Anda di halaman 1dari 24

Rubrik Ekonomi Makro

Perkembangan Inflasi
Tren penurunan inflasi IHK terus berlanjut di Januari 2012. Secara tahunan inflasi IHK menurun menjadi 3,65% (yoy) dari 3,79% (yoy) di Desember 2011. Penurunan inflasi di dorong terutama oleh inflasi kelompok inti yang terjaga dan inflasi volatile food yang menurun. Sementara inflasi administered prices sedikit meningkat karena dipicu kenaikan tarif cukai rokok yang cukup besar. Inflasi kelompok volatile food masih menunjukkan perlambatan, kendati harga beras kembali meningkat. Kelompok volatile food pada Januari 2012 mencatat inflasi yang cukup tinggi 2,02% (mtm) namun secara tahunan sedikit menurun menjadi 2,97% (yoy) dari sebelumnya 3,37% (yoy). Sisi pasokan dan distribusi yang relatif terjaga serta tekanan harga pangan global yang cukup rendah mendorong rendahnya inflasi volatile food. Harga cabai dan bawang merah masih terus terkoreksi seiring panen di beberapa sentra produksi. Bawang merah juga mengalami deflasi terutama karena tingginya pasokan dalam negeri serta tambahan impor. Sementara itu, sumber inflasi volatile food bulan ini terutama adalah beras seiring musim paceklik awal tahun (sumbangan inflasi 0,18%). Untuk meredam tekanan kenaikan harga beras, selama bulan Januari pemerintah (BULOG) telah melakukan operasi pasar (OP) yang cukup intensif, mencapai sekitar 50 ribu ton. Inflasi kelompok inti relatif terkendali, didorong oleh penurunan harga komoditas global non energi, ekspektasi inflasi yang terus membaik di tengah nilai tukar yang stabil, serta masih memadainya respon sisi penawaran. Meski secara bulanan inflasi inti meningkat dari bulan sebelumnya 0,28% (mtm) menjadi 0,44% (mtm), secara tahunan inflasi inti masih menunjukkan perlambatan yaitu dari 4,34% (yoy) menjadi 4,29% (yoy). Secara bulanan, inflasi inti yang meningkat tersebut terkait dengan faktor penyesuaian harga di awal tahun serta periode liburan sekolah dan penyambutan hari raya Imlek. Kenaikan inflasi administered prices terutama didorong oleh kenaikan tarif cukai rokok per 1 Januari 2012 rata-rata sebesar16%. Inflasi kelompok administered prices menjadi 0,43% (mtm) atau 2,96%(yoy). Hal tersebut karena kebijakan pemerintah terkait kenaikan harga cukai rokok rata-rata yang mencapai hingga 16% jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya (6%). Dengan kenaikan tersebut, khusus pada bulan ini, komoditas rokok memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,06% (mtm). Ke depan, tren perlambatan inflasi IHK diperkirakan tertahan karena rencana penyesuaian HPP beras, penerapan UU Hortikultura dan rencana penyesuaian administered prices (BBM bersubsidi dan TTL). Rencana kenaikan HPP yang dimaksudkan untuk mempertahankan kesejahteraan petani diperkirakan turut mendorong kenaikan harga beras di pasar (jalur ekspektasi), meskipun posisi harga saat ini sudah lebih tinggi dari rencana HPP baru. Selain itu, terkait dengan tindak lanjut UU Hortikultura, pada Maret 2012 akan mulai dilakukan pengaturan impor hortikultura sehingga perlu dicermati dampaknya terutama melalui jalur kenaikan ongkos transportasi.
(Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi)

