Anda di halaman 1dari 70

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses membantu manusia mengembangkan
potensi diri, sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Dalam
pengertian luas pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-
metode tertentu sehingga seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan
cara bertingkahlaku yang sesuai kebutuhan. Pendidikan sains menekankan
pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa
mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pengembangan
kemampuan siswa dalam bidang sains merupakan salah satu kunci keberhasilan
peningkatan kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan dan memasuki
dunia teknologi, termasuk teknologi informasi untuk kepentingan pribadi, sosial,
ekonomi dan lingkungan (Depdiknas:2003).
Di Indonesia pendidikan sangat penting karena pembangunan pendidikan
adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang menentukan keberhasilan
pembangunan disegala bidang. Dalam hal ini pemerintah berusaha meningkatkan
mutu pendidikan Indonesia yang sesuai dengan undang-undang sistem pendidikan
nasional No.20 Tahun 2003 pasal 3, dengan tujuan pendidikan nasional yaitu :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dengan demikian tampak bahwa mutu pendidikan menjadi perhatian pemerintah.
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dilakukan berbagai cara misalnya
pengembangan dan perbaikan kurikulum, sertifikasi guru, pengadaan buku
penunjang, pelengkapan sarana prasarana dan pembenahan model pembelajaran
yang efektif dan efisien.
Tercapainya tujuan pendidikan ditentukan oleh unsur yang saling
menunjang satu dengan yang lain. Unsur-unsur yang terdapat dalam proses belajar
2

mengajar yaitu :
1. Siswa, dengan segala karakteristiknya berusaha mengembangkan diri
seoptimal mungkin melalui kegiatan belajar;
2. Tujuan, merupakan sesuatu yang diharapkan setelah adanya kegiatan belajar;
3. Guru/pendidik, selalu mengusahakan terciptanya situasi yang tepat sehingga
memungkinkan bagi terjadinya proses pengalaman belajar.
Pendidik seharusnya menyadari bahwa dalam proses pembelajaran,
aturanaturan menuntut pendidik untuk berfikir logis, rasional, kritis, cermat,
efektif, efisien dan bersikap disiplin karena pendidikan tidak lepas dari masalah
pembelajaran dan kegiatan belajar mengajar yang merupakan aktivitas paling
penting untuk mencapai tujuan pendidikan. Kreatifitas pendidik adalah
kemampuan menggunakan model pembelajaran agar kegiatan pembelajaran
menjadi menyenangkan dan menarik. Selain kemampuan menggunakan model,
pendidik harus mengetahui karakter peserta didik serta bagaimana menyampaikan
ilmu dengan baik. Cara penyampaian ilmu yang tepat dan baik dapat
meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran yang dilaksanakan.
Peran guru sangat penting dalam pembelajaran, dalam pengajaran fisika
suatu model pengajaran tertentu belum tentu cocok untuk setiap pokok bahasan,
sehingga guru harus memilih model mengajar yang sesuai dengan pokok bahasan
yang diajarkan. Masalah lain yang dihadapi guru fisika dalam melaksanakan
pembelajaran adalah kesulitan siswa belajar fisika, kesulitan-kesulitan tersebut
antara lain : kesulitan pemahaman konsep, pemecahan masalah, penalaran fisika,
koneksi fisika dan komunikasi fisika. Kesulitan belajar fisika membuat siswa
beranggapan bahwa fisika merupakan ilmu yang sulit dan memusingkan sehingga
penguasaan konsep fisika siswa menjadi rendah. Dampak lainnya adalah dalam
pembelajaran fisika sehari-hari tidak dapat dipungkiri bahwa ketika berada
didalam ruangan kelas dan melakukan proses belajar mengajar tidak semua siswa
dapat belajar dengan baik. Ada siswa yang memang memperhatikan guru dari
awal hingga akhir pembelajaran namun banyak pula yang kurang serius bahkan
tidak memperhatikan penjelasan guru. Seperti yang dinyatakan oleh Sudino Lim,
Managing Director Inti Education Indonesia, :
3

Mendidik anak disekolah bukan hal mudah. Meski guru memberikan
perhatian 100 persen untuk mengajar mereka, perhatian para siswa tidak selalu
fokus penuh pada ilmu yang disampaikan. Kurangnya interaksi antara guru dan
siswa menjadi penyebab kurangnya kosentrasi siswa dan menyebabkan siswa tak
selalu paham dengan materi yang disampaikan.
( http:/www.tempointeraktif.com/hg/pendidikan)

Oleh karenanya guru harus berusaha mencipatakan suasana belajar yang
menarik dan interaktif untuk merubah persepsi siswa dalam belajar fisika.
Berdasarkan pengumuman hasil UN SMA tahun 2011 di Sumatera Utara
yang diperoleh dari imbalo.wordpress.com, sebanyak 116.918 peserta mengikuti
Ujian Nasional SMA di Sumatera Utara, siswa yang lulus sebanyak 116.676
peserta atau mencapai 99,79%, sedangkan yang tidak lulus sebanyak 242 peserta
atau 0,21%. Untuk program IPA, dari 62.331 peserta UN tingkat SMA/MA di
Sumut, sebanyak 62.257 peserta lulus atau 99,88 %. Hal ini membuktikan bahwa
pendidikan di Indonesia khususnya di Sumatera Utara semakin membaik. Namun
masih harus ditingkatkan mengingat berbagai kontroversi yang terjadi setiap kali
Ujian Nasional dilaksanakan.
Hasil observasi berupa pemberian angket yang dilakukan peneliti di
SMA Laksamana Martadinata Medan diperoleh dari 48 siswa kelas XI IPA,
diperoleh 56% menyatakan proses pembelajaran berlangsung dengan metode
ceramah, mencatat dan mengerjakan soal. Kegiatan tanya jawab dan
mengemukakan pendapat didepan kelas, diperoleh 34% tidak pernah memberikan
pendapat didepan kelas. Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan salah
satu guru fisika di SMA Laksamana Martadinata Medan menyatakan nilai rata-
rata kelas untuk pelajaran fisika masih rendah sekitar 55,0 yang masih dibawah
KKM yaitu 61,0.
Mengacu pada hasil observasi yang dilaksanakan, peneliti menyimpulkan
bahwa cara mengajar yang kurang tepat dengan materi yang diajarkan akan
membuat siswa sulit memahami fisika, maka ada siswa yang awalnya menyukai
fisika menjadi tidak acuh, sehingga tujuan pembelajaran belum tercapai. Apabila
seorang guru dapat menanamkan konsep dengan baik disertai penyampaian
pembelajaran dengan model tepat dan kreatif maka siswa akan tertarik juga
4

