Anda di halaman 1dari 32

III.

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kawasan Pertambangan Nikel PT INCO yang
terletak di Desa Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi
Selatan. Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada kisaran 121
o
22'121
o
26'
Bujur Timur dan 2
o
32'2
o
37' Lintang Selatan (Gambar 2). Areal kajian dilakukan
pada areal hasil revegetasi di wilayah seluas 3.172 ha, dari tahun tanam 1985,
1990, 2000 sampai dengan 2008. Untuk mendapatkan informasi tentang kondisi
hutan yang telah stabil, kajian juga dilakukan terhadap hutan alam yang berlokasi
di Bukit Lembo dengan luas area penelitian seluas 527,25 ha. Pengambilan data
lapangan dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan Maret 2008. Dilanjutkan
dengan analisis data tanah dan analisis spasial serta pembangunan model mulai
bulan April sampai dengan Oktober 2008 di Laboratorium Tanah Fakultas
Pertanian IPB serta Laboratorium Remote Sensing dan GIS Fakultas Kehutanan
IPB, Bogor.
3.2. Data, Alat, Software, dan Hardware
Data utama yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang
diambil dari lapangan, meliputi data kondisi vegetasi (biodiversitas, kerapatan
tegakan, tutupan tajuk, persen penutupan tajuk, luas bidang dasar, dan kolonisasi),
tanah (kondisi fisik, biologi, kimia tanah, dan serasah), satwa (jenis satwa dan
kelimpahan), dan suhu udara (suhu udara di dalam tajuk). Data hasil pengukuran
tersebut dibagi menjadi dua set data, satu set digunakan untuk membangun model
keberhasilan reforestasi, sedangkan satu set lainnya digunakan untuk verifikasi
dan uji akurasi model. Khusus untuk uji akurasi model spasial untuk memantau
keberhasilan reforestasi, data yang digunakan adalah data Luas Bidang Dasar
(LBDS). Data pendukung lainnya yang menunjang penelitian ini adalah peta
kerja, peta geologi dan peta hasil revegetasi.






2
2


Gambar 2 Lokasi penelitian.
23

Alat yang digunakan selama melakukan pengukuran di lapangan adalah
GPS, meteran, phi-band (pita diameter), haga hypsometer, tali rafia, patok, daftar
isian, golok, kompas, dan tambang. Analisis data dilakukan menggunakan satu set
komputer dan peripheral-nya (scanner, digitizer dan printer) dengan seperangkat
software sistem informasi geografis (ArcView GIS 3.2), dan pengolah data
(Minitab 14).
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan penelitian yaitu: 1)
persiapan, 2) identifikasi kriteria dan indikator tingkat keberhasilan reforestasi, 3)
rancangan pemodelan spasial, 4) pengumpulan data lapangan, 5) pengolahan data,
6) analisis data, 7) pemilihan model dan penentuan indikator kunci keberhasilan
reforestasi melalui analisis verifikasi serta pengujian akurasi model (Gambar 3).
3.3.1. Persiapan
Pada tahap persiapan, komponen kegiatannya meliputi identifikasi dan
pemilihan lokasi penelitian, pengumpulan data tabular dan spasial (peta-peta),
teknik reforestasi yang telah diterapkan dan mencakup pemilihan jenis tanaman,
penyediaan bibit, penyiapan lahan, perbaikan tanah, layout tanaman, dan waktu
penanaman serta pemeliharaan tanaman.
3.3.2. Identifikasi Kriteria dan Indikator Tingkat Keberhasilan Reforestasi
Keberhasilan reforestasi di kawasan bekas penambangan dalam penelitian
ini diukur menggunakan acuan atau referensi pada karakteristik hutan alam yang
stabil. Pada kondisi tersebut, lingkungan hutan sudah stabil yaitu pertumbuhan
tegakan sudah sangat rendah dan atau mendekati nol. Pada kondisi tersebut
pertumbuhan dimensi tegakan sudah sangat kecil.
24


Gambar 3 Tahapan penelitian.
Identifikasi kriteria dan
indikator
Pengumpulan data lapangan
Pengolahan data
Rancangan pemodelan spasial
Pemilihan model
Verifikasi model
Akurasi

Analisis data dan pembangunan model
Tidak







Model monitoring dan indikator
kunci
Model monitoring
keberhasilan reforestasi
Selesai
Mulai
Ya






Persiapan
25

Di areal bekas tambang, tujuan utama dari reforestasi adalah untuk
memulihkan kondisi tegakan seperti sebelumnya atau kurang lebih mencapai
struktur dan fungsi hutan alam. Teknik yang digunakan adalah reklamasi lahan
bekas pertambangan. Mengingat tutupan hutan sebelum kegiatan penambangan
sebagian besar adalah hutan primer (asumsinya kondisi stabil), maka keberhasilan
reforestasi yang dilakukan diharapkan akan dibandingkan dengan karakteristik
hutan alam stabil. Karakteristik hutan alam stabil seperti ini tentunya memiliki
faktor-faktor yang sangat kompleks dan cukup rumit mengukurnya, maka
ekspektasi keberhasilan reforestasi pada penelitian ini dibatasi pada kembalinya
struktur dan fungsi hutan alam stabil (yang diasumsikan sebagai rona awal).
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi yang diharapkan
(kestabilan tegakan), dalam hal ini dinyatakan sebagai waktu pencapaian
kestabilan tegakan, yaitu lama waktu mulai dari penanaman sampai dengan
mencapai kondisi tegakan dengan struktur dan fungsi hutan alam stabil (rona
awal). Pada penelitian ini, prediksi waktu pencapaian kestabilan tegakan
diprediksi menggunakan pendekatan ukuran luas bidang dasar (LBDS). Menurut
Moran et al. (2000), LBDS dapat digunakan untuk mengukur tingkat
pertumbuhan. Setiap tingkat pertumbuhan berhubungan dengan umur. Oleh
karena itu, umur tanaman dapat didekati dengan ukuran LBDSnya atau
sebaliknya.
Lebih lanjut, untuk mengetahui tingkat keberhasilan reforestasi pada waktu
tertentu (umur), digunakan pendekatan ukuran LBDS. Sebagai catatan, LBDS di
hutan alam pada daerah penelitian digunakan sebagai acuan (hutan alam stabil)
untuk memprediksi standar skor keberhasilan reforestasi setiap indikator.
Sebagaimana diketahui, kriteria dan indikator yang digunakan dalam
monitoring pelaksanaan rehabilitasi lahan oleh beberapa pihak berbeda-beda.
Sebagai contoh, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 18
tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, penilaian kriteria
keberhasilan reklamasi menggunakan indikator penataan lahan, revegetasi dan
pekerjaan sipil, serta penyelesaian akhir. Sementara, Peraturan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penilaian
Keberhasilan Reklamasi Hutan menggunakan penataan lahan, pengendalian erosi
26