Perkembangan Ekspor Impor

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Februari 2012

Rubrik Ekonomi Makro

Pertumbuhan Ekonomi 2011


Pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil selama tahun 2011 mencapai 6,5% ditengah ketidakpastian global. Nilai PDB nominal 2011 sebesar Rp. 7.427,1 triliun. Tingkat PDB per kapita 2011 mencapai Rp. 30, 8 juta atau US$ 3.542,9 dengan laju peningkatan sebesar 13,8% dibanding tahun 2010 yang sebesar Rp. 27,1 juta atau US$ 3.010,1. Secara sektoral, struktur PDB terbesar adalah sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran masing-masing sebesar 24,3%, 14,7%, dan 13,8%. Namun, pertumbuhan sektor industri pengolahan dan sektor pertanian masih dibawah pertumbuhan ekonomi keseluruhan yakni masingmasing sebesar 6,2% dan 3% (lebih tinggi dibandingkan tahun 2010). Sementara sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 9,2%. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 10,7%. Terdapat pergeseran dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Sektor industri pengolahan dan sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar. Apabila tingkat pertumbuhan sektor-sektor tersebut tinggi, maka penyerapan tenaga kerja juga tinggi. Sehingga elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja akan meningkat. Dari hasil perhitungan BPS, sejak 2006 setiap 1% pertumbuhan menyerap sekitar 400.000-450.000 tenaga kerja. Namun untuk 2011 belum ada hasil perhitungannya. Menurut penggunaan, konsumsi domestik masih menjadi penyumbang terbesar dalam PDB yakni mencapai 54,6%. Kemudian investasi PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) sebesar 32%. Laju pertumbuhan tertinggi dicapai oleh ekspor dan impor yang tercatat sebesar 13,6% dan 13,3%. Sementara untuk pertumbuhan PMTB sebesar 8,8% (meningkat dibanding tahun 2010 sebesar 8,5%). Secara spasial, struktur perekonomian Indonesia masih didominasi oleh Pulau Jawa sebesar 57,5%. Kemudian Pulau Sumatera sebesar 23,5%. Sektor primer lebih didominasi oleh wilayah di luar Pulau Jawa (74,3%). Sementara sektor sekunder dan tersier didominasi oleh Pulau Jawa. Dari data PDB tersebut dapat dilihat bahwa kondisi makroekonomi selama 2011 stabil. Namun masih ada permasalahan yaitu ketimpangan baik secara sektoral maupun spasial. Sektor perdagangan, hotel, restoran dan sektor pengangkutan, komunikasi (nontradeable) tumbuh tinggi, tetapi hanya menampung sedikit tenaga kerja sehingga pekerja di sektor tersebut menikmati pendapatan yang tinggi. Hal yang berbeda terjadi di sektor industri pengolahan dan pertanian (tradeable) yang tumbuh rendah, namun penyerapan tenaga kerjanya tinggi. Konsekuensinya, pekerja di kedua sektor itu menerima pendapatan yang lebih rendah.Tingkat ketimpangan juga dapat dilihat dari gini ratio. Tingkat gini ratio Indonesia pada tahun 2010 sebesar 0,38, meningkat dibandingkan tahun 2009 (0,37). Semakin tinggi gini ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin meningkat. (MS)

Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Februari 2012

Rubrik Ekonomi Makro

PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN TRIWULAN IV - 2011


Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan IV 2011 masih mengalami defisit yaitu sebesar US$3.73 miliar meskipun lebih baik dari kuartal III. Tekanan terbesar berasal dari transaksi modal dan finansial karena capital outflow dana asing jangka pendek. Sementara itu, transaksi berjalan juga sedikit tertekan karena peningkatan impor. Akibatnya, cadangan devisa turun menjadi US$110.1 miliar pada akhir Desember 2011 yang setara dengan 6,4 bulan kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Tekanan transaksi modal dan finansial mengalami defisit sebesar US$1.37 miliar. Pada kuartal IV, terjadi pembayaran utang utang luar yang cukup besar di sektor swasta khususnya perusahaan bukan lembaga keuangan sehingga membuat neraca investasi lainnya defisit hingga mencapai US$3.17 miliar. Neraca investasi portofolio mengalami perbaikan meskipun masih defisit setelah jatuh tempo SBI milik investor asing pada kuartal III. Sementara itu, aliran Foreign Direct Investment (FDI) mengalami peningkatan menjadi US$4.38 miliar karena banyak dana masuk untuk pembiayaan infrastruktur. Transaksi berjalan mengalami defisit sebesar US$944 miliar. Ini merupakan defisit transaksi berjalan untuk pertama kali sejak tahun 2008. Neraca barang Indonesia masih surplus US$7.44 miliar, tetapi lebih kecil dibandingkan kuartal
Perkembangan Neraca Pembayaran

III. Tingginya aktivitas ekonomi Indonesia menyebabkan peningkatan impor non migas. Sementara itu, ekspor justru mengalami penurunan akibat imbas tidak langsung dari krisis Eropa. Penurunan ekspor China ke Eropa membuat impor bahan baku dari Indonesia mengalami penurunan. Selain itu, defisit transaksi berjalan juga disebabkan oleh besarnya defisit neraca jasa mencapai US$11.82 miliar. Defisit neraca jasa disebabkan oleh peningkatan pengeluaran jasa angkutan seiring dengan peningkatan volume perdagangan internasional. (AFA)