mudah untuk menguasai pelajaran fisika. Disinilah peranan guru, karena belajar
tidak hanya proses mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi harus menghibur,
memotivasi, membangkitkan semangat, menarik dan tidak membosankan.
Salah satu model yang sesuai untuk pembelajaran fisika adalah model
pembelajaran generatif. Model pembelajaran generatif adalah model yang
mengacu kepada pemahaman dan pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk
membangun suatu konsepsi baru yang merupakan gabungan dari pengetahuan
awal yang sudah dimiliki dengan informasi yang baru diterima. Model
pembelajaran generatif pertama kali dikenalkan oleh Osborne dan Cosgrove
(Sutarman,Swasono:2003) yang terdiri dari empat tahap yaitu :
1. Pendahuluan yang disebut eksplorasi
2. Pemfokusan
3. Tantangan atau tahap pengenalan konsep
4. Penerapan konsep.
(Wena:2009)
Berikut ini adalah penelitian-penelitian yang telah dilakukan lebih dahulu
menggunakan model pembelajaran generatif :
Tabel 1.1 Penelitian terdahulu model pembelajaran generatif
No Judul Penelitian Nama Peneliti Hasil penelitian
1. Efek Model Pembelajaran
Generative Terhadap
Pemahaman Belajar
Kimia dikalangan Siswa
SMA
Nyoman Sudyana,
Wayan Ardhana,
Laurens Kaluge,
Purwanto (2007)
1) terdapat pengaruh yang
signifikan antara pengetahuan
awal terhadap pemahaman
konsep dan hasil belajar kimia
siswa,
2) terdapat pengaruh signifikan
model pembalajaran generatif
vs model pembelajaran
konvensional terhadap
pemahaman konsep dan hasil
belajar kimia siswa, dan
3) tidak terdapat pengaruh
interaktif kemampuan awal dan
5

model pembelajaran generatif
terhadap pemahaman konsep
dan hasil belajar kimia siswa.
2. Pengembangan Model
Pembelajaran Generatif
Dengan Metode PQ4R
Dalam Upaya
Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran Matematika
Siswa Kelas IIB SLTP
Laboratorium Ikip Negeri
Singaraja

Gst Ayu
Mahayukti (2003)

1) mereduksi miskonsepsi dan
meningkatkan hasil belajar
matematika siswa kelas II B
SLTP Laboratorium IKIP
Negeri Singaraja,
2) kemampuan guru dalam
melaksanakan pengembangan
pembelajaran ini adalah baik,
3) tingkat aktivitas siswa dalam
mengikuti pembelajaran di
kelas adalah aktif, dan
4) tanggapan guru dan siswa
terhadap model pembelajaran
yang dilaksanakan adalah
positip.
3. Hasil belajar keterampilan
sosial sains fisika melalui
model pembelajaran
generatif pada siswa kelas
IIV MTs Darel Hikmah
Pekan Baru
Muhammad
Rahmad dan
Aflina Sari Dewi.
(2007)
Hasil belajar keterampilan
sains fisika siswa tinggi selama
proses pembelajaran dengan
menggunakan model
pembelajaran generatif dapat
dilihat pada aspek berada
dalam tugas (80,5%),
mengambil giliran dan berbagi
tugas (55,2%), sedangkan yang
terendah adalah aspek
mendorong partisipasi (19,5%),

Perbedaan antara penelitian ini dan penelitian-penelitian terdahulu adalah
tempat penelitian, sampel dalam penelitian, materi yang akan dibawakan dalam
penelitian, waktu pelaksanaan penelitian, penelitian ini akan diadakan di SMA
Laksamana Martadinata Medan Tahun Ajaran 2011/2012.
6

Pada peneliti sebelumnya yaitu Nyoman Sudyana dan Anggar Tri
Pamungkas mata pelajaran yang diteliti bukanlah fisika maka dari itu peneliti
ingin menerapkan model ini pada mata pelejaran fisika untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa, sedangkan Muhammad Rahmad yang
menerapkan pembelajaran generatif pada mata pelajaran fisika hanya meneliti
hasil belajar keterampilan sosial sains siswa saja. Dari uraian diatas tampak
perbedaan antara peneltian-penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan
dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas penulis memutuskan untuk melakukan
penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Generatif Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Materi Pokok Elastisitas di
Kelas XI SMA Laksamana Martadinata T.P 2011/2012.

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan maka peneliti dapat
mengidentifikasi beberapa masalah yang dapat diteliti yaitu :
a. Hasil belajar fisika siswa masih dibawah standar ketuntasan.
b. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru monoton dan tidak sesuai
dengan model pembelajaran terkini sehingga siswa kurang termotivasi dan
tidak aktif dalam belajar.

1.3 Batasan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada :
a. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran generatif.
b. Materi pembelajaran dibatasi pada Materi Pokok Elastisitas
c. Subjek penelitian adalah Siswa kelas XI IPA SMA Laksamana Martadinata
semester ganjil, tahun ajaran 2011/2012
7

1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang diteliti, masalah
penelitian dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Laksamana Martadinata
yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran generatif dalam
materi pokok elastisitas?
b. Bagaimana hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Laksamana Martadinata
yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional
dalam materi pokok elastisitas?
c. Bagaimana perbedaan hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Laksamana
Martadinata antara pembelajaran yang menerapkan model generatif dengan
model konvensional pada materi pokok elastisitas?

1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
a. Mengetahui hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran
generatif dengan model konvensional pada materi pokok elastisitas.
b. Mengetahui aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan diterapkan
model pembelajaran generatif dengan model konvensional pada materi
pokok elastisitas.
c. Mengetahui pengaruh model pembelajaran generatif dan konvensional
terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika khususnya materi
pokok elastisitas.

1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
a. Sebagai informasi model pembelajaran yang sedang berkembang pada saat
ini.
b. Menjadikan model generatif sebagai alternatif pemilihan model pembelajaran
yang cocok untuk mata pelajaran fisika.
c. Bagi peneliti, sebagai pengalaman dan ilmu baru dalam pembelajaran fisika.
8

d. Bagi peneliti lain sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lebih
lanjut tentang model pembelajaran generatif.
1.7 Asumsi Dasar (Anggapan Dasar)
Asumsi dasar dari penelitian ini adalah:
a. Pemahaman siswa tentang materi pokok Elastisitas sebelum kegiatan
pembelajaran homogen.
b. Pembelajaran akan lebih efektif jika pembelajaran merupakan suatu proses
yang aktif.
c. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran generatif dapat
meningkatkan hasil belajar.
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis
2.1.1 Pengertian Belajar
Dalam kehidupan, manusia selalu belajar tentang hal-hal baru yang
terjadi. Proses belajar tidak dibatasi sekat apapun dan dilakukan dengan banyak
cara. Belajar merupakan proses mencari ilmu untuk mengubah diri secara baik
dan benar, sesuai tindakan keilmuan yang dicapai. Banyak ahli yang menjelaskan
mengenai hakikat belajar. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian
terhadap arti belajar, beberapa pengertian belajar adalah sebagai berikut :
Cronbach dalam bukunya Education Psychology menyatakan bahwa :
learning is shown by change in behavior as a result of experience. Cronbach
berpendapat belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam
mengalaminya pelajar menggunakan panca inderanya. (Suryabaratha:2008)
Harold Spears menyatakan bahwa : learning is to observe, to read, to
imitated, to try something themselves, to listen, to follow direction. Belajar adalah
mengobservasi, membaca, meniru, melakukan percobaan sendiri, mendengarkan,
dengan mengikuti petunjuk. (Suryabaratha:2008)
James O. Wittaker merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah
laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. (Asmani
:2009:20). Geoch menyatakan learning is chage is performance as a result of
practice (Belajar adalah perubahan penampilan sebagai hasil dari praktik).
(Asmani:2009)
Thorndike menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara
stimulus dan respon, stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya
kegiatan belajar seperti pikiran dan perasaan. Sedangkan respon yaitu reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar yang dapat berupa pikiran, perasaan, dan
tindakan. (Budiningsih:2004)
Robert M. Gagne memberikan dua definisi belajar yaitu :
Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
10