dan sedimentasi, dan revegetasi sebagai kriteria dan indikator keberhasilan. Di
lain pihak, potensi (sediaan tegakan), persen penutupan tajuk, kelengkapan tajuk,
keragaman jenis, dan permudaan alam merupakan parameter yang digunakan
Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1988) dalam sistem
monitoring baku mutu lingkungan hutan produksi.
Tujuan monitoring tingkat keberhasilan reforestasi harus mengacu pada
terjadinya percepatan pemulihan hutan dengan mempercepat terjadinya proses
suksesi untuk membentuk hutan hujan tropis yang lestari. Proses reforestasi yang
dilakukan ditujukan untuk meningkatkan biodiversity, meningkatkan tutupan dan
stratifikasi tajuk, meningkatkan kesuburan tanah, terjadinya kolonisasi dan
masuknya kehidupan satwa, serta meningkatkan kondisi lingkungan hutan
(Setiadi 2005).
Kriteria yang digunakan untuk monitoring keberhasilan reforestasi pada
penelitian ini didasarkan pada pendekatan Setiadi (2005), yaitu indeks
biodiversitas, indeks tutupan tajuk dan stratifikasi tajuk, indeks kesuburan tanah,
indeks kolonisasi dan indeks kehidupan satwa serta indeks lingkungan hutan.
Struktur hirarki kriteria dan indikator secara lengkap diberikan pada Gambar 4.
Pada penelitian ini, kajian pengamatan Indeks Keberhasilan Reforestasi
(BRF) pada penelitian ini dibatasi hanya pada aspek (prinsip) biofisik. Aspek
sosial dan ekonomi yang mempengaruhi BRF tidak dikaji pada penelitian ini.
Secara matematis, BRF yang dibangun pada penelitian ini merupakan fungsi dari
indeks biodiversitas (B), indeks tajuk (Tj), indeks kesuburan tanah (T), indeks
kolonisasi (K), indeks kehidupan satwa (S), dan indeks lingkungan hutan (L) yang
diformulasikan sebagai berikut:
BRF = f ( B , Tj , T , K , S , L)

27


28

Keterangan Gambar 4 diuraikan sebagai berikut:
1. DMg : indeks kekayaan dan H : indeks keanekaragaman
2. Kr : kerapatan pohon per ha, St : indeks stratifikasi tajuk, dan C% : persen
penutupan tajuk.
3. Ft : sifat fisik tanah, Kt : kimia tanah, Bt : biologi tanah, dan Sr : ketebalan
seresah pada lantai hutan.
4. K : kolonisasi yaitu tumbuhnya vegetasi seperti liana, epifit, semak, dan
herba, serta anakan.
5. L : iklim mikro (suhu udara maksimum di dalam tajuk).
6. S : kehidupan satwa .
3.3.2.1. Indeks Biodiversitas (B)
Biodiversity index (indeks biodiversitas) adalah suatu indeks yang
menyatakan nilai variasi macam jenis, jumlah dan pola penyebaran dari suatu
organisme atau sumber daya alam hayati dan ekosistem. Biodeiversitas
(keragaman) terdiri atas dua komponen, yaitu: 1) jumlah jenis per unit area dan 2)
kemerataan (kelimpahan, dominasi, dan penyebaran spasial individu jenis yang
ada), indeks yang menggabungkan kedua hal tersebut dalam satu nilai tunggal
disebut indeks biodiversitas (B). Variabel-variabel yang disatukan ke dalam suatu
nilai tunggal meliputi jumlah jenis, kelimpahan species relatif dan homogenitas.
Menurut Barnes (1997), indeks biodiversitas (B) suatu spesies tergantung pada
indeks kekayaan (Richness Indices) (DMg), indeks keanekaragaman (Diversity
Indices) (H) dan indeks kemerataan (Evenness Indices) (EI). Pada penelitian ini,
indeks evenness tidak digunakan karena pada hutan tanaman pada umumnya jenis
tanaman relatif homogen atau sudah merata. Dengan demikian indeks
biodiversitas yang digunakan menggunakan gabungan antara indeks kekayaan
(Richness Indices) (DMg) dan indeks keanekaragaman (Diversity Indices) (H) saja
yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
B = f ( DMg , H)
3.3.2.2. Indeks Tajuk (Tj)
Indeks tutupan tajuk (Tj) merupakan fungsi dari indeks persentase tutupan
tajuk (C%), kerapatan tajuk (Kt), dan indeks stratifikasi tajuk (St). Menurut
29

Setiadi (2005), dari indeks persentase tutupan tajuk (C%), kerapatan pohon per ha
(Kr), dan indeks stratifikasi tajuk (St) merupakan suatu indeks yang paling penting
dalam menentukan keberhasilan reforestasi karena C%, St dan Kr mempunyai
fungsi, antara lain:
1. Meneruskan sinar matahari langsung masuk ke lantai hutan sehingga dapat
mempercepat proses dekomposisi dan dapat mencegah erosi dan pencucian
hara.
2. Menangkap dan menyimpan air.
3. Menciptakan habitat mikro bagi berbagai jenis satwa.
4. Menciptakan mekanisme ruang yang tinggi bagi berbagai macam spesies atau
jumlah dan kepadatan spesies per satuan ruang tinggi. Secara matematis,
indeks tajuk dapat dirumuskan sebagai berikut:
Tj = f (C%, St, Kr)
3.3.2.3. Indeks Tanah (T)
Tanah merupakan faktor fisik sebagai tempat tumbuh tanaman, ditunjukkan
oleh sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, serta ketebalan serasah pada lantai hutan.
Indeks tanah merupakan fungsi dari indeks sifat fisika tanah (Ft), kimia tanah
(Kt), biologi tanah (Bt), serta ketebalan serasah pada lantai hutan (Sr) (Setiadi
2005) yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
T = f (Ft , Kt, Bt , Sr)
3.3.2.3.1. Indeks Sifat Fisik Tanah (Ft)
Indeks sifat fisik tanah (Ft) yang berpengaruh pada kehidupan tanaman
adalah indeks porositas tanah (Pr), permeabilitas (Ps), dan bulk density (Bd).
Secara matematis, Ft dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ft = f (Pr, Ps, Bd)
3.3.2.3.2. Indeks Kimia Tanah (Kt), Biologi Tanah (Bt), dan Ketebalan
Serasah (Sr)
Indeks tanah yang merupakan indikator kesuburan tanah (simpanan hara)
dan berpengaruh bagi kehidupan tanaman ditunjukkan oleh indeks sifat kimia
tanah (Kt), biologi tanah (Bt), dan ketebalan serasah pada lantai hutan. Unsur hara
kimia antara lain unsur hara makro dan mikro (MM), Kapasitas Tukar Kation
30

