Anda di halaman 1dari 16

PEMBARUAN TANI

M I M B A R K O M U N I K A S I P E T A N I
Edisi 32 - Oktober 2006
Harga eceran Rp 3.000,-

OTL Margaharja: Reforma Agraria Sebagai Syarat Pembangunan


Desa Margaharja terletak di Kecamatan Sukadana, sekitar 15 kilometer sebelah utara Kabupaten Ciamis. Jumlah penduduknya berdasarkan buku potensi desa tahun 2000 tercatat sekitar 3.867 jiwa dengan 1.267 KK. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai buruh tani dan petani berlahan sempit (gurem). Sekitar awal tahun 1980-an, akibat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, memaksa sebagian penduduk untuk pergi ke kota menjadi buruh kasar Halaman 3

TOLAK! IMPOR BERAS

Political Will Kebijakan Impor Beras


Tren akhir tahun muncul lagi, impor beras. Walau yang menentang tidak sedikit, kebijakan ini jalan terus. Bahkan telah menjadi siklus tahunan. Babak impor beras 210.000 ton segera digelar Oktober ini, dengan pelaku tender siap; dana Rp. 390 miliar siap; dan mekanisme distribusi hampir 100 persen paten. Halaman 5

Kelaparan dan Reforma Agraria di Indonesia


Menurut FAO pada tahun 1996 terdapat 854 juta dari 5,67 milyar penduduk dunia yang menderita kurang pangan, diantaranya 200 juta balita menderita kurang gizi terutama energi dan protein. Halaman 6
PEMBARUAN TANI

Memperjuangkan Pembaruan Agraria


Halaman 8

La Via Campesina Mendesak FAO Menerapkan Kedaulatan Pangan


Halaman 11

Petani NTB Tuntut Reforma Agraria Sesuai UUPA 1960


Halaman 13

Membuat Arang Tempurung Kelapa


Halaman 14

PEMBARUAN AGRARIA. Petani Cibaliung Banten tanahnya diklaim pihak perhutani yang menuai konflik. Hingga kini tak ada penyelesaian yang serius dari Pemerintah. Pembaruan Agraria mendesak dilaksanakan terutama di pedesaan.

SPSS Tuntut Cabut Perda L3


Halaman 12

Tolak Kebijakan Agraria Pro-pasar


Halaman 16

SALAM
ejarah politik per berasan di Indonesia sudah berjalan ratusan tahun yang lalu. Ketika Hindia-Belanda datang ke Indonesia yang kemudian menggandeng kapal dagang yang namanya VOC. Bahwa pada waktu itu VOC lah yang mengatur politik beras di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Yang kemudian pada tahun 1847 Indonesia mengimpor beras pertama kali dari Saigon dan Ranggon, yang kemudian juga berdampak pada harga beras Indonesia murah. Hal ini menunjukkan bahwa politik perberasan Indonesia sudah ratusan tahun menyengsarakan petani Indonesia. Lebih parahnya lagi bahwa pemerintah Indonesia saat ini tidak pernah belajar dari sejarah politik beras Indonesia. Bahwa kemudian peran VOC dimainkan oleh Bulog menunjukkan betapa naifnya peran Bulog sekarang ini, Bulog layaknya VOC yang menjajah rakyat Indonesia terutama kaum tani. Bahwa kebijakan impor beras sudah berlangsung sejak retusan tahun yang lalu dan sampai sekarang, dengan alasan subtansi yang sama, Cuma modus operandi berbeda. Yaitu hanya untuk kepentingan dagang yang menguntungkan kaum pemodal. Sekarang 2006, Kebijakan impor beras kembali lagi diambil oleh pemerintah Indonesia. Sama dengan kebijakan impor beras ratusan tahun yang lalu pada 1847 oleh VOC. Yang membedakan hanya pelaku pada waktu itu VOC dan sekarang Bulog. Alasannya masih selalu sama dengan alasan-alasan sebelumnya yaitu seputar kekeringan, gagal panen, tingginya harga beras dalam negeri sehingga Bulog tidak sanggup membeli beras dari petani, dan yang terakhir`adalah untuk menutupi cadangan beras pemerintah supaya aman dalam beberapa bulan kedepan. Sebenyak 210 ribu ton yang dibutuhkan pemerintah supaya aman dan mengantisipasi supaya stok cadangan tetap aman untuk menanggulangi bencana. Tapi yang perlu di ingat bahwa 210 ribu ton beras tersebut bukannya beras dari petani Indonesia, melainkan beras impor yang sengaja didatangkan oleh Bulog dari beberapa negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Sebenarnya stock beras nasional ini berkurang, karena pihak bulog tidak melakukan upaya pembelian gabah secara maksimal dari kalangan petani atau koperasi-koperasi petani. Selama ini bulog hanya membeli padi dari rekanan-rekanan bulog saja yaitu pedagang dan pengusaha. Secara otomatis menimbulkan selisih harga yang tinggi dibanding harga dari petani. Dan jumlah yang dibeli bulog tidak memenuhi jumlah standart stock nasional. Oleh karena itu letak kurangnya stock Bulog sekarang ini adalah disebabkan karena lambatnya Bulog membeli gabah-gabah petani pada masa panen raya. Masalah harga beras yang ada sekarang berada diatas yang ditetapkan pemerintah, karena ulah pedagang besar dan pemilik modal yang sengaja ingin mendapatkan keuntungan besar, dan inilah akibat dari mekanisme pasar. Pemerintah dalam hal ini Bulog sudah tidak mampu lagi mengendalikan pasar beras dan melakukan operasi pasar secara maksimal. Ketidak mampuan Bulog dalam mengendalikan harga pasar inilah kemudian menimbulkan pilihan impor beras, yang akhirnya justru menimbulkan masalah baru terhadap petani. Oleh karena itu, sebenarnya keadaan yang ada sekarang ini akibat dari kegagalan BULOG dalam upayanya melindungi petani, dan melindungi Konsumen. Dan seharusnya Bulog tidak melakukan impor beras, karena salah satu tugas bulog adalah memberikan perlindungan terhadap petani. Dan sebentar lagi di beberapa daerah Indonesia sedang dan akan panen raya, inilah kesempatan bagi Bulog untuk segera mengambil tindakan sebagai bukti melindungi petani dengan jalan membeli beras atau gabah di petani. Dengan rencana Bulog impor beras 210 ribu ton ini justru mengakibatkan harga gabah di petani semakin hari semakin turun, padahal itu masih rencana. Bisa dibayangkan nanti bagaimana kalau benar-benar Bulog melakukan impor beras yang kemudian akan membanjiri pasar ? Tentu petani semakin merugi, karena beras petani Indonesia bersaing dengan beras impor murah yang dari negara asalnya mendapatkan subsidi. Federasi Serikat Petani Indonesia-FSPI memandang bahwa , kebijakan import beras sekarang dan akan datang merupakan bentuk penghianatan terhadap petani Indonesia, dan membiarkan ketidak beresan bahkan penghisapan dan penipuan yang dilakukan oleh BULOG sebagai lembaga negara yang difungsikan sebagai penyangga beras nasional, dan berfungsi sebagai pelindung petani, dan konsumen. Oleh karena itu perlu perubahan yang mendasar dari Bulog. Bulog haruslah ditegaskan sebagai lembaga pelindung petani dan pelindung konsumen. Bukanlah sebagai pedagang beras, seperti yang terjadi sekarang. Hal ini memang mengharuskan perubahan dari kedudukan, fungsi dan status hukum dari Bulog saat ini. Bulog tidaklah tepat menjadi PERUM yang hanya menguntungkan para pemodal dan tengkulak besar. Bulog bukanlah sebagai perusahaan yang mencari untung untuk BULOG itu sendiri. Tapi Bulog haruslah melindungi petani. Dan Bulog harus membeli beras dan gabah dari petani. Oleh karena itu, impor beras sekarang juga. Pemerintah lewat Bulog harus melindungi harga gabah dan beras petani dan segera melakukan operasi pasar untuk menindak para tengkulak dan pedagang yang merusak harga beras di Indonesia. Pemerintah juga harus mendukung perjuangan petani untuk mewujudkan pembaruan agraria demi tercapainya kedaulatan pangan tanpa ada impor pangan.

Pembaruan Tani - Oktober 2006

Tolak impor beras sekarang juga, wujudkan kedaulatan pangan

Wujudkan Kedaulatan Pangan Tanah untuk Petani


Laksanakan Reforma Agraria Sekarang juga!

Tolak Beras Impor

Tegakkan Hak Asasi Petani Usir IMF, Bank Dunia dan WTO

Pemimpin Redaksi: Achmad Yakub; Redaktur Pelaksana: Cecep Risnandar Redaktur: Muhammad Ikhwan, Tita Riana Zen, Wilda Tarigan, Tejo Pramono Reporter: Umran S (NAD), Edwin Sanusi (Sumatera Utara), Fajar Rilah Vesky (Sumatera Barat), Tyas Budi Utami (Jambi), Agustinus Triana (Lampung), Atep Toni, Usep Saeful, Dimas Barliana, Harry Mubarak (Jawa Barat), Edi Sutrisno, Ngabidin (Jawa Tengah), Muhammad Husin (Sumatera Selatan), Mulyadi (Jawa Timur), Marselinus Moa (NTT). Penerbit: Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) Penanggung Jawab: Henry Saragih Pemimpin Umum: Zaenal Arifin Fuad Sekertaris Redaksi: Tita Riana Zen Keuangan: Sriwahyuni Sirkulasi: Supriyanto, Gunawan Alamat Redaksi: Jl. Mampang Prapatan XIV No.5 Jakarta Selatan 12790. Telp: +62 21 7991890 Fax: +62 21 7993426 Email: pembaruantani@fspi.or.id website: www.fspi.or.id

Redaksi menerima tulisan, artikel, opini yang berhubungan dengan perjuangan agraria dan pertanian dalam arti luas yang sesuai dengan visi misi Pembaruan Tani. Bila tulisan dimuat akan ada pemberitahuan dari redaksi.

