M I M B A R K O M U N I K A S I P E T A N I
Edisi 32 - Oktober 2006
Harga eceran Rp 3.000,-
PEMBARUAN AGRARIA. Petani Cibaliung Banten tanahnya diklaim pihak perhutani yang menuai konflik. Hingga kini tak ada penyelesaian yang serius dari Pemerintah. Pembaruan Agraria mendesak dilaksanakan terutama di pedesaan.
SALAM
ejarah politik per berasan di Indonesia sudah berjalan ratusan tahun yang lalu. Ketika Hindia-Belanda datang ke Indonesia yang kemudian menggandeng kapal dagang yang namanya VOC. Bahwa pada waktu itu VOC lah yang mengatur politik beras di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Yang kemudian pada tahun 1847 Indonesia mengimpor beras pertama kali dari Saigon dan Ranggon, yang kemudian juga berdampak pada harga beras Indonesia murah. Hal ini menunjukkan bahwa politik perberasan Indonesia sudah ratusan tahun menyengsarakan petani Indonesia. Lebih parahnya lagi bahwa pemerintah Indonesia saat ini tidak pernah belajar dari sejarah politik beras Indonesia. Bahwa kemudian peran VOC dimainkan oleh Bulog menunjukkan betapa naifnya peran Bulog sekarang ini, Bulog layaknya VOC yang menjajah rakyat Indonesia terutama kaum tani. Bahwa kebijakan impor beras sudah berlangsung sejak retusan tahun yang lalu dan sampai sekarang, dengan alasan subtansi yang sama, Cuma modus operandi berbeda. Yaitu hanya untuk kepentingan dagang yang menguntungkan kaum pemodal. Sekarang 2006, Kebijakan impor beras kembali lagi diambil oleh pemerintah Indonesia. Sama dengan kebijakan impor beras ratusan tahun yang lalu pada 1847 oleh VOC. Yang membedakan hanya pelaku pada waktu itu VOC dan sekarang Bulog. Alasannya masih selalu sama dengan alasan-alasan sebelumnya yaitu seputar kekeringan, gagal panen, tingginya harga beras dalam negeri sehingga Bulog tidak sanggup membeli beras dari petani, dan yang terakhir`adalah untuk menutupi cadangan beras pemerintah supaya aman dalam beberapa bulan kedepan. Sebenyak 210 ribu ton yang dibutuhkan pemerintah supaya aman dan mengantisipasi supaya stok cadangan tetap aman untuk menanggulangi bencana. Tapi yang perlu di ingat bahwa 210 ribu ton beras tersebut bukannya beras dari petani Indonesia, melainkan beras impor yang sengaja didatangkan oleh Bulog dari beberapa negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Sebenarnya stock beras nasional ini berkurang, karena pihak bulog tidak melakukan upaya pembelian gabah secara maksimal dari kalangan petani atau koperasi-koperasi petani. Selama ini bulog hanya membeli padi dari rekanan-rekanan bulog saja yaitu pedagang dan pengusaha. Secara otomatis menimbulkan selisih harga yang tinggi dibanding harga dari petani. Dan jumlah yang dibeli bulog tidak memenuhi jumlah standart stock nasional. Oleh karena itu letak kurangnya stock Bulog sekarang ini adalah disebabkan karena lambatnya Bulog membeli gabah-gabah petani pada masa panen raya. Masalah harga beras yang ada sekarang berada diatas yang ditetapkan pemerintah, karena ulah pedagang besar dan pemilik modal yang sengaja ingin mendapatkan keuntungan besar, dan inilah akibat dari mekanisme pasar. Pemerintah dalam hal ini Bulog sudah tidak mampu lagi mengendalikan pasar beras dan melakukan operasi pasar secara maksimal. Ketidak mampuan Bulog dalam mengendalikan harga pasar inilah kemudian menimbulkan pilihan impor beras, yang akhirnya justru menimbulkan masalah baru terhadap petani. Oleh karena itu, sebenarnya keadaan yang ada sekarang ini akibat dari kegagalan BULOG dalam upayanya melindungi petani, dan melindungi Konsumen. Dan seharusnya Bulog tidak melakukan impor beras, karena salah satu tugas bulog adalah memberikan perlindungan terhadap petani. Dan sebentar lagi di beberapa daerah Indonesia sedang dan akan panen raya, inilah kesempatan bagi Bulog untuk segera mengambil tindakan sebagai bukti melindungi petani dengan jalan membeli beras atau gabah di petani. Dengan rencana Bulog impor beras 210 ribu ton ini justru mengakibatkan harga gabah di petani semakin hari semakin turun, padahal itu masih rencana. Bisa dibayangkan nanti bagaimana kalau benar-benar Bulog melakukan impor beras yang kemudian akan membanjiri pasar ? Tentu petani semakin merugi, karena beras petani Indonesia bersaing dengan beras impor murah yang dari negara asalnya mendapatkan subsidi. Federasi Serikat Petani Indonesia-FSPI memandang bahwa , kebijakan import beras sekarang dan akan datang merupakan bentuk penghianatan terhadap petani Indonesia, dan membiarkan ketidak beresan bahkan penghisapan dan penipuan yang dilakukan oleh BULOG sebagai lembaga negara yang difungsikan sebagai penyangga beras nasional, dan berfungsi sebagai pelindung petani, dan konsumen. Oleh karena itu perlu perubahan yang mendasar dari Bulog. Bulog haruslah ditegaskan sebagai lembaga pelindung petani dan pelindung konsumen. Bukanlah sebagai pedagang beras, seperti yang terjadi sekarang. Hal ini memang mengharuskan perubahan dari kedudukan, fungsi dan status hukum dari Bulog saat ini. Bulog tidaklah tepat menjadi PERUM yang hanya menguntungkan para pemodal dan tengkulak besar. Bulog bukanlah sebagai perusahaan yang mencari untung untuk BULOG itu sendiri. Tapi Bulog haruslah melindungi petani. Dan Bulog harus membeli beras dan gabah dari petani. Oleh karena itu, impor beras sekarang juga. Pemerintah lewat Bulog harus melindungi harga gabah dan beras petani dan segera melakukan operasi pasar untuk menindak para tengkulak dan pedagang yang merusak harga beras di Indonesia. Pemerintah juga harus mendukung perjuangan petani untuk mewujudkan pembaruan agraria demi tercapainya kedaulatan pangan tanpa ada impor pangan.