(KTK), KB, dan pH. Bt ditujukkan oleh indeks kandungan bahan organik (BO),
dan respirasi tanah (Res) secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
Kt = f (MM, KTK, KB, pH)
Bt = f (BO, Res)
3.3.2.4. Indeks Kolonisasi (K)
Indeks kolonisasi (K) merupakan tumbuhnya vegetasi awal seperti liana,
epifit, semak dan herba yang merupakan indikator tempat tumbuh yang kondusif
bagi proses suksesi hutan (Barnes 1997). Oleh karena itu, indeks kolonisasi (K)
ditunjukkan oleh tumbuhnya vegetasi seperti liana, epifit, semak, herba, dan
anakan.
3.3.2.5. Indeks Kehidupan Satwa (S)
Kehidupan satwa merupakan indikator yang penting untuk mengukur
tingkat keberhasilan dari reforestasi karena dengan adanya kehidupan satwa dapat
membantu dalam proses penyebaran biji dan penyerbukan serta dapat mengontrol
terjadinya hama dan penyakit. Jenis burung dan satwa mamalia pemakan biji atau
benih membantu dalam penyebaran biji. Penyebaran biji tergantung pada
banyaknya jenis satwa dan jarak dari sumber biji (Barnes 1997).
Tingkat keberhasilan reforestasi pada penelitian hanya menggunakan indeks
pengaruh kehidupan satwa pada penyebaran biji.
3.3.2.6. Indeks Lingkungan Hutan (L)
Kondisi lingkungan hutan merupakan indikator tempat tumbuh yang
kondusif bagi proses tumbuhnya hutan. Indikator lingkungan hutan seperti iklim
mikro (temperatur dan kelembaban), erosi, dan genangan air (water log) sangat
mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman (Setiadi 2005).
Indikator lingkungan hutan yang diamati dalam penelitian ini adalah iklim
mikro (suhu udara). Selanjutnya secara matematis indeks L dapat dirumuskan
sebagai berikut:
L = f (suhu udara)



31

3.4. Penyusunan Model
Rancangan model untuk merumuskan indeks tingkat keberhasilan
reforestasi pada penelitian ini disusun menggunakan model simulasi linier. Bobot
setiap peubahnya dihitung menggunakan analisis multikriteria. Bobot dari setiap
indikator dan/atau verifier diperoleh secara kuantitatif menggunakan analisis
regresi ganda. Bobot dari setiap indikator disebut bobot makro, sedangkan bobot
dari setiap peubah (verifier) dalam setiap indikator disebut dengan bobot mikro.
Secara matematis, model matematis tingkat keberhasilan reforestasi ini
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
( )

+ + + + + =
i i i i i i i i i i i i
f l L e s S d k K c t T b tj Tj a b B Y
dimana: B + Tj + T + K + S + L =1
Keterangan:
Y = Indeks tingkat keberhasilan reforestasi
B = Bobot makro indeks biodiversitas
Tj = Bobot makro indeks tajuk
T = Bobot makro indeks tanah
K = Bobot makro indeks rekolonisasi
S = Bobot makro indeks kehidupan satwa
L = Bobot makro indeks lingkungan hutan
b
i
= Bobot mikro indeks biodiversitas
tj
i
= Bobot mikro indeks tajuk
t
i
= Bobot mikro indeks tanah
k
i
= Bobot mikro indeks kolonisasi
s
i
= Bobot mikro indeks kehidupan satwa
l
i
= Bobot mikro indeks lingkungan hutan
a
i
= Skor sub faktor indeks biodiversitas
b
i
= Skor sub faktor indeks tajuk
c
i
= Skor sub faktor indeks tanah
d
i
= Skor faktor indeks kolonisasi
e
i
= Skor faktor indeks kehidupan satwa
f
i
Dalam Sistem Informasi Geografis (SIG), model merupakan abstraksi
spasial dari dunia nyata, yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang
tidak dapat diamati secara langsung. Model biasanya terdiri atas serangkaian
aturan prosedur untuk menentukan informasi baru yang dapat digunakan dalam
membantu perencanaan dan pemecahan masalah (problem solving). Pemodelan
= Skor faktor indeks lingkungan hutan
3.4.1. Perumusan Model Kuantitatif
32

sering diartikan sama dengan analisis, sebagaimana diuraikan secara implisit
dalam definisi analisis, pemodelan mempunyai makna yang sama dengan SIG.
Perbedaannya adalah bahwa pemodelan mempunyai ruang lingkup yang lebih
sempit dibandingkan dengan analisis.
Pemodelan merupakan suatu proses yang dapat berupa simulasi, prediksi
ataupun deskripsi dan pemodelan spasial adalah suatu proses untuk melihat
karakteristik dari sejumlah layer untuk setiap lokasi dalam rangka memecahkan
masalah. Nilai dari masing-masing grid/mesh saling tumpang tindih dengan nilai
dari cover lainnya yang menggambarkan atribut dari masing-masing lokasi.
Pemodelan ini biasanya menggunakan teknik statistik, umumnya adalah analisis
regresi untuk menyusun suatu model (Jaya 2006).
Pemodelan spasial dalam rangka pengelolaan hutan lestari selain
menggunakan analisis regresi dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode
pembobotan dengan pendekatan kriteria ganda (multi-criteria analysis),
penentuan masing masing elemen atau peubah yang digunakan pada umumnya
adalah (1) rating method, (2) metode ranking, (3) pairwise comparision. Ketiga
metode tersebut yang melibatkan proses matematis dan psikologis. Metode ini
sangat subjektif karena sangat tergantung pada pengetahuan dari setiap penilai.
Metode lain dapat menggunakan metode kuantitatif berdasarkan fakta-fakta hasil
pengukuran. Salah satu dari metode ini adalah metode analisis pemetaan komposit
(composite mapping analysis) (CMA) (Jaya 2006).
3.4.2. Kestabilan Tegakan
Pemodelan tingkat keberhasilan reforestasi pada kajian ini didekati dengan
model simulasi menggunakan peubah-peubah yang mempresentasikan tingkat
kestabilan tegakan hutan. Sebagaimana telah dijelaskan secara teoritis
sebelumnya, salah satu peubah kunci yang mempresentasikan kestabilan tegakan
adalah LBDS. Pada areal penelitian ini, LBDS dari hutan alam (kondisi rona
awal) adalah sebesar 284 m
2
ha
-1
3.5. Pengumpulan Data Lapangan
.
Pengukuran dan pengambilan contoh data lapangan menggunakan data
biofisik tentang kriteria dan indikator yang digunakan untuk menganalisis
33

