TEK Feb 2012
TEK Feb 2012
Perkembangan Inflasi
Tren penurunan inflasi IHK terus berlanjut di Januari 2012. Secara tahunan inflasi IHK menurun menjadi 3,65% (yoy) dari 3,79% (yoy) di Desember 2011. Penurunan inflasi di dorong terutama oleh inflasi kelompok inti yang terjaga dan inflasi volatile food yang menurun. Sementara inflasi administered prices sedikit meningkat karena dipicu kenaikan tarif cukai rokok yang cukup besar. Inflasi kelompok volatile food masih menunjukkan perlambatan, kendati harga beras kembali meningkat. Kelompok volatile food pada Januari 2012 mencatat inflasi yang cukup tinggi 2,02% (mtm) namun secara tahunan sedikit menurun menjadi 2,97% (yoy) dari sebelumnya 3,37% (yoy). Sisi pasokan dan distribusi yang relatif terjaga serta tekanan harga pangan global yang cukup rendah mendorong rendahnya inflasi volatile food. Harga cabai dan bawang merah masih terus terkoreksi seiring panen di beberapa sentra produksi. Bawang merah juga mengalami deflasi terutama karena tingginya pasokan dalam negeri serta tambahan impor. Sementara itu, sumber inflasi volatile food bulan ini terutama adalah beras seiring musim paceklik awal tahun (sumbangan inflasi 0,18%). Untuk meredam tekanan kenaikan harga beras, selama bulan Januari pemerintah (BULOG) telah melakukan operasi pasar (OP) yang cukup intensif, mencapai sekitar 50 ribu ton. Inflasi kelompok inti relatif terkendali, didorong oleh penurunan harga komoditas global non energi, ekspektasi inflasi yang terus membaik di tengah nilai tukar yang stabil, serta masih memadainya respon sisi penawaran. Meski secara bulanan inflasi inti meningkat dari bulan sebelumnya 0,28% (mtm) menjadi 0,44% (mtm), secara tahunan inflasi inti masih menunjukkan perlambatan yaitu dari 4,34% (yoy) menjadi 4,29% (yoy). Secara bulanan, inflasi inti yang meningkat tersebut terkait dengan faktor penyesuaian harga di awal tahun serta periode liburan sekolah dan penyambutan hari raya Imlek. Kenaikan inflasi administered prices terutama didorong oleh kenaikan tarif cukai rokok per 1 Januari 2012 rata-rata sebesar16%. Inflasi kelompok administered prices menjadi 0,43% (mtm) atau 2,96%(yoy). Hal tersebut karena kebijakan pemerintah terkait kenaikan harga cukai rokok rata-rata yang mencapai hingga 16% jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya (6%). Dengan kenaikan tersebut, khusus pada bulan ini, komoditas rokok memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,06% (mtm). Ke depan, tren perlambatan inflasi IHK diperkirakan tertahan karena rencana penyesuaian HPP beras, penerapan UU Hortikultura dan rencana penyesuaian administered prices (BBM bersubsidi dan TTL). Rencana kenaikan HPP yang dimaksudkan untuk mempertahankan kesejahteraan petani diperkirakan turut mendorong kenaikan harga beras di pasar (jalur ekspektasi), meskipun posisi harga saat ini sudah lebih tinggi dari rencana HPP baru. Selain itu, terkait dengan tindak lanjut UU Hortikultura, pada Maret 2012 akan mulai dilakukan pengaturan impor hortikultura sehingga perlu dicermati dampaknya terutama melalui jalur kenaikan ongkos transportasi.
(Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi)
III. Tingginya aktivitas ekonomi Indonesia menyebabkan peningkatan impor non migas. Sementara itu, ekspor justru mengalami penurunan akibat imbas tidak langsung dari krisis Eropa. Penurunan ekspor China ke Eropa membuat impor bahan baku dari Indonesia mengalami penurunan. Selain itu, defisit transaksi berjalan juga disebabkan oleh besarnya defisit neraca jasa mencapai US$11.82 miliar. Defisit neraca jasa disebabkan oleh peningkatan pengeluaran jasa angkutan seiring dengan peningkatan volume perdagangan internasional. (AFA)
2012. Di India, indeks PMI manufaktur dan jasa berbalik melambung tajam pada 2 bulan terakhir setelah tergelincir tajam di pertengahan 2011. Berbeda halnya dengan 2 negara emerging lainnya, perkembangan terakhir China masih beragam. Meski pertumbuhan kuartal IV tahun 2011 mencapai 8,9%, survei PMI bulan Januari menunjukkan pelemahan atau kontraksi yang dimungkinkan karena kekhawatiran akan terjadinya perlambatan pasar properti masih berlanjut. Tren inflasi Cina juga meningkat, terutama pada harga non-makanan, namun pemerintah Cina belum merasa perlu untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter. Namun demikian, Cina masih memiliki sumber daya yang banyak untuk mendukung pertumbuhan melalui kebijakan moneter dan fiskal, bahkan jika situasi ekonomi kian memburuk. Dengan skenario umum, Oxford Economics Februari 2012 memprediksi PDB Cina akan tumbuh 8,4% di 2012, lebih tinggi 0,2% dari prediksi Oxford Economics bulan Januari. Perkembangan ekonomi Indonesia cenderung menimbulkan sentimen positif. Pertumbuhan investasi double digit pada kuartal IV tahun 2011 yang mencapai 11,52% (yoy) menurut Oxford Economics telah mengantarkan Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi (yoy) 2011 pada tingkat 6,5%. Namun demikian, prestasi pertumbuhan investasi double digit seperti di kuartal IV tahun 2011
diprediksi tidak terulang pada periode 2012 hingga 2016. Dengan skenario umum, pertumbuhan investasi tahun 2012 diprediksi mencapai 8,2%, lebih rendah dari proyeksi Januari yang masih berkisar 8,6%. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi masih tetap diprediksi dapat mencapai 6,2% di tahun 2012. Prediksi harga minyak dunia naik 1,4 menjadi US$105,9 per barel. Kenaikan prediksi harga minyak dunia ini berdampak pada proyeksi Oxford Economics Februari 2012 atas inflasi IHK. Inflasi IHK Amerika dan Jepang diprediksi lebih rendah dibandingkan sebelumnya ke level 1,9% dan 0,1%. Sedangkan Inflasi China, zona euro, dan inflasi dunia diprediksi lebih tinggi dibanding sebelumnya ke level 2,9%, 2,0% dan 2,4% pada tahun 2012. Selain skenario dasar, dalam laporan yang dirilis pertengahan Februari 2012, Oxford Economics juga mengantisipasi proyeksi kondisi perekonomian dunia jika krisis yang terjadi di kawasan Eropa semakin berlarut larut (disorderly eurozone default scenario). Skenario ini diprediksikan dapat terjadi dengan peluang sebesar 35% yang akan ditandai dengan kegagalan zona Eropa dalam mencapai suatu kesepakatan solusi mengatasi krisis, satu atau lebih dua negara Eropa akan mengalami kondisi gagal bayar utang (default) serta tingkat kepercayaan bisnis dan konsumen yang jatuh secara drastis. Jika skenario ini yang terjadi, tentunya akan ada dampak yang dirasakan oleh
ekonomi Eropa dan dunia. Menurut analisis Oxford Economics, kondisi krisis berkepanjangan di kawasan Eropa dapat membuat perekonomian Eropa terpukul hingga tahun 2014 dengan pertumbuhan ekonomi kawasan yang bahkan mencapai posisi negatif di angka mendekati -8%. Posisi ini bahkan lebih rendah dibandingkan perlambatan ketika krisis tahun 2009 yang hanya mencapai -5% hingga -6%. Efek krisis Eropa ini pun akan mengguncang perekonomian dunia secara keseluruhan meskipun tidak sampai menyentuh angka pertumbuhan negatif. Dengan skenario disorderly eurozone default ini, ekonomi dunia diperkirakan hanya dapat tumbuh di kisaran 1%-3% sepanjang tahun 2012-2014. Langkah konkrit guna mengatasi Krisis Eropa harus segera dilakukan. Catatan khusus Oxford Economics menyatakan bahwa dua langkah yang dapat dilakukan ialah kesepakatan fiskal antar negara di kawasan Eropa dan pembelian obligasi dalam jumlah besar oleh Euro Central Bank (ECB). Kedua opsi ini diharapkan dapat mencegah krisis dalam jangka pendek, walaupun sebenarnya masih sulit dilakukan karena adanya hambatan kepentingan politik antar negara. (AFA)
Sumber: Laporan Oxford Economics , Februari 2012
10
Rubrik Utama
Liputan Wawancara dengan Salah Satu Industri Alas Kaki di Jawa Timur
Untuk memperoleh fakta tenaga kerja dari sisi permintaan atau pengguna tenaga kerja, tim peneliti-an TEK bertemu muka dengan pengusaha industri alas kaki di Jawa Timur yang tergolong padat karya (labor intensive). Pada kesempatan tersebut, tim memperoleh penjelas-an dari industri alas kaki PT. Wangta Agung dan Manajer Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jawa Timur, Bapak Tukijan. Industri alas kaki menyerap banyak tenaga kerja terampil. Umumnya, para pekerja industri alas kaki berpendidikan minimal SMP dan bertempat tinggal di sekitar pabrik. Disadari jika tingkat belakang pendidikan pekerja yang rendah menjadi kendala bagi perusahaan. Pemilik industri mengakui jika para pekerja awalnya belum terampil (unskilled labour), sehingga mereka harus diberikan pelatihan yang intensif. Pelatihan diberikan secara terus menerus baik sebelum maupun setelah berada di pabrik yang disesuaikan dengan bagian yang akan dikerjakan. Aprisindo Jawa Timur juga ikut serta dalam memberikan pelatihan kepada pekerja industri alas kaki dengan sistem Training of Trainer (ToT). Sumber pembiayaan pelatihan tersebut berasal dari APBD. Rata-rata pemberian pelatihan selama 5-20 hari kerja sesuai dengan kemampuan dan keahlian pekerja. Tenaga kerja yang terampil sangat dibutuhkan oleh industri alas kaki, sehingga kadang kala terjadi perebutan tenaga kerja terampil antar industri alas kaki karena masih kurangnya ketersediaan tenaga kerja terampil. Koordinasi penetapan Upah Minimum Regional (UMR) dilakukan dalam Dewan Pengupahan Daerah yang terdiri dari pihak terkait (Tripartit) yaitu Pemda, Pengusaha, Serikat Buruh sebelum UMR ditandatangani bersamasama. Dewan Pengupahan Daerah di Jawa Timur sampai sejauh ini berjalan dengan baik. Namun, sebelum rapat tripartit sebaiknya dikoordinasikan terlebih dahulu kepada Serikat Buruh dan Asosiasi Pengusaha lainnya. Hal tersebut karena Serikat Buruh dan Asosiasi Pengusaha terdiri dari berbagai organisasi. Apabila memungkinkan juga diperlukan penetapan UMR sektoral mengingat setiap sektor industri memiliki karakteristik dan struktur biaya produksi yang berbeda-beda. Setiap tahun para pengusaha Jawa Timur menyesuaikan upah untuk tenaga buruh sesuai dengan UMR yang telah ditetapkan oleh Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur. Selain upah yang sesuai dengan UMR, pekerja juga mendapatkan uang bonus apabila mencapai target dan uang lembur serta THR. Biaya keselamatan kerja dan pensiun yang berupa pesangon juga ditanggung oleh Perusahaan. Untuk industri alas kaki, porsi biaya tenaga kerja terhadap seluruh biaya produksi sebesar 30%. Margin antara biaya produksi dengan harga jual hanya sekitar 5%-10%. Hal tersebut mengharuskan industri alas kaki agar efisien. Industri alas kaki merupakan salah satu industri yang cukup fluktuatif karena tergantung akan permintaan. Selain harapan ketersediaan tenaga kerja terampil yang mencukupi, industri alas kaki juga mengharapkan ketersediaan bahan baku, suasana perburuhan yang kondusif, struktur pasar yang efisien, UMR yang bisa diterima semua pihak serta perbaikan regulasi baik dalam kegiatan perdagangan maupun investasi. (MS dan AW)
Suryanto (kiri) - PT. Wangta Agung dan Tukijan (kanan )- Manajer Eksekutif Aprisindo Jawa Timur
17
Rubrik Utama
Khalid, SH (Ketua Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Nasional/ DPC SPN Kota Gresik) SPN merupakan organisasi ketenagakerjaan yang ruang lingkupnya mencakup tenaga kerja industri tekstil, synthetic fiber, sandang dan mainan, sepatu dan kulit, perdagangan dan jasa serta industri umum.
Meskipun aktivitas ekonomi di daerah Jawa Timur berjalan dengan baik, namun penurunan jumlah pengangguran dirasa masih belum optimal. Hal tersebut menurut Khalid, SH (Ketua DPC SPN Kota Gresik) disebabkan oleh proses penyampaian info lowongan kerja yang tidak lancar. Oleh karena itu dibutuhkan peran aktif pemerintah untuk menyediakan media informasi lowongan kerja yang dapat diakses oleh masyarakat luas. Di saat yang sama, Serikat Pekerja menilai bahwa pemenuhan hak tenaga kerja masih belum optimal. Pertama, tenaga kerja seringkali tidak memperhatikan aspek pemenuhan hak saat menandatangani kontrak kerja. Hal tersebut menurut Serikat Pekerja akibat kebutuhan ekonomi yang mendesak dan kesulitan memperoleh
18
Rubrik Utama
Liputan Wawancara dengan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Jawa Timur
