Anda di halaman 1dari 2

Apa Gunanya Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian?

Oleh : Irma Lilik Inayati Berita gempa dan tsunami di Jepang kini semakin jarang terdengar. Seperti artis terkini saja ketika itu, berbondong-bondong berita terdengar bahwa indonesia hendak menjadikan jepang sebagai tujuan ekspor pangan utama setelah adanya isu radiasi nuklir di Jepang. Radiasi nuklir yang melanda Jepang pasca meledaknya pembangkit listrik tenaga nuklir di Fukushima akibat guncangan gempa dan tsunami, mulai membuat kepanikan tersendiri bagi rakyat dunia. Satu hal yang harusnya kita pelajari dari sikap orang Jepang saat seharusnya mereka menangis adalah kepercayaan mereka terhadap pemerintahnya bahwa semua hal akan beres dengan segala kebijakan dan keputusan yang pemerintah mereka ambil. Satu applous yang sangat meriah dari diri kita, sebagai bangsa Indonesia, dan satu pertanyaan, akankah kita akan yakin kepada pemerintah jika kita mengalami hal yang sama? Namun, sebagai masyarakat awam, tentu saja, hal yang paling kita inginkan adalah damainya tanah air Indonesia dari segala bencana dan buruk sangka baik antar sesama rakyat jelata maupun antara rakyat dengan para wakilnya. Itulah yang akan membuat matahari Indonesia kembali tersenyum. Membahas tentang eksportasi Indonesia, kabarnya Jepang akan menjadi salah satu tujuan digenjotnya ekspor pangan dikarenakan banyaknya makanan lokal Jepang, terutama bayam dan susu dari daerah Fukushima terkena radiasi nuklir. Akankah kita merasa terdorong untuk mengekspor komoditas seperti bayam dan susu secara maksimal karena nyatanya untuk produkproduk semacam itu Indonesia, negara zamrud khatulistiwa kita, malah mengimpor bahkan mengimpor dari jepang? Sungguh ironis jika kita telaah kemudian, pemerintah dengan segala apresiasi semangat ekportasinya berusaha untuk memaksimalkan ekspor pangan akan tetapi di negara sendiri malah menggenjot impor pangan dengan dalih kekurangan pangan. Sebagai mahasiswa Teknologi Industri Pertanian, saya merasa dipukul keras. Pukulan yang seperti hantaman maut di mana maut yang terperdayakan adalah maut para petani penghasil bahan pokok industri pangan. Para cendikiawan muda Teknologi Industri Pertanian rasanya sudah tak mengerti

lagi maksud para pemegang kekuasaan, pemegang kebijakan terhadap kasus impor tersebut. Dengan bea masuk barang impor terutama pangan yang serba rendah, bahkan 0 rupiah, tentu akan mematikan petani. Masyarakat maunya harga rendah, sementara petani maunya harga tinggi. Seharusnya bisa dinegosiasikan, namun dengan adanya importasi besar-besaran rasanya tak perlu lagi negosiasi. Mengapa? Karena kini sendi-sendi pertanian di indonesi telah hancur dan menurunkan mental petani untuk menggarap lahannya. Bahkan, beribu-ribu kursi Fakultas Pertanian dan Fakultas Teknologi Pertanian pun kini kosong molompong. Apa gunanya kuliah Teknologi Industri Pertanian? Sebagai mahasiwa bimbingan sekaligus orang awam, saya rasa pendapat Guru Besar Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Ir. Mochammad Maksum, M.Sc bahwa industri pertanian Indonesia memiliki kaitan erat dengan semangat indonesia sebelum maupun sesudah kemerdekaan. Semangat itu terukirkan dengan ikrarnya yakni membangun bangsa dengan sektor industri pertanian. Akan tetapi, kata Beliau, kiblat Indonesia telah berubah, yang dulunya pro pertanian sekarang sudah melenceng bahkan secara kasarannya bisa dibilang kontra pertanian. Kalau kita mencoba mencari teladan maka kita bisa menilik negara tetangga, misalnya Thailand. Mereke benarbenar konsisten terhadap sektor pertanian di mana sektor tersebut menjadi andalan mereka hingga negara tersebut kini bisa eksis dengan pertaniannya. Sebagai mahasiswa Teknologi Industri Pertanian, saya merasa terkecoh akan eksistensi dunia pertanian kita yang kini hanya menjadi korban kebijakan. Kini, para pemegang kebijakan menyibukkan diri untuk berusaha mengubah arah kiblat Indonesia dari sektor pertanian ke arah non-pertanian. Padahal, seharusnya kita sudah mampu berkaca sendiri bahwa hal tersebut hanyalah angan-angan akan eksistensi kita di dunia non-pertanian. Kita akan sulit untuk menandingi Jepang dengan produk kendaraan atau pun elektroniknya. Pemegang kebijakan tidak melihat kondisi masyarakat saat ini. Pertanian seakan-akan menjadi anak tiri dalam segala kebijakan, sehingga kini semakin tertindas dan tertinggal. Petani yang identik dengan istilah Rakyat Tani Miskin (RTM) harus mampu bangkit dan berubah menjadi Rakyat Tani

Sukses (RTS). Caranya? Itulah kewajiban para cendikiawan muda Teknologi Industri Pertanian untuk bahu-membahu bersama para produsen bahan Industri Pertanian dan tentunya dengan pemerintah sebagai pemegang kebijakan. Arah angin di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada khususnya pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian adalah berwirausaha dan menciptakan lapangan kerja dengan konsep Indonesia harus memiliki para pengusaha sekitar 2% dari jumlah penduduk dalam waktu 10 tahun ke depan. Hal tersebut tentu akan membangun perekonomian Indonesia seperti halnya negara-negara yang sudah maju dengan mengembangkan produk pertaniannya. Diharapkan lulusan Teknologi Industri Pertanian mampu membangun sebuah usaha, menciptakan produk-produk inovatif, kreatif, dan efisien terutama di bidang pertanian, namun bisa juga berkecimpung di bidang non pertanian, sehingga mencari pekerjaan merupakan opsi terakhir. Satu hal yang menjadi impian kami sebagai mahasiswa Teknologi Industri Pertanian adalah tidak akan ada lagi istilah meremehkan mahasiwa di benak para petinggi bangsa. Mungkin dengan kepercayaan serta bekerja sama bersama para petani dan pemerintah, lulusan Teknologi Industri Pertanian akan mampu mengubah impian Rakyat Tani Miskin (RTM) untuk menjadi Rakyat Tani Sukses (RTS) yang mempunyai teknologi dengan tidak menghilangkan unsur tradisional khususnya dalam bidang industri pertanian. Dengan optimistme mengembalikan kiblat Indonesia ke arah pertanian, maka hal tersebut akan semakin mudah terwujud, mengingat mayoritas rakyat Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Sudah barang tentu akan sangat membanggakan jika sumber daya alam khususnya di bidang pertanian dapat kembali makmur atas kerja keras kita sendiri dengan sumber daya manusia kita yang ada. Para lulusan Teknologi Industri Pertanian lah yang bertugas sebagai penggerak roda pertanian serta menjadi bagian dari pundak masa depan bangsa. Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (penerima Beasiswa Unggulan Kementerian Pendidikan Nasiona periode 2010)

Anda mungkin juga menyukai