keberhasilan reforestasi dan pengukuran koordinat pada setiap lokasi pengambilan
contoh. Contoh data lapangan diambil di area revegetasi tahun tanam 2007, 2006,
2005, 2004, 2002, 1999, 1985, dan di hutan alam bukit Lembo. Penyebaran lokasi
pengambilan sampel ditunjukkan pada Gambar 5.
3.5.1. Pengumpulan Data Kriteria dan Indikator Keberhasilan Reforestasi
Data kriteria dan indikator keberhasilan reforestasi dapat dikumpulkan
melalui:
3.5.1.1. Inventarisasi Vegetasi
Data pengukuran vegetasi digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
biodiversitas, tingkat penutupan dan stratifikasi tajuk, dan terjadinya rekolonisasi.
Pengukuran vegetasi di lapangan dilakukan di hutan alam primer Bukit
Lembo dan di area revegetasi kawasan pertambangan. Parameter yang diamati
atau diukur pada inventarisasi vegetasi berdasarkan pada Irawan (1995), yaitu:
1. Tingkat dan bentuk hidup tumbuhan:
a. Tumbuhan tingkat pohon (diameter setinggi dada 20 cm).
b. Tumbuhan tingkat tiang (diameter setinggi dada 1019 cm).
c. Tumbuhan tingkat pancang (tinggi anakan pohon di atas 1,5 cm sampai
diameter setinggi dada 9 cm).
d. Tumbuhan tingkat semai (anakan pohon dengan ketinggian < 1,5 m).
e. Liana (tumbuhan berkayu yang merambat pada tumbuhan lain).
f. Epifit (tumbuhan yang hidupnya menempel pada bagian tumbuhan lain).
g. Semak (tumbuhan berkayu pada saat dewasa ketinggian maksimal di
bawah 4 m dan diameter setinggi dada maksimal 7 cm).
h. Herba (tumbuhan yang tidak mempunyai batang berkayu atau batangnya
berada pada permukaan tanah).
2. Parameter vegetasi
a. Nama species (lokal dan ilmiah), jumlah individu untuk menghitung
kerapatan.
b. Diameter batang pada tingkat pohon dan tiang untuk menghitung LBDS
tegakan.




2
2


Gambar 4 Struktur hirarki kriteria dan indikator dalam mengukur indeks keberhasilan reforestasi.
Indeks Keberhasilan Reforestasi
Ekonomi Sosial Biofisik Produksi Kebijakan
Adaptabilitas Sustainabilitas Struktur

Kualitas lingkungan
Biodiversitas Nutrient retention Kolonisasi Satwa
Persentase
tutupan tajuk
Stratifikasi
tajuk
Kerapatan
tajuk
Suhu udara
DMg H
Bt Ft Kt Sr
K S C% St Kr L
PRINSIP/
ASPEK
KRITERIA
TUJUAN
INDIKATOR
VERIFIER



2
2


Gambar 5 Penyebaran lokasi pengambilan sampel
35

c. Tinggi pohon bebas cabang dan tinggi pohon total pada tingkat pohon
untuk menduga stratifikasi tegakan atau pohon.
d. Penutupan tajuk.
Petak contoh yang digunakan di hutan alam berbentuk jalur dengan petak-
petak kecil di dalam jalur dengan ukuran 2020 m, 1010 m, 55 m, dan 22 m.
Petak contoh yang digunakan di area revegetasi berbentuk lingkaran dengan luas
0,1 ha atau jari-jari 17,8 m (Gambar 6), dan diletakkan secara purposive sampling
pada setiap umur tanaman.


(a) (b)

Gambar 6 Bentuk dan ukuran contoh plot lingkaran (a) dan petak persegi (b)
yang dipakai untuk inventarisasi vegetasi

Kegunaan masing-masing petak ukur di hutan alam adalah:
1. Petak ukur 2020 m untuk pengamatan atau pengukuran tumbuhan tingkat
pohon.
2. Petak ukur 1010 m untuk pengamatan atau pengukuran tumbuhan tingkat
tiang.
3. Petak ukur 55 m untuk pengamatan atau pengukuran tumbuhan tingkat
pancang dan semak.
17,8 m
20 m
20 m
10 m
10 m
5 m
5 m
2 m
2 m
36

4. Petak ukur 22 m untuk pengamatan atau pengukuran tumbuhan tingkat semai
dan herba.
3.5.1.2. Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan contoh tanah ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang
simpanan nutrisi dalam tanah yang mempengaruhi kehidupan tanaman dan tebal
serasah pada lantai hutan.
Pengambilan contoh tanah di lapang sangat berpengaruh terhadap tingkat
kebenaran hasil analisis di laboratorium. Metode atau cara pengambilan contoh
tanah yang tepat sesuai jenis analisis laboratorium yang akan dilakukan
merupakan syarat penting yang harus diperhatikan (Wahyunie dan Murtilaksono
2004). Contoh tanah diambil secara purposive sampling pada setiap umur
tanaman dan di hutan alam pada kedalaman 15 cm. Contoh tanah yang diambil di
lapangan terdiri atas dua macam, yaitu:
1. Contoh tanah utuh untuk keperluan analisis permeabilitas, porositas tanah dan
kerapatan isi (bulk density).
2. Contoh tanah terganggu atau tidak utuh untuk analisis kimia dan biologi tanah.
3.5.1.3. Inventarisasi Satwa
Kehidupan satwa merupakan indikator yang penting untuk mengukur
tingkat keberhasilan dari reforestasi karena dengan adanya kehidupan satwa dapat
membantu dalam proses penyebaran biji dan penyerbukan serta dapat mengontrol
terjadinya hama dan penyakit.
Indeks satwa yang diamati adalah jenis aves, insect, herpetofauna, dan
mamalia pemakan biji. Pengukuran data secara kualitatif (banyak atau sedikit)
dilakukan pada plot pengamatan mengikuti plot pengamatan vegetasi.
3.5.1.4. Pengukuran Kondisi Lingkungan Hutan
Kondisi lingkungan hutan merupakan indikator tempat tumbuh yang
kondusif bagi proses tumbuhnya hutan. Pada penelitian ini, lingkungan hutan
yang diukur adalah indeks iklim, dilakukan pengukuran terhadap temperatur udara
maksimum di dalam tajuk hutan. Pengukuran dilakukan antara pukul 12.00
13.00.