pengetahuan,keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku.
Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari
instruksi.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman
(learning is defined as the modification or strengthening of behavior through
experiencing).
(Hamalik : 2009)
Kesimpulan dari definisidefinisi diatas adalah :
1. Belajar membawa perubahan (dalam arti behavior changes, aktual maupun
potensial).
2. Perubahan yang terjadi pada pokoknya adalah didapatkannya pengalaman dan
kemampuan baru.
3. Perubahan yang terjadi adalah karena usaha.
Secara umum belajar merupakan proses pemahaman yang dialami
individu dalam suatu usaha mendapatkan pengalaman yang berlangsung secara
kontinu dan menghasilkan penambahan pengetahuan atau kemahiran serta
perubahan tingkah laku pada individu tersebut yang bertahan dalam jangka waktu
lama.
2.1.2 Hasil Belajar
Dalam mengajar, seorang guru harus selalu sudah mengetahui tujuan-
tujuan yang harus dicapai dalam mengajarkan suatu pokok bahasan. Hasil belajar
merupakan perwujudan dari tujuan-tujuan interaksi belajar dan tindak mengajar.
Dari sisi guru tindak belajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi
siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar yang merupakan bukti dari
apa yang telah dilakukan. Menurut Dymiati dan Mujiono dampak pelajaran adalah
hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam raport angka dalam ijazah atau
kemampuan meloncat setelah latihan.
Bukti seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkahlaku,
tingkah laku terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak dari setiap
perubahan aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah: 1.Pengetahuan;
2.Pengertian; 3.Kebiasaan; 4.Keterampilan; 5.Apresiasi; 6.Emosional;
11

7.Hubungan sosial; 8.Jasmani; 9.Budi pekerti; 10.Sikap. Jika seseorang telah
menjalani proses belajar maka terlihat perubahan dalam salah satu atau beberapa
aspek tingkah laku tersebut. (Hamalik:2001).
Robert .M. Gagne mengelompokkan kondisi-kondisi belajar (sistem
lingkungan belajar) sesuai dengan tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai. Gagne
mengemukakan lima macam kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar
dengan berbagai macam kondisi belajar (sistem lingkungan belajar) untuk
pencapaiannya yang disebut The Damains Of Learning. Kelima macam
kemampuan hasil belajar tersebut adalah :
1. Keterampilan intelektual (yang merupakan hasil belajar terpenting dari
sistem lingkungan skolastik);
2. Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang di dalam
arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah.
3. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta. Kemampuan
ini umumnya dikenal dan tidak jarang;
4. Keterampilan motorik yang diperoleh disekolah, antara lain keterampilan
menulis, mengetik, menggunakan jangka dan sebagainya;
5. Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang
dimiliki seseorang, sebagaimana dapat disimpulkan dari kecenderungannya
bertingkah laku terhadap orang, barang atau kejadian.
(Daryanto:2010)
Kelima macam hasil belajar tersebut mensyaratkan kondisi-kondisi
tertentu yang harus direncanakan oleh guru sehingga dalam pencapaian tujuan
pembelajaran dapat ditentukan strategi pembelajaran yang tepat. Berdasarkan teori
Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori
ranah. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu:
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.


12

2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang
kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan
karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi
neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
(Wilis:1991)
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor
karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus
menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Menurut pandangan konstruktivisme keberhasilan belajar bukan
bergantung lingkungan atau kondisi belajar melainkan juga pada pengetahuan
awal siswa. Pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru
ke siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman
nyata, sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Piaget yaitu belajar merupakan
proses adaptasi terhadap lingkungan yang melibatkan asimilasi, yaitu proses
bergabungnya stimulus kedalam struktur kognitif. Bila stimulus baru tersebut
masuk kedalam struktur kognitif diasimilasikan, maka akan terjadi proses adaptasi
yang disebut kesinambungan dan struktur kognitif menjadi bertambah.
Dari beberapa pendapat diatas disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah menerima suatu pengetahuan yang
berupa angka/nilai, perubahan sikap/tingkah laku dan keterampilan yang
dipengaruhi banyak faktor sehingga untuk mencapai hasil pembelajaran yang
maksimal harus digunakan model pembelajaran yang tepat.






13

2.1.3 Ruang lingkup pembelajaran
2.1.3.1 Fisika, Fisika Sekolah, dan Pembelajaran Fisika
a. Definisi Fisika
Kata Fisika bersal dari bahasa Yunani Physic yang berarti alam atau
hal ikhwal alam sedangkan fisika (dalam bahasa inggris Physic) ialah ilmu
yang mempelajari aspek-aspek alam yang dipahami dengan dasar-dasar
pengertian terhadap prinsip-prinsip dan hukum-hukum elementernya.
Fisika pada dasarnya membahas tentang materi dan energi adalah akar
dari tiap bidang sains dan mendasari semua gejola. Fisika juga dapat diartikan
sebagai ilmu pengetahuan tentang pengukuran, sebab segala sesuatu yang kita
ketahui tentang dunia fisika dan tentang prinsip-prinsip yang mengatur prilakunya
telah dipelajari melalui pengamatan-pengamatan terhadap gejala alam. Tanpa
kecuali gejala-gejala itu selalu mengikuti atau memahami sekumpulan prinsip
umum tertentu yang disebut hukum-hukum fisika.
Adapun pengertian fisika dari ensiklopedia bebas dunia internet
wikipedia.org yang berbunyi fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan penemuan dan pemahaman mendasar hukum-hukum yang menggerakkan
materi, energi, ruang dan waktu.
Bedasarkan beberapa definisi diatas disimpulkan bahwa fisika
merupakan ilmu alam yang berupa prinsipprinsip dari gejala alam dan
merupakan penemuan dan pemahaman mendasar tentang hukumhukum yang
menggerakkan materi energi, ruang, dan waktu.
b. Fisika Sekolah
Fisika merupakan ilmu dasar yang diterima siswa mulai dari tingkat
sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Oleh sebab itu perlu diperhatikan
perkembangan fisika disekolah baik dimasa lalu, masa sekarang maupun masa
yang akan datang. Fisika sekolah adalah fisika yang diajarkan di SD, SMP,
SMA/SMK.
14

c. Pembelajaran fisika
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik untuk
menemukan sesuatu, bukan suatu proses mekanik untuk mengumpulkan fakta.
Belajar itu suatu perkembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengertian
yang berbeda. Pelajar harus punya pengalaman dengan membuat hipotesis,
mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari
jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi,
mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan dan lain-lain untuk
membentuk konstruksi baru. Pelajar harus membentuk pengetahuan mereka
sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu.
Belajar yang berarti terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik pengertian, dan
dalam proses memperbaharui tingkat pemikiran yang tidak lengkap
(Suparno:1997).
Suparno mengatakan bahwa kaum konstruktivis menyatakan bahwa
belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti baik teks, dialog,
pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan
dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian
yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses
tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa
yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi arti itu
dipengaruhi oleh pengertian yang telah dimiliki sebelumnya.
2. Konstruksi arti adalah proses yang terus-menerus. Setiap kali berhadapan
dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi baik
secara kuat maupun lemah.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar
bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu
sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan
kembali pemikiran seseorang.
4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam
15

keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi
ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk mengacu
belajar.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya.
(Suparno:1997).
Dari uraian di atas didefinisikan bahwa ciri-ciri kegiatan belajar
merupakan sesuatu yang menghasilkan perubahan-perubahan tingkah laku,
keterampilan dan sikap pada diri individu yang belajar. Perubahan ini tidak harus
segera tampak setelah proses pembelajaran, tetapi akan tampak pada kesempatan
yang akan datang. Perubahan yang terjadi disebabkan oleh adanya suatu usaha
yang disengaja.
Dalam belajar fisika fakta konsep dan prinsip-prinsip fakta tidak diterima
secara prosedural tanpa pemahaman dan penalaran. Pengetahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari seseorang guru ke siswa. Siswa sendiri yang harus
mengartikan yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-
pengalaman mereka. Pengetahuan atau pengertian dibentuk oleh siswa secara
aktif, bukan hanya diterima secara pasif dari guru mereka.
Berdasarkan keterangan yang ada pembelajaran fisika adalah Untuk
meningkatkan hasil dan proses pembelajaran fisika diperlukan metode pengajaran
yang sesuai dengan karakter siswa dan materi fisika. Pendekatan dan metode ini
juga harus dapat menampilkan hakekat fisika sebagai proses ilmiah, sikap ilmiah
serta produk ilmiah.

