Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Kearifan lokal seringkali diartikan sebagai kebijakan setempat, pengetahuan setempat atau kecerdasan setempat. Kearifan local adalah sikap, pandangan atau kemampuan suatu komunitas didalam mengelola lingkungan jasmani dan rohaninya. Dengan kata lain kearifan local adalah pandangan hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang dilakukan oleh masyarakat local dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka.

Kearifan lokal merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu dan mencerminkan cara hidup masyarakat tertentu. Oleh karena itu, penyebarluasan praktek-praktek kearifan lokal tertentu seringkali menjadi tantangan. Prinsip-prinsip kearifan lokal dapat diterapkan di daerah lain, tentu saja dengan penyesuaian budaya setempat. Penerapan kearifan lokal merupakan sebuah proses dan menbutuhkan keterlibatan dari seluruh lapisan masyarakat. Kabupaten Sidenreng Rappang disingkat dengan nama Sidrap adalah salah satu wilayah di Sulawesi selatan Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.506,19 km2 dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 264.955 jiwa. Penduduk asli daerah ini adalah yang ta'at beribadah dan memegang teguh tradisi saling menghormati dan tolong menolong. Dimana-mana dapat dengan mudah ditemui bangunan masjid yang besar dan permanen. Di daerah ini pernah hidup seorang Tokoh Cendikiawan Bugis yang cukup terkenal pada masa Addatuang Sidenreng dan Addatuang Rappang (Addatuang = semacam pemerintahan distrik di masa lalu) yang bernama. Dia bukan berasal dari kalangan keluarga istana, akan tetapi kepandaiannya dalam tata hukum negara dan pemerintahan membuat namanya cukup tersohor. Sebuah tatanan hukum yang sampai saat ini masih diabadikan di Sidenreng yaitu: Resopa Tammangingngi Malomo Nalatei Pammase Dewata yang artinya, hanya dengan kerja keras yang dilandasi dengan niat suci dan doa, rahmat Tuhan akan mudah tercurah. Motto inilah yang dipegang oleh pemerintah dan masyarakat di kabupaten sidenreng rappang dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

PEMBAHASAN

Tangan menggenggam erat serumpun padi yang menguning. Melalui gambaran yang tersurat dalam logo kabupaten, mau dikatakan bahwa daerah yang letaknya 188 kilometer di sebelah utara Makassar ini merupakan penghasil beras. Alam cukup berbaik hati kepada Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). Wilayah ini memiliki dataran rendah 47 persen dari luas kabupaten. Dari dataran ini, terbentang lahan 46.000 hektar, yang dikelola oleh 60 persen tenaga kerja produktif penduduknya. Dengan motto Resopa Tammangingngi Malomo Nalatei Pammase Dewata yang berarti , hanya dengan kerja keras yang dilandasi dengan niat suci dan doa, rahmat Tuhan akan mudah tercurah. Motto inilah yang dipegang oleh pemerintah dan masyarakat di kabupaten sidenreng rappang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Itu terbukti dengan peningkatan ekonomi masyarakatnya terutama dalam bidang pertanian bentang lahan seperti sawah diuntungkan dengan adanya irigasi Saddang yang berpusat di Kabupaten Pinrang. Irigasi Bila, Irigasi Bulu Cenrana, dan Irigasi Bulu Timoreng berpusat di Sidrap. Irigasi ini mengairi hampir seluruh Kecamatan Pancalautang, Tellu LimpoE, Watang Pulu, Baranti, Panca Rijang, Maritengngae, Pitu Riawa dan DuapituE. Berkat keberadaan irigasi ini, sekitar 78 persen lahan sawah mampu ditanami dua kali setahun. Sampai tahun 2001,produksi padi persawahan Sidrap lebih dari 400.000 ton.

Karena dianggap memiliki potensi yang besar di bidang perberasan, Kabupaten Sidrap dilibatkan dalam program pengembangan sentra padi Bosowasipilu, yaitu Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang, dan Luwu. Produksi padi ini juga didukung oleh ketersediaan benih yang memadai oleh PT Sangiangseri yang mampu menyediakan 6.000 hingga 7.000 ton benih per tahun. Selain untuk memenuhi kebutuhan lokal, perusahaan ini juga memasok kebutuhan benih daerah-daerah lain di Sulawesi Selatan (Sulsel) ataupun di luar Sulsel.usaha pertanian sampai sekarang menjadi penggerak utama roda kegiatan perekonomian Kabupaten Sidrap. Pada tahun 2001, sumbangan lapangan usaha ini Rp 516 milyar dengan tanaman bahan pangan 77,7 persen. Tahun 2000-2001, produksi padi turun dari 480.000 ton menjadi 440.000 ton. Penurunan ini disebabkan kondisi iklim yang tidak menentu. Musim kemarau yang panjang menjadi salah satu penyebab turunnya produksi padi. Apalagi tahun 2002 debit sumber irigasi persawahan turun. Musim kemarau yang berjalan beberapa tahun menurunkan sumber irigasi Sungai Saddang dari

debit normal 100 meter kubik per detik menjadi 34 meter kubik per detik. Padahal, irigasi ini harus mengairi 15.000 hektar sawah. Irigasi Bulu Cenrana dan Bila juga turun menjadi 10 meter kubik per detik. Sebagai contoh kasus Petani beras di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, pernah mengalami gagal panen akibat banjir. Gabah yang bisa diselamatkan hanya menghasilkan beras berwarna kemerahan, sementara harga gabah pun hanya berkisar Rp1.900/kg. Kerugian yang dialami petani diupayakan bisa tertutupi . Haji Ratte tampak gundah, Hamparan sawah seluas 70 area yang selama ini menghasilkan 46 karung gabah, kini seolah "menghianati" nasib pria separuh baya yang sehari-hari bekerja sebagai petani ini. "Saya rugi karena hanya bisa memperoleh separuh hasil, hanya 23 karung gabah," katanya. Kerugian yang diderita Ratte bermula tatkala banjir besar melanda wilayah Duapitue, Kabupaten Sidrap, akhir Juli tahun lalu. Tanaman padi yang sudah menguning dan tinggal menunggu hari untuk dipanen, rusak belaka. Banyaklah petani di sentra produksi padi Sulawesi Selatan ini yang kecewa karena mengalami gagal panen. Biasanya, di awal Agustus, mereka bersibuk memetik hasil pertanian yang sejak lama menopang perekonomian Sidrap.

Seperti tak putus dirundung malang, para petani ini pun dihadapkan pada anjloknya harga gabah. Akibat banjir besar itu, petani hanya memperoleh Rp1.900 untuk setiap kilogram gabah yang berhasil diselamatkan. Nasib Ratte sebenarnya masih "mujur" jika dibandingkan dengan petani lainnya yang mengalami gagal panen hingga 80%. Sebab, mereka pada akhirnya terlilit utang karena tidak bisa melunasi pinjaman untuk pupuk, biaya traktor, ongkos tanam, dan sejumlah biaya produksi lainnya.

Disebabkan oleh banjir, para buruh pemanen pun harus bekerja lebih keras, karena gabah-gabah itu harus dipanen dalam keadaan sawah berlumpur. Para pemilik penggilingan padi pun, tak ayal lagi, ikut kena imbasnya karena beras yang digiling dari padi yang terendam banjir mempunyai kualitas buruk. Beras yang dihasilkan berwarna merah sehingga tidak dapat memenuhi standar Bulog, badan usaha negara yang selama ini menjadi tumpuan harapan mereka. Lain lagi yang dialami oleh Wa Buke, pemilik penggilingan padi di desa Kandiawang. Kualitas beras yang dihasilkannya tidak memenuhi standar, padahal jumlahnya berton-ton. Sehingga

untuk sekadar menyiasati kerugian, Wa Buke menawarkan kepada penduduk untuk membeli beras tersebut dengan sistem barter. Yakni, satu liter beras yang berwarna merah itu ditukar dengan satu liter beras juga, yang kelak dibayar setelah selesai panen. Beras berton-ton itu larismanis, terutama karena persediaan beras penduduk memang telah menipis setalah kurang lebih empat bulan tidak bercocok tanam, ditambah lagi masih harus menunggu tiga bulan lebih panen berikutnya Mungkin Ratte, Wa Buke, dan petani lainnya di daerah itu tidaklah mendengar isu yang jadi topik hari ini: global warming. Oleh kemurahan alam, petani di Sidrap seolah ditakdirkan untuk mengais rezekinya dari tanah yang subur. Kontur wilayahnya yang datar, dengan sistem irigasi teknis yang memadai, membuat mayoritas penduduk kabupaten ini menggantungkan hidupnya dalam budidaya padi, sudah sejak sediakala. Mungkin juga bukan karena global warming. Mungkin hanya bencana alam saja, yang sebabsebabnya di luar kehendak manusia. Tapi yang jelas, sesudah banjir besar di akhir Juli itu, empat bulan terakhir di tahun 2007, para petani kembali dirundung malang akibat musim kemarau berkepanjangan. Empat bulan yang memaksa para petani memarkir traktor mereka, karena sawah tak dapat diolah. Kebetulan pula dilakukan perbaikan saluran irigasi, akan tetapi di dukung dengan moto unggulan mereka, yaitu Resopa Tammangingngi Malomo Nalatei Pammase Dewata, yang artinya, hanya dengan kerja keras yang dilandasi dengan niat suci dan doa, rahmat Tuhan akan mudah tercurah, sehingga harapan yang dulunya pudar kini bergairah kembali. Produk pertanian ini, selain diperdagangkan di daerah sendiri, juga dibawa ke Makassar ataupun Pare-Pare. Bakat berdagang penduduk Sidrap menjadikan perdagangan di kabupaten ini berkembang. Perdagangan menempati peringkat kedua setelah pertanian. Pada tahun 2001 sektor ini mampu membukukan nilai sebesar Rp 163 milyar.wilayah ini menjadi salah satu daerah transit pedagang-pedagang yang akan menuju Makassar, sekaligus menjadi tempat pengambilan barang dagangan, seperti beras dan hasil perkebunan. Posisi Kabupaten Sidrap cukup strategis karena dilalui jalur kendaraan dari Sulsel bagian utara yang akan menuju ke Makassar atau ParePare. Di Kabupaten Sidrap juga terdapat bahan tambang yang belum dieksploitasi dan masih dalam tahap penelitian, seperti batu bara yang ditemukan di Kecamatan Pitu Riawa dengan volume

sekitar 31 juta meter kubik. Batu gamping, marmer, dan lempung pun diduga terkandung merata di hampir seluruh wilayah daerah ini. Sedangkan bahan galian yang sudah dimanfaatkan adalah tambang golongan C. Namun sayang, pengolahannya masih tradisional, seperti pasir kuarsa, pasir sungai, kerikil, dan batu gunung.kekayaan alam daerah ini cukup besar, seperti pertanian, perkebunan, dan hasil tambang. di dukung moto unggulan mereka, yaitu Resopa Tammangingngi Malomo Nalatei Pammase Dewata, yang artinya, hanya dengan kerja keras yang dilandasi dengan niat suci dan doa, rahmat Tuhan akan mudah tercurah.

KESIMPULAN

Kebupaten Sidenreng Rappang atau yang dikenal dengan Sidrap yang terletak disebelah timur kota Makassar pada umumnya masyarakat dikabupaten ini bekerja sebagai petani dari usaha inilah sampai sekarang sebagai penggerak perekonomian di kabupaten sidrap mulai dari pemasok beras ini dibuktikan dengan Karena dianggap memiliki potensi yang besar di bidang perberasan, Kabupaten Sidrap dilibatkan dalam program pengembangan sentra padi Bosowasipilu, yaitu Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang, dan Luwu. Produksi padi ini juga didukung oleh ketersediaan benih yang memadai oleh PT Sangiangseri yang mampu menyediakan 6.000 hingga 7.000 ton benih per tahun. Selain untuk memenuhi kebutuhan lokal, perusahaan ini juga memasok kebutuhan benih daerah-daerah lain di Sulawesi Selatan (Sulsel) ataupun di luar Sulsel.Selain dari jenis pertanian ada pula jenis perkebunan yang lain seperti kakao, jambu mete, dan kemiri selain itu kabupaten sidrap juga dikenal sebagai penghasil telur terbesar selain itu juga kabupaten ini memiliki sumber tambang yang masih dalam penelitian kesuksesan ini tidak lepas dari masyarakatnya dan pemerintah daerahnya yang selalu menerapkan motto Didukung moto unggulan mereka, yaitu Resopa Tammangingngi Malomo Nalatei Pammase Dewata, yang artinya, hanya dengan kerja keras yang dilandasi dengan niat suci dan doa, rahmat Tuhan akan mudah tercurah yang mereka terapkan dalam kehidupan seharihari.

DAFTAR PUSTAKA

Bahrum. Shaifuddin., 2002. Jurnal A.T.L (Asosiasi Tradisi Lisan). Sidrap: Yayasan Baruga Nusantara. Mudzar. H.M. Atho., 1977 Sejarah dan Lahirnya Kab. Sidrap. Ujung Pandang : laporan Penelitian, Pusat Latihan Ilmu-Ilmu Sosial Poespawardojo. Soerjanto., 1993. Strategi Kebudayaan, Suatu Pendekatan Filosofis, Jakarta: Gramedia. http://www.panyingkul.com/view.php?id=703&jenis=kabarkita

PENERAPAN RESOPA TAMMANGINGI MALOMO NALATEI PAMMASE DALAM BERCOCOK TANAMAN PADI

Anda mungkin juga menyukai