37

3.6. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan pengolahan data awal, yaitu pengolahan data
hasil pengukuran di lapangan untuk mendapatkan nilai LBDS dan nilai-nilai
setiap indeks. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk analisis perumusan model
monitoring indeks keberhasilan reforestasi.
3.6.1. Luas Didang Dasar (LBDS)
Luas Bidang Dasar (LBDS) adalah rasio antara luas penampang diameter
tegakan setinggi dada dari sejumlah pohon per satuan luas. Rumus matematis
yang digunakan untuk menghitung nilai LBDS adalah :
Lp
LBDSj
n
i

=
=
1
2
d (1/4)


Keterangan :
LBDSj = Luas Bidang Dasar Tegakan (m
2
ha
-1
) dari plot ke j
= 3,14
d
i
k
LBDSj
LBDS
k
j

=
=
1
= Diameter pohon setinggi dada dari pohon ke i (m)
Lp = Luas Plot (Ha)


Keterangan :
k = Jumlah plot
LBDSj = Luas Bidang Dasar Tegakan (m
2
ha
-1
3.6.2. Indeks Biodiversitas (B)
) dari plot ke j
Indeks biodiversitas (B) ditentukan dengan menghitung indeks
keanekaragaman (H) dan indeks kekayaan (Richness Indices) (DMg).
Rumus-rumus yang digunakan adalah:
Indeks Kekayaan Margalef (1958)


Keterangan:
R
1
( ) n
S
R
ln
1
1

=
= Indeks margalef
S = Jumlah jenis
38

n = Jumlah total individu
Indeks Keanekaragaman Shannon


Keterangan:
H' = Indeks keanekaragaman Shannon
s = Jumlah jenis
ni = Jumlah individu jenis ke-i (nilai penting jenis ke-i)
N = Total individu seluruh jenis (total nilai penting seluruh jenis)
3.6.3. Indeks Tajuk (Tj)
Indeks tutupan tajuk (Tj) merupakan fungsi linier dari indeks persentase
kerapatan tutupan tajuk (C%), kerapatan tajuk (Kr), dan indeks stratifikasi tajuk
(St).
Indeks persentase tutupan tajuk (C%) dihitung dengan rumus:
C% = total luas tutupan tajuk/ luas plot 100%
Indeks stratifikasi tajuk (St) dihitung berdasarkan pada pengukuran strata
tajuk, yaitu:
1. Stratum A: Lapisan teratas dengan karakteristik tinggi pohon total lebih dari
30 m, tajuk discontinue, batang pohon tinggi dan lurus, dan batang bebas
cabang tinggi, serta sangat memerlukan cahaya.
2. Stratum B: Lapisan kedua dengan karakteristik tinggi pohon total 20 30 m,
tajuk continue, batang pohon banyak bercabang, dan batang bebas cabang
tidak terlalu tinggi, serta kurang memerlukan cahaya.
3. Stratum C: Lapisan ketiga dengan karakteristik tinggi pohon total 4 20 m,
tajuk continue, batang pohon rendah, kecil, dan banyak cabang.
4. Stratum D: Lapisan keempat adalah lapisan perdu dan semak, tinggi 14 m.
5. Stratum E: Lapisan kelima adalah lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah
(ground cover) tinggi 01 m.
Indeks kerapatan tajuk (Kr) dihitung menggunakan rumus :
Kr = jumlah tegakan dalam plot/luas plot = jumlah individu/ha


(

|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

=
N
ni
N
ni
H
s
i
ln '
1
39

3.6.4. Indeks Tanah (T)
Sifat-sifat tanah yang dianalisis adalah sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Sifat-sifat fisik tanah yang
dianalisis adalah permeabilitas, porositas, dan bulk density.
Bulk density atau bobot isi atau kerapatan isi merupakan bobot kering
mutlak suatu unit volume tanah dalam keadaan utuh, dinyatakan dalam gram tiap
sentimeter kubik. Unit volume terdiri atas volume yang terisi bahan padat dan
volume ruang di antaranya. Bagian volume tanah yang tidak terisi oleh bahan
padat baik bahan mineral atau bahan organik disebut ruang pori tanah. Ruang pori
total terdiri atas ruang di antara partikel pasir, debu, dan liat, serta ruang di antara
agregat-agregat tanah (Wahyunie dan Murtilaksono 2004).
Bobot isi dan bobot jenis partikel digunakan untuk menghitung porositas
total tanah dengan rumus:
Porositas total = [1 - ( bobot isi/bobot jenis partikel) 100%]
Bobot jenis partikel merupakan fungsi dari perbandingan atau nisbah antara
bobot kering partikel padat tanah terhadap volumenya (tidak termasuk ruang pori
yang terdapat di antara partikel), dinyatakan dalam gram tiap sentimeter kubik.
Selanjutnya, penetapan bobot isi dan bobot jenis partikel dilakukan di
laboratorium.
Sifat-sifat kimia dan biologi tanah yang dianalisis di laboratorium adalah
sifat-sifat kimia dan biologi tanah yang mempengaruhi kesuburan tanah yaitu
kandungan unsur hara makro yang terdiri atas N, P, K, Ca, dan Mg, jumlah
mikroorganisme tanah, dan respirasi.
Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg)
merupakan unsur hara mineral makro yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan
tanaman. Unsur N sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, unsur ini diserap
oleh tanaman dalam bentuk NO
3
-
dan NH
4
+
. Penyediaan N berhubungan dengan
penggunaan karbohidrat. Apabila penyediaan N sedikit maka hanya sedikit hasil
fotosintesis (karbohidrat) yang diubah menjadi protein selebihnya diendapkan.
Pengendapan karbohidrat menyebabkan sel-sel vegetatif menebal dan sedikit
protoplasma yang terbentuk sehingga tanaman menjadi tertekan dan daun-daun
menjadi kering (Suwarno et al. 2003).
40