2.1.4 Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan penggunaan caracara yang berbeda
untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda dibawah kondisi yang berbeda.
Model pembelajaran dikembangkan dengan kaidahkaidah tertentu sehingga
membentuk suatu bidang pengetahuan tersendiri. Sebagai suatu bidang
pengetahuan, model pembelajaran dapat dipelajari kemudian diaplikasikan dalam
kegiatan pembelajaran. (Uno:2007)
16

Penggunaan model dalam kegiatan pembelajaran perlu karena
mempermudah proses pembelajaran sehingga mencapai hasil yang optimal. Tanpa
model yang jelas pembelajaran tidak akan terarah sehingga tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan sulit tercapai secara optimal.
Secara khusus model pembelajaran sangat berguna bagi guru dan siswa.
Bagi guru, model dijadikan pedoman atau acuan bertindak yang sistematis dalam
pelaksanaan pembelajaran, bagi siswasiswa penggunaan model mempermudah
dalam mempercepat memahami isi pembelajaran), karena setiap model
pembelajaran dirancang untuk mempermudah proses belajar siswa.
Jadi secara keseluruhan model pembelajaran berfungsi untuk peningkatan
hasil belajar siswa. Model berawal dari suatu strategi yang memberikan tahapan
tahapan bagi suatu model pembelajaran. Kozna secara umum menjelaskan bahwa
strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu
yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju
tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
Dick dan Carey menyebutkan bahwa terdapat 5 komponen strategi
pembelajaran yaitu :
1. Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan
Kegiatan ini memegang peranan yang paling penting karena merupakan
bagian dari keseluruhan pembelajaran, pada bagian ini guru diharapkan dapat
menarik minat peserta didik atas materi yang akan disampaikan. Kegiatan
pendahuluan yang disampaikan dengan menarik akan meningkatkan motivasi
belajar siswa. Secara spesifik, kegiatan pembelajaran pendahuluan dapat
dilakukan melalui cara-cara berikut :
a. Jelaskan tujuan pembelajaran khusus yang diharapkan dapat dicapai oleh
semua peserta didik diakhir kegiatan pembelajaran.
b. Lakukan apersepsi, berupa kegiatan yang merupakan jembatan antara kegiatan
lama dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari.
2. Penyampaian Informasi
Dalam kegiatan ini, guru harus memahami situasi dan kondisi yang
terjadi didalam kelas. Bagaimana kesiapan dan ketertarikan siswa terhadap materi
17

yang diberikan. Dengan demikian informasi yang disampaikan dapat diserap oleh
peserta didik dengan baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian
informasi adalah sebagai berikut:
a. Urutan penyampaian
Urutan penyampaian materi harus menggunakan pola yang tepat. Urutan
penyampaian materi yang sistematis akan memudahkan peserta didik cepat
memahami apa yang ingin disampaikan oleh gurunya.
b. Ruang lingkup materi yang disampaikan
Besar kecil ruang lingkup materi yang disampaikan sangat bergantung
pada karakteristik peserta didik dan jenis materi yang dipelajari. Umumnya ruang
lingkup materi sudah tergambar pada saat penentuan tujuan pembelajaran. Hal
yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memperkirakan besar kecilnya materi
adalah penerapan teori Gestalt. Teori tersebut menyebutkan bahwa bagian-bagian
kecil merupakan suatu kesatuan yang bermakna apabila dipelajari secara
keseluruhan, dan keseluruhan tidaklah berarti tanpa bagian-bagian kecil tersebut.
c. Materi yang akan disampaikan
Materi umumnya merupakan gabungan antara jenis materi yang
berbentuk pengetahuan (fakta dan informasi yang terperinci), keterampilan
(langkah-langkah, prosedur, keadaan dan syarat-syarat tertentu), dan sikap (berisi
pendapat, ide, saran atau tanggapan)( Kemp:1997). Pengetahuan awal guru
tentang jenis materi yang disampaikan sangat penting agar diperoleh strategi
pembelajaran yang sesuai.
3. Partisipasi peserta didik
Berdasarkan prinsip student centered, peserta didik merupakan pusat dari
suatu kegiatan belajar. Hal ini dikenal dengan istilah student active training yang
maknanya adalah bahwa proses pembeljaran akan lebih berhasil apabila peserta
didik secara aktif melakukan latihan secara langsung dan relevan dengan tujuan
pembelajaran yang sudah ditetapkan. Beberapa hal penting yang berhubungan
dengan partisipasi peserta didik, yaitu latihan, praktik dan umpan balik.
18

4. Tes
Serangkaian tes digunakan oleh guru untuk mengetahui (a) apakah tujuan
pembelajaran khusus sudah tercapai atau belum; dan (b) apakah pengetahuan
sikap dan keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum.
Pelaksanaan tes biasanya dilakukan diakhir kegiatan pembelajaran setelah peserta
didik melalui berbagai proses pembelajaran, penyampaian informasi, latihan atau
praktik.
5. Kegiatan lanjutan
Kegiatan ini dilakukan setelah siswa melalui tes, bertujuan untuk
menindaklanjuti tingkat kemampuan yang telah dimiliki siswa. Dalam
kenyataannya, setiap kali setelah tes dilakukan selalu saja terdapat peserta didik
yang berhasil dengan bagus atau diatas rata-rata, (a) hanya menguasai sebagian
atau cenderung di rata-rata tingkat penguasaan yang diharapkan dapat dicapai, (b)
peserta didik seharusnya menerima tindak lanjut yang berdeda sebagai
konsekuensi dari hasil belajar yang bervariasi.
Tiap komponen strategi pembelajaran memiliki pengaruh terhadap
komponen selanjutnya, oleh karena itu pelaksanaan secara sistematis dan
keseluruhan memberikan dampak positif terhadap strategi pembelajaran yang
diterapkan.