Pembaruan Tani - Oktober 2006

KABAR TANI

PROFIL ANGGOTA FSPI

OTL Margaharja: Reforma Agraria Sebagai Syarat Pembangunan


Harry Mubarak Desa Margaharja terletak di Kecamatan Sukadana, sekitar 15 kilometer sebelah utara Kabupaten Ciamis. Jumlah penduduknya berdasarkan buku potensi desa tahun 2000 tercatat sekitar 3.867 jiwa dengan 1.267 KK. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai buruh tani dan petani berlahan sempit (gurem). Sekitar awal tahun 1980-an, akibat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, memaksa sebagian penduduk untuk pergi ke kota menjadi buruh kasar. Tingginya angka urbanisasi ini akibat dari adanya ketimpangan penguasaan tanah yang luar biasa, sehingga mengakibatkan sebagian penduduknya yang mayoritas petani didera kemiskinan. Namun, pergi ke kota ternyata tidak bisa mewujudkan harapan mereka untuk keluar dari kesulitan ekonomi. Sejarah Kasus Tanah Berdasarkan penuturan Nana (36), tokoh OTL setempat, menuturkan bahwa lahan seluas 350 Ha sejak tahun 1972 telah di klaim oleh Perum Perhutani. Dulunya tanah ini merupakan lahan garapan masyarakat, yang akhirnya pada tahun 1965 telah ditutup oleh Jawatan Kehutanan dengan menggunakan upaya refresif masyarakat. Mereka dipaksa untuk keluar dari kawasan tersebut, walaupun sebagian besar masyarakat menolak. Bahkan sampai sekarang, terdapat beberapa bagian masyarakat yang masih tetap menghuni lahan tersebut, yaitu yang terdapat di blok Ciistri dan Cihaurseuah. Ujarnya. Setelah Jawatan Kehutanan menutup lahan tersebut, masyarakat setempat diajak bekerjasama untuk menanam jati dan mahoni. Namun hal tersebut ditolak oleh masyarakat, sehingga Jawatan Kehutanan terpaksa mendatangkan pekerja dari luar daerah tersebut. Sebagian tanaman jati tumbuh, begitu juga dengan tanaman milik masyarakat. Hingga tahun 1972 kawasan tersebut kebanyakan menjadi hutan alam dan sisa tanaman masyarakat ditebang habis, karena akan segera ditanami jati dan mahoni oleh Perum Perhutani. Berikutnya pada tahun 1985, melalui sebuah pertemuan di desa diberitahukan kepada masyarakat bahwa tanah yang sebelumnya dikelola oleh Jawatan Kehutanan telah diserahkan pengelolaanya kepada Perum Perhutani. Semenjak saat itu, masyarakat setempat dilarang masuk ke wilayah hutan, kecuali untuk melakukan tumpang sari. tanah antara masyarakat dengan Perhutani mengalami perubahan. Konflik semakin terbuka sejak tahun 1999, di mana sebagian besar masyarakat mengambil kembali tanah yang sejak tahun 1972 dikuasai Perhutani. Upaya reklaiming lahan seluas 350 Ha ini merupakan akumulasi dari kesulitan masyarakat untuk mencari sumber kehidupan, setelah pada tahun 1997 dihantam oleh krisis ekonomi nasional. Sekitar bulan november 1999, masyarakat dengan jumlah sekitar 170 orang mulai masuk ke kawasan hutan. Mereka membabat lahan dan menanaminya dengan tanaman rakyat seperti buah-buahan, umbi-umbian dan tanaman lainnya. Semakin hari, jumlah penduduk yang ikut serta untuk menggarap lahan tersebut semakin banyak. Hingga tahun 2000-an, tercatat sekitar 1100 penggarap. mewarnai perjuangan rakyat margaharja untuk merebut kembali hak atas tanah. Di mana pada tahun 2001, sekitar 2 SSK aparat kepolisian datang untuk mengusir masyarakat dari lahan garapannya. Upaya tersebut mendapatkan perlawanan sengit dari masyarakat, yang mengakibatkan seorang petani terluka akibat terkena tembakan di paha kanannya. Walaupun banyak sekali upaya intimidasi dan penangkapan yang dilakukan oleh perhutani dengan aparat keamanan, hal tersebut tidak menjadikan semangat masyarakat mangendur. Bahkan akibatnya, kekompakan dan solidaritas untuk mempertahankan lahan garapan semakin kuat sampai sekarang. Kemajuan OTL Margaharja Setelah sekian tahun berjalan hingga sekarang, banyak sekali kemajuan yang telah dicapai oleh OTL Margaharja. Secara pendidikan, mereka telah dibekali banyak sekali pengetahuan. Baik tentang organisasi, pertanian, politik, sosial pemerintahan dan lainnya. Dari segi kehidupan pun, ekonomi masyarakt mulai membaik. Mereka sekarang bisa bercocok tanam sendiri dan mengambil manfaatnya untuk kehidupan mereka selanjutnya. Banyak sekali komoditi pertanian yang dihasilkan untuk kemudian dijual ke pasar lokal ataupun kabupaten, seperti singkong, buah-buahan, jagung, petai, dan hasil bumi lainnya. OTL Margaharja dengan semangat Reforma Agraria, ternyata telah bisa menjawab kebutuhan masyarakat untuk kehidupan ekonominya untuk masa depan. Selain itu, hubungan silaturahmi dengan anggota SPP di OTL lain pun berjalan baik. Hal ini membuat semangat mereka tinggi, karena ternyata banyak sekali masyarakat petani yang mengusung Reforma Agraria di kawasan lain.

Upaya Masyarakat Merebut Kembali Hak Atas Tanah Masyarakat Desa Margaharja yang tidak bisa melepaskan sejarah komunitas dengan sejarah haknya atas penguasaan tanah, di Masyarakat Desa Margaharja mana keduanya adalah satu. Sebagai Bagian SPP Maka semenjak Semakin tanah dikuasai banyaknya Jawatan penggarap yang Maka semenjak tanah Kehutanan mulai menempati lahan dikuasai Jawatan tahun 1965 dan sengketa, membuat Kehutanan mulai tahun Perhutani sejak beberapa tokoh 1965 dan Perhutani sejak sesepuh berupaya tahun 1972, tahun 1972, masyarakat masyarakat terus untuk mengikatkan berusaha mencari diri melalui sebuah terus berusaha mencari momen-momen organisasi. Para momen-momen untuk untuk merebut pemudanya merebut kembali lahan kembali lahan kemudian menjalin tersebut. tersebut. Upaya kontak dengan tersebut dipimpin beberapa aktivis oleh para sesepuh Farmaci dan SPP di desa, di mana kota, sehingga terdapat hanya beberapa gelintir terjalin kerjasama yang erat. orang saja yang berusaha Untuk selanjutnya, masyarakat mempertahankan sejarah leluhur Desa Margaharja yang terletak di mereka atas perjuangan hak beberapa dusun meminta tanah. Walaupun hanya sebatas menjadikan penduduknya sebagai memulihkan semangat dan anggota SPP. Sehingga awal 2000kepercayaan diri masyarakat, para an, terbentuklah OTL Margaharja sesepuh bersikeras bahwa tanah dengan anggota petani penggarap tersebut adalah tanah warisan sebanyak 1200 orang. leluhur untuk mereka berdiam Upaya represif dari aparat dan menetap diri. keamanan sebagai jawaban negara Selanjutnya, konflik sengketa atas kasus sengketa tanah telah

UTAMA

Pembaruan Tani - Oktober 2006

PERINGATAN HARI TANI NASIONAL

Tolak Impor Beras, Laksanakan Reforma Agraia


Kebijakan pemerintah Republik Indonesia untuk kembali mengimpor beras dari luar negeri sangat melukai hati rakyat Indonesia, terutama para petani. Hal tersebut jelas sekali bertentangan dengan kondisi pangan nasional yang ternyata sangat mencukupi, bahkan surplus di sebagian daerah. Padahal beberapa bulan ke belakang, para petani sangat bergembira pasca panen raya. Terdapat banyak harapan di benak mereka untuk bisa mendapatkan keuntungan dari hasil jerih payah mereka setelah panen. Tetapi harapan mereka dihempaskan oleh kebijakan pemerintah yang menyakitkan sekali. Hari Selasa (19/9), ribuan petani anggota Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) berunjuk rasa untuk menolak impor beras. Momen tersebut bersamaan dengan peringatan hari tani. Para petani tersebut datang dari Ciamis (SPP), Banten (SPB), Karawang, Bogor dan Cirebon. Agus Rully, Deputi FSPI yang juga Kordinator Lapangan aksi mengatakan, Kami yang datang ke sini untuk mempertanyakan perihal kebijakan pemerintah mengimpor beras, pelaksanaan Reforma Agraria yang tertunda, serta penyelesaian kasus sengketa tanah di seluruh daerah di Indonesia. Hal senada juga dikatakan Agustiana, Sekjen SPP, Tujuan kami datang ke Jakarta adalah untuk memperingati Hari Ulang Tahun Petani yang jatuh pada tanggal 24 September. Perihal lain juga untuk mempertanyan pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia yang belum terwujud demi kesejahteraan para petani. Sekitar pukul 09.00 WIB, ribuan massa petani anggota FSPI long march mulai dari Mesjid Istiqlal menuju Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dengan pengawalan yang sangat ketat dari aparat kepolisian. Tiba di sana, dengan tertib massa petani berbaris mengelilingi pintu gerbang DPR RI. Satu persatu, perwakilan beberapa serikat petani mulai berorasi tentang kondisi petani dan lahan pertaniannya di Indonesia. Dalam orasinya, Sekjen FSPI, Henry Saragih menyatakan, Data statistik dari Badan Pusat Statistik

Pembaruan Tani - Oktober 2006

UTAMA
Dok.FSPI

(BPS) Pusat yang mengatakan bahwa stok beras di seluruh wilayah Indonesia mencukupi. Bahkan di beberapa daerah di pulau Jawa, tercatat surplus. Tetapi, kenapa pemerintah berani mengambil kebijakan untuk mengimpor beras dari negara tetangga? Kenapa pemerintah tidak percaya kepada lembaganya sendiri yang selama ini menjadi pusat data nasional? Jelas sekali ada permainan bisnis kotor untuk bisa menarik keuntungan dari penderitaan rakyat. Pemerintah telah menipu rakyat dan dengan egoisnya mengatakan kepada khalayak umum bahwa terjadi kelaparan dan busung lapar di wilayah Indonesia untuk alasan sahnya bisa mengimpor beras dari luar negeri, padahal realita di lapangan tidaklah seperti itu. Jelas sekali daerah berkecukupan paska panen Ungkap Henry. Dia juga mengatakan bahwa dengan kualitas beras impor yang sangat jelek sekali dengan kualitas rendah, menyebabkan harga beras lokal menjadi anjlok dan murah. Mereka sangat dirugikan dengan adanya pengimpor beras yang bisa

menyebabkan harga beras lokal menjadi anjlok dan murah. Hal ini bisa mengakibatkan secara otomatis mengurangi penghasilan mereka. Dalam kasus pengimporan beras ini terdapat hal-hal yang perlu diselidiki, salah satunya adalah pernyataan pemerintah daerah yang jelas-jelas bertentangan dengan pernyataan Menteri Pertanian. Jika pemerintah daerah mengatakan bahwa stok beras di daerah masih cukup bahkan relatif aman untuk beberapa bulan ke depan, sedangkan Menteri Pertanian berargumen dengan mengatakan bahwa persediaan beras di daerah kurang mencukupi, sehingga harus mengimpor beras dari luar negeri.. Dalam hal ini ternyata menimbulkan banyak pertanyaan dari berbagai kalangan, apakah hal ini sebuah kebutuhan rakyat atau hanya kepentingan pemerintah yang didukung oleh kepentingan para pengusaha dengan tujuan keuntungan semata ujarnya. Para petani lainnya mempertanyakan tentang pendidikan bagi kaum petani. Selain itu juga mereka
Cecep Risnandar/PEMBARUAN TANI