Unsur P dalam tanaman mempunyai fungsi penting bagi pertumbuhan biji
dan banyak dijumpai dalam buah dan biji. Unsur P merupakan unsur mobil di
dalam tanaman. P dalam jaringan yang tua diangkat ke bagian-bagian meristem
yang sedang aktif dan dapat menghambat seluruh pertumbuhan tanaman apabila
terjadi kekurangan P (Suwarno et al. 2003).
Menurut Suwarno et al. (2003), kalsium diabsorbsi oleh tanaman dalam
bentuk K
+
1. Metabolisme karbohidrat: pembentukan, pemecahan, dan translokasi pati.
. Bagi tanaman, unsur K mempunyai fungsi yang penting sekali
terhadap peristiwa-peristiwa fisiologis tanaman, yaitu:
2. Metabolisme nitrogen dan sintesa protein.
3. Mengawasi dan mengatur aktivitas beragam unsur mineral.
4. Netralisasi asam-asam organik yang penting bagi proses fisiologik.
5. Mengaktifkan berbagai enzim.
6. Mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik.
7. Mengatur pergerakan stoma dan hal-hal yang berhubungan dengan air.
Kalsium dibutuhkan oleh semua tanaman tingkat tinggi dan diambil dalam
bentuk Ca
++
. Tanaman yang kekurangan unsur Ca
++
akan mengganggu
pembentukan pucuk dan ujung-ujung akarnya sehingga pertumbuhan tanamanan
terhenti. Magnesium diabsorbsi dalam bentuk ion Mg
++

dan merupakan satu-
satunya mineral yang menyusun klorofil (Suwarno et al. 2003).
Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan pH merupakan faktor yang
mempengaruhi pengikatan, pengendapan, pergerakan ion ke akar, pencucian, dan
imobilisasi unsur-unsur hara tanaman atau faktor yang mempengaruhi
kemampuan menyediakan hara bagi tanaman (Suwarno et al. 2003).
Selain sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, juga dianalisis produksi serasah
pada lantai hutan.
3.6.5. Indeks Kolonisasi (K)
Indeks kolonisasi (K) diperoleh dengan melakukan analisis jumlah dan jenis
pada vegetasi awal, seperti liana, epifit, semak, herba, dan anakan yang
merupakan indikator tempat tumbuh yang kondusif bagi proses suksesi hutan
(Barnes 1997).
41

3.6.6. Indeks Kehidupan Satwa (S)
Indeks kehidupan satwa diperoleh dengan melakukan analisis terhadap
keberadaan satwa insect, aves, herpetofauna, dan mamalia pemakan biji.
3.6.7. Indeks Lingkungan Hutan (L)
Kondisi lingkungan hutan merupakan indikator tempat tumbuh yang
kondusif bagi proses tumbuhnya hutan. Indikator lingkungan hutan yang
dianalisis dalam penelitian ini adalah iklim mikro (temperatur udara).
3.7. Analisis Data
Sebagaimana dijelaskan terdahulu, tingkat keberhasilan reforestasi
berbanding lurus dengan umur dan umur berbanding lurus dengan LBDS.
Semakin besar umur maka semakin besar LBDS dan semakin besar LBDS maka
semakin tinggi tingkat keberhasilan reforestasi. Lebih lanjut, untuk mengetahui
seberapa besar hubungan setiap indikator dengan LBDS ditentukan dengan
menggunakan analisis regresi.
3.7.1. Standar Keberhasilan Reforestasi
Berdasarkan hasil pengukuran dan pengolahan data pada plot-plot contoh di
lapangan, selanjutnya dibangun hubungan antara LBDS dengan umur tegakan.
Model tersebut selanjutnya digunakan untuk memprediksi waktu yang diperlukan
oleh suatu tegakan untuk mencapai kondisi stabil (standar kestabilan tegakan).
Waktu yang diperlukan oleh suatu tegakan untuk mencapai kondisi stabil (standar
kestabilan tegakan) yang dihasilkan digunakan sebagai acuan untuk menyatakan
kondisi ideal yang terjadi setiap umur tanaman hasil reforestasi.
Pada penelitian ini, prediksi waktu pencapaian kestabilan tegakan diprediksi
menggunakan pendekatan ukuran luas bidang dasar (LBDS). Pendekatan LBDS
digunakan karena LBDS merupakan salah satu peubah karekteristik hutan yang
mudah diukur dan menurut Moran et al. (2000) LBDS dapat digunakan untuk
mengukur tingkat pertumbuhan pada setiap umur.
Hasil pengukuran dan pengolahan data pada plot-plot contoh di lapangan
lebih lanjut juga digunakan untuk membangun hubungan antara LBDS dengan
setiap indeks. Model tersebut selanjutnya digunakan untuk menbangun standar
42

skor tingkat keberhasilan reforestasi dari umur pertama penanaman sampai suatu
tegakan mencapai kondisi stabil (standar kestabilan tegakan).
3.7.1.1. Prediksi Waktu Pencapaian Kondisi Stabil
Secara teoritis, bentuk kurva hubungan antara dimensi tegakan dengan umur
tanaman adalah logaritmik atau kuadratik/polinomial. Jika umur sebagai peubah
bebasnya, bentuk hubungannya adalah logaritmik. Sebaliknya jika umur sebagai
peubah tak bebasnya, bentuk kurva hubungannya adalah eksponensial, power atau
polinomial. Secara matematis, bentuk hubungan antara dimensi tegakan (LBDS)
dengan umur tegakan secara hipotesis dapat dinyatakan pada Gambar 7.









Gambar 7 Bentuk hubungan antara dimensi tegakan (LBDS) dengan umur
tegakan

3.7.1.2. Pembangunan Standar Skor Tingkat Keberhasilan Reforestasi
Untuk menilai sebuah keberhasilan, diperlukan suatu nilai standar.
Mengingat standar keberhasilan merupakan fungsi dari waktu, perlu dibuat
standar keberhasilan reforestasi dari setiap indikator menurut waktu. Oleh karena
yang dijadikan acuan kestabilan tegakan adalah LBDS, perlu dibuat estimasi
indikator keberhasilan reforestasi. Lebih lanjut, bentuk hubungan antarsetiap
indikator keberhasilan reforestasi dinyatakan dengan model hubungan antara
LBDS dan setiap indeks keberhasilan reforestasi diuji dengan berbagai bentuk
model persamaan regresi sebagai berikut:
Linier : Y = a + bX
Polinomial : Y = a X
2
+ bX + c
Power : Y = a X
b