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Februari 2012

Rubrik Ekonomi Internasional

Kondisi Global Masih Berkabut


Beberapa rilis lembaga internasional dan bank investasi kompak menggambarkan situasi ekonomi global yang masih suram. Bahkan pertumbuhan ekonomi global 2012 diprediksi melambat dari 2011 lalu karena tidak sedikit yang pesimis mencermati prospek China. Ekonom Bank Dunia dalam kajian ekonomi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa laju ekonomi global bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Ekonomi di negara berkembang akan tumbuh 5,4% di tahun 2012, sementara negara-negara dengan pendapatan tinggi hanya akan menikmati pertumbuhan sebesar1,4%. Proyeksi ini sekaligus mengkoreksi turun angka pertumbuhan pada rilis sebelumnya pada Juni 2011, di mana ekonomi negara berkembang tumbuh 6,2% dan negara maju 2,6%. Telunjuk tidak akan beralih dari persoalan di zona Eropa ketika membahas pokok perlambatan ekonomi Global. Resiko di pasar uang yang ditandai oleh pergerakan 5-th souvereign credit default swap di Irlandia, Spanyol dan Italia berada di atas 300 poin, bahkan Portugal bergerak di atas 1000 poin. Kondisi ini semakin memperuncing keadaan yang tidak pasti. Pada waktu terpisah, Ekonom Regional Barclays Capital dalam sesi pertukaran informasi pun turut mengkonfirmasi kondisi yang masih kelam. Goyangan ekonomi Eropa menjadi pemicu siklus global termasuk ke Asia. Kegiatan ekonomi negara berkembang terpantau akan melambat karena ekses zona Eropa yang sudah jatuh ke krisis pada kuartal IV tahun lalu. Kembali kepada rilis Bank Dunia, aliran kapital ke negara berkembang yang dipantau dari 3 dinamika instrumen, yakni pinjaman sindikasi, penerbitan obligasi dan penempatan modal turun hingga 45% pada pertengahan tahun lalu kemudian turun lagi menjadi 50% pada akhir tahun lalu dibanding posisi 2010. Dengan gejala ini, imunitas pasar aktiva Indonesia diperkirakan terganggu. Sejak akhir Juli 2011 hingga awal Februari 2012, local equity index turun 4%, dan Rupiah mengalami depreasi 5,7% terhadap US$. Namun, minat pada obligasi 5 tahun masih terbilang bagus karena yield turun 103 basis poin. Kerentanan terletak pada investor non-residen yang terus mengurangi porsi kepemilikannya pada kuartal III tahun lalu dan berakibat terjadi kontraksi di neraca pembayaran. Dari sisi bisnis, puchasing managers index yang saat ini tengah menjadi acuan para pebisnis menunjukkan situasi pelemahan berlanjut sejak awal tahun lalu. Sementara Barclays Capital melihat Global Manufacturing Confidence justru mulai beranjak naik akhir tahun lalu yang didorong oleh perbaikan kondisi US manufacturing. Melihat kondisi yang masih suram, baik Bank Dunia maupun Barclays Capital setidaknya sependapat untuk memacu fiskal sebagai opsi mendongkrak permintaan domestik. Mencermati saat ekonomi Indonesia bertahan dari krisis 2008 karena pasar domestik yang terjaga baik, sudah tepat jika terus menjaga suasana kepercayaan konsumen domestik yang telah mendorong pertum-buhan ekonomi kurang lebih sebesar 60%. Hal yang perlu diperhatikan dengan kebijak-an ini menurut laporan Moodys Analytics adalah fiscal space yang memadai. Sebagai tantangannya adalah lonjakan harga minyak dunia dipicu konflik Iran berpotensi menekan fiscal space Indonesia bergerak leluasa karena terikat kebijakan subsidi. (EP2)

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Februari 2012

Rubrik Ekonomi Internasional

Tantangan 2012 : Pemburukan Kondisi Kawasan Euro


Sejumlah proyeksi ekonomi yang diterbitkan oleh lembaga internasional seperti World Bank, IMF, dan ADB menunjukkan semakin besarnya resiko penurunan kondisi ekonomi Eropa. Terdapat sejumlah masalah yang sulit dicapai kesepakatan sehingga mengancam kegagalan zona euro menyelesaikannya seperti konsolidasi fiskal dan pinjaman penyelesaian utang pemerintah. Untuk mengantisipasi dampak kegagalan tersebut, Oxford Economics dalam publikasi pertengahan Februari 2012 menyajikan hasil model ekonomi dengan skenario pemburukan kawasan zona Euro dan dampaknya terhadap ekonomi dunia. Dalam publikasi tersebut disampaikan meskipun ada beberapa perbaikan indikator Eropa seperti penurunan yield obligasi dan peningkatan pinjaman ECB, namun belum menghindari kemungkinan kegagalan Eropa dalam menyelesaikan masalah krisis. Indeks PMI (purchase manager index) masih di bawah level 50 meskipun belakangan ini naik, akan tetapi level ini menunjukkan bahwa aktivitas ini masih mengalami kontraksi. Pasar keuangan Eropa juga menunjukkan pengetatan meskipun ECB telah memompakan likuiditas dengan meningkatkan pinjaman. Dana deposit terus turun sehingga ada pengetatan kredit kepada dunia usaha. Pengganda uang (money multiplier) mengalami tren penurunan sejak 2008 yang berarti kemampuan tambahan money base untuk menciptakan M3 terus berkurang. Dari kondisi tersebut dan ditambah pengetatan fiskal hingga 2013, zona euro diperkirakan mengalami resesi tahun 2012 dan akan terjadi peningkatan pengangguran hingga tahun 2013. Perkembangan perekonomian AS selama Januari menunjukan sinyal pemulihan lebih jelas yang tercermin dari data asuransi atas klaim pengangguran yang menurun, adanya kenaikan upah dan perbaikan indeks ISM. Namun demikian, aktivitas pemulihan aktivitas sektor perumahan masih lemah dan tampaknya akan berlangsung lama. Pada skenario Oxford Economics Februari 2012 diprediksi pemulihan perekonomian AS di 2012 dan 2013 akan berjalan moderat pada tingkat pertumbuhan 2,3-2,5% dengan laju inflasi berkisar 1,9-2,1% (lebih rendah dibandingkan prediksi bulan Januari). Selanjutnya pada kawasan Emerging Market diperkirakan nilai tukar mata uangnya akan berlanjut menguat tajam seiring dengan upaya investor mengalihkan dananya ke aset-aset yang lebih aman. Rupee India dan Peso Meksiko menguat 8% atau lebih pada periode Juli-Oktober 2011. Pemulihan pasar global ini terjadi bersamaan dengan perkembangan positif dari perekonomian Brazil dan India. Di Brazil, perbaikan signifikan data PMI manufaktur dan jasa bulan Desember dan Januari mengindikasikan bahwa pembalikan akan terjadi hingga