2.1.5 Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning)
Model Pembelajaran Generatif pertama kali diperkenalkan oleh
Wittrock dan Osborne pada tahun 1985. Model pembelajaran ini berlandaskan
pada teori belajar konstruktivistik. Teori konstruktivistik mengemukakan bahwa
pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang
dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek,
pengalaman, maupun lingkungan. Pengetahuan adalah suatu pembentukan yang
terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena
adanya pengalaman-pengalaman baru. Bila seorang pengajar ingin mentransfer
konsep, ide dan pengetahuannya tentang suatu materi kepada siswa, pengetahuan
itu akan diinterpretasikan dan dikonstruksi oleh siswa sendiri melalui pemahaman
19

dan pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya. Dengan demikian konsep
pembelajaran menurut teori konstruktivitik adalah suatu proses pembelajaran yang
mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangunkonsep baru,
pengertian baru dan pengetahuan baru berdasarkan data. Proses pembelajaran
harus dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa
mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna
(Komarudin:2009).
Von Garlserfeld mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang
diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan yaitu:
1. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman.
2. Kemampuan menbandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan
perbedaan.
3. Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada
lainnya.
(Budiningsih:2004).
Selaras dengan teori belajar konstruktivistik, model belajar generatif
adalah model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif
pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa
sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam
menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil
menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan
disimpan dalam memori jangka panjang.(Katu:1995)

2.1.5.1 Landasan Teoritik dan Empirik Pembelajaran Generatif
Wittrock adalah pencetus teori pembelajaran generatif, dalam teorinya
Wittrock menekankan salah satu asumsi yang sangat signifikan dan dasar :
Pelajar bukan penerima pasif informasi, melainkan dia adalah peserta aktif dalam
proses belajar, bekerja untuk membangun pemahaman yang bermakna menjadi
informasi yang ditemukan di lingkungan. Selanjutnya Wittrock juga menyatakan,
"Meskipun seorang siswa tidak dapat memahami kalimat-kalimat yang diucapkan
kepadanya oleh gurunya, sangat mungkin bahwa seorang siswa dapat memahami
20

kalimat tersebut dengan bahasanya sendiri".(Grabowski:2002).
Dalam salah satu artikelnya Wittrock (1992) mendefinisikan model
pembelajaran generatif sebagai model pelajaran yang fungsional dalam
menyampaikan instruksi untuk membangun pemikiran berdasarkan pengetahuan
melalui proses otak dan pengamatan kognitif terhadap suatu pengertian, motivasi,
perhatian, pengetahuan dan perpindahan.
Pembelajaran generatif memiliki landasan teoritik yang berdasar pada
teoriteori belajar konstruktivis mengenai belajar dan pembelajaran. Butirbutir
penting dari pandangan belajar menurut teori konstruktivis diantaranya adalah :
a. Menekankan bahwa perubahan kognitif hanya bisa terjadi jika konsepsi-
konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses
ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru.
b. Seseorang belajar jika dia bekerja dalam zona perkembangan terdekat, yaitu
daerah perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangannya saat ini.
Seseorang belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona
tersebut. Seseorang bekerja pada zona perkembangan terdekatnya jika mereka
terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri, tetapi dapat
menyelesaikannya jika dibantu sedikit dari teman sebaya atau orang dewasa.
c. Penekanan pada prinsip Scaffolding, yaitu pemberian dukungan tahap demi
tahap untuk belajar dan pemecahan masalah. Dukungan itu sifatnya lebih
terstruktur pada tahap awal, dan kemudian secara bertahap mengalihkan
tanggung jawab belajar tersebut kepada siswa untuk bekerja atas arahan dari
mereka sendiri. Jadi, siswa sebaiknya langsung saja diberikan tugas
kompleks, sulit, dan realistik kemudian dibantu menyelesaikan tugas
kompleks tersebut dengan menerapkan scaffolding.
d. Lebih menekankan pada pengajaran top-down daripada bottom-up. Top-down
berarti siswa langsung mulai dari masalah-masalah kompleks, utuh, dan
autentik untuk dipecahkan. Dalam proses pemecahan masalah tersebut siswa
mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk
memecahkan masalah kompleks tadi dengan bantuan guru atau teman sebaya
yang lebih mampu.
21

e. Menganut asumsi sentral bahwa belajar itu ditemukan. Meskipun jika kita
menyampaikan informasi kepada siswa, tetapi mereka harus melakukan
operasi mental atau kerja otak atas informasi tersebut untuk membuat
informasi itu masuk ke dalam pemahaman mereka.
f. Menganut visi siswa ideal, yaitu seorang siswa yang dapat memiliki
kemampuan pengaturan diri sendiri dalam belajar.
g. Menganggap bahwa jika seseorang memiliki strategi belajar yang efektif dan
motivasi, serta tekun menerapkan strategi itu sampai suatu tugas terselesaikan
demi kepuasan mereka sendiri, maka kemungkinan sekali mereka adalah pelajar
yang efektif dan memiliki motivasi abadi dalam belajar.
2.1.5.2 Langkah Pembelajaran Model Generatif
a. Eksplorasi
Tahap pertama yaitu tahap eksplorasi atau pendahuluan. Pada tahap
eksplorasi guru membimbing siswa untuk melakukan eksplorasi pengetahuan, ide,
dan konsepsi awal yang diperoleh dari pengalaman sehari-harinya atau
pembelajaran pada tingkat kelas sebelumnya. Untuk mendorong siswa agar
mampu melakukan eksplorasi, guru dapat memberikan stimulus berupa beberapa
aktivitas atau tugas seperti member pertanyaan, demonstrasi dan penelusuran
terhadap suatu permasalahan yang dapat menunjukkan data atau fakta yang terkait
dengan konsepsi yang akan dipelajari.
Dalam gejala, data, dan fakta yang didemonstrasikan sebaiknya dapat
merangsang siswa untuk berpikir kritis, mengkaji fakta, data, gejala, serta
memusatkan pikiran terhadap permasalahan yang akan dipecahkan. Sehingga
menumbuhkan rasa ingin tahu pada siswa. Melalui aktifitas demonstrasi atau
penulusuran, siswa didorong untuk mengamati gejala atau fakta. Pada akhirnya
diharapkan muncul pertanyaan pada diri siswa. Pada langkah berikutnya guru
mengajak dan mendorong siswa untuk berdiskusi tentang fakta atau gejala yang
baru diselidiki atau diamati. Guru harus mengarahkan proses diskusi guna
mengidentifikasi konsepsi siswa yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi
rumusan, dugaan, atau hipotesis.
22

Pada proses pembelajaran guru berperan memberikan dorongan,
bimbingan, memotivasi dan memberi arahan agar siswa mau dan dapat
mengemukakan pendapat, ide atau hipotesis secara tertulis. Pendapat, ide atau
hipotesis siswa yang berhasil teridentifikasi mungkin ada yang benar dan ada pula
yang salah. Apabila konsepsi siswa salah maka dikatakan terjadi salah konsep
(misconception). Namun, guru sebaiknya tidak memberikan makna, menyalahkan
atau membenarkan terhadap konsepsi siswa.
b. Pemfokusan
Tahap kedua yaitu tahap pemfokusan atau pengenalan konsep atau
intervensi. Pada tahap pemfokusan siswa melakukan pengujian hipotesis melalui
kegiatan laboratorium atau dalam model pembelajaran lain. Pada tahap ini guru
bertugas sebagai fasilitator yang menyangkut kebutuhan sumber, memberi
bimbingan dan arahan, dengan demikian para siswa dapat melakukan proses sains.
Tugastugas pembelajaran hendaknya memberi peluang dan merangsang siswa
untuk menguji hipotesis dengan cara sendiri. Tugastugas pembelajaran yang
disusun guru hendaknya tidak seratus persen merupakan petunjuk atau langkah-
langkah kerja, tetapi tugas-tugas haruslah memberikan kemungkinan siswa untuk
beraktivitas sesuai caranya sendiri atau cara yang diinginkannya. Penyelesaian
tugas-tugas dilakukan secara berkelompok sehingga dapat berlatih untuk
meningkatkan sikap seperti seorang ilmuan. Misalnya, pada aspek kerja sama
dengan sesama teman sejawat, membantu dalam kerja kelompok, menghargai
pendapat teman, tukar pengalaman (sharing idea), dan keberanian bertanya.
c. Tantangan
Tahap ketiga yaitu tantangan. Setelah siswa memperoleh data selanjutnya
menyimpulkan dan menulis dalam lembar kerja. Para siswa diminta
mempresentasikan temuan melalui diskusi kelas. Melalui diskusi kelas akan
terjadi prsoses tukar pengalaman diantara siswa.
Dalam tahap ini siswa berlatih untuk berani mengeluarkan ide, kritik, berdebat,
menghargai pendapat teman, dan mengahargai adaya perbedaaan diantara
pendapat teman. Pada saat diskusi, guru berperan sebagai moderator dan
fasilitator agar jalannya diskusi dapat terarah. Diharapkan pada akhir diskusi
23