0
20
40
60
80
0 200 400
U
m
u
r

t
a
n
a
m
a
n

(
T
h
)
LBDS (m
2
ha
-1
)
-50
0
50
100
150
200
0 10 20 30
L
B
D
S

(
m
2
h
a
-
1
)
Umur tanaman (Th)
43

Eksponensial : Y = a e
bX
Logaritmik : Y = a ln(X) + b, dimana X adalah LBDS dan Y adalah
indikator keberhasilan reforestasi
Oleh karena peubah-peubah yang digunakan untuk analisis indeks
keberhasilan reforestasi dipresentasikan dengan satuan nilai yang tidak sama, data
tersebut harus distandardisasi. Salah satu metode standardisasi dapat dilakukan
dengan cara skoring. Pada penelitian ini, skor tingkat keberhasilan reforestasi
setiap indikator dihitung dengan analisis interpolasi pada setiap indikator yang
diberikan dengan nilai skor yang berkisar antara 10 sampai 100.
Transformasi nilai pada setiap indikator dirumuskan sebagai berikut:
Skor = {[x - Nmin ] / [N max N min]} 90 +10
Keterangan:
x = Nilai estimasi indikator keberhasilan reforestasi pada setiap
peubah
N min = Nilai minimum dari setiap indikator
N max = Nilai maksimum dari setiap indikator
3.7.1.3. Verifikasi model
Model hubungan antara LBDS dengan umur tegakan dan model hubungan
antara LBDS dengan setiap indeks keberhasilan reforestasi selanjutnya dilakukan
verifikasi. Verifikasi ini dimaksudkan untuk menentukan model terbaik.
Model estimasi tingkat keberhasilan reforestasi dilakukan verifikasi untuk
menguji apakah model yang dihasilkan sesuai dengan fakta di lapangan.
Pemilihan model dilakukan berdasarkan analisis koefisien determinasi (R
2
),
simpangan agregat (SA), simpangan rata-rata (SR), Root Mean Square Error
(RMSE), bias (e), uji beda nyata (Khi Kuadrat) atau
2



hitung. Rumus yang digunakan
(Spurr 1952) adalah:




|
|
|
.
|

\
|

=


i
i i
Ym
Ya Ym
SA
% 100 x
n
Ym
Ya Ym
SR
i
i i


=

% 100
2
x
n
Ya
Ya Ym
RMSE
i
i i
|
|
.
|

\
|
=
% 100 x
n
Ya
Ya Ym
e
i
i i
(
(
(
(
(

|
|
.
|

\
|
=

44



Keterangan :
Y
m
= nilai indeks yang ditentukan dari model
Y
a
= nilai indeks hasil observasi untuk uji validasi
Model yang baik adalah model yang mempunyai koefisien determinasi (R
2
)
cukup besar, SA dengan nilai -1 sampai +1, SR tidak lebih dari 10 %, RMSE
cukup kecil, bias (e) rendah, dan uji beda nyata (Khi Kuadrat) atau
2
hitung <
2
3.7.2. Penyusunan Model Monitoring Tingkat Keberhasilan Reforestasi
Penyusunan model monitoring tingkat keberhasilan reforestasi dilakukan
dengan metode pembobotan dengan jumlah bobot pada semua peubah yang
digunakan pada model sama dengan 1. Penentuan bobot dilakukan secara empiris
berdasarkan nilai koefisien regresi ganda hubungan antara LBDS (Y) dan nilai
skor estimasi keberhasilan reforestasi pada setiap indikator (X).
Secara matematis, model matematis untuk memantau tingkat keberhasilan
reforestasi dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
tabel.
( )

+ + + + + =
i i i i i i i i i i i i
f l L e s S d k K c t T b tj Tj a b B Y
dimana : B + Tj+ T + K + S + L = 1
Keterangan:
Y = Indeks tingkat keberhasilan reforestasi
B = Bobot makro indeks biodiversitas
Tj = Bobot makro indeks tajuk
T = Bobot makro indeks tanah
K = Bobot makro indeks rekolonisasi
S = Bobot makro indeks kehidupan satwa
L = Bobot makro indeks lingkungan hutan
b
i
= Bobot mikro indeks biodiversitas
tj
i
= Bobot mikro indeks tajuk
t
i
= Bobot mikro indeks tanah
k
i
= Bobot mikro indeks kolonisasi
s
i
= Bobot mikro indeks kehidupan satwa
l
i
= Bobot mikro indeks lingkungan hutan
a
i
= Skor subfaktor indeks biodiversitas
b
i
= Skor subfaktor indeks tutupan tajuk
c
i
= Skor subfaktor indeks tanah
d
i
= Skor subfaktor indeks kolonisasi
e
i
f
= Skor subfaktor indeks kehidupan satwa
i
( )


=
i
i i
hitung
Ya
Ya Ym
X
2
2
= Skor subfaktor indeks lingkungan hutan
45

Penentuan Bobot
Penentuan bobot makro dinyatakan berdasarkan nilai koefisien regresi
ganda dengan rumus sebagai berikut :
Analisis regresi ganda :
Y = a + b
1
B + b
2
Tj + b
3
T + b
4
K + b
5
S + b
6
L
Keterangan :
Y = LBDS
a = intercept
b
1
, b
2
, b
3
,
b
4
, b
5
, b
6

=
=
n
i
i
i
i
b
b
w
1
= koefisien regresi
B = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks biodiversitas
Tj = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks tajuk
T = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks tanah
K = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks kolonisasi
S = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks satwa
L = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks lingkungan
Penentuan bobot makro:

Keterangan :
W
i
= bobot makro indeks ke-i
b
i
= koefisien regresi indeks ke-i
Penentuan bobot mikro dinyatakan berdasarkan nilai koefisien regresi ganda
dengan rumus sebagai berikut :
Indeks Biodiversitas
Analisis regresi ganda :
Y = a + b
1
H + b
2
DMg
Keterangan :
Y = LBDS
a = intercept
b
1
, b
2
= koefisien regresi
H = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks
keanekaragaman
DMg = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks kekayaan


46

Indeks Tajuk
Analisis regresi ganda :
Y = a + b
1
St+ b
2
C%+ b
3
Kr
Keterangan :
Y = LBDS
A = intercept
b
1
, b
2
, b
3
= koefisien regresi
St = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks
stratifikasi tajuk
C% = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks
persentase penutupan tajuk
Kr = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks
kerapatan tajuk
Indeks Tanah
Analisis regresi ganda :
Y = a + b
1
Bt + b
2
Ft+ b
3
Kt + b
4
Sr
Keterangan :
Y = LBDS
a = intercept
b
1
, b
2
,
b
3
, b
4
= koefisien regresi
Bt = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks biologi
tanah
Ft = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks fisika tanah
Kt = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks kimia tanah
Sr = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks serasah
Indeks Fisika Tanah
Analisis regresi ganda :
Y = a + b
1
Bd + b
2
Pr+ b
3
Ps
Keterangan :
Y = LBDS
a = intercept
b
1
, b
2
, b
3
= koefisien regresi
Bd = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks bulk
density
Pr = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks
permeabilitas
Ps = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks porositas