Perwakilan petani sedang bertemu dengan anggota DPR RI, membahas kebijakan impor beras
mengisahkan tentang perjuangan para petani penggarap yang banyak diintimidasi oleh pihak Perhutani dan perkebunan, karena mereka menempati lahan garapan yang merupakan lokasi kasus sengketa. Mereka berujar bahwa seringkali diteror oleh orang bayaran Perhutani dan perkebunan supaya pergi meninggalkan lokasi lahan garapan. Kekerasan terhadap petani penggarap sangat jelas sekali dirasakan oleh kami, dan itu sudah berlangsung sejak lama sekali. Bahkan seringkali terjadi penangkapan oleh pihak Perhutani dan perkabunan dengan dalih perambahan hutan tanpa bukti yang kuat. Jelas sekali kami ketakutan dan tidak merasa aman. Padahal kami telah menggarap lahan tersebut sejak lama, kenapa kami harus di usir? Demikian dikatakan Wati (42), petani penggarap SPP kepada Pembaruan Tani. Setelah selesai berorasi, massa petani mendesak untuk bisa masuk ke dalam gedung lingkungan DPR RI. Tetapi hanya beberapa orang perwakilan petani saja yang diizinkan untuk masuk dan bertemu para anggota dewan di dalam gedung. Akhirnya, diutuslah sekitar 20 orang perwakilan petani untuk melakukan dialog mempertanyakan jawaban agenda aksi mereka. Di dalam gedung, para perwakilan petani diterima oleh Komisi IV DPR RI. Dalam dialognya, utusan petani mendesak kepada para anggota dewan untuk mempertanyakan kepada pemerintah perihal kebijakan mengimpor beras supaya dibatalkan. Karena ternyata stok beras di daerah sangat cukup untuk beberapa bulan ke depan, dan hal tersebut pastinya merugikan kehidupan petani . Selain itu juga mereka mendesak kepada pemerintah untuk memberikan subsidi yang jelas kepada rakyat, segera bagikan tanah untuk rakyat, melaksanakan Reforma Agraria sekarang juga. Usulan dari para perwakilan petani tersebut ternyata sangat mendapat respon yang baik dari Komisi IV DPR RI, di mana mereka berjanji akan membawa dan membahas agenda tersebut di rapat paripurna dewan untuk ditindak lanjuti dengan jelas. Untuk kemudian masalah tersebut akan disampaikan kepada pihak eksekutif di pemerintahan. Para anggota dewan juga sepakat dengan Reforma Agraria di Indonesia, karena menurutnya sudah saatnya Indonesia menjadi lebih baik di sektor pertaniannya. Setelah perwakilan petani keluar dari gedung dan menyampaikan hasil pertemuan dialognya dengan anggota DPR RI, massa merasa senang. Mereka berjanji akan mengawal segala kebijakan yang telah dibuat dan disepakati oleh legislatif negara. Akhirnya setelah mendapat penjelasan yang cukup, sekitar pukul 14.00 WIB, massa melanjutkan aksi menuju gedung Bulog. Di sana mereka hanya berorasi sekitar setengah jam. Pukul 15.00 WIB, massa petani pun membubarkan diri dengan tertib menuju busnya untuk kemudian segera pulang ke daerahnya masing-masing.

Aksi massa anggota FSPI

PENDAPAT

Pembaruan Tani - Oktober 2006

Political Will Kebijakan Impor Beras


diperkirakan sekitar 54,7 juta ton gabah kering giling (GKG) atau meningkat 600 ribu ton (1,11 persen) Tren akhir tahun muncul dibandingkan angka lagi, impor beras. Walau produksi padi 2005. Ini yang menentang tidak setara dengan 34.461 juta sedikit, kebijakan ini jalan terus. Bahkan telah menjadi ton beras (faktor konversi 63 persen). Dikurangi siklus tahunan. Babak konsumsi per tahun, kita impor beras 210.000 ton masih surplus 113 ribu ton segera digelar Oktober ini, beras. Walaupun data masih dengan pelaku tender siap; simpang siur, tak ada dana Rp. 390 miliar siap; jaminan bahwa data yang dan mekanisme distribusi mengatakan Indonesia hampir 100 persen paten. kekurangan beras pun akurat. Pondasi impor beras Kedua, masalah harga. Di balik itu, rakyat Kenaikan harga di beberapa meradangterutama petani. daerah, terutama di daerah Kebijakan impor beras, perkotaan, sudah mencekik mementahkan semua konsumen. Ini juga patut anggapan bahwa dipertanyakan, karena pemerintah negara ini perbedaan harga gabah dan menghargai petaninya. Di beras terlalu mengerikan luar kasus impor beras, misalnya, gabah petani yang jika dirunut. Gabah dijual sekitar Rp 2.000 rata-rata diserap pemerintah via saat ini, dan harga beras Bulog tak terwujud. Di sudah mencapai Rp 4.500. sentra-sentra surplus padi Perlu dicatat, dalam rantai seperti Karawang, Pantura, perdagangan beras, hingga Sulawesi Selatan, sebagian besar petani gabah petani tak lebih dari menjual gabah, bukan beras. 50 persen yang dibeli. Jadi yang mengkonversi Rp Apalagi dengan impor? 2.000 menjadi Rp 4.500 Ada beberapa pondasi adalah pedagang. kebijakan impor berasyang Berdasarkan hasil penelitian anehnya ditetapkan oleh di Sumatera Utara, Menteri Keuangan, bukan ditemukan delapan rantai Menteri Pertanianyang tengkulak yang mengambil kemudian diidentifikasi rente hingga ke level harga ulang oleh organisasi tani. tersebut. Pertama, masalah stok. Harga beras, selain Klasik seperti di atas, menyusahkan konsumen praktek di lapangan perkotaan, juga petani yang menunjukkan daerahmerupakan 60 persen rakyat daerah yang surplus Indonesiakarena petani berasya memang berlimpah. hanya produsen gabah, Tapi, stok pemerintah namun konsumen beras. melalui perpanjangan Stok dan harga beras jadi tangan Bulog-lah yang mainan pedagang, dan sesungguhnya bermasalah, pemerintah menutup mata bukan stok beras secara akan fenomena ini. keseluruhan. Bayangkan, Kebijakan impor beras dengan produksi berlebih diambil sebagai jalan pintas dari tahun 2004 hingga untuk menutup stok dan sekarang (data BPS), Bulog mekanisme stabilisasi selalu kesulitan membeli harga. Impor beras juga gabah dari petani. Produksi gabah tahun ini dikaitkan sebagai jalan Muhammad Ikhwan petani bisa bertumpuktumpuk. Kebijakan besar untuk memecahkan masalah ini sebenarnya sudah ada di undang-undang RI, yakni UU Pokok Agraria 1960. Namun, hingga kini, pemerintah masih tak mau melaksanakan UU ini dengan benar. Dengan penerapan pembaruan agraria, sumber-sumber agraria bisa dimiliki petani dengan kearifan lokalnya. Political will Tidak seperti sekarang yang Masalah-masalah mendasar hanya menempatkan petani di atas sebenarnya bisa sebagai end-user: dari mulai Nihilnya diatasi dengan political will bibit, pupuk, pestisida, keinginan untuk pemerintah. Nihilnya hingga teknologi harus beli. keinginan untuk Padahal, banyak tradisi mewujudkan mewujudkan kebijakan lokal yang bisa melestarikan kebijakan yang yang berpihak pada petani, sumber agraria yang bisa adalah masalah terbesar di meminimalisasi input berpihak pada negeri ini. Di bidang pertanian, juga pertanian pada umumnya, memaksimalkan hasilnya. petani, adalah dan sektor beras pada Kedaulatan pangan rakyat masalah khususnya, tidak ada cetak juga harus ditegakkan, biru (blue print) strategi dengan penekanan pada terbesar di pemerintah yang jelas untuk swasembada lalu, negeri ini. memajukan petani melipatgandakan hasil Indonesia. Padahal, dengan pertanian dari ketahanan di APBN-P 2006 dan bisa 60 persen keseluruhan pangan. Hal ini terkait dialokasikan untuk rakyat dan 46 persen dengan seluruh rantai membeli beras dari petani. angkatan kerja yang perdagangan, regulasi, dan Impor beras kembali bergerak di bidang badan yang mengatur beras. dicurigai sebagai proses pertanian, sektor ini Rantai perdagangan harus mencari rente, karena ada berpotensi besar dalam ditinjau ulang, karena perbedaan jauh dari harga pengurangan angka terlalu menguntungkan beras lokal dengan harga kemiskinan. Kita lihat nasib mafia perdagangan beras. beras internasional. Perlu strategi pasar yang Keempat, masalah regulasi. revitalisasi pertanian, yang seperti kebijakan-kebijakan lebih direct sehingga, Pemerintah terlalu sebelumnya, hanya jadi lip menguntungkan petani bergantung kepada Inpres service semata. sebagai produsen dan 13/2005. Bahkan, Bulog Untuk memantapkan konsumen. Dalam hal ini, menjadikannya tameng produksi, tak pelak kita sebenarnya Bulog bisa untuk ketidakmampuan berpera. Syaratnya, membeli gabah dari petani. membutuhkan tambahan perannya yang dikebiri IMF Padahal, harga gabah kering sawah. Merupakan cerita lama di Indonesia, kalau dan WTO pada 1998 dan panen Rp 1.730 dinilai tak 2003, dikembalikan menjadi lagi relevan dengan ongkos petani padi pasti gurem, hanya punya tanah di fungsi pelayanan publik. produksi, apalagi dengan bawah 0.5 ha. Hal ini Kasarnya, seperti petani kenaikan BBM sebesar 126 membuat rentannya posisi bilang, Sebenarnya kalau persen akhir tahun lalu. Pembelian gabah dari petani petani, jika harga bergoyang pemerintahnya mau, ya pasti tidak impor beras... dengan ceiling price (harga sedikit sajaapalagi dengan tertinggi), juga perlu diubah isu impor (entah bagaimana Penulis adalah Staff Kajian jika beras impornya nanti sistemnya. Hal ini Kebijakan dan Kampenye sudah masuk), harga gabah menyebabkan Bulog tidak Federasi Serikat Petani kini telah turun kerugian mau membeli gabah jika Indonesia (FSPI) pintas untuk menutup borok ekonomi makroyaitu inflasisehingga rapor pemerintah akan tetap terlihat mulus. Ketiga, masalah dana. Pemerintah bilang, jika membeli langsung dari petani menyebabkan ekonomi biaya tinggi, karena harga sudah naik. Untuk menambah stok di Bulog, diperlukan sekitar Rp 390 miliar. Menurut Komisi IV DPR, dana tersebut padahal sudah ada harga sudah di atas harga yang ditetapkan. Akan lebih baik jika ada alokasi dana (misalnya Rp 3 trilyun) kepada Bulog untuk membeli gabah dari petani dengan harga yang berpihak pada mereka. Dengan ini fungsi Public Service Obligation (PSO) Bulog bisa dikembalikan, selain regulasi pemerintah tentang perberasan memang harus segera diubah.