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Februari 2012

Rubrik Ekonomi Internasional

2012. Di India, indeks PMI manufaktur dan jasa berbalik melambung tajam pada 2 bulan terakhir setelah tergelincir tajam di pertengahan 2011. Berbeda halnya dengan 2 negara emerging lainnya, perkembangan terakhir China masih beragam. Meski pertumbuhan kuartal IV tahun 2011 mencapai 8,9%, survei PMI bulan Januari menunjukkan pelemahan atau kontraksi yang dimungkinkan karena kekhawatiran akan terjadinya perlambatan pasar properti masih berlanjut. Tren inflasi Cina juga meningkat, terutama pada harga non-makanan, namun pemerintah Cina belum merasa perlu untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter. Namun demikian, Cina masih memiliki sumber daya yang banyak untuk mendukung pertumbuhan melalui kebijakan moneter dan fiskal, bahkan jika situasi ekonomi kian memburuk. Dengan skenario umum, Oxford Economics Februari 2012 memprediksi PDB Cina akan tumbuh 8,4% di 2012, lebih tinggi 0,2% dari prediksi Oxford Economics bulan Januari. Perkembangan ekonomi Indonesia cenderung menimbulkan sentimen positif. Pertumbuhan investasi double digit pada kuartal IV tahun 2011 yang mencapai 11,52% (yoy) menurut Oxford Economics telah mengantarkan Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi (yoy) 2011 pada tingkat 6,5%. Namun demikian, prestasi pertumbuhan investasi double digit seperti di kuartal IV tahun 2011

diprediksi tidak terulang pada periode 2012 hingga 2016. Dengan skenario umum, pertumbuhan investasi tahun 2012 diprediksi mencapai 8,2%, lebih rendah dari proyeksi Januari yang masih berkisar 8,6%. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi masih tetap diprediksi dapat mencapai 6,2% di tahun 2012. Prediksi harga minyak dunia naik 1,4 menjadi US$105,9 per barel. Kenaikan prediksi harga minyak dunia ini berdampak pada proyeksi Oxford Economics Februari 2012 atas inflasi IHK. Inflasi IHK Amerika dan Jepang diprediksi lebih rendah dibandingkan sebelumnya ke level 1,9% dan 0,1%. Sedangkan Inflasi China, zona euro, dan inflasi dunia diprediksi lebih tinggi dibanding sebelumnya ke level 2,9%, 2,0% dan 2,4% pada tahun 2012. Selain skenario dasar, dalam laporan yang dirilis pertengahan Februari 2012, Oxford Economics juga mengantisipasi proyeksi kondisi perekonomian dunia jika krisis yang terjadi di kawasan Eropa semakin berlarut larut (disorderly eurozone default scenario). Skenario ini diprediksikan dapat terjadi dengan peluang sebesar 35% yang akan ditandai dengan kegagalan zona Eropa dalam mencapai suatu kesepakatan solusi mengatasi krisis, satu atau lebih dua negara Eropa akan mengalami kondisi gagal bayar utang (default) serta tingkat kepercayaan bisnis dan konsumen yang jatuh secara drastis. Jika skenario ini yang terjadi, tentunya akan ada dampak yang dirasakan oleh

ekonomi Eropa dan dunia. Menurut analisis Oxford Economics, kondisi krisis berkepanjangan di kawasan Eropa dapat membuat perekonomian Eropa terpukul hingga tahun 2014 dengan pertumbuhan ekonomi kawasan yang bahkan mencapai posisi negatif di angka mendekati -8%. Posisi ini bahkan lebih rendah dibandingkan perlambatan ketika krisis tahun 2009 yang hanya mencapai -5% hingga -6%. Efek krisis Eropa ini pun akan mengguncang perekonomian dunia secara keseluruhan meskipun tidak sampai menyentuh angka pertumbuhan negatif. Dengan skenario disorderly eurozone default ini, ekonomi dunia diperkirakan hanya dapat tumbuh di kisaran 1%-3% sepanjang tahun 2012-2014. Langkah konkrit guna mengatasi Krisis Eropa harus segera dilakukan. Catatan khusus Oxford Economics menyatakan bahwa dua langkah yang dapat dilakukan ialah kesepakatan fiskal antar negara di kawasan Eropa dan pembelian obligasi dalam jumlah besar oleh Euro Central Bank (ECB). Kedua opsi ini diharapkan dapat mencegah krisis dalam jangka pendek, walaupun sebenarnya masih sulit dilakukan karena adanya hambatan kepentingan politik antar negara. (AFA)
Sumber: Laporan Oxford Economics , Februari 2012

10

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Februari 2012

Rubrik Utama

Liputan Wawancara dengan Salah Satu Industri Alas Kaki di Jawa Timur
Untuk memperoleh fakta tenaga kerja dari sisi permintaan atau pengguna tenaga kerja, tim peneliti-an TEK bertemu muka dengan pengusaha industri alas kaki di Jawa Timur yang tergolong padat karya (labor intensive). Pada kesempatan tersebut, tim memperoleh penjelas-an dari industri alas kaki PT. Wangta Agung dan Manajer Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jawa Timur, Bapak Tukijan. Industri alas kaki menyerap banyak tenaga kerja terampil. Umumnya, para pekerja industri alas kaki berpendidikan minimal SMP dan bertempat tinggal di sekitar pabrik. Disadari jika tingkat belakang pendidikan pekerja yang rendah menjadi kendala bagi perusahaan. Pemilik industri mengakui jika para pekerja awalnya belum terampil (unskilled labour), sehingga mereka harus diberikan pelatihan yang intensif. Pelatihan diberikan secara terus menerus baik sebelum maupun setelah berada di pabrik yang disesuaikan dengan bagian yang akan dikerjakan. Aprisindo Jawa Timur juga ikut serta dalam memberikan pelatihan kepada pekerja industri alas kaki dengan sistem Training of Trainer (ToT). Sumber pembiayaan pelatihan tersebut berasal dari APBD. Rata-rata pemberian pelatihan selama 5-20 hari kerja sesuai dengan kemampuan dan keahlian pekerja. Tenaga kerja yang terampil sangat dibutuhkan oleh industri alas kaki, sehingga kadang kala terjadi perebutan tenaga kerja terampil antar industri alas kaki karena masih kurangnya ketersediaan tenaga kerja terampil. Koordinasi penetapan Upah Minimum Regional (UMR) dilakukan dalam Dewan Pengupahan Daerah yang terdiri dari pihak terkait (Tripartit) yaitu Pemda, Pengusaha, Serikat Buruh sebelum UMR ditandatangani bersamasama. Dewan Pengupahan Daerah di Jawa Timur sampai sejauh ini berjalan dengan baik. Namun, sebelum rapat tripartit sebaiknya dikoordinasikan terlebih dahulu kepada Serikat Buruh dan Asosiasi Pengusaha lainnya. Hal tersebut karena Serikat Buruh dan Asosiasi Pengusaha terdiri dari berbagai organisasi. Apabila memungkinkan juga diperlukan penetapan UMR sektoral mengingat setiap sektor industri memiliki karakteristik dan struktur biaya produksi yang berbeda-beda. Setiap tahun para pengusaha Jawa Timur menyesuaikan upah untuk tenaga buruh sesuai dengan UMR yang telah ditetapkan oleh Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur. Selain upah yang sesuai dengan UMR, pekerja juga mendapatkan uang bonus apabila mencapai target dan uang lembur serta THR. Biaya keselamatan kerja dan pensiun yang berupa pesangon juga ditanggung oleh Perusahaan. Untuk industri alas kaki, porsi biaya tenaga kerja terhadap seluruh biaya produksi sebesar 30%. Margin antara biaya produksi dengan harga jual hanya sekitar 5%-10%. Hal tersebut mengharuskan industri alas kaki agar efisien. Industri alas kaki merupakan salah satu industri yang cukup fluktuatif karena tergantung akan permintaan. Selain harapan ketersediaan tenaga kerja terampil yang mencukupi, industri alas kaki juga mengharapkan ketersediaan bahan baku, suasana perburuhan yang kondusif, struktur pasar yang efisien, UMR yang bisa diterima semua pihak serta perbaikan regulasi baik dalam kegiatan perdagangan maupun investasi. (MS dan AW)

Suryanto (kiri) - PT. Wangta Agung dan Tukijan (kanan )- Manajer Eksekutif Aprisindo Jawa Timur

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Februari 2012

17

Rubrik Utama

Liputan Wawancara dengan Serikat Pekerja Nasional Kota Gresik


pekerjaan yang layak. Kedua, ketentuan upah minimum yang tersedia disesuaikan dengan kebutuhan tenaga kerja perseorangan/lajang. Sedangkan upah minimum seharusnya dibedakan bagi tenaga kerja yang masih lajang dan yang sudah berkeluarga. Ketiga, pemenuhan hak tenaga kerja berupa jaminan sosial seringkali tidak dipenuhi akibat besarnya premi bulanan yang harus dibayarkan. Pemenuhan hak tenaga kerja seringkali tidak terpenuhi bagi tenaga kerja kontrak dan outsourcing. Menurut Serikat Pekerja, status tenaga kerja kontrak seharusnya hanya berlaku bagi tenaga kerja profesional dengan keahlian tertentu dan tingkat gaji yang sudah cukup tinggi, misalnya di atas Rp 5 juta/bulan. Karena tenaga kerja kontrak dengan klasifikasi yang lebih rendah seringkali tidak terpenuhi hakhaknya. Selanjutnya, Serikat Pekerja berpendapat peraturan pemerintah terkait outsourcing masih menimbulkan banyak celah permasalahan. Outsourcing dalam suatu perusahaan seharusnya hanya pada bidang-bidang non-inti usaha. Sehingga bidang yang boleh ditangani oleh tenaga kerja outsourcing dapat bervariasi antar perusahaan. Namun, hingga saat ini belum ada klasifikasi yang jelas dan objektif terkait bidang inti usaha dan bidang non-inti usaha dalam suatu perusahaan. Dalam rangka memperjuangkan pemenuhan hak-hak tenaga kerja, Serikat Pekerja mengedepankan diplomasi yang mengutamakan hubungan industrial yang baik. Dalam menjaga hubungan industrial tersebut, menurut Khalid, SH baik pengusaha dan serikat pekerja perlu menekankan kemitraan yang mencakup: kemitraan dalam pemberdayaan; kemitraan dalam meningkatkan produktivitas; dan kemitraan dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Oleh karena itu, jika terjadi masalah industrial, penyelesaian masalah diupayakan dapat diselesaikan pada tingkat bipartit (antara pengusaha dan tenaga kerja). Jika perundingan kedua kali tidak menemukan titik temu, maka Serikat Pekerja akan menempuh upaya lain. Upaya lain diantaranya dengan melibatkan peran pemerintah melalui pengawasan. Sedangkan unjuk rasa dan mogok kerja dilakukan jika upayaupaya normatif yang telah ditempuh tidak membuahkan hasil. Di sisi lain, Serikat Pekerja memainkan peran untuk mendukung peningkatan kapasitas tenaga kerja. Selain memberikan pelatihan dan edukasi advokasi bagi anggotanya, Serikat Pekerja pada umumnya juga memberikan pelatihan dan edukasi untuk mendorong produktivitas tenaga kerja. Dengan demikian pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja diharapkan dapat seimbang dan optimal. (RA dan WP)

Khalid, SH (Ketua Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Nasional/ DPC SPN Kota Gresik) SPN merupakan organisasi ketenagakerjaan yang ruang lingkupnya mencakup tenaga kerja industri tekstil, synthetic fiber, sandang dan mainan, sepatu dan kulit, perdagangan dan jasa serta industri umum.

Meskipun aktivitas ekonomi di daerah Jawa Timur berjalan dengan baik, namun penurunan jumlah pengangguran dirasa masih belum optimal. Hal tersebut menurut Khalid, SH (Ketua DPC SPN Kota Gresik) disebabkan oleh proses penyampaian info lowongan kerja yang tidak lancar. Oleh karena itu dibutuhkan peran aktif pemerintah untuk menyediakan media informasi lowongan kerja yang dapat diakses oleh masyarakat luas. Di saat yang sama, Serikat Pekerja menilai bahwa pemenuhan hak tenaga kerja masih belum optimal. Pertama, tenaga kerja seringkali tidak memperhatikan aspek pemenuhan hak saat menandatangani kontrak kerja. Hal tersebut menurut Serikat Pekerja akibat kebutuhan ekonomi yang mendesak dan kesulitan memperoleh

18

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Februari 2012

Rubrik Utama

Liputan Wawancara dengan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Jawa Timur
Struktur ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur didominasi oleh kelompok angkatan kerja. Dari total 28.440.153 penduduk usia kerja di tahun 2011, 69,49% nya termasuk dalam angkatan kerja, sedangkan 30,51% nya bukan termasuk kelompok angkatan kerja. Persentase angkatan kerja yang tinggi ini tidak berbanding lurus dengan tingkat pendidikan karena rata-rata tingkat pendidikan angkatan kerja di Jawa Timur relatif masih rendah. Lebih dari separuh total angkatan kerja Jawa Timur masih berpendidikan SD (53,70% di tahun 2011). Dominasi lulusan SD dalam struktur angkatan kerja Jawa Timur ini berkaitan dengan tingginya jumlah penganggur terbuka yang hanya berpendidikan SD. Pada tahun 2011, persentase penganggur terbuka berpendidikan SD tertinggi ketiga (22,87%) setelah SMTP (26,20%), dan SMTA UMUM (24,29%). Untuk mengimbangi peluang kerja di perkotaan yang tergolong tinggi, pemerintah Jatim telah melakukan upaya-upaya perluasan kesempatan kerja di pedesaan. Sebagai salah satu upaya dilakukan dengan pola pengembangan desa produktif yang dapat menumbuhkan embrio sentra usaha produktif di pedesa-an. Pola ini diharapkan dapat menjadi sumber penggerak ekonomi setempat karena sifatnya berkelanjutan dan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak, sehingga efektif membendung arus migrasi tenaga kerja terampil dari desa ke kota. Kemudian untuk mengatasi tingkat upah di perkotaan yang relatif tinggi dibandingkan dengan di pedesaan, pemerintah Jatim, melalui bupati/walikota tiap tahun memutuskan besaran UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota). Meskipun selalu ada proses revisi setiap tahun, penetapan UMK Jawa Timur setiap tahun selalu diwarnai pro-kontra dari pihak tenaga kerja dan serikat pekerja, yang terutama terjadi di wilayah Kab./Kota kawasan padat industri. Pro-kontra ini mempermasalahkan hasil survei KHL, terutama dalam hal item komponen KHL yang dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini sehingga perlu direvisi. Namun karena item komponen KHL mengacu pada peraturan pusat, proses revisi menjadi tidak mudah. Secara umum dari tahun 2000-2011, kab/kota yang memiliki UMK tertinggi adalah Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Malang (Kab/Kota). Prospek peluang kerja di perkota-an memang relatif lebih banyak dari kesempatan di pedesaan karena kesempatan kerja sektor formal di perkotaan lebih tinggi. Untuk itu pemerintah secara beriringan mendorong optimalisasi perluasan lapangan kerja di sektor formal dan informal. Kebijakan perluasan lapangan kerja secara masif menjadi kebijakan strategis pemerintah Jatim sehingga mampu menurunkan angka TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) pada 2011. Kebijakan lebih fokus pada pengurangan angka pengangguran melalui penciptaan lebih banyak kesempatan kerja di sektor informal, sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran secara signifikan. Namun, kebijakan ini tidak secara langsung berkontri-busi pada pengurangan angka kemiskinan Jatim selama periode 2007-2011. Selain memperluas kesempatan kerja, pemerintah Jatim juga melakukan upaya peningkatan kualitas dan kapasitas tenaga kerja, antara lain melalui beberapa upaya, yakni: (a) pengembangan 16 UPT Pelatihan Kerja (Balai Latihan Kerja atau BLK) menjadi bertaraf internasional hingga tahun 2013; (b) Melakukan pelatihan dengan kurikulum yang berorientasi pada dunia kerja melalui pola 3 in 1 (Three in One) Plus Plus yang akan menjadi terobosan baru di tahun 2012. Bersamaan dengan upaya-upaya di atas, pemerintah juga meningkatkan kualitas perlindungan tenaga kerja, antara lain melalui: 1) pengawasan ketat terhadap Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja (PPJP); 2) penarikan pekerja anak dari tempat kerja melalui pendampingan; 3) pengawasan ketat terhadap pemberlakuan UMK, dll. Dengan struktur, dinamika, dan kebijakan ketenagakerjaan Jawa Timur tersebut, dapat diambil pelajaran bahwa peningkatan perluasan kesempatan kerja di sektor formal dan informal masih tetap perlu didukung upaya peningkatan kualitas dan kapasitas tenaga kerja. (APN)

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Februari 2012

19

Rubrik Penyaluran KUR

Realisasi Penyaluran KUR Januari 2012


Pada tahun 2012, target penyaluran KUR ditingkatkan menjadi Rp. 30 triliun (T), setelah mempertimbangkan realisasinya pada tahun 2011 mencapai sekitar Rp. 29 T. Selama Januari 2012, penyaluran KUR tercatat sebesar Rp. 1,73 T. Penyaluran KUR secara kumulatif (November 2007 - Januari 2012) tercatat Rp. 65, 2 T dengan jumlah debitur 5,8 juta UMKM. Secara rata-rata tiap debitur menerima kredit sebesar Rp. 11,8 juta dan tingkat NPL rata-rata sebesar 2,56%. Bank BRI dengan kontribusi KUR Mikro yang dominan masih merupakan bank penyalur KUR tertinggi. Realisasi penyaluran KUR oleh BPD pada bulan Januari 2012 mencapai Rp. 197,1 miliar (M). Dengan realisasi tersebut maka sejak November 2007 sampai Januari 2012 kelompok BPD telah menyalurkan KUR sebesar Rp. 6,1 T kepada 77.467 UMKM. Tingkat rata-rata NPL untuk BPD sebesar 3,4%. Bank Jatim dan Bank Jabar-Banten merupakan BPD penyalur KUR tertinggi. Secara kumulatif (November 2007 Januari 2012), dilihat dari sektor yang menerima KUR maka sektor perdagangan masih dominan. Sementara penyaluran KUR ke sektor pertanian dan perikanan sebesar 17%. Berdasarkan sebaran regional, secara kumulatif penyaluran KUR tertinggi pada Provinsi Jawa Timur sebesar Rp. 10,1 T. Kemudian Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp. 9,6 T. Realisasi penyaluran KUR untuk luar Jawa masih belum optimal. Provinsi dengan penyaluran KUR terendah diantaranya Bangka Belitung dan Irian Jaya Barat Selanjutnya mengenai perkembangan KUR kepada tenaga kerja Indonesia ( KUR TKI). Sejak peluncuran KUR TKI oleh Presiden pada tanggal 14 Desember 2010, penyaluran KUR TKI masih belum optimal. Penyaluran KUR TKI sampai dengan Januari 2012 tercatat sebesar Rp 2,6 M dengan jumlah debitur sebanyak 239 TKI. Secara rata-rata tiap debitur menerima KUR TKI sebesar Rp. 10,6 juta. Sampai saat ini, hanya BRI yang sudah menyalurkan KUR TKI. Menurut provinsi, penyaluran KUR TKI tertinggi sampai dengan Januari 2012 adalah Provinsi Jawa Timur yang merupakan daerah kantong TKI yaitu sebesar Rp. 1,22 M (sekitar 47,1% dari total KUR TKI) dengan jumlah debitur sebesar 92 TKI. Kemudian Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp. 1,18 M dengan jumlah debitur terbesar 118 TKI dan Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp. 192 juta dengan jumlah debitur 29 TKI. Sampai dengan Januari 2012, mayoritas negara tujuan TKI yang dibiayai keberangkatannya melalui KUR TKI adalah Brunei Darussalam sebesar Rp. 1,18 M dengan jumlah debitur 118 TKI, Hongkong sebesar Rp. 943 juta dengan jumlah debitur 50 TKI dan Malaysia sebesar Rp. 472 juta dengan jumlah debitur 71 TKI. Menurut lapangan kerja, umumnya para debitur KUR TKI bekerja di negara tujuan pada sektor konstruksi tercatat sebanyak 171 TKI dengan kredit sebesar Rp. 1,5 miliar. Debitur KUR TKI yang akan bekerja sebagai pembantu rumah tangga sebanyak 45 TKI dengan kredit sebesar Rp. 900 juta. Debitur KUR TKI bekerja di pabrik sebanyak 18 TKI dengan kredit Rp. 126 juta dan penjaga rumah sebanyak 5 TKI dengan kredit sebesar Rp. 43 juta. Pada tahun 2012, Komite Kebijakan KUR akan terus mendorong kerjasama Bank Penyalur KUR dengan pemerintah daerah bagi peningkatan penyaluran KUR kepada TKI dan sektor-sektor produktif, seperti pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, dan industri kecil. (MS)