47

Indeks Biologi Tanah
Analisis regresi ganda :
Y = a + b
1
Res + b
2
MO
Keterangan :
Y = LBDS
a = intercept
b
1
, b
2
= koefisien regresi
Res = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks respirasi
Mo = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks
mikroorganisme
Indeks Kimia Tanah
Analisis regresi ganda :
Y = a + b
1
pH + b
2
KTK+ b
3
unsur hara MM + b
4
KB
Keterangan :
Y = LBDS
A = intercept
b
1
, b
2
, b
3
, b
4

=
=
n
i
i
i
i
b
b
w
1
= koefisien regresi
pH = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks pH
KTK = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks
KTK
Unsur hara MM = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks
unsur hara makro mikro
KB = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks
kejenuhan basa
Penentuan bobot mikro:

Keterangan :
W
i
= bobot mikro indeks ke-i
b
i

3.8. Penentuan Indikator Kunci Monitoring Tingkat Keberhasilan
Reforestasi (BRF)
= koefisien regresi indeks ke i
Penentuan indikator kunci dalam monitoring tingkat keberhasilan reforestasi
(BRF) dilakukan dengan memilih salah satu model terbaik dari beberapa model
yang dirumuskan. Beberapa model dirumuskan dengan cara manual melalui
48

penghilangan peubah yang mempunyai bobot terkecil di antara semua peubah.
Pemilihan model terbaik dilakukan dengan analisis korelasi, uji akurasi, dan uji Z.
Indikator kunci dan model terbaik ditentukan berdasarkan model yang mempunyai
akurasi tertinggi dan peubah atau indeks dengan bobot tertinggi dari semua
indikator yang digunakan. Akurasi model dilakukan dengan menggunakan
confussion matrix.
3.8.1. Uji Akurasi Model
Uji akurasi model dilakukan untuk mengukur ketelitian dari model yang
dihasilkan terhadap kondisi sebenarnya di lapangan. Uji akurasi yang umum
dilakukan pada analisis spasial adalah menggunakan confussion matrix untuk
menghitung overall accuracy dan Kappa accuracy. Confussion matrix yaitu
matrik bujur sangkar yang memuat jumlah piksel atau poligon yang diklasifikasi
secara konvensional.
Akurasi model dihitung menggunakan akurasi rata-rata umum (overall
accuracy) dan kappa. Akurasi rata-rata umum dilakukan untuk menghitung
akurasi berdasarkan persentase jumlah piksel atau poligon yang dikelaskan secara
benar (poligon pada model masuk pada kelas yang sama pada poligon acuan),
dibagi jumlah total piksel atau poligon. Akurasi rata-rata umum dihitung
menggunakan rumus (Jaya 2006) sebagai berikut :



Keterangan :
OA = Nilai akurasi rata-rata umum (Overall Accuracy)
Xii = Coincided Value atau luasan kelas tingkat keberhasilan yang sama antar
model dan kelas peubah yang dijadikan acuan untuk verifikasi
N = Total area verifikasi
Akurasi kappa pada umumnya mempunyai nilai akurasi lebih kecil dari
akurasi rata-rata umum karena pada akurasi kappa dihitung tidak hanya
berdasarkan jumlah piksel atau poligon yang dikelaskan pada model masuk secara
benar pada piksel atau poligon kelas acuan, tetapi juga menghitung jumlah piksel
atau poligon yang dikelaskan pada model tidak tepat masuk dalam kelas acuan.
(
(
(
(

=

=
% 100
1
x
N
Xii
OA
r
i
49

Akurasi kappa dihitung menggunakan rumus (Jaya 2006) sebagai berikut :


Keterangan:
K = Akurasi Kappa (Kappa Accuracy)
X
ii
= Coincided Value atau luasan kelas tingkat keberhasilan yang sama antara
model dan kelas peubah yang dijadikan acuan untuk verifikasi
X
i+
= Luasan dalam baris ke-i
X
+i
3.8.2. Pemilihan Model
= Luasan dalam kolom ke-j
N = Total area verifikasi.
Pemilihan model dilakukan dengan uji signifikasi yaitu menguji signifikasi
perbedaan antara kurasi dari model yang dihasilkan. Hasil pengujian model
digunakan untuk memilih model yang terbaik, apabila perbedaan antar model
mempunyai nilai z > 1,96, berarti model tersebut berbeda secara signifikan.
Rumus yang digunakan untuk pengujian model adalah:






dengan:




Keterangan :
z = Nilai signifikansi
K
i
dan K
j
= Akurasi hasil verifikasi model ke-i dan ke-j

2
N = Total area verifikasi
= Ragam
% 100
2
1 1


+ +
= =
+ +

=
i i
r
i
r
i
i i ii
X X N
X X X N
K
96 , 1
2 2
>
+

=
j i
j i
K K
z

(

=
4
2
2
2 4
2
1
3
2
3 2 1 1
2
2
2 2
) 1 (
) 4 ( ) 1 (
) 1 (
) 2 )( 1 (
2
) 1 (
) 1 (
/ 1

=
=
r
i
ii
N X
1
1
/

=
+ +
+ =
r
i
i i ii
N X X X
1
2
3
/ ) (

=
+ +
=
r
i
i i
N X X
1
2
2
/

=
+ +
=
+ =
r
i
i j ij
r
j
N X X X
1
3 2
1
4
/ ) (



Gambar 4 Struktur hierarki kriteria dan indikator dalam mengukur indeks keberhasilan reforestasi.
Indeks Keberhasilan Reforestasi
Ekonomi Sosial Biofisik Produksi Kebijakan
Adaptabilitas Sustainabilitas Struktur

Kualitas lingkungan
Biodiversitas Nutrient retention Kolonisas

Satwa
Persentase
tutupan tajuk
Stratifikasi
tajuk
Kerapatan
tajuk
Suhu udara
DMg H
Bt Ft Kt Sr
K S C% St Kr L
PRINSIP/
ASPEK
KRITERIA
TUJUAN
INDIKATOR
VERIFIER

Anda mungkin juga menyukai