Anda di halaman 1dari 2

Waspada Polusi Suara

Kamis, 16 September 2010 - 09:02 wib

Suara mesin dari kendaraan bermotor adalah salah satu sumber polusi suara. (Foto: Google) MASYARAKAT wilayah perkotaan rentan terpapar polusi suara. Jangan menganggap remeh masalah ini sebab fakta berbicara polusi suara bukan hanya mengganggu indera pendengaran, namun juga menyebabkan risiko hipertensi hingga jantung. Tinggal di daerah perkotaan memang rentan terkena berbagai masalah. Yang paling umum adalah masalah polusi udara dan air. Namun bukan hanya permasalahan itu yang patut menjadi perhatian, polusi suara pun juga menyerang kaum urban. Polusi suara ini disebabkan oleh suara bising kendaraan bermotor, pesawat terbang, deru mesin pabrik, hingga suara radio yang berbunyi keras dan mengganggu indera pendengaran. Ciri polusi suara adalah suara bising yang teramat mengganggu sehingga cepat atau lambat akan memengaruhi kondisi kejiwaan manusia. Bukan hanya itu, jika dialami dalam kurun waktu yang panjang, imbasnya akan membuat kepekaan telinga berkurang. Padahal, manusia memiliki batas kemampuan mendengar suara mulai dari 20 hingga 20.000 hertz atau setara dengan rentang hingga 140 desibel (tingkat kebisingan). Lebih dari itu, akan terjadi kerusakan pada gendang telinga dan organ-organ lain dalam gendang telinga.
Sementara ambang batas maksimum yang aman bagi manusia adalah 70 desibel. Nah, bisa dibayangkan apa yang terjadi pada orang yang setiap hari mengalami polusi suara itu. Mereka yang bekerja di atas batas tersebut, dalam jangka panjang pastilah akan mengalami gangguan pendengaran. Karenanya, disarankan untuk melakukan pemeriksaan pendengaran secara berkala sebagai upaya mencegah ketulian akibat kebisingan. Sebenarnya polusi suara bukan hanya mengganggu indera pendengaran semata. Akan tetapi, juga memicu hipertensi lantaran terpicu oleh emosi yang tidak stabil. Hasil studi epidemologis di Amerika Serikat menyebutkan, ketidakstabilan emosi akibat terpapar suara bising akan menyebabkan stres. Jika ditambah dengan penyempitan pembuluh darah, maka dapat memacu jantung untuk bekerja lebih keras memompa darah ke seluruh tubuh. Dalam waktu lama, tekanan darah akan naik dan terjadilah hipertensi. Penelitian yang sama juga dilakukan pada 2003 oleh Robert Koch Institute di Jerman. Robert meneliti 1.700 penduduk Kota Berlin. Hasilnya, orang yang hidup di tengah kebisingan lalu lintas cenderung memiliki tekanan darah tinggi ketimbang mereka yang tinggal di lingkungan lebih

tenang. Dr Heidemarie Wende yang mengepalai studi tersebut dari federal Environment Agency mengatakan, studi ini menunjukkan bahwa polusi suara meningkatkan tekanan darah dan karenanya memiliki dampak buruk bagi kesehatan jangka panjang. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), terpaan polusi suara bahkan berpotensi meningkatkan risiko serangan jantung. Tak heran, masyarakat perkotaan memiliki risiko 46 persen terkena serangan jantung dibanding masyarakat yang hidup di daerah tenang. Faktanya, bukan hanya nun jauh di Jerman sana masyarakat terkena bahaya polusi suara. Masyarakat Indonesia pun disadari atau tidak juga mengalami bahaya kesehatan akibat polusi yang satu ini. Buktinya, Indonesia masuk dalam empat besar negara dengan kasus gangguan pendengaran terbanyak di Asia. Menurut Dr Damayanti Soetjipto, pendiri Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian, 4,6 persen penderita gangguan pendengaran di Asia berasal dari Indonesia. Data WHO menyebutkan, pada 1998 terdapat sekitar 250 juta penderita gangguan pendengaran, 50 persen di antaranya berada di Asia. Para penderita gangguan pendengaran ini mudah terserang gangguan, seperti gampang marah dan stres, kata Damayanti. Lingkungan yang sehat, menurut Damayanti, memiliki tingkat kebisingan maksimal 70 desibel. Di atas angka itu, akan sangat berbahaya bagi telinga. Kalau Anda terpapar kebisingan katakanlah sampai 90 desibel itu maksimal hanya boleh satu jam. Kalau tidak, bahaya bagi pendengaran, sambung Damayanti. Sayangnya, banyak kota besar di Indonesia memiliki tingkat kebisingan di atas angka aman tersebut. Ahli THT dari Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo, Dr Ronny Suwento bersama timnya pernah mengadakan penelitian tingkat kebisingan di 25 titik di jalan raya Jakarta. Hasilnya, ternyata di 25 titik itu, terutama perempatan Senen dan Tanjung Priok, memiliki tingkat kebisingan yang mencapai 80 desibel. Penelitian itu juga menemukan sekitar 10,7 persen pedagang asongan dan kaki lima, tukang parkir, serta polisi lalu lintas yang sering terpapar kebisingan di daerah- daerah itu, mengalami gangguan pendengaran. Awalnya ketika ditanya para responden mengaku tidak mengalami gangguan pendengaran. Namun setelah dilakukan tes dengan menggunakan soundproof, dan alat lain di lingkungan yang steril, mereka terbukti mengalami gangguan pendengaran. Ronny menjelaskan, gangguan pendengaran itu bersifat gradual. Orang sering kali tidak sadar bahwa mereka telah mengalami gangguan pendengaran. Maka itu, untuk mengetahui apakah seseorang mengalami gangguan pendengaran dapat dilakukan dengan patokan berikut. Umumnya, gangguan itu terjadi pada frekuensi tinggi, sekitar 4.000 Hz. Orang baru sadar ada gangguan jika gangguan itu mulai masuk ke frekuensi 5002.000 Hz. Ini frekuensi yang sering didengar orang. Kerasnya kurang lebih seperti percakapan sehari-hari. Jadi jika ada orang bicara, dia agak tidak mendengar dan baru sadar kalau terkena gangguan pendengaran, kata Ronny. Jika Anda selalu terpapar polusi suara, sebaiknya gunakan pelindung telinga atau ear plug ataupun flat attenuator yang biasa digunakan oleh teknisi musik saat menyiapkan konser.

Anda mungkin juga menyukai