Allah SWT dalam bentuk apapun juga. Sehingga pilihan untuk bisa menjadi manusia ihsan adalah dengan cara yang kedua yaitu menanamkan suatu keyakinan dalam sub-conscious mind (alam bawah sadar) bahwa Allah SWT dapat Melihat segala tingkah polah dan perilaku kita. Bukan hanya Melihat tetapi juga Mendengar dan Mengawasi setiap ucapan dan perbuatan kita.

. .

!! . . ***

Anda mungkin juga menyukai