Tegakkan Hak Asasi Petani Usir IMF, Bank Dunia dan WTO
Pemimpin Redaksi: Achmad Yakub; Redaktur Pelaksana: Cecep Risnandar Redaktur: Muhammad Ikhwan, Tita Riana Zen, Wilda Tarigan, Tejo Pramono Reporter: Umran S (NAD), Edwin Sanusi (Sumatera Utara), Fajar Rilah Vesky (Sumatera Barat), Tyas Budi Utami (Jambi), Agustinus Triana (Lampung), Atep Toni, Usep Saeful, Dimas Barliana, Harry Mubarak (Jawa Barat), Edi Sutrisno, Ngabidin (Jawa Tengah), Muhammad Husin (Sumatera Selatan), Mulyadi (Jawa Timur), Marselinus Moa (NTT). Penerbit: Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) Penanggung Jawab: Henry Saragih Pemimpin Umum: Zaenal Arifin Fuad Sekertaris Redaksi: Tita Riana Zen Keuangan: Sriwahyuni Sirkulasi: Supriyanto, Gunawan Alamat Redaksi: Jl. Mampang Prapatan XIV No.5 Jakarta Selatan 12790. Telp: +62 21 7991890 Fax: +62 21 7993426 Email: pembaruantani@fspi.or.id website: www.fspi.or.id
Redaksi menerima tulisan, artikel, opini yang berhubungan dengan perjuangan agraria dan pertanian dalam arti luas yang sesuai dengan visi misi Pembaruan Tani. Bila tulisan dimuat akan ada pemberitahuan dari redaksi.
KABAR TANI
Upaya Masyarakat Merebut Kembali Hak Atas Tanah Masyarakat Desa Margaharja yang tidak bisa melepaskan sejarah komunitas dengan sejarah haknya atas penguasaan tanah, di Masyarakat Desa Margaharja mana keduanya adalah satu. Sebagai Bagian SPP Maka semenjak Semakin tanah dikuasai banyaknya Jawatan penggarap yang Maka semenjak tanah Kehutanan mulai menempati lahan dikuasai Jawatan tahun 1965 dan sengketa, membuat Kehutanan mulai tahun Perhutani sejak beberapa tokoh 1965 dan Perhutani sejak sesepuh berupaya tahun 1972, tahun 1972, masyarakat masyarakat terus untuk mengikatkan berusaha mencari diri melalui sebuah terus berusaha mencari momen-momen organisasi. Para momen-momen untuk untuk merebut pemudanya merebut kembali lahan kembali lahan kemudian menjalin tersebut. tersebut. Upaya kontak dengan tersebut dipimpin beberapa aktivis oleh para sesepuh Farmaci dan SPP di desa, di mana kota, sehingga terdapat hanya beberapa gelintir terjalin kerjasama yang erat. orang saja yang berusaha Untuk selanjutnya, masyarakat mempertahankan sejarah leluhur Desa Margaharja yang terletak di mereka atas perjuangan hak beberapa dusun meminta tanah. Walaupun hanya sebatas menjadikan penduduknya sebagai memulihkan semangat dan anggota SPP. Sehingga awal 2000kepercayaan diri masyarakat, para an, terbentuklah OTL Margaharja sesepuh bersikeras bahwa tanah dengan anggota petani penggarap tersebut adalah tanah warisan sebanyak 1200 orang. leluhur untuk mereka berdiam Upaya represif dari aparat dan menetap diri. keamanan sebagai jawaban negara Selanjutnya, konflik sengketa atas kasus sengketa tanah telah
UTAMA
UTAMA
Dok.FSPI
(BPS) Pusat yang mengatakan bahwa stok beras di seluruh wilayah Indonesia mencukupi. Bahkan di beberapa daerah di pulau Jawa, tercatat surplus. Tetapi, kenapa pemerintah berani mengambil kebijakan untuk mengimpor beras dari negara tetangga? Kenapa pemerintah tidak percaya kepada lembaganya sendiri yang selama ini menjadi pusat data nasional? Jelas sekali ada permainan bisnis kotor untuk bisa menarik keuntungan dari penderitaan rakyat. Pemerintah telah menipu rakyat dan dengan egoisnya mengatakan kepada khalayak umum bahwa terjadi kelaparan dan busung lapar di wilayah Indonesia untuk alasan sahnya bisa mengimpor beras dari luar negeri, padahal realita di lapangan tidaklah seperti itu. Jelas sekali daerah berkecukupan paska panen Ungkap Henry. Dia juga mengatakan bahwa dengan kualitas beras impor yang sangat jelek sekali dengan kualitas rendah, menyebabkan harga beras lokal menjadi anjlok dan murah. Mereka sangat dirugikan dengan adanya pengimpor beras yang bisa