Penyaluran KUR Menurut Sektor Ekonomi (November 2007-Januari 2012)

20

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Februari 2012

Opini Pakar

Perkembangan dan Prospek Sektor Tenaga Kerja Indonesia


calon tenaga kerja. Sehingga informasi lowongan kerja lebih mudah dan cepat diterima calon tenaga kerja. Berdasarkan penjelasan tersebut, Dr. Sonny HB Harmadi menilai penurunan tingkat pengangguran Indonesia khususnya disebabkan oleh mekanisme pasar tenaga kerja yang berjalan dengan baik. Peran pemerintah dibutuhkan dalam memastikan ketersediaan dan pelaksanaan regulasi terkait pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja. Terkait dengan pemenuhan hak tenaga kerja, penentuan UMR perlu memperhatikan tingkat daya saing tenaga kerja. Jika pertumbuhan upah lebih tinggi dari pertumbuhan produktivitas tenaga kerja, maka pertumbuhan biaya produksi akan meningkat. Sehingga perlu diperhatikan proporsi upah tenaga kerja terhadap total biaya produksi. Di saat yang sama, hubungan tripatrit antara pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja perlu terus dijaga untuk mencegah dan mengatasi masalah hubungan industrial termasuk dalam penentuan tingkat upah. Selanjutnya, peran pemerintah juga diperlukan dalam mensinergikan kebijakan kependudukan, migrasi dan ketenagakerjaan. Pemerintah dinilai kurang memperhatikan bidang kependudukan yang merupakan fundamental perekonomian. Kedepannya, distribusi tenaga kerja akan bergeser ke daerah urban, seiring dengan berkembangnya daerah pedesaan menjadi perkotaan (terjadi pemekaran daerah). Selanjutnya, pemerintah disarankan untuk fokus meningkatkan hubungan bilateral, dan lebih selektif dalam pemilihan negara penempatan daripada menghentikan penempatan TKI sektor domestik yang dianggap banyak menimbulkan masalah. Saat ini, Indonesia sedang menikmati window of opportunity dimana proporsi penduduk usia produktif terhadap total penduduk meningkat. Peluang tersebut dapat dinikmati jika tenaga kerja dapat diserap oleh pasar tenaga kerja. Di sisi lain, fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan di sebagian besar negara di dunia. Oleh karena itu, produktivitas tenaga kerja Indonesia perlu terus ditingkatkan. Upaya peningkatan produktivitas tenaga kerja terutama dilakukan melalui jalur pendidikan. Institusi pendidikan dapat bekerja sama dengan industri misalnya BUMN, BUMD dan perusahaanperusahaan lokal melalui program magang dan dana riset. Kedua, peningkatan keahlian dan pelatihan khususnya pada BLK (Balai Latihan Kerja) yang melibatkan partisipasi masyarakat. Terakhir, dibutuhkan fleksibilitas pasar tenaga kerja yang memungkinkan tenaga kerja untuk berpindah dari satu sektor ke sektor lainnya. Pasar tenaga kerja Indonesia merupakan pasar yang kaku (rigid) diantara negara kawasan. Fleksibilitas pasar tenaga kerja penting untuk memberi keleluasaan tenaga kerja menemukan pekerjaan yang paling sesuai dengan preferensinya. (RA/MS/AW)

Dr. Sonny HB Harmadi Kepala Lembaga Demografi FEUI

Menurut Dr. Sonny HB Harmadi (Kepala Lembaga Demografi FEUI) penurunan tingkat pengangguran Indonesia saat ini terutama didorong oleh akselerasi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang baik meningkatkan output dan permintaan tenaga kerja. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga telah mendukung pendidikan dan teknologi informasi di Indonesia. Akselerasi pendidikan terutama telah menekan jumlah pengangguran struktural. Membaiknya pendidikan tenaga kerja mengurangi ketidaksesuaian (mismatch) antara karakteristik tenaga kerja yang tersedia dengan kebutuhan industri. Sedangkan teknologi informasi membantu mengurangi jumlah pengangguran sementara (friksional). Teknologi informasi telah memudahkan komunikasi antara pemberi kerja dan

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Februari 2012

21

Untuk informasi lebih lanjut hubungi :

Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 10710 Telepon. 021-3521843, Fax. 021-3521836 Email : tinjauan.ekon@gmail.com
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id

Anda mungkin juga menyukai