Struktur ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur didominasi oleh kelompok angkatan kerja. Dari total 28.440.153 penduduk usia kerja di tahun 2011, 69,49% nya termasuk dalam angkatan kerja, sedangkan 30,51% nya bukan termasuk kelompok angkatan kerja. Persentase angkatan kerja yang tinggi ini tidak berbanding lurus dengan tingkat pendidikan karena rata-rata tingkat pendidikan angkatan kerja di Jawa Timur relatif masih rendah. Lebih dari separuh total angkatan kerja Jawa Timur masih berpendidikan SD (53,70% di tahun 2011). Dominasi lulusan SD dalam struktur angkatan kerja Jawa Timur ini berkaitan dengan tingginya jumlah penganggur terbuka yang hanya berpendidikan SD. Pada tahun 2011, persentase penganggur terbuka berpendidikan SD tertinggi ketiga (22,87%) setelah SMTP (26,20%), dan SMTA UMUM (24,29%). Untuk mengimbangi peluang kerja di perkotaan yang tergolong tinggi, pemerintah Jatim telah melakukan upaya-upaya perluasan kesempatan kerja di pedesaan. Sebagai salah satu upaya dilakukan dengan pola pengembangan desa produktif yang dapat menumbuhkan embrio sentra usaha produktif di pedesa-an. Pola ini diharapkan dapat menjadi sumber penggerak ekonomi setempat karena sifatnya berkelanjutan dan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak, sehingga efektif membendung arus migrasi tenaga kerja terampil dari desa ke kota. Kemudian untuk mengatasi tingkat upah di perkotaan yang relatif tinggi dibandingkan dengan di pedesaan, pemerintah Jatim, melalui bupati/walikota tiap tahun memutuskan besaran UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota). Meskipun selalu ada proses revisi setiap tahun, penetapan UMK Jawa Timur setiap tahun selalu diwarnai pro-kontra dari pihak tenaga kerja dan serikat pekerja, yang terutama terjadi di wilayah Kab./Kota kawasan padat industri. Pro-kontra ini mempermasalahkan hasil survei KHL, terutama dalam hal item komponen KHL yang dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini sehingga perlu direvisi. Namun karena item komponen KHL mengacu pada peraturan pusat, proses revisi menjadi tidak mudah. Secara umum dari tahun 2000-2011, kab/kota yang memiliki UMK tertinggi adalah Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Malang (Kab/Kota). Prospek peluang kerja di perkota-an memang relatif lebih banyak dari kesempatan di pedesaan karena kesempatan kerja sektor formal di perkotaan lebih tinggi. Untuk itu pemerintah secara beriringan mendorong optimalisasi perluasan lapangan kerja di sektor formal dan informal. Kebijakan perluasan lapangan kerja secara masif menjadi kebijakan strategis pemerintah Jatim sehingga mampu menurunkan angka TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) pada 2011. Kebijakan lebih fokus pada pengurangan angka pengangguran melalui penciptaan lebih banyak kesempatan kerja di sektor informal, sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran secara signifikan. Namun, kebijakan ini tidak secara langsung berkontri-busi pada pengurangan angka kemiskinan Jatim selama periode 2007-2011. Selain memperluas kesempatan kerja, pemerintah Jatim juga melakukan upaya peningkatan kualitas dan kapasitas tenaga kerja, antara lain melalui beberapa upaya, yakni: (a) pengembangan 16 UPT Pelatihan Kerja (Balai Latihan Kerja atau BLK) menjadi bertaraf internasional hingga tahun 2013; (b) Melakukan pelatihan dengan kurikulum yang berorientasi pada dunia kerja melalui pola 3 in 1 (Three in One) Plus Plus yang akan menjadi terobosan baru di tahun 2012. Bersamaan dengan upaya-upaya di atas, pemerintah juga meningkatkan kualitas perlindungan tenaga kerja, antara lain melalui: 1) pengawasan ketat terhadap Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja (PPJP); 2) penarikan pekerja anak dari tempat kerja melalui pendampingan; 3) pengawasan ketat terhadap pemberlakuan UMK, dll. Dengan struktur, dinamika, dan kebijakan ketenagakerjaan Jawa Timur tersebut, dapat diambil pelajaran bahwa peningkatan perluasan kesempatan kerja di sektor formal dan informal masih tetap perlu didukung upaya peningkatan kualitas dan kapasitas tenaga kerja. (APN)
19
20
Opini Pakar
Menurut Dr. Sonny HB Harmadi (Kepala Lembaga Demografi FEUI) penurunan tingkat pengangguran Indonesia saat ini terutama didorong oleh akselerasi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang baik meningkatkan output dan permintaan tenaga kerja. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga telah mendukung pendidikan dan teknologi informasi di Indonesia. Akselerasi pendidikan terutama telah menekan jumlah pengangguran struktural. Membaiknya pendidikan tenaga kerja mengurangi ketidaksesuaian (mismatch) antara karakteristik tenaga kerja yang tersedia dengan kebutuhan industri. Sedangkan teknologi informasi membantu mengurangi jumlah pengangguran sementara (friksional). Teknologi informasi telah memudahkan komunikasi antara pemberi kerja dan
21
Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 10710 Telepon. 021-3521843, Fax. 021-3521836 Email : tinjauan.ekon@gmail.com
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id