menyebabkan harga beras lokal menjadi anjlok dan murah. Hal ini bisa mengakibatkan secara otomatis mengurangi penghasilan mereka. Dalam kasus pengimporan beras ini terdapat hal-hal yang perlu diselidiki, salah satunya adalah pernyataan pemerintah daerah yang jelas-jelas bertentangan dengan pernyataan Menteri Pertanian. Jika pemerintah daerah mengatakan bahwa stok beras di daerah masih cukup bahkan relatif aman untuk beberapa bulan ke depan, sedangkan Menteri Pertanian berargumen dengan mengatakan bahwa persediaan beras di daerah kurang mencukupi, sehingga harus mengimpor beras dari luar negeri.. Dalam hal ini ternyata menimbulkan banyak pertanyaan dari berbagai kalangan, apakah hal ini sebuah kebutuhan rakyat atau hanya kepentingan pemerintah yang didukung oleh kepentingan para pengusaha dengan tujuan keuntungan semata ujarnya. Para petani lainnya mempertanyakan tentang pendidikan bagi kaum petani. Selain itu juga mereka
Cecep Risnandar/PEMBARUAN TANI
Perwakilan petani sedang bertemu dengan anggota DPR RI, membahas kebijakan impor beras
mengisahkan tentang perjuangan para petani penggarap yang banyak diintimidasi oleh pihak Perhutani dan perkebunan, karena mereka menempati lahan garapan yang merupakan lokasi kasus sengketa. Mereka berujar bahwa seringkali diteror oleh orang bayaran Perhutani dan perkebunan supaya pergi meninggalkan lokasi lahan garapan. Kekerasan terhadap petani penggarap sangat jelas sekali dirasakan oleh kami, dan itu sudah berlangsung sejak lama sekali. Bahkan seringkali terjadi penangkapan oleh pihak Perhutani dan perkabunan dengan dalih perambahan hutan tanpa bukti yang kuat. Jelas sekali kami ketakutan dan tidak merasa aman. Padahal kami telah menggarap lahan tersebut sejak lama, kenapa kami harus di usir? Demikian dikatakan Wati (42), petani penggarap SPP kepada Pembaruan Tani. Setelah selesai berorasi, massa petani mendesak untuk bisa masuk ke dalam gedung lingkungan DPR RI. Tetapi hanya beberapa orang perwakilan petani saja yang diizinkan untuk masuk dan bertemu para anggota dewan di dalam gedung. Akhirnya, diutuslah sekitar 20 orang perwakilan petani untuk melakukan dialog mempertanyakan jawaban agenda aksi mereka. Di dalam gedung, para perwakilan petani diterima oleh Komisi IV DPR RI. Dalam dialognya, utusan petani mendesak kepada para anggota dewan untuk mempertanyakan kepada pemerintah perihal kebijakan mengimpor beras supaya dibatalkan. Karena ternyata stok beras di daerah sangat cukup untuk beberapa bulan ke depan, dan hal tersebut pastinya merugikan kehidupan petani . Selain itu juga mereka mendesak kepada pemerintah untuk memberikan subsidi yang jelas kepada rakyat, segera bagikan tanah untuk rakyat, melaksanakan Reforma Agraria sekarang juga. Usulan dari para perwakilan petani tersebut ternyata sangat mendapat respon yang baik dari Komisi IV DPR RI, di mana mereka berjanji akan membawa dan membahas agenda tersebut di rapat paripurna dewan untuk ditindak lanjuti dengan jelas. Untuk kemudian masalah tersebut akan disampaikan kepada pihak eksekutif di pemerintahan. Para anggota dewan juga sepakat dengan Reforma Agraria di Indonesia, karena menurutnya sudah saatnya Indonesia menjadi lebih baik di sektor pertaniannya. Setelah perwakilan petani keluar dari gedung dan menyampaikan hasil pertemuan dialognya dengan anggota DPR RI, massa merasa senang. Mereka berjanji akan mengawal segala kebijakan yang telah dibuat dan disepakati oleh legislatif negara. Akhirnya setelah mendapat penjelasan yang cukup, sekitar pukul 14.00 WIB, massa melanjutkan aksi menuju gedung Bulog. Di sana mereka hanya berorasi sekitar setengah jam. Pukul 15.00 WIB, massa petani pun membubarkan diri dengan tertib menuju busnya untuk kemudian segera pulang ke daerahnya masing-masing.