siswa memperoleh kesimpulan dan pemantapan konsep yang benar. Pada tahap ini
terjadi proses kognitif, yaitu terjadinya proses mental yang disebut asimilasi dan
akomodasi. Terjadi asimilasi apabila konsepsi siswa sesuai dengan konsep benar
menurut data eksperimen, terjadi proses akomodasi konsepsi siswa cocok dengan
data empiris.
Pada tahap ini sebaiknya guru memberikan pemantapan konsep dan
latihan soal. Latihan soal dimaksudkan agar siswa memahami secara mantap
konsep tersebut. Pemberian soal latihan dimulai dari yang paling mudah kemudian
menuju yang sukar. (Sutarman dan Swasono:2003)
Dengan soal-soal yang tingkat kesukarannya rendah, sebagian besar
siswa akan mampu menyelesaikan dengan benar, hal ini akhirnya dapat
menumbuhkan motivasi belajar siswa. Sebaliknya, jika langsung diberikan soal
yang tingkat kesukarannya tinggi maka sebagian besar siswa akan mampu
menyelesaikannya dengan benar maka akan dapat menurunkan motivasi belajar
siswa.
d. Penerapan
Tahap keempat adalah tahap penerapan. Pada tahap ini, siswa diajak
untuk dapat memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya atau
konsep benar dalam situasi baru berkaitan dengan hal-hal praktis dalam kehidupan
sehari-hari. Pemberian tugas rumah atau tugas proyek yang dikerjakan siswa
diluar jam pertemuan merupakan bentuk penerapan yang baik untuk dilakukan
(Sutarman dan Swasono : 2003).
Pada tahap ini siswa perlu diberi banyak latihan-latihan soal. Dengan
adanya latihan soal, siswa akan semakin memahami konsep (isi pembelajaran)
secara lebih mendalam dan bermakna. Pada akhirnya konsep yang dipelajari siswa
akan masuk ke memori jangka panjang; ini berarti tingkat retensi siswa semakin
baik. (Made Wena : 2009)
24

Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran
generatif dapat dijabarkan sebagai berikut :
Tabel 2.1 Penerapan model pembelajaran generatif di kelas
No. Langkah
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1. Pendahuluan Memberikan aktivitas
melalui demonstrasi /
contohcontoh yang
dapat merangsang
siswa untuk melakukan
eksplorasi.

Mengeksplorasi
pengetahuan, idea tau
konsepsi awal yang
diperoleh dari
pengalaman seharihari
atau diperoleh dari
pembelajaran tingkat
kelas sebelumnya.
Mendorong dan
merangsang siswa
untuk mengemukakan
ide/pendapat serta
merumuskan hipotesis.
Mengutarakan ide-ide
dan merumuskan
hipotesis.
Membimbing siswa
untuk
mengklasifikasikan
pendapat.
Melakukan klasifikasi
pendapat/ide-ide yang
telah ada.
2. Pemfokusan Membimbing dan
mengarahkan siswa
untuk menetapkan
konteks permasalahan
yang berkaitan dengan
ide siswa yang
kemudian dilakukan
pengujian.
Menetapkan konteks
permasalahan,
memahami, mencermati
permasalahan sehingga
siswa menjadi kenal
terhadap bahan yang
digunakan untuk
mengeksplorasi konsep.
Membimbing siswa
melakukan proses
sains, yaitu menguji
(melalui percobaan)
sesuatu.
Melakukan pengujian,
berpikir apa yang terjadi,
menjawab pertanyaan
berhubungan dengan
konsep.
Memutuskan dan
menggambarkanapa
yang ia ketahui tentang
kejadian.
Mengklarifikasi ide
kedalam kelompok.
Menginterpretasi
respon siswa dan
menguraikan ide siswa.
Mempresentasikan ide
ke dalam kelompok dan
juga forum kelas melalui
25

diskusi.


3. Tantangan Mengarahkan dan
memfasilitasi agar
terjadi pertukuran ide
antar siswa. Menjamin
semua ide siswa
dipertimbangkan.
Membuka diskusi dan
mengusulkan
melakukan demonstrasi
jika diperlukan.
Memberikan
pertimbangan ide kepada
antar siswa.
Menunjukkan bukti ide
ilmuan (scientist view)
Menguji validitas ide/
pendapat dengan
mencari bukti.
Membandingkan ide
ilmuan dengan ide kelas
(class view)
4. Aplikasi Membimbing siswa
merumuskan
permasalahan yang
sangat sederhana.
Membawa siswa
mengklarifikasikan ide
baru.
Menyelesaikan problem
praktis dengan
menggunakan konsep
dalam situasi yang baru.
Menerapkan konsep
yang baru dipelajari
dalam berbagai konteks
yang berbeda.
Membimbing siswa
agar mampu
menggambarkan secara
verbal penyelesaian
problem.
Ikut terlibat dalam
merangsang dan
berkontribusi kedalam
diskusi untuk
menyelesaikan
permasalahan.
Mempresentasikan
penyelesaian masalah di
hadapan teman. - Diskusi
dan debat tentang
penyelesaian masalah,
mengkritisi dan menilai
penyelsaian masalah.
Menarik kesimpulan
akhir.


26

Adapun kekurangan dan kelebihan dari model generatif ini antara lain :
No. Kelebihan Kekurangan
1. Pembelajaran Generatif memberikan
peluang kepada siswa untuk belajar secara
kooperatif.
Dikawatirkan akan terjadi
salah konsep.
Agar tidak terjadi salah
konsep, maka guru harus
membimbing siswa dalam
mengeksplorasi
pengetahuan dan
mengevaluasi hipotesis
siswa pada tahap tantangan
setelah siswa melakukan
presentasi, sehingga siswa
bisa memahami materi
dengan benar, meskipun
usaha menggali
pengetahuan sebagian besar
adalah dari siswa itu
sendiri.
2. Meningkatkan aktivitas belajar siswa,
diantaranya dengan bertukar pikiran dengan
siswa yang lainnya, menjawab pertanyaan
dari guru, serta berani tampil untuk
mempresentasikan hipotesisnya.
3. Pembelajaran Generatif cocok untuk
meningkatkan keterampilan proses.
4. Merangsang rasa ingin tahu siswa.
5. Konsep yang dipelajari siswa akan masuk
ke memori jangka panjang.
Membutuhkan waktu yang
relatif lama

2.1.6 Pembelajaran Konvensional
Dalam proses belajar mengajar peran guru sangat penting karena
keberhasilan siswa menyerap pelajaran yang diberikan sangat tergantung
terahadap bagaimana cara guru menyampaikan pelajaran. Sejak lama telah banyak
model yang dikembangkan berdasarkan teori para ahli, namun dari sekian banyak
model, maka model pembelajaran yang masih berlaku dan paling banyak
digunakan adalah model pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional
yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran dengan menggunakan metode
yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi materi melalui ceramah, latihan
soal kemudian pemberian tugas. Dalam kenyataannya secara keseluruhan model
pembelajaran konvensional sudah kurang layak digunakan dalam pembelajaran
saat ini, namun disetiap pembelajaran model ini harus digunakan paling tidak
pada awal pembelajaran sebelum guru masuk kepada model pembelajaran yang
akan digunakan.