Pembaruan Tani - Oktober 2006

PENDAPAT

Kelaparan dan Reforma Agraria di Indonesia


Achmad Yakub Menurut FAO pada tahun 1996 terdapat 854 juta dari 5,67 milyar penduduk dunia yang menderita kurang pangan, diantaranya 200 juta balita menderita kurang gizi terutama energi dan protein. Untuk itulah pada World Food Summit ( W F S ) F o o d a n d A g r i c u l t u re O r g a n i z a t i o n ( FA O ) b u l a n November 1996 di Roma, para p e m i m p i n n e g a r a mengdeklarasikan komitment dan kemauan politik untuk mencapai ketahanan pangan serta melanjutkan upaya menghapuskan kelaparan di semua negara anggota dengan mengurangi separuhnya jumlah penderita kekurangan pangan pada tahun 2015. Sejarahnya sendiri, hari pangan sedunia bermula dari konferensi FAO ke 20, bulan Nopember 1976 di Roma yang memutuskan untuk dicetuskannya resolusi No. 179 m e n g e n a i Wo r l d F o o d D a y. Resolusi disepakati oleh 147 negara anggota FAO, termasuk Indonesia, menetapkan bahwa mulai tahun 1981 segenap negara anggota FAO setiap tanggal 16 Oktober memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS). Pe r t a n i a n m e n j a d i p e m a i n pinggiran dalam ekonomi industri, namun ia memainkan peran yang sentral didunia dalam mengatasi kelaparan. Hal tergambar dari total investasi dipertanian yang U$ 9 milyar per tahun pada tahun 1980an, jatuh menjadi kurang dari U$ 5 milyar ditahun 1990-an. Itulah mengapa akhirnya pada tahun ini Hari Pangan Sedunia diperingati dengan tema "Investing in Agriculture for Food Security". Di Indonesia berdasarkan data yang dipublikasikan oleh UNICEF jumlah balita penderita gizi buruk pada tahun 2005 sekitar 1,8 juta, meningkat menjadi 2,3 juta pada tahun 2006. Dari angka kematian bayi yang 37 per 1.000 kelahiran setengahnya akibat dari kurang gizi. Untuk wanita usia subur, dari 118 juta jiwa sebanyak 11,5 juta jiwa mengalami anemia gizi. Kurang energi kronis juga dialami 30 juta orang dari kelompok produktif. Semua kejadian tersebut diatas tidak hanya terjadi dipropinsi seperti NTT, NTB, Sumatra Barat, Papua dan lainnya melainkan juga terjadi di Ibukota negara, DKI Jakarta. Belum lagi jumlah orang miskin yang sudah mencapai 39 juta jiwa, dibarengi dengan jumlah pengangguran terbuka 10,2 juta jiwa pada tahun 2005. Kedaulatan pangan Disaat bersamaan dengan situasi kelaparan diatas, rata-rata kepemilikan lahan petani makin menyusut dan makin meningkatnya petani gurem. Tahun 1983 persentase petani yang menguasai (memiliki atau menyewa dari pihak lain) tanah kurang dari 0,5 hektar (petani gurem) mencapai 40,8 %. Sepuluh tahun kemudian, persentase ini meningkat menjadi 48,5 %, dan Sensus Pertanian tahun 2003 memperlihatkan semakin meningkatnya jumlah petani gurem, mencapai 56,5 % dari seluruh keluarga petani di Indonesia. Peningkatan yang cepat terutama di P. Jawa. Sementara jumlah rumah tangga petani dalam 10 tahun terakhir meningkat dari 20,8 juta keluarga menjadi 25,6 juta. Kenyataan itu diperburuk dengan ketimpangan dalam distribusi penguasaan lahan. Sekitar 70% petani hanya menguasai 13 % lahan, sementara yang 30 % justru menguasai 87 % lahan yang ada. Dengan tema hari pangan secara nasional "Membangun Kemandirian Pangan Berbasis Pedesaan", diharapkan pemerintah kembali menatap persoalan dipedesaan yang tak hanya pada ujungnya, produksi pangan. Dalam kondisi itulah kemudian menjalankan pembaruan agraria yang diamanatkan dalam UndangUndang Pokok Agraria (UUPA) 1960 menjadi hal yang mendesak. Rasanya informasi yang diumumkan oleh pemerintah tentang keinginan menjalankan reforma agraria. Yaitu dengan jalan membagikan tanah-tanah bekas HPH/HTI seluas 9 juta Ha dengan komposisi 60% bagi masyarakat dan 40% untuk investasi asing maupun nasional juga disediakan 1,5 juta ha tanah-tanah perhutani di P. Jawa. Bahkan pemerintah menyediakan tanah-tanah pertanian seluas 8,2 juta ha untuk lahan-lahan pertanian diseluruh Indonesia. Menyisakan banyak tanda tanya. Jikalau pemerintah berniat tulus menjalankan reforma agraria, bukanlah hal yang sedehana begitu saja. Karena keberhasilan landreform setidaknya memerlukan enam s ya r a t u t a m a ( s e p e r t i ya n g ungkapkan oleh Gunawan Wiradi). Pertama, adanya kemauan politik pemerintah. Kedua, data yang lengkap dan teliti. Ketiga, organisasi rakyat yang kuat. Keempat, elite penguasa yang terpisah dari elite bisnis. Kelima, dari atas sampai ke bawah harus memahami, minimal pengetahuan elementer tentang agraria. Dan keenam, didukung militer (dan polisi). Dari keenam syarat pokok itu, ada beberapa hal yang perlu dicatat misalnya dilakukan secara drastis, ada ukuran jangka waktu tertentu dan terencana. Sebab itu rencana pemerintah untuk meredistribusi lahan kami letakkan dalam kerangka lebih kritis. Info dari koran saja belum cukup memadai untuk menganalisis rencana redistribusi lahan. Perlu info lebih dalam mengenai latar belakangnya. Kiranya Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Kepala Badan Pe r t a n a h a n N a s i o n a l d a p a t menjelaskan kepada masyarakat secara gamblang, bahkan bila perlu harus ada penjelasan dari presiden. Sehingga tidak dijadikan sebagai alat legitimasi bagi dilaksanakannya reforma agraria berdasarkan keinginan modal dan kebijakan yang setengah-setengah. Karena praktek landreform yang sesungguhnya tidak dikenal tanah untuk investor, tapi tanah untuk petani (land to the tiller). Itulah mengapa bahwasannya ketahanan pangan yang dicitacitakan bersama tak akan pernah terwujud, sebab selalu saja angin politik berpihak kepada pemodal dan investasi agribisnis. Yang nota bene investasi agribisnis itulah yang menguasai lahan-lahan secara luas. Untuk perkebunan kelapa sawit, kopi, kakao maupun karet. Sedikit saja, bahkan hampir tak ada yang berkomitmen menanami dengan tanaman pangan. Dengan investasi agribisnis maka relevansinya adalah secara ketat managemen ekspor dan margin keutungan yang tinggi dengan memantau gerak laju perdagangan komoditas dibursa saham. Dimana posisi petani dan buruh tani? Mereka hanya penyedia lahan pertanian ataupun tenagatenaga perkebunan, hanya beberapa yang terdidik menjadi mandor atau kantoran. Beda halnya bila pemerintah dengan cepat merubah cara pandang dalam dunia pertanian dan pangan. Selain menjalankan landreform plus, yaitu terselenggaranya teknologi murah, bibit terbaik, kredit pertanian, dan industri pengolahan pasca produksi ditingkat kabupaten. Rasanya, mewujudkan kedaulatan pangan sebagai syarat tercapainya ketahanan pangan menjadi hal yang visible. Kemudian dibuatlah aturanaturan dalam perdagangan hasil pertanian dengan beberapa catatan pentingnya, pertama melindungi pasar dalam negeri dari serangan harga import murah. Kedua, mengatur produksi untuk kebutuhan pasar dalam negeri untuk mengatasi surplus. Ketiga, menghentikan subsidi bagi usaha pertanian yang tidak berkelanjutan, dan ketiak adilan bagi penyewa dan buruh tani, dan mendukung usaha usaha yang mendukung d i l a k s a n a k a n n ya p e m b a r u a n agraria, dan pertanian berkelanjutan. Dan terakhir menghentikan dukungan dukungan pada usaha pertanian yang secara langsung atau tidak langsung untuk keperluan ekspor. Penulis adalah Deputi Kajian Kebijakan dan Kampenye Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI)

PENDAPAT

Pembaruan Tani - Oktober 2006

Memperkuat Organisasi dan Menggalang Kekuatan Bersama Dalam Memperjuangkan Pelaksanaan Pembaruan Agraria
CATATAN REDAKSI: Naskah ini adalah Pidato Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) pada Peringatan Hari Tani Nasional Ke-46, yang berlangsung pada tanggal 18-19 September 2006 di Jakarta. Assalammualaikum. Salam Perjuangan ! Hidup Petani ! Hidup Rakyat ! Bapak-bapak, Ibu-ibu, kaum muda petani yang saya hormati, 46 Tahun lalu, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) N o . 5 Ta h u n 1 9 6 0 ditetapkan oleh Pemerintahan Sukarno sebagai payung hukum agraria di Indonesia yang diyakini oleh Seluruh Rakyat akan memberikan angin segar terhadap perubahan hukum agraria. Dimana akan diatur hubungan yang abadi antara kaum tani dengan alat produksinya seperti tanah pertanian secara adil. Hal tersebut adalah sebagai dasar bagi terciptanya kemakmuran untuk seluruh rakyat Indonesia, baik secara ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Apakah UUPA berpihak kepada kaum tani, jawabnya adalah Ya. Oleh karena itu kelahiran UUPA No.5 tahun 1960 pada tanggal 24 September, diperingati juga sebagai HARI TANI NASIONAL. Dan mengapa momentum hari tani nasional diperingati setiap tahun, karena situasi kongkrit kaum tani sampai h a r i i n i d a l a m kenyataannya belum lepas dari belenggu kemiskinan, ketertinggalan, diacuhkan secara politik, dan masih banyak kebijakankebijakan yang merugikan kita, sebagai kaum tani. Mengapa UUPA dipandang penting untuk dibuat dan menjadi sumber utama kekuatan hukum pengaturan Agraria di Indonesia, k a r e n a s e t a l a h kemerdekaan tahun 1945, hukum agraria nasional pada saat itu belum pernah ada dan masih memakai Hukum Agraria warisan kolonial (penjajah) diuntungkan dengan adanya hukum agraria warisan kolonial tersebut. Bagaimana saat ini? Sekarang ini pemerintah Indonesia dibawah tekanan IMF, Bank Dunia, WTO, perusahaanperusahaan raksasa dunia dan kekuatan-kekuatan ekonomi lainnya yang dikuasai negara-negara G8 d i p a k s a u n t u k menjalankan prinsipprinsip neoliberalisme, yang merupakan perwujudan dari penjajahan model baru. Situasi ini mengakibatkan, berpihak kepada modal. Bapak-Bapak, Ibu-ibu dan Kaum Muda sekalian yang saya cintai ,tidak ada yang bisa memungkiri bahwa Indonesia adalah negara Agraris dan bahari , kaya akan sumber-sumber k e k a ya a n a l a m ya n g melimpah dengan penduduk Indonesia berjumlah lebih kurang 220 juta jiwa, sebagian b e s a r h i d u p n ya d a r i lapangan pertanian sekitar 65 %. Namun mengapa negara yang kaya akan sumber-sumber agraria d a n m a y o r i t a s
Dok. FSPI

AKSI. Petani Cibaliung anggota FSPI menuntut dilaksanakannya reforma agraria sebagai prasyarat pembangunan pertanian
Belanda, sedangkan pola hubungan kepemilikan atas Sumber-sumber Agraria yang ada masih tumpang tindih. Banyak pengelolaan atas sumber agraria tersebut hanya dikuasai oleh segelintir orang, baik itu perusahaan dan perkebunan asing, maupun oleh tuan-tuan tanah yang pada waktu itu menambah barisan peraturan yang bertentangan dengan semangat yang tertuang dalam konstitusi Indonesia dimana peran pemerintah yang seharusnya melindungi dan memenuhi hak asasi manusia, dan menjaga kekayaan alam Indonesia tapi justru menjadi p e n d u d u k n ya a d a l a h petani, justru kehidupan petaninya sendiri sengsara dan sulit mencukupi kebutuhan hidup yang layak ? Apabila diselidiki secara mendalam, hal ini terjadi akibat dari persoalan mendasar tentang ketimpangan struktur penguasaan atas alat

produksi (sumber-sumber agraria) serta terjadinya eksploitasi untuk kepentingan sekelompok orang yang berorientasi untuk menumpuk dan memperluas kekayaannya. Kondisi tersebut dapat dilihat dengan semakin banyaknya petani tanpa tanah atau buruh tani (kepemilikan lahan ratarata 0,3 ha), sengketa tanah antara pemerintah, perkebunan (pemodal) dengan petani yang diwarnai pelanggaran hak asasi petani, pengalihan lahan-lahan pertanian yang subur serta d i k u a s a i n ya s u m b e r sumber agraria oleh pemodal melalui kebijakan negara. Akhirnya Petani tetap miskin secara ekonomi, terbelakang secara sosial disaat sumber-sumber agraria telah diperjual belikan/ dikuras/ dikeruk oleh para Pengusaha dan Penguasa atas nama pembangunan. Pada Sensus Pertanian 1993, sektor pertanian diberubuti 20 juta rumah tangga, sedangkan pada Sensus Pertanian 2003 jumlah mereka naik menjadi 25,4 juta rumah tangga, terjadinya kenaikan sebesar 5.400.000 rumah tangga adalah hal yang sangat signifikan atas evaluasi model pembangunan saat ini. Jumlah rumah tangga petani gurem dengan penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektar, baik milik sendiri maupun menyewa, meningkat dari 10,8 juta keluarga tahun 1993 menjadi 13,7 juta keluarga tahun 2003 (2,6 persen per tahun). Persentase rumah tangga petani gurem

Pembaruan Tani - Oktober 2006

PENDAPAT
Dok. FSPI

Puluhan ribu petani berdemontrasi menuntut reformasi agraria di Jakarta, (17/5).


terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan juga meningkat dari 52,7 persen (1993) menjadi 56,5 persen (2003). Kenaikan ini menunjukkan makin miskinnya petani alias ekonomi mereka mengalami keruntuhan dan termarjinalkan. Sementara itu konflik agraria terus terjadi. Dalam konflik, petani terus dihadapkan dengan p e n a n g k a p a n , penembakan dan berbagai tindak kekerasan terus dihadapi petani dalam perjuangan pembaruan agrarian. Soal lain yang dihadapi adalah penyediaan sarana produksi, permodalan usaha, pasar dan harga, serta penanganan pasca panen, masih sangat kecil kemampuan pemerintah untuk meng-akomodir kepetingan-kepentingan tersebut. Indonesia juga menjadi pengimpor pangan terbesar di dunia saat ini. Sejak tahun 1998-2006, hampir 50 % beras yang di perdagangkan di tingkat internasional atau kira-kira 2 juta ton lebih di impor ke Indonesia. Pada bulan Oktober 2006 pemerintah telah memutuskan akan mengimport beras sebanyak 210.000 ton. Sebanyak 1.2 juta kacang kedelai diimport ke Indonesia, demikian juga jagung, susu dan kebutuhan pokok lainnya. Nilai Tukar Petani (NTP) Menurun. Pada bulan Maret 2003 NTP secara nasional turun 3,58 persen dibanding bulan Februari 2003, yaitu dari 123,04 menjadi 118,64. Terjadinya pengangguran yang melonjak 10 kali lipat pada tahun 1997. Pada tahun 2001 pengangguran terbuka 8 juta atau 8,10%, tahun 2003 meningkat menjadi 10,13 juta atau 9,85%. Indonesia menjadi negara penghutang terbesar di dunia, tahun 1998 nilai utang pemerintah membengkak menjadi 150 milyar dollar AS dan menjadi utang luar negeri tiap orang tidak kurang dari 750 dollar AS. Bapak-bapak, Ibu-Ibu dan saudara-saudara sekalian, dalam situasi seperti yang saya katakan sebelumnya. Bagi kita, kaum tani. Sudah jelas, untuk bangkit dari tekanan ini yang haruskan dilakukan adalah menjalan pembaruan agraria sejati. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan Pembaruan Agraria Sejati merupakan jawaban yang paling logis dan jalan terbaik yang mutlak dilaksanakan dalam upaya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran bagi rakyat, khususnya bagi masyarakat miskin. Pembaruan Agraria sejati yang berakar dari kekuatan rakyat dipercaya akan menata ulang struktur agraria yang timpang, menuju tatanan baru dengan struktur yang bersendi kepada keadilan agraria, tidak adanya konsentrasi dalam penguasaan dan pemanfaatan atas sumbersumber agraria pada segelintir orang. Keadilan

agraria juga merupakan perwujudan kemerdekaan Bangsa Indonesia atas tanah airnya secara substansial. Dimana dijamin bahwa, setiap keluarga tani memiliki tanah-tanah minimal 2 hektar misalnya. Karena kalau petani tak punya tanah, sama saja seperti ikan tak punya air. Bagaimana pembaruan agraria dicapai? Dia tidak datang dengan sendirinya. Maka dari itu dalam perjuangan pembaruan agraria sejati kekuatan rakyat, petani, nelayan, masyarakat adat, buruh, dan miskin kota sebagai kekuatan pokok harus menjadi kekuatan pelopor yang terorganisir dalam satuan-satuan organisasi rakyat dengan dukungan mahasiswa dan kalangan progresif lainnya. Pembaruan Agraria sejati tidak dapat diharapkan begitu saja datang, namun harus diperjuangkan sehingga dapat tercapai dengan hakiki sesuai agenda yang dimaksudkan r a k ya t . S e j a r a h t e l a h memberikan pelajaran bahwa pembaruan agraria yang berharap banyak pada kekuatan diluar rakyat petani, gagal dilaksanakan ditengah

jalan dan dimanipulasi seperti keadaan sekarang ini. Bapak-Bapak, Ibu-Ibu dan kaum muda sekalian, hari ini, secara bersamaan saudara-saudara kita kaum tani, terutama anggota FSPI ya n g berada diberbagai propinsi juga sedang meryakan Hari Tani Nasional dalam berbagai bentuk seperti di Sumatra Utara pada tanggal 11 september lalu, di Aceh tanggal 14 September, Jawa Tengah, Jawa Barat, NTB dan lainnya. Bapak-Bapak, Ibu-Ibu dan kaum muda yang saya hormati, demikianlah pidato yang dapat saya utarakan. Sampaikan salam saya untuk semua kaum tani yang tak dapat hadir hari ini. Sampaikan pesan-pesan saya kepada mereka semua. Dan terakhir saya teriakan, Laksanakan Pembaruan Agaria sejati yang berdasarkan UUPA 1960 , Tolak kebijakan Agraria Nasional yang Pro-Pasar, pesanan Bank Dunia. Hentikan Kriminalisasi Te r h a d a p Pe r j u a n g a n Petani, Tolak Beras Import dan Tegakkan Kedaulatan P a n g a n . Wassalammualaikum.
Dok. FSPI

REKLAIMING. Aksi massa MST menduduki tanah-tanah objek land reform di Brazil.

GALERI FOTO

Pembaruan Tani - Oktober 2006

1 3

Juniar Tampubolon

1. Massa aksi anggota FSPI melakukan long march menuju gedung DPR RI 2. Anak-anak petani menuntut penghentian impor beras 3. Demonstran berhadapan dengan aparat kemanan di depan pintu masuk gedung DPR RI 4. Massa aksi anggota FSPI di depan gedung Bulog 5. Aktivis petani perempuan memprotes kebijakan impor beras

10

Pembaruan Tani - Oktober 2006

INTERNASIONAL

La Via Campesina Mendesak FAO Menerapkan Kedaulatan Pangan


Food and Agriculture Organization (FAO) harus menerapkan kedulatan pangan dalam kebijakankebijakannya. Selama ini konsep ketahanan pangan FAO belum bisa mengurangi angka kelaparan dunia, terutama di negara-negara dunia ketiga. Hal itu dilontarkan Koordinator Umum La Via Campesina, Henry Saragih dalam pertemuan Forum khusus FAO yang diadakan Roma, Italia (30/10). Pertemuan yang berlangsung tanggal 30-31 Oktober tersebut sempat diwarnai aksi walk out delegasi La Via Campesina dan beberapa organisasi lainnya. Pasalnya, panitia s e m p a t t i d a k mengalokasikan waktu u n t u k m e n ya m p a i k a n pendapat umum kepada para delegasi. Setelah bernegosiasi, akhirnya panitia mengalokasikan waktu kepada delegasi dari La Via Campesina untuk menyampaikan pendapat umumnya. Pada forum tersebut perwakilan La Via Campesina banyak mengkritik pendekatan yang digunakan FAO dalam m e n y e l e s a i k a n problematika di bidang pangan dan pertanian. Pada kesempatan penyampaian opininya, Henry mengatakan, Prinsip ketahanan pangan yang dipakai FAO untuk mengatasi masalah kekurangan pangan seperti dengan perdagangan pangan dan pengembangan teknologi GMO adalah keliru. Itu tidak akan mengentaskan kelaparan. Lebih jauh lagi ia menerangkan, Sudah sepuluh tahun sejak sidang p e r t a m a Wo r l d F o o d Summit di Roma, angka kelaparan dan kemiskinan tak kunjung turun. Faktanya, hingga saat ini lebih dari 800 juta orang di dunia mengalami gizi buruk, padahal produksi pangan terus mengalami kenaikan. Saat ini produksi pangan dunia melebihi kebutuhan populasi dunia. Tapi, di satu sisi terjadi kelebihan di sisi lain masih banyak yang kekurangan. Dengan kata lain, produksi pangan tumbuh lebih cepat dibanding populasi, tetapi kelaparan masih merajalela. Ini tentu ada yang salah. Sebagai jawabannya, FAO harus menegakkan kedaulatan pangan dalam setiap aksi dan strateginya. La Via Campesina bersama

Saat ini produksi pangan dunia melebihi kebutuhan populasi dunia. Tapi, di satu sisi terjadi kelebihan di sisi lain masih banyak yang kekurangan. Dengan kata lain, produksi pangan tumbuh lebih cepat dibanding populasi, tetapi kelaparan masih merajalela. Ini tentu ada yang salah.

IFAD akan pro aktif memerangi kelaparan dan kemiskinan di pedesaan. Untuk itu, perlu inisiatif untuk melindungi para petani yang memproduksi pangan dari kebijakan dumping dan harga rendah dari pangan impor. Selain itu, FAO juga harus mempromosikan pembaruan agraria di beberapa negara. Pembaruan agraria h a r u s b i s a mendistribusikan sumber-sumber agraria kepada rakyat dengan adil terutama di pedesaan. La Via Campesina juga mendesak agar Committee on Food

S e c u r i t y F A O menindaklanjuti keputusan konferensi ICARRD Conference pada bulan Maret lalu di Brazil. FAO harus merumuskan mekanisme untuk mendukung pelaksanaan pembaruan agraria untuk memperkuat petani di pedesaan. Rafael Alegria, anggota La Via Campesina, menambahkan, FAO dan organisasi gerakan sosial harus bekerja bersamas a m a u n t u k menindaklanjuti hasil konferensi ICARRD dan mengalokasikan sumber daya untuk mendukung pemerintah dalam mewujudkan pembaruan agraria.

Aksi protes delegasi La Via Campesina pada pertemuan khusus FAO di Roma, (30/10).

11

NASIONAL

Pembaruan Tani - Oktober 2006

Dok. SPSS

SPSS Tuntut Cabut Perda L3


Sedikitnya 200 warga lima desa dalam Kecamatan Pampangan, OKI masingmasing Desa Kuro, Tapus, Pulau Layang, Ulak Kemang, dan Bangsal melakukan aksi demo mendatangi kantor Bupati OKI di Kayu Agung, Jumat (22/9). Mereka membawa bendera SPSS, poster, spanduk bertuliskan minta cabut Perda Lelang Lebak Lebung (3L) yang tidak memihak kepada petani kecil. Sebelum utusan warga diterima Asisten I Ir H Fatoni Syarif MM, mereka melakukan orasi yang dijaga ketat pasukan Dalmas Polres OKI dan Pol PP. Tampak Kapolres OKI AKBP Drs R Soenanto MM, Kapuskodalops AKP IK Surna, Kasat Intelkam AKP Syamsu Ridwan SIP, Kasat Samapta AKP Nurhasan, Kapolsek Pampangan AKP Surono, Kapolsekta Kayu Agung Iptu Sukarman, Wakasatlantas Iptu Syakban serta perwira lainnya. Lima utusan warga yang diterima pada pertemuan yang juga dihadiri Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Ir Syafriyulis serta Kabag Pemdes H Maliki Burniat masingmasing Iqbal Tanjung dari SPSS, Hasan bin Ruslan dari Desa Bangsal, Rapla (Desa Pulau Layang), Erison (Desa Tapus), Rohman (Desa Kuro), dan Andi (Desa Ulak Kemang). Menurut Hasan, pelaksanaan 3L di OKI tidak memihak kepada petani kecil. Yang mendapatkan lelang pemodal berduit dan kemudian dijual kepada petani atau nelayan dengan harga mencekik dan sekehendak hatinya saja. Padahal, kata Hasan, lebung yang dikuasai pengemin bermodal tersebut berada dalam kawasan lahan sawah warga. ''Sedangkan pemilik sawah tidak berhak menguasai lebung tersebut,'' ujarnya. Selain itu, kata warga, kebanyakan lebung di dalam lahan sawah buatan warga namun ikannya diambil pemilik modal. Pemilik lebung hanya diberi ala kadarnya. Oleh sebab itu warga minta Pemkab OKI membebaskan lebung yang ada di dalam lahan sawah warga untuk diberikan kepada pemilik sawah. Asisten I Ir H Fatoni Syarif pada pertemuan 3 tersebut berjanji akan menampung semua aspirasi warga. Karena bukan wewenang Pemkab OKI merubah perda tapi harus diketahui DPRD OKI. Sedangkan Bupati OKI Ir H Ishak Mekki MM ketika dihubungi koran ini kemarin, tak keberatan kalau objek 3L dibebaskan dan diberikan kepada rakyat. ''Setelah kita kaji ternyata aspirasi warga yang minta dibebaskan itu belum bisa diterapkan karena bisa mengundang keributan. Kita saat ini sudah mencari cara bagaimana objek lelang lebak lebung dibebaskan kepada rakyat namun tidak terjadi keributan,'' 4 ujar dia sambil menyebutkan, untuk sekarang masih belum bisa diserahkan kepada rakyat. Nanti bisa terjadi hukum rimba di desa-desa siapa yang kuat, bisa menguasai objek lebak lebung. Sumatera Ekspress

12

Pembaruan Tani - Oktober 2006

NASIONAL
Dok. SERTA NTB

HARI TANI

Petani NTB Tuntut Reforma Agraria Sesuai UUPA 1960


Kaum tani Indonesia hingga kini masih tertindas. Ketimpangan kepemilikan tanah, biaya produksi yang mahal, rendahnya pendapatan, tidak adanya perlindungan terhadap hasil pertanian, rendahnya akses pendidikan dan kesehatan dan kekerasan aparat terhadap petani masih mewarnai keseharian kehidupan petani. Gambaran tersebut tertulis dalam pernyataan sikap Koalisi Rakyat untuk Pembaruan Agraria (KRPA) Nusa Tenggara Barat untuk menyambut hari tani nasional ke-46 di Mataram (20/9). Peringatan hari tani yang domotori oleh Serikat Tani NTB, angggota FSPI, ini mengambil tema Laksanakan Reforma Agraria Berdasarkan UUPA No.5 Tahun 1960. Kegiatannya diisi dengan demontrasi dan orasiorasi politik di depan kantor Gubernur NTB. Sejumlah Aksi petani NTB yang tergabung dalam KRPA untuk memperingati hari organisasi yang tergabung tani nasional ke-46. dalam KRPA diantaranya yang semakin jauh dari Wahidjan mencontohkan, Serta NTB, FMN, SMI, Serikat kesejahteraan. Padahal disisi lain kebijakan pencabutan subsidi Pemuda Merdeka dan Serikat ada banyak perusahaan yang BBM, Tarif Listrik, telepon, Perempuan Indonesia. puluhan ribu bahkan jutaan pendidikan, kesehatan dan Dalam keterangannya, hektar sendirian. pertanian yang dilakukan Wahidjan, Sekjen Serta NTB dan Labih jauh lagi, Wahidjan pemerintah berdampak pada juga koordinator KRPA menambahkan, Ketimpangan semakin mahalnya biaya produksi menyatakan, Tanah adalah alat kepemilikan tanah pertanian pertanian. Petani semakin terjebak produksi pokok yang harus diakibatkan oleh maraknya pada sistem ijon dan lintah darat dimiliki petani. Tanpa tanah konversi/alih fungsi lahan yang mencekik. Belum juga akibat petani kehilangan pertanian yang difasilitasi negara kondisi tersebut pulih, pemerintah penghidupannya. Apalagi dengan melalui kebijakan-kebijakannya. sudah mengeluarkan kebijakan terus meningkatnya jumlah rumah Namun sayang, kebijakan impor beras yang merugikan tangga petani gurem tidak diikuti pembangunan pemerintah tidak petani. dengan bertambahnya luas lahan tirut berdampak pada perbaikan Kenyataan pahit kehidupan pertanian, menambah masalah taraf hidup petani, justru malah petani tersebut akibat sistem tersendiri bagi kaum tani yang mendesak penghidupan kaum ekonomi yang terlalu berpihak berdampak pada semakin tani. pada kepentingan pasar dan merosotnya taraf hidup kaum tani pemodal. Pemodal seringkali Dok. SERTA NTB menunjukkan kekuatannya dengan cara menyetir pemerintah berkuasa untuk membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung kepentingannya. Terlebih lagi untuk masalah agraria, pokok-pokok amandemen yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah usaha meneruskan dan melenturkan sistem Hak Guna Usaha. Padahal siistem tersebut merupakan warisan dari sistem penyewaan model onderneming di jaman penjajahan Belanda. Disamping itu, pengaturan tentang hak menguasai negara diperkokoh dengan diperluasnya kekuasaan pemerintah untuk mengatur Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan Lahan. Dalam kondisi agraria seperti ini, reforma agraria yang berdasarkan pada UUPA 1960 menjadi mendesak untuk dilaksanakan. Serta NTB

KRPA. Koalisi rakyat untuk Pembaruan Agraria

13

INFO PRAKTIS

Pembaruan Tani - Oktober 2006

Menyeleksi Bibit Padi


engingat begitu pentingnya peranan padi atau beras sebagai salah satu makanan pokok di Indonesia, maka sangat penting memperhatikan kwalitas bibit padi. Karena kwalitas bibit padi akan mempengaruhi hasil panen. Tentunya bibit padi dengan kwalitas padi yang baik dan tahan hama akan meningkatkan hasil panenan. Selain tujuannya untuk meningkatkan hasil panenan, seleksi bibit padi ini juga bertujuan untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap bibit padi yang dipasarkan oleh perusahaan .Jadi kita tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk membeli bibit padi di pasaran yang katanya kwalitas baik dan tahan hama. Proses seleksi bibit ini hanya berlaku untuk seleksi bibit padi saja. Dan bisa dilakukan atau diterapkan di semua jenis padi. Juga bisa digunakan untuk penanaman padi sawah dan ladang atau gogo. Di bawah ini ada beberapa tahap yang bisa dilakukan untuk menyeleksi bibit padi dan memelihara varietas lokal. 1. Seleksi Bibit Bibit yang memiliki gravitasi yang kuat lebih tahan terhadap serangan hama. Ada cara yang paling sederhana untuk mengetahui bibit yang memiliki daya gravitasi lebih besar. Tuangkan air seperlunya ke dalam ember Tuangkan bibit padi ke dalam air, dan keluarkan atau buang bibit padi yang terapung. Isi lagi air ke dalam ember yang

lain secukupnya Taruh telor yang bagus ke dalam ember, telor yang bagus akan tenggelam. Taruhkan garam ke dalam air sambil aduk perlahan-lahan sampai telor terapung di atas permukaan air. Keluarkan telor yang terapung dan masukkan benih yang tadi sudah diseleksi dengan air biasa dan masukkan lagi ke dalam air garam. Keluarkan atau buang bibit padi yang terapung (biasanya masih banyak lagi yang terapung, meski padi tadi sudah diseleksi di air biasa) dan ambillah bibit padi yang tenggelam. Gravitasi air menjadi 1.13 1.17 dengan menambahkan garam. Sedangkan kalau air murni gravitasi hanya 1.0. Bibit yang tenggelam di bilas dengan air bersih 2. Pembasmian Kuman atau Hama Bibit yang memiliki gravitasi lebih besar akan lebih tahan terhadap hama. Tetapi untuk lebih memaksimalkannya, perlu juga dilanjutkan dengan langkahlangkah seperti di bawah ini. Didihkan air sampai mencapai 60 derajat celcius. (ukur dengan thermometer air, dan tidak boleh melebihi 60 derajat, karena kalau lebih dari 60 derajat bibit padi akan mati) Masukkan bibit padi tadi ke dalam karung atau kantong, kemudian rendamkan bibit selama 5 menit (jangan lebih) Tidak perlu khwatir, bibit tidak akan mati. Angkat bibit kemudian bilas dengan air dingin.

3. Perendaman Bibit Bibit yang sudah dibilas dengan air bersih kemudian direndam ke dalam air sungai atau bak atau bisa juga ember. Akumulasi suhu yang dibutuhkan untuk perkecambahan padi adalah 100 derajat celcius. Suhu air dimana bibit padi akan direndam harus dicek terlebih dahulu. Misalnya bila suhu air 30 derajat celcius, maka bibit padi harus direndam selama 3 hari. (3 hari x 30 C = 100 hari C). Hal yang lain, kalau bibit padi direndam di ember dimana airnya tidak mengalir maka air harus diganti setiap hari sampai harinya tiba untuk diangkat. 4. Penyemaian Setelah bibit padi direndam sesuai dengan waktu yang dibutuhkan, sebagian besar padi sudah mengeluarkan akar. Ini mengindikasikan, akar padi akan lebih kuat dan aktif menyerap unsur hara/mineral dari dalam tanah. Penyemaian pun sudah bisa dilakukan. Berikut tahapan penyemaian: persiapkan lokasi untuk penyemaian. Usahakan lokasi penyemain sudah di beri bokashi atau di beri kompos. Sebar bibit padi sampai merata Selang beberapa hari lakukan penaburan pupuk bokasi seperlunya Tunggu tanaman padi tumbuh sampai tinggi tanaman 10-13 cm. Setelah tanaman tersebut tingginya mencapai 10-13cm maka bisa dicabut. Pencabutan batang bibit padi tersebut jangan dilakukan dari

pencabutan langsung dari atas tetapi dari bawah akar. Caranya masukkan tangan atau papan kayu yang tipis ke dalam tanah dari samping dan angkat dari bawah. Kemudian ambil batang tanaman tersebut dengan hatihati supaya tidak mematahkan akar padi yang masih sangat muda tersebut. Setelah proses pencubutan selesai, baru dilakukan penanaman Untuk penanaman padi biasanya kita tanam 3-4 batang padi dengan jarak 15-20 cm, tapi untuk penanaman padi dengan model seleksi bibit padi seperti ini dilakukan hanya 1-2 batang padi dengan jarak tanam antara 25-30 cm. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi pertumbuhan atau peranakan padi yang banyak. Supaya tidak terlalu mepet antara tanaman satu dengan yang liannya. Bahwa jumlah anakan padi yang semula cuma 1 batang ini pada perkembangannya akan beranak 47 sampai 50 batang. Dan mengenai perawatan atau waktu pemupukan tanaman padi tersebut dilakukan seperti halnya kita pake pupuk kimia, dan yang membedakan hanya pupuk yang kita pakai adalah pupuk organic atau bokasi Terima kasih Selamat mencoba, semoga berhasil meningkatkan kemandirian dan meningkatkan kwalitas dan kwantitas produksi padi kita. Ali Fahmi

AGRARIANA
Pemerintah berjanji akan bagi-bagi tanah seluas 9 juta hektar Asal jangan janji tinggal janji, karena petani sudah sering ditipu oleh reforma agraria palsu Pemerintah: 60 persen tanah akan dibagikan kepada rakyat. 40 persen untuk perusahaan/investor Sejak kapan rakyat disamakan dengan investor? Tanah untuk rakyat! Impor beras jadi dilaksanakan Memang tak pernah ada niat baik untuk berpihak pada petani Musim hujan akan segera tiba Kemarin kekeringan, sebentar lagi banjir deh. Ini akibat pengelolaan sumber daya alam yang serampangan! Peringatan hari pangan: masih banyak warga dunia yang alami kelaparan padahal persediaan pangan dunia encukupi Itu akibat distribusi yang tidak merata, habis akses rakyat terhadap sumber-sumber produksi direbut oleh pemodal! Setelah mandeg dalam perundingan di WTO rezim neolib membuat perundingan perdagangan bebas regional dan bilateral demi mewujudkan pasar bebas Memang kemaruk!

14

Pembaruan Tani - Oktober 2006

DEKLARASI
Jakarta, 19 September 2006

PERINGATAN HARI TANI NASIONAL Ke-46

Laksanakan Pembaruan Agraria berdasarkan UUPA 1960 Tolak kebijakan Agraria Nasional yang Pro-Pasar
46 Tahun lalu, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No.5 Tahun 1960 ditetapkan oleh Pemerintahan Sukarno sebagai payung hukum agraria di Indonesia yang diyakini oleh Seluruh Rakyat akan memberikan angin segar terhadap perubahan hukum agraria. Dimana akan diatur hubungan yang abadi antara kaum tani dengan alat produksinya seperti tanah pertanian secara adil. Hal itu adalah sebagai dasar bagi terciptanya kemakmuran untuk seluruh rakyat Indonesia, baik secara ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. UUPA dipandang penting untuk dibuat dan menjadi sumber utama kekuatan hukum pengaturan Agraria di Indonesia, karena setalah kemerdekaan tahun 1945, hukum agraria nasional pada saat itu belum pernah ada dan masih memakai Hukum Agraria warisan kolonial (penjajah) Belanda, sedangkan pola hubungan kepemilikan atas Sumbersumber Agraria yang ada masih tumpang tindih. Banyak pengelolaan atas sumber agraria tersebut hanya dikuasai oleh segelintir orang, baik itu perusahaan dan perkebunan asing, maupun oleh tuan-tuan tanah yang pada waktu itu diuntungkan dengan adanya hukum agraria warisan kolonial tersebut. Saat ini setelah 46 tahun, UUPA 1960 dikeluarkan, pemerintah saat ini justru mengulang kesalahan orde baru dengan mengeluarkan kebijakankebijakan Agraria secara terpisahpisah. Seperti Keputusan Presiden No . 34/2003, salah satu isinya adalah untuk menyempurnakan UUPA NO. 5/ 1960. Yang paling akhir adalah keluarnya pepres 36/2005 dan revisinya perpres 65/2006, yang isinya sangat anti pembaruan agraria. Kemudian lahirnya TAP MPR no. IX/2001 itu juga digunakan sebagai konsideran Rancangan UndangUndang (RUU) atau UU seperti; UU Pemanfaatan dan Pelestarian Sumberdaya Genetik, RUU Pengelolaan Sumberdaya Alam, RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Disamping RUU tersebut pemerintah sekarang juga telah keluarnya undang-undang yang akan meliberalisasikan dan memprivatisasikan kekayaan alam yang ada di Indonesia yaitu: UU Sumber Daya Air, dan UU Perkebunan. Dimana Bank Dunia yang mengucurkan dana hutang sebesar $300 juta untuk menggolkan UndangUndang No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air dan mendukung program Land Administration Project (LAP) dengan juga mendukung merubah total UUPA 1960 yang saat ini diusulkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Tidak ada yang bisa memungkiri bahwa Indonesia adalah negara Agraris dan bahari , kaya akan sumbersumber kekayaan alam yang melimpah dengan penduduk Indonesia berjumlah lebih kurang 220 juta jiwa, sebagian besar hidupnya dari lapangan pertanian sekitar 65 %. Namun mengapa negara yang kaya akan sumber-sumber agraria dan mayoritas penduduknya adalah petani, justru kehidupan petaninya sendiri sengsara dan sulit mencukupi kebutuhan hidup yang layak ? Apabila diselidiki secara mendalam, hal ini terjadi akibat dari persoalan mendasar tentang ketimpangan struktur penguasaan atas alat produksi (sumber-sumber agraria) serta terjadinya eksploitasi untuk kepentingan sekelompok orang yang berorientasi untuk menumpuk dan memperluas kekayaannya. Kondisi tersebut dapat dilihat dengan semakin banyaknya petani tanpa tanah atau buruh tani (kepemilikan lahan rata-rata 0,3 ha), sengketa tanah antara pemerintah, perkebunan (pemodal) dengan petani yang diwarnai pelanggaran hak asasi petani, pengalihan lahan-lahan pertanian yang subur serta dikuasainya sumbersumber agraria oleh pemodal melalui kebijakan negara. Akhirnya Petani tetap miskin secara ekonomi, terbelakang secara sosial disaat sumber-sumber agraria telah diperjual belikan/ dikuras/ dikeruk oleh para Pengusaha dan Penguasa atas nama pembangunan. Soal lain yang dihadapi adalah penyediaan sarana produksi, permodalan usaha, pasar dan harga, serta penanganan pasca panen, masih sangat kecil kemampuan pemerintah untuk meng-akomodir kepetingankepentingan tersebut. Pada Sensus Pertanian 1993, sektor pertanian diberubuti 20 juta rumah tangga, sedangkan pada Sensus Pertanian 2003 jumlah mereka naik menjadi 25,4 juta rumah tangga, terjadinya kenaikan sebesar 5.400.000 rumah tangga adalah hal yang sangat signifikan atas evaluasi model pembangunan saat ini. Jumlah rumah tangga petani gurem dengan penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektar, baik milik sendiri maupun menyewa, meningkat dari 10,8 juta keluarga tahun 1993 menjadi 13,7 juta keluarga tahun 2003 (2,6 persen per tahun). Persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan juga meningkat dari 52,7 persen (1993) menjadi 56,5 persen (2003). Kenaikan ini menunjukkan makin miskinnya petani alias ekonomi mereka mengalami keruntuhan dan termarjinalkan. Indonesia juga menjadi pengimpor pangan terbesar di dunia saat ini. Sejak tahun 1998-2006, hampir 50 % beras yang di perdagangkan di tingkat internasional atau kira-kira 2 juta ton lebih di impor ke Indonesia. Pada bulan Oktober 2006 pemerintah telah memutuskan akan mengimport beras sebanyak 210.000 ton. Sedangkan sebanyak 1.2 juta kacang kedelai/tahun diimport ke Indonesia, demikian juga jagung, susu dan kebutuhan pokok lainnya. Nilai Tukar Petani (NTP) Menurun yang selalu cenderung tuturun dibawah 10o persen. Terjadinya pengangguran yang melonjak 10 kali lipat pada tahun 1997. Pada tahun 2001 pengangguran terbuka 8 juta atau 8,10%, tahun 2003 meningkat menjadi 10,13 juta atau 9,85%. Indonesia menjadi negara penghutang terbesar di dunia, tahun 2006 US$ 130 milliar. Setiap tahunnya pemerintah harus membayar utag lebih dari 27% dari APBN atau setara dengan Rp. 96 triliun. Dalam situasi seperti itu. Bagi kaum tani sudah jelas, untuk bangkit dari tekanan ini yang haruskan dilakukan adalah menjalan pembaruan agraria Badan Pelaksana Federasi, Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI). Henry Saragih, Sekertaris Jenderal. Untuk itu kami menyatakan dan menuntut kepada pemerintah, DPR/MPR untuk segera, 1. Laksanakan Pembaruan Agaria sejati berdasarkan UUPA 1960 dan tolak Revisi UUPA 1960 2. Tolak kebijakan Agraria Nasional yang Pro-Pasar, pesanan Bank Dunia 3.Hentikan Kriminalisasi dan kekerasan Terhadap Perjuangan Petani 4. Tolak Beras Import dan Tegakkan Kedaulatan Pangan Demikian pernyataan sikap dan tuntutan kami. sejati. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan Pembaruan Agraria Sejati merupakan jawaban yang paling logis dan jalan terbaik yang mutlak dilaksanakan dalam upaya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran bagi rakyat, khususnya bagi masyarakat miskin. Pembaruan Agraria sejati yang berakar dari kekuatan rakyat dipercaya akan menata ulang struktur agraria yang timpang, menuju tatanan baru dengan struktur yang bersendi kepada keadilan agraria, tidak adanya konsentrasi dalam penguasaan dan pemanfaatan atas sumber-sumber agraria pada segelintir orang. Keadilan agraria juga merupakan perwujudan kemerdekaan Bangsa Indonesia atas tanah airnya secara substansial. Dimana dijamin bahwa, setiap keluarga tani memiliki tanah-tanah minimal 2 hektar misalnya. Karena kalau petani tak punya tanah, sama saja seperti ikan tak punya air. Dalam memperkuat gerakan pembaruan agraria, Hari ini secara bersamaan kaum tani, terutama anggota FSPI yang berada diberbagai propinsi juga sedang meryakan Hari Tani Nasional dalam berbagai bentuk seperti di Sumatra Utara pada tanggal 11 september lalu, di Aceh tanggal 14 September, Jakarta 18 dan 19 September, Jawa Tengah, Jawa Barat, NTB dan lainnya.

15

SERIKAT

Pembaruan Tani - Oktober 2006

SPSU: Hentikan Kekerasan Pada Petani


Serikat Petani Sumatera Utara (SPSU) memperingati hati tani nasional ke-46 dengan melakukan aksi massa menuntut penghentian kekerasan terhadap petani di Kabupaten Asahan, Senin (11/9). Sekitar 700 massa tani berdemo ke Kantor Bupati Asahan dan Polres Asahan. Isu lain yang diusung para demonstran antara lain tentang kasus tanah dan serta isu nasional tentang kedaulatan pangan dan penolakan impor beras. Aksi berlangsung dengan damai dan sukses. Massa berasal dari enam Kabupaten di Sumatera Utara yang meliputi 12 unit organisasi tani anggota SPSU. Kesesokan harinya, mulai dari tanggal 12 September sampai 14 September 2006, SPSU mengadakan Rapat Pimpinan di Unit II SPSU Asahan, Bandar Pasir Mandoge. Peserta berkisar 60 orang yang agendanya adalah perancangan program kerja dan 1 tahun ke depan dan beberapa rekomendasi internal serta resolusi tentang kedaulatan pangan dan penolakan akan impor beras. SPSU juga bergabung dengan aliansi organisasi rakyat di Medan dan berencana melakukan pesta rakyat yang diagendakan mulai dari tanggal 18 sampai 19 September 2006, dengan agenda penolakan akan Bank Dunia dan IMF. Chaspul

Serikat Petani Pasundan (SPP) bekerjasama dengan Forum Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Garut (FPPMG) menggelar Seminar Peringatan Hari Tani Nasional ke-46 yang bertema Pembaruan agraria sebagai landasan pembangunan pedesaan.

PAM Swakarsa Intimidasi Petani


Sekelompok massa yang m e n g a t a s n a m a k a n PA M Swakarsa mengintimidasi dan meneror petani desa Tanak Awu, Nusa Tenggara Barat, agar menyerahkan tanah pertaniannya, Sabtu (7/11). Hal tersebut dikemukakan oleh Pengurus Serikat Petani Nusa Tenggara Barat (Serta NTB). Intimidasi tersebut dilakukan ketika PAM Swakarsa mengawal Pemerintah Daerah NTB untuk menggusr lahan para petani. Peristiwa terjadi ketika PA M S wa k a r s a ya n g berjumlah 50-an orang datang bersama PEMDA Lombok Tengah dengan membawa alat berat dan senjata tajam pada pukul 08.00 waktu setempat. Mereka bermaksud melakukan penggusuran, namun massa petani anggota SERTA NTB yang selama ini tinggal dan bercocok tanam dilahan tersebut berusaha mempertahankan diri atas penggusuran. Kemudian situasi semakin tidak terkendali dikarenakan tindakan dari PAM Swakarsa yang memang sudah mempersiapkan diri datang untuk menyerang massa petani, akhirnya terjadi bentrokan massa. Dan massa petani SERTA NTB sebagian ada yang terkena lemparan batu, beberapa tanaman petani-pun seperti ubi jalar ikut tergusur. Massa SERTA NTB menahan diri mengingat saat ini adalah bulan suci Ramadahan dan untuk menghindari korban yang lebih banyak. Sampai saat surat protes ini dibuat penggusuran terus dilakukan. Menurut Henry Saragih, Sekjen Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), bentrokan ini merupakan buntut dari konflik yang berkepanjangan di lahan pertanian Tanak Awu yang akan dijadikan lapangan terbang kelas internasional. Bentrokan yang terjadi di b u l a n p u a s a i n i terindikasikan sudah direncanakan oleh pihakpihak tertentu, hal ini bisa dilihat sebelum hari ini, rencana penggusuran lahan sudah dilakukan pada hari Senin tgl 2 Oktober, Kamis 5 Oktober dan Jum'at 6 Oktober 2006. Pada saat itu satu orang petani dibawa paksa oleh preman ke kepolisian dan sempat ditahan beberapa jam. Namun penggusuran pada 3 hari sebelumnya ini berhasil digagalkan oleh massa petani. Artinya bentrokan besar yang terjadi hari ini tidak terlepas dari kejadian sebelumnya dan aparat kepolisian setempat tidak tanggap dalam menyikapi persoalan ini. Kami menilai usaha penggusuran ini sangat berlebihan dan diluar nilainilai orang yang beragama, ditengah petani (umat Islam) menjalankan ibadah puasa dibulan suci Ramadhan justru ada pihak-pihak yang menggunakan kekuasaannya diluar kewajaran, tutur Henry. Henry juga menyayangkan peristiwa ini terjadi ditengah niat baik Presiden RI bersama para pembanatunya yaitu Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan BPN yang akan menjalankan Reforma Agraria (Redistribusi Lahan) kepada petani. A t a s t i n d a k a n penggusuran, penyerangan dan intimidasi yang dilakukan PAM Swakarsa tersebut, FSPI sebagai payung organisasi perjuangan kaum tani di tingkat nasional dari Serikat Petani NTB mendesak pemerintah segera menyelidiki dan mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang memerintahkan penggusuran disertai penyerangan dan pihak yang secara langsung terlibat penyerangan.ccp

Tindak Tegas Pelaku Impor Beras


Peringatan hari tani nasional pada tanggal 24 September menjadi momentum penting bagi para petani karena mengembuskan ruh gerakan tani di dunia ke dalam denyut jantung organisasiorganisasinya. Tak jarang petani yang sudah berserikat di berbagai daerah seluruh Indonesia memperingati hari suci itu. Persatuan Masyarakat Tani Aceh (Permata) mempersipakan diri untuk mengisi hari ulang tahun petani tersebut dengan mengadakan pembentukan koordinator lembaga petani yang ada di NAD. Permata bekerja sama dengan Suloh (LSM) menyambut hari tani nasional dengan kegiatan seminar dan aksi yang diadakan pada hari Rabu (20/9). Dalam pernytaan sikapnya, Permata menuntut presiden terpilih harus menindak tegas pelaku impor beras yang dilakukan dengan modus beras bantuan alias separoh nyolong. Kemudian, Perum Bulog wajib meningkatkan volume pembelian gabah secara proporsional. Terakhir, pemerintah harus memperbaiki infrastruktur irigasi yang makin parah. Pemerintah Kabupaten di Aceh juga diminta membentuk Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air. Mengenai masalah pupuk, perusahaan pupuk milik negara diminta harus memenuhi pelayanan pupuk bersubsidi pada setiap musim tanam di seluruh wilayah Aceh. Permata

16

Anda mungkin juga menyukai