PENDAPAT
PENDAPAT
PENDAPAT
Memperkuat Organisasi dan Menggalang Kekuatan Bersama Dalam Memperjuangkan Pelaksanaan Pembaruan Agraria
CATATAN REDAKSI: Naskah ini adalah Pidato Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) pada Peringatan Hari Tani Nasional Ke-46, yang berlangsung pada tanggal 18-19 September 2006 di Jakarta. Assalammualaikum. Salam Perjuangan ! Hidup Petani ! Hidup Rakyat ! Bapak-bapak, Ibu-ibu, kaum muda petani yang saya hormati, 46 Tahun lalu, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) N o . 5 Ta h u n 1 9 6 0 ditetapkan oleh Pemerintahan Sukarno sebagai payung hukum agraria di Indonesia yang diyakini oleh Seluruh Rakyat akan memberikan angin segar terhadap perubahan hukum agraria. Dimana akan diatur hubungan yang abadi antara kaum tani dengan alat produksinya seperti tanah pertanian secara adil. Hal tersebut adalah sebagai dasar bagi terciptanya kemakmuran untuk seluruh rakyat Indonesia, baik secara ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Apakah UUPA berpihak kepada kaum tani, jawabnya adalah Ya. Oleh karena itu kelahiran UUPA No.5 tahun 1960 pada tanggal 24 September, diperingati juga sebagai HARI TANI NASIONAL. Dan mengapa momentum hari tani nasional diperingati setiap tahun, karena situasi kongkrit kaum tani sampai h a r i i n i d a l a m kenyataannya belum lepas dari belenggu kemiskinan, ketertinggalan, diacuhkan secara politik, dan masih banyak kebijakankebijakan yang merugikan kita, sebagai kaum tani. Mengapa UUPA dipandang penting untuk dibuat dan menjadi sumber utama kekuatan hukum pengaturan Agraria di Indonesia, k a r e n a s e t a l a h kemerdekaan tahun 1945, hukum agraria nasional pada saat itu belum pernah ada dan masih memakai Hukum Agraria warisan kolonial (penjajah) diuntungkan dengan adanya hukum agraria warisan kolonial tersebut. Bagaimana saat ini? Sekarang ini pemerintah Indonesia dibawah tekanan IMF, Bank Dunia, WTO, perusahaanperusahaan raksasa dunia dan kekuatan-kekuatan ekonomi lainnya yang dikuasai negara-negara G8 d i p a k s a u n t u k menjalankan prinsipprinsip neoliberalisme, yang merupakan perwujudan dari penjajahan model baru. Situasi ini mengakibatkan, berpihak kepada modal. Bapak-Bapak, Ibu-ibu dan Kaum Muda sekalian yang saya cintai ,tidak ada yang bisa memungkiri bahwa Indonesia adalah negara Agraris dan bahari , kaya akan sumber-sumber k e k a ya a n a l a m ya n g melimpah dengan penduduk Indonesia berjumlah lebih kurang 220 juta jiwa, sebagian b e s a r h i d u p n ya d a r i lapangan pertanian sekitar 65 %. Namun mengapa negara yang kaya akan sumber-sumber agraria d a n m a y o r i t a s
Dok. FSPI
AKSI. Petani Cibaliung anggota FSPI menuntut dilaksanakannya reforma agraria sebagai prasyarat pembangunan pertanian
Belanda, sedangkan pola hubungan kepemilikan atas Sumber-sumber Agraria yang ada masih tumpang tindih. Banyak pengelolaan atas sumber agraria tersebut hanya dikuasai oleh segelintir orang, baik itu perusahaan dan perkebunan asing, maupun oleh tuan-tuan tanah yang pada waktu itu menambah barisan peraturan yang bertentangan dengan semangat yang tertuang dalam konstitusi Indonesia dimana peran pemerintah yang seharusnya melindungi dan memenuhi hak asasi manusia, dan menjaga kekayaan alam Indonesia tapi justru menjadi p e n d u d u k n ya a d a l a h petani, justru kehidupan petaninya sendiri sengsara dan sulit mencukupi kebutuhan hidup yang layak ? Apabila diselidiki secara mendalam, hal ini terjadi akibat dari persoalan mendasar tentang ketimpangan struktur penguasaan atas alat
produksi (sumber-sumber agraria) serta terjadinya eksploitasi untuk kepentingan sekelompok orang yang berorientasi untuk menumpuk dan memperluas kekayaannya. Kondisi tersebut dapat dilihat dengan semakin banyaknya petani tanpa tanah atau buruh tani (kepemilikan lahan ratarata 0,3 ha), sengketa tanah antara pemerintah, perkebunan (pemodal) dengan petani yang diwarnai pelanggaran hak asasi petani, pengalihan lahan-lahan pertanian yang subur serta d i k u a s a i n ya s u m b e r sumber agraria oleh pemodal melalui kebijakan negara. Akhirnya Petani tetap miskin secara ekonomi, terbelakang secara sosial disaat sumber-sumber agraria telah diperjual belikan/ dikuras/ dikeruk oleh para Pengusaha dan Penguasa atas nama pembangunan. Pada Sensus Pertanian 1993, sektor pertanian diberubuti 20 juta rumah tangga, sedangkan pada Sensus Pertanian 2003 jumlah mereka naik menjadi 25,4 juta rumah tangga, terjadinya kenaikan sebesar 5.400.000 rumah tangga adalah hal yang sangat signifikan atas evaluasi model pembangunan saat ini. Jumlah rumah tangga petani gurem dengan penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektar, baik milik sendiri maupun menyewa, meningkat dari 10,8 juta keluarga tahun 1993 menjadi 13,7 juta keluarga tahun 2003 (2,6 persen per tahun). Persentase rumah tangga petani gurem
PENDAPAT
Dok. FSPI
agraria juga merupakan perwujudan kemerdekaan Bangsa Indonesia atas tanah airnya secara substansial. Dimana dijamin bahwa, setiap keluarga tani memiliki tanah-tanah minimal 2 hektar misalnya. Karena kalau petani tak punya tanah, sama saja seperti ikan tak punya air. Bagaimana pembaruan agraria dicapai? Dia tidak datang dengan sendirinya. Maka dari itu dalam perjuangan pembaruan agraria sejati kekuatan rakyat, petani, nelayan, masyarakat adat, buruh, dan miskin kota sebagai kekuatan pokok harus menjadi kekuatan pelopor yang terorganisir dalam satuan-satuan organisasi rakyat dengan dukungan mahasiswa dan kalangan progresif lainnya. Pembaruan Agraria sejati tidak dapat diharapkan begitu saja datang, namun harus diperjuangkan sehingga dapat tercapai dengan hakiki sesuai agenda yang dimaksudkan r a k ya t . S e j a r a h t e l a h memberikan pelajaran bahwa pembaruan agraria yang berharap banyak pada kekuatan diluar rakyat petani, gagal dilaksanakan ditengah
jalan dan dimanipulasi seperti keadaan sekarang ini. Bapak-Bapak, Ibu-Ibu dan kaum muda sekalian, hari ini, secara bersamaan saudara-saudara kita kaum tani, terutama anggota FSPI ya n g berada diberbagai propinsi juga sedang meryakan Hari Tani Nasional dalam berbagai bentuk seperti di Sumatra Utara pada tanggal 11 september lalu, di Aceh tanggal 14 September, Jawa Tengah, Jawa Barat, NTB dan lainnya. Bapak-Bapak, Ibu-Ibu dan kaum muda yang saya hormati, demikianlah pidato yang dapat saya utarakan. Sampaikan salam saya untuk semua kaum tani yang tak dapat hadir hari ini. Sampaikan pesan-pesan saya kepada mereka semua. Dan terakhir saya teriakan, Laksanakan Pembaruan Agaria sejati yang berdasarkan UUPA 1960 , Tolak kebijakan Agraria Nasional yang Pro-Pasar, pesanan Bank Dunia. Hentikan Kriminalisasi Te r h a d a p Pe r j u a n g a n Petani, Tolak Beras Import dan Tegakkan Kedaulatan P a n g a n . Wassalammualaikum.
Dok. FSPI
REKLAIMING. Aksi massa MST menduduki tanah-tanah objek land reform di Brazil.
GALERI FOTO
1 3
Juniar Tampubolon
1. Massa aksi anggota FSPI melakukan long march menuju gedung DPR RI 2. Anak-anak petani menuntut penghentian impor beras 3. Demonstran berhadapan dengan aparat kemanan di depan pintu masuk gedung DPR RI 4. Massa aksi anggota FSPI di depan gedung Bulog 5. Aktivis petani perempuan memprotes kebijakan impor beras
10
INTERNASIONAL
Saat ini produksi pangan dunia melebihi kebutuhan populasi dunia. Tapi, di satu sisi terjadi kelebihan di sisi lain masih banyak yang kekurangan. Dengan kata lain, produksi pangan tumbuh lebih cepat dibanding populasi, tetapi kelaparan masih merajalela. Ini tentu ada yang salah.
IFAD akan pro aktif memerangi kelaparan dan kemiskinan di pedesaan. Untuk itu, perlu inisiatif untuk melindungi para petani yang memproduksi pangan dari kebijakan dumping dan harga rendah dari pangan impor. Selain itu, FAO juga harus mempromosikan pembaruan agraria di beberapa negara. Pembaruan agraria h a r u s b i s a mendistribusikan sumber-sumber agraria kepada rakyat dengan adil terutama di pedesaan. La Via Campesina juga mendesak agar Committee on Food
S e c u r i t y F A O menindaklanjuti keputusan konferensi ICARRD Conference pada bulan Maret lalu di Brazil. FAO harus merumuskan mekanisme untuk mendukung pelaksanaan pembaruan agraria untuk memperkuat petani di pedesaan. Rafael Alegria, anggota La Via Campesina, menambahkan, FAO dan organisasi gerakan sosial harus bekerja bersamas a m a u n t u k menindaklanjuti hasil konferensi ICARRD dan mengalokasikan sumber daya untuk mendukung pemerintah dalam mewujudkan pembaruan agraria.
Aksi protes delegasi La Via Campesina pada pertemuan khusus FAO di Roma, (30/10).
11
NASIONAL
Dok. SPSS
12
NASIONAL
Dok. SERTA NTB
HARI TANI
13
INFO PRAKTIS
lain secukupnya Taruh telor yang bagus ke dalam ember, telor yang bagus akan tenggelam. Taruhkan garam ke dalam air sambil aduk perlahan-lahan sampai telor terapung di atas permukaan air. Keluarkan telor yang terapung dan masukkan benih yang tadi sudah diseleksi dengan air biasa dan masukkan lagi ke dalam air garam. Keluarkan atau buang bibit padi yang terapung (biasanya masih banyak lagi yang terapung, meski padi tadi sudah diseleksi di air biasa) dan ambillah bibit padi yang tenggelam. Gravitasi air menjadi 1.13 1.17 dengan menambahkan garam. Sedangkan kalau air murni gravitasi hanya 1.0. Bibit yang tenggelam di bilas dengan air bersih 2. Pembasmian Kuman atau Hama Bibit yang memiliki gravitasi lebih besar akan lebih tahan terhadap hama. Tetapi untuk lebih memaksimalkannya, perlu juga dilanjutkan dengan langkahlangkah seperti di bawah ini. Didihkan air sampai mencapai 60 derajat celcius. (ukur dengan thermometer air, dan tidak boleh melebihi 60 derajat, karena kalau lebih dari 60 derajat bibit padi akan mati) Masukkan bibit padi tadi ke dalam karung atau kantong, kemudian rendamkan bibit selama 5 menit (jangan lebih) Tidak perlu khwatir, bibit tidak akan mati. Angkat bibit kemudian bilas dengan air dingin.
3. Perendaman Bibit Bibit yang sudah dibilas dengan air bersih kemudian direndam ke dalam air sungai atau bak atau bisa juga ember. Akumulasi suhu yang dibutuhkan untuk perkecambahan padi adalah 100 derajat celcius. Suhu air dimana bibit padi akan direndam harus dicek terlebih dahulu. Misalnya bila suhu air 30 derajat celcius, maka bibit padi harus direndam selama 3 hari. (3 hari x 30 C = 100 hari C). Hal yang lain, kalau bibit padi direndam di ember dimana airnya tidak mengalir maka air harus diganti setiap hari sampai harinya tiba untuk diangkat. 4. Penyemaian Setelah bibit padi direndam sesuai dengan waktu yang dibutuhkan, sebagian besar padi sudah mengeluarkan akar. Ini mengindikasikan, akar padi akan lebih kuat dan aktif menyerap unsur hara/mineral dari dalam tanah. Penyemaian pun sudah bisa dilakukan. Berikut tahapan penyemaian: persiapkan lokasi untuk penyemaian. Usahakan lokasi penyemain sudah di beri bokashi atau di beri kompos. Sebar bibit padi sampai merata Selang beberapa hari lakukan penaburan pupuk bokasi seperlunya Tunggu tanaman padi tumbuh sampai tinggi tanaman 10-13 cm. Setelah tanaman tersebut tingginya mencapai 10-13cm maka bisa dicabut. Pencabutan batang bibit padi tersebut jangan dilakukan dari
pencabutan langsung dari atas tetapi dari bawah akar. Caranya masukkan tangan atau papan kayu yang tipis ke dalam tanah dari samping dan angkat dari bawah. Kemudian ambil batang tanaman tersebut dengan hatihati supaya tidak mematahkan akar padi yang masih sangat muda tersebut. Setelah proses pencubutan selesai, baru dilakukan penanaman Untuk penanaman padi biasanya kita tanam 3-4 batang padi dengan jarak 15-20 cm, tapi untuk penanaman padi dengan model seleksi bibit padi seperti ini dilakukan hanya 1-2 batang padi dengan jarak tanam antara 25-30 cm. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi pertumbuhan atau peranakan padi yang banyak. Supaya tidak terlalu mepet antara tanaman satu dengan yang liannya. Bahwa jumlah anakan padi yang semula cuma 1 batang ini pada perkembangannya akan beranak 47 sampai 50 batang. Dan mengenai perawatan atau waktu pemupukan tanaman padi tersebut dilakukan seperti halnya kita pake pupuk kimia, dan yang membedakan hanya pupuk yang kita pakai adalah pupuk organic atau bokasi Terima kasih Selamat mencoba, semoga berhasil meningkatkan kemandirian dan meningkatkan kwalitas dan kwantitas produksi padi kita. Ali Fahmi
AGRARIANA
Pemerintah berjanji akan bagi-bagi tanah seluas 9 juta hektar Asal jangan janji tinggal janji, karena petani sudah sering ditipu oleh reforma agraria palsu Pemerintah: 60 persen tanah akan dibagikan kepada rakyat. 40 persen untuk perusahaan/investor Sejak kapan rakyat disamakan dengan investor? Tanah untuk rakyat! Impor beras jadi dilaksanakan Memang tak pernah ada niat baik untuk berpihak pada petani Musim hujan akan segera tiba Kemarin kekeringan, sebentar lagi banjir deh. Ini akibat pengelolaan sumber daya alam yang serampangan! Peringatan hari pangan: masih banyak warga dunia yang alami kelaparan padahal persediaan pangan dunia encukupi Itu akibat distribusi yang tidak merata, habis akses rakyat terhadap sumber-sumber produksi direbut oleh pemodal! Setelah mandeg dalam perundingan di WTO rezim neolib membuat perundingan perdagangan bebas regional dan bilateral demi mewujudkan pasar bebas Memang kemaruk!