27

Roestiyah N.K. (1998) cara mengajar konvensional dan telah lama
dijalankan dalam sejarah Pendidikan ialah cara mengajar dengan ceramah. Sejak
duhulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah secara
lisan atau ceramah. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah
pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru. Bahwa, pembelajaran
konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya
lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan kepada
keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran
berpusat pada guru.
Burrowes (2003) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional
menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada
siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya
dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi
kehidupan nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional
memiliki ciri-ciri, yaitu:
1. Pembelajaran berpusat pada guru,
2. Terjadi passive learning,
3. Interaksi di antara siswa kurang,
4. Tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan
5. Penilaian bersifat sporadis.
Menurut Brooks & Brooks penyelenggaraan pembelajaran konvensional
lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan,
sehingga belajar dilihat sebagai proses meniru dan siswa dituntut untuk dapat
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes
terstandar.
(http://edukasi.kompasiana.com//pendekatan-pembelajaran-konvensional/)
Pendapat lain datang dari Ujang Sukandi (2003) yang mendeskripsikan
bahwa Pendekatan konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak
mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa
mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses
pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Di sini terlihat bahwa
28

pendekatan konvensional yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih
banyak didominasi gurunya sebagai pen-transfer ilmu, sementara siswa lebih
pasif sebagai penerima ilmu.
Institute of Computer Technology (2006:10) menyebut pembelajaran
konvensional dengan istilah Pengajaran tradisional. Dijelaskannya bahwa
pengajaran tradisional yang berpusat pada guru adalah perilaku pengajaran yang
paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia. Pengajaran
model ini dipandang efektif, terutama untuk:
a. Berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.
b. Menyampaikan informasi dengan cepat.
c. Membangkitkan minat akan informasi.
d. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa
kelemahan sebagai berikut:
a. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan.
b. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa
yang dipelajari.
c. Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis.
d. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan
tidak bersifat pribadi.
(http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pembelajaran konvensional
dimaknai sebagai pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru,
komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih
banyak menggunakan ceramah dan demonstrasi, dan materi pembelajaran lebih
pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi. Model konvensional
bukannya tidak dapat digunakan dalam pembelajaran namun harus disertai model
pembelajaran lain yang lebih berkembang.


29

2.1.7 Materi Pokok
2.1.7.1 Elastisitas
2.1.7.2 Elastisitas Zat Padat
Pada dasarnya semua benda yang ada di alam semesta mengalami
perubahan bentuk apabila diberikan gaya. Benda tersebut akan mengalami
perubahan dalam ukuran atau bentuk atau keduanya. Baja yang paling keras
sekalipun akan berubah bentuk jika dipengaruhi oleh gaya yang cukup besar.
Mungkin saja setelah gaya dihilangkan, bentuk benda akan kembali kebentuk
semula, namun ada yang bersifat permanen artinya tetap pada bentuk yang baru.
Untuk mengetahui lebih lanjut berikut akan dibahas tentang elastisitas pada zat
padat dan hal-hal yang terkait didalamnya.
Dibandingkan dengan zat cair, zat padat memiliki struktur lebih keras
dan lebih berat disebabkan karena molekul-molekul zat padat tersusun rapat
sehingga ikatan diantara mereka relatif kuat. Inilah yang menyebabkan zat padat
sukar untuk dipecahkan. Setiap gaya yang diberikan akan diberikan gaya reaksi
oleh gaya tarik menarik antar molekul zat padat tersebut. Perubahan tergantung
pada pengaturan dan ikatan atom dalam materi.
Ketika mendengar kata elastis, pada umumnya akan langsung terlintas
benda-benda misalnya karet yang mengendur apabila ditarik, busur panah yang
melengkung jika diberi tarikan dan kembali kebentuk semula apabila tarikan
tersebut dilepaskan, atau sebuah pegas yang jika ujungnya digantungi sebuah
beban akan bertambah panjang dan kembali kebentuk semula apabila beban
dilepaskan. Karet, busur panah, dan pegas adalah contoh benda-benda elastis.
Elastisitas adalah keadaan zat dimana zat tersebut akan mengalami
perubahan bentuk ketika gaya deformasi bertindak atasnya, dan kembali ke
bentuk aslinya ketika gaya adalah dihapus. Benda-benda yang memiliki elastisitas
misalnya pegas, karet, baja, dan kayu,bola bisbol dan busur panah di sebut benda
elastis.
30


Gambar 2.1. Benda-benda yang bersifat elastis

Tidak semua benda/bahan dapat kembali ke bentuk awalnya ketika
kekuatan deformasi diterapkan dan kemudian dihapus. Bahan yang tidak
melanjutkan bentuk aslinya setelah gaya dihapus dikatakan inelastis atau bersifat
plasti. Plastisin, tanah liat, dan dempul adalah bahan inelastis/plastis.


Gambar 2.2. Benda-benda yang bersifat plastis

Pada umumnya setiap benda yang memiliki sifat elastis juga mempunyai
sifat plastis. Banyak bahan-bahan yang kita gunakan sehari-hari yang bersifat
elastis tetapi hanya sementara saja, contohnya baja dan kaca. Misalnya sebuah
pegas diberikan gaya yang besar secara terus menerus dan gaya yang diberikan
semakin besar, maka pada saat tertentu akan terjadi keadaan dimana pegas tidak
lagi dapat kembali kebentuk semula. Dalam keadaan ini berarti batas elastisitas
benda sudah terlampaui. Jika gaya terus diperbesar, benda akan mengalami sifat
plastis hingga pada titik tertentu dimana pegas akan patah.
31

Untuk lebih jelasnya, lakukanlah
percobaan sebagai berikut. Susunlah
pegas pada mistar seperti gambar.3
diatas. Aturlah mistar sehingga posisi
jarum penunjuk pada pegas tetap
mengarah ke angka nol pada mistar.
Gantungkan beban F pada ujung pegas
x. Lakukan kegiatan ini berulang-ulang
dengan menambah berat beban F dan
amati pertambahan panjang pegas x.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan akan didapatkan grafik hubungan
antara gaya dan pertambahan panjang pegas sebagai berikut :
Gaya F
C Keterangan :
B A : Batas linearitas

Daerah plastis B : Batas elastisitas

A Daerah C : Titik patah
elastis






0 Pertambahan Panjang x
Gambar 2.4. Grafik antara gaya dan pertambahan panjang pegas.

Berdasarkan grafik diatas dapat kita analisis pada bagian-bagian tertentu.
Garis lurus OA menunjukkan bahwa gaya F sebanding dengan pertambahan
panjang x. Setelah gaya F diperbesar lagi, sehingga melampaui titik A ternyata
garis tidak lurus lagi. Hal ini menyatakan bahwa batas linearitas pegas sudah
terlampaui, namun pegas masih bisa kembali kebentuk semula. Bila gaya F
diperbesar lagi hingga melewati titik B, ternyata setelah gaya F dihilangkan pegas
Gambar 2.3 Percobaan untuk
menentukan batas elastisitas pegas.
32

tidak bisa kembali kebentuk semula. Jadi dalam hal ini batas elastisitas telah
terlampaui. Pegas tidak lagi bersifat elastis namun bersifat plastis. Jika gaya F
diperbesar terus, pada suatu saat yaitu dititik C, pegas akan patah. Oleh karena itu
grafik antara O sampai B, yaitu daerah dimana pegas masih bersifat elastis disebut
daerah elastis. Sedangkan grafik antara B dan C, yaitu daerah dimana pegas
bersifat plastis disebut daerah plastis. Titik pada daerah plastis yang membatasi
antara daerah linear dan daerah non linear disebut batas linearitas, sedangkan titik
yang membatasi antara daerah elastis dan daerah plastis disebut batas elastisitas.
Titik dimana pegas tidak mampu lagi menahan gaya disebut titik patah.