14
DEKLARASI
Jakarta, 19 September 2006
Laksanakan Pembaruan Agraria berdasarkan UUPA 1960 Tolak kebijakan Agraria Nasional yang Pro-Pasar
46 Tahun lalu, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No.5 Tahun 1960 ditetapkan oleh Pemerintahan Sukarno sebagai payung hukum agraria di Indonesia yang diyakini oleh Seluruh Rakyat akan memberikan angin segar terhadap perubahan hukum agraria. Dimana akan diatur hubungan yang abadi antara kaum tani dengan alat produksinya seperti tanah pertanian secara adil. Hal itu adalah sebagai dasar bagi terciptanya kemakmuran untuk seluruh rakyat Indonesia, baik secara ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. UUPA dipandang penting untuk dibuat dan menjadi sumber utama kekuatan hukum pengaturan Agraria di Indonesia, karena setalah kemerdekaan tahun 1945, hukum agraria nasional pada saat itu belum pernah ada dan masih memakai Hukum Agraria warisan kolonial (penjajah) Belanda, sedangkan pola hubungan kepemilikan atas Sumbersumber Agraria yang ada masih tumpang tindih. Banyak pengelolaan atas sumber agraria tersebut hanya dikuasai oleh segelintir orang, baik itu perusahaan dan perkebunan asing, maupun oleh tuan-tuan tanah yang pada waktu itu diuntungkan dengan adanya hukum agraria warisan kolonial tersebut. Saat ini setelah 46 tahun, UUPA 1960 dikeluarkan, pemerintah saat ini justru mengulang kesalahan orde baru dengan mengeluarkan kebijakankebijakan Agraria secara terpisahpisah. Seperti Keputusan Presiden No . 34/2003, salah satu isinya adalah untuk menyempurnakan UUPA NO. 5/ 1960. Yang paling akhir adalah keluarnya pepres 36/2005 dan revisinya perpres 65/2006, yang isinya sangat anti pembaruan agraria. Kemudian lahirnya TAP MPR no. IX/2001 itu juga digunakan sebagai konsideran Rancangan UndangUndang (RUU) atau UU seperti; UU Pemanfaatan dan Pelestarian Sumberdaya Genetik, RUU Pengelolaan Sumberdaya Alam, RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Disamping RUU tersebut pemerintah sekarang juga telah keluarnya undang-undang yang akan meliberalisasikan dan memprivatisasikan kekayaan alam yang ada di Indonesia yaitu: UU Sumber Daya Air, dan UU Perkebunan. Dimana Bank Dunia yang mengucurkan dana hutang sebesar $300 juta untuk menggolkan UndangUndang No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air dan mendukung program Land Administration Project (LAP) dengan juga mendukung merubah total UUPA 1960 yang saat ini diusulkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Tidak ada yang bisa memungkiri bahwa Indonesia adalah negara Agraris dan bahari , kaya akan sumbersumber kekayaan alam yang melimpah dengan penduduk Indonesia berjumlah lebih kurang 220 juta jiwa, sebagian besar hidupnya dari lapangan pertanian sekitar 65 %. Namun mengapa negara yang kaya akan sumber-sumber agraria dan mayoritas penduduknya adalah petani, justru kehidupan petaninya sendiri sengsara dan sulit mencukupi kebutuhan hidup yang layak ? Apabila diselidiki secara mendalam, hal ini terjadi akibat dari persoalan mendasar tentang ketimpangan struktur penguasaan atas alat produksi (sumber-sumber agraria) serta terjadinya eksploitasi untuk kepentingan sekelompok orang yang berorientasi untuk menumpuk dan memperluas kekayaannya. Kondisi tersebut dapat dilihat dengan semakin banyaknya petani tanpa tanah atau buruh tani (kepemilikan lahan rata-rata 0,3 ha), sengketa tanah antara pemerintah, perkebunan (pemodal) dengan petani yang diwarnai pelanggaran hak asasi petani, pengalihan lahan-lahan pertanian yang subur serta dikuasainya sumbersumber agraria oleh pemodal melalui kebijakan negara. Akhirnya Petani tetap miskin secara ekonomi, terbelakang secara sosial disaat sumber-sumber agraria telah diperjual belikan/ dikuras/ dikeruk oleh para Pengusaha dan Penguasa atas nama pembangunan. Soal lain yang dihadapi adalah penyediaan sarana produksi, permodalan usaha, pasar dan harga, serta penanganan pasca panen, masih sangat kecil kemampuan pemerintah untuk meng-akomodir kepetingankepentingan tersebut. Pada Sensus Pertanian 1993, sektor pertanian diberubuti 20 juta rumah tangga, sedangkan pada Sensus Pertanian 2003 jumlah mereka naik menjadi 25,4 juta rumah tangga, terjadinya kenaikan sebesar 5.400.000 rumah tangga adalah hal yang sangat signifikan atas evaluasi model pembangunan saat ini. Jumlah rumah tangga petani gurem dengan penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektar, baik milik sendiri maupun menyewa, meningkat dari 10,8 juta keluarga tahun 1993 menjadi 13,7 juta keluarga tahun 2003 (2,6 persen per tahun). Persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan juga meningkat dari 52,7 persen (1993) menjadi 56,5 persen (2003). Kenaikan ini menunjukkan makin miskinnya petani alias ekonomi mereka mengalami keruntuhan dan termarjinalkan. Indonesia juga menjadi pengimpor pangan terbesar di dunia saat ini. Sejak tahun 1998-2006, hampir 50 % beras yang di perdagangkan di tingkat internasional atau kira-kira 2 juta ton lebih di impor ke Indonesia. Pada bulan Oktober 2006 pemerintah telah memutuskan akan mengimport beras sebanyak 210.000 ton. Sedangkan sebanyak 1.2 juta kacang kedelai/tahun diimport ke Indonesia, demikian juga jagung, susu dan kebutuhan pokok lainnya. Nilai Tukar Petani (NTP) Menurun yang selalu cenderung tuturun dibawah 10o persen. Terjadinya pengangguran yang melonjak 10 kali lipat pada tahun 1997. Pada tahun 2001 pengangguran terbuka 8 juta atau 8,10%, tahun 2003 meningkat menjadi 10,13 juta atau 9,85%. Indonesia menjadi negara penghutang terbesar di dunia, tahun 2006 US$ 130 milliar. Setiap tahunnya pemerintah harus membayar utag lebih dari 27% dari APBN atau setara dengan Rp. 96 triliun. Dalam situasi seperti itu. Bagi kaum tani sudah jelas, untuk bangkit dari tekanan ini yang haruskan dilakukan adalah menjalan pembaruan agraria Badan Pelaksana Federasi, Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI). Henry Saragih, Sekertaris Jenderal. Untuk itu kami menyatakan dan menuntut kepada pemerintah, DPR/MPR untuk segera, 1. Laksanakan Pembaruan Agaria sejati berdasarkan UUPA 1960 dan tolak Revisi UUPA 1960 2. Tolak kebijakan Agraria Nasional yang Pro-Pasar, pesanan Bank Dunia 3.Hentikan Kriminalisasi dan kekerasan Terhadap Perjuangan Petani 4. Tolak Beras Import dan Tegakkan Kedaulatan Pangan Demikian pernyataan sikap dan tuntutan kami. sejati. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan Pembaruan Agraria Sejati merupakan jawaban yang paling logis dan jalan terbaik yang mutlak dilaksanakan dalam upaya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran bagi rakyat, khususnya bagi masyarakat miskin. Pembaruan Agraria sejati yang berakar dari kekuatan rakyat dipercaya akan menata ulang struktur agraria yang timpang, menuju tatanan baru dengan struktur yang bersendi kepada keadilan agraria, tidak adanya konsentrasi dalam penguasaan dan pemanfaatan atas sumber-sumber agraria pada segelintir orang. Keadilan agraria juga merupakan perwujudan kemerdekaan Bangsa Indonesia atas tanah airnya secara substansial. Dimana dijamin bahwa, setiap keluarga tani memiliki tanah-tanah minimal 2 hektar misalnya. Karena kalau petani tak punya tanah, sama saja seperti ikan tak punya air. Dalam memperkuat gerakan pembaruan agraria, Hari ini secara bersamaan kaum tani, terutama anggota FSPI yang berada diberbagai propinsi juga sedang meryakan Hari Tani Nasional dalam berbagai bentuk seperti di Sumatra Utara pada tanggal 11 september lalu, di Aceh tanggal 14 September, Jakarta 18 dan 19 September, Jawa Tengah, Jawa Barat, NTB dan lainnya.
15
SERIKAT
Serikat Petani Pasundan (SPP) bekerjasama dengan Forum Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Garut (FPPMG) menggelar Seminar Peringatan Hari Tani Nasional ke-46 yang bertema Pembaruan agraria sebagai landasan pembangunan pedesaan.
16