2.1.7.3 Tegangan dan Regangan
Pada dasaranya perubahan bentuk pada zat padat dibedakan menjadi tiga
jenis berdasarkan arah dan pertambahan panjangnya, yaitu : rentangan, mampatan
dan geseran. Ketiga jenis perubahan itu ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.5. Regangan


Gambar 2.6. Mampatan


Gambar 2.7. Geseran

Untuk setiap jenis perubahan bentuk zat padat berlaku suatu besaran
yang akan disebut sebagai tegangan. Tegangan menunjukkan kekuatan gaya yang
menyebabkan perubahan bentuk benda. Tegangan yang terjadi pada rentangan
disebut tegangan rentang atau tegangan tarik. Tegangan yang terjadi pada
33


A
mampatan disebut tegangan mampat, sedangkan tegangan yangterjadi pada
geseran disebut tegangan geser. Pada tabel dibawah ini akan disajikan besar ketiga
jenis tegangan pada berbagai jenis bahan.
Tabel 2.2 Besar macam-macam tegangan untuk berbagai jenis bahan
Bahan Tegangan
rentang(N/m
2
)
Tegangan mampat
(N/m
2
)
Tegangan geser
(N/m
2
)
Besi 170 x 10
6
550 x 10
6
170 x 10
6

Baja 500 x 10
6
500 x 10
6
250 x 10
6

Kuningan 250 x 10
6
250 x 10
6
200 x 10
6

Aluminium 200 x 10
6
200 x 10
6
200 x10
6

Beton 2 x 10
6
20 x 10
6
2 x10
6

Batu-bata - 35 x 10
6
-
Marmer - 80 x 10
6
-
Granit 40 x 10
6
170 x 10
6
-
Kayu (pinus) 500 x 10
6
35 x 10
6
5 x 10
6

Nilon 170 x 10
6
- -

Besaran lain yang berhubungan dengan perubahan bentuk zat padat
adalah regangan. Regangan menggambarkan hasil perubahan bentuk benda.
Ketika tegangan dan regangan cukup kecil, maka kedua besaran tersebut akan
sebanding dan konstanta perbandingannya disebut sebagai modulus elastisitas,
yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Modulus Elastisitas = Tegangan / Regangan ...(1)
Perilaku elastis yang paling sederhana untuk
dipahami adalah rentangan yang terjadi pada
batang, tali, atau kawat ketika ujungnya


ditarik. Gambar diatas menunjukkan sebuah batang yang luas penampangnya A
ditarik dengan gaya F pada kedua ujungnya. Kita mengatakan bahwa batang
berada dalam tegangan. Tegangan kita definisikan sebagai perbandingan besar
gaya F dan luas penampang A,
Tegangan =


, atau

... (2)
Gambar 2.8. Tegangan
yang terjadi pada batang
34


Dalam SI, tegangan memiliki satuan Nm
-2
atau Pa
(pascal). Gambar disamping menunjukkan batang
yang memiliki panjang mula-mula L
o
dan
mengalami rentangan menjadi

, ketika
gaya F yang besarnya sama dan arahnya
berlawanan diterapkan pada ujung-ujungnya.
Pertambahan panjang yang terjadi tidak hanya pada ujungnya, tetapi pada setiap
bagian batang merentang dengan perbandingan sama. Regangan didefinisikan
sebagai perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang mula-mula

,
Regangan =


, atau

(3)

Karena merupakan hasil bagi dua besaran yang berdimensi sama, maka
regangan tidak memiliki satuan. Eksperimen menunjukkan bahwa untuk
rentangan yang cukup kecil, tegangan dan rentangan adalah sebanding. Modulus
elastis yang terkait dengan renangan ini disebut Modulus Young dan dinyatakan
dengan huruf Y:



(4)

Keterangan :
Y = Modulus young (Nm
-2
)/Pa
F = Gaya (N
A = Luas Penampang (m
2
)
= Pertambahan Panjang (m)

= Panjang mula-mula
Gambar 2.9 Regangan
yang terjadi pada batang
35

Karena regangan tanpa satuan, maka modulus young mempunyai satuan
yang sama dengan satuan tegangan yaitu Nm
-2
atau Pa (pascal). Nilai Modulus
Young untuk beberapa bahan terdaftar dalam table berikut :
Table 2.3 Nilai Modulus Young
Bahan Modulus Young< Y,E Modulus Bulk , B
10
12
dyne
cm
-2

10
6
lb in
-2
10
12
dyne
cm-
2

10
6
lb in
-2

Alumunium 0,7 10 0,7 10
Kuningan 0,91 13 0,61 8,5
Tembaga 1,1 16 1,4 20
Gelas 0,55 7,8 0,37 5,2
Besi 0,91 13 1 14
Timah 0,16 2,3 0,077 1,1
Nikel 2,1 3,0 2,6 34
Baja 2 29 1,6 23
Tungsten 3,6 51 2 29

Semakin besar nilai Y berarti semakin sulit suatu benda untuk merentang
dalam pengaruh gaya yang sama sebagai contoh nilai Y baja jauh lebih besar dari
nilai Y alumunium sehingga baja lebih sulit merentang daripada alumunium bila
pada masing-masing benda diterapkan gaya yang besarnya masing-masing sama.
Dengan mensubtitusikan tegangan

dan regangan

kedalam
persamaan

, dapat diperoleh, hubungan antara gaya tarik F dan modulus


elastis E :

(5)

...(6)
Keterangan :
E = Modulus Elastis (Nm
-2
)
F = Gaya (N)
A = Luas Penampang (m
2
)
= Pertambahan Panjang (m)

= Panjang mula-mula
= Tegangan (Nm
-2
)
36

= regangan

2.1.7.4 Hukum Hooke
Hooke menyatakan hubungan antara gaya F yang meregangkan ppegas
dan pertambahan panjang pegas x pada daerah elastis pegas. Pada daerah elastis
linear, F sebanding dengan x. Hal ini dinyatakan dalam bentuk persamaan :
(7)
Keterangan :
F = gaya yang dikerjakan pada pegas (N)
x = pertambahan panjang pegas (m)
k = konstanta pegas (N/m).
Pada waktu pegas ditarik dengan gaya F, pegas mengadakan gaya yang
besarnya sama dengan gaya yang menarik, tetapi arahnya berlawanan (F
aksi
= -
F
reaksi
). Jika gaya ini kita sebut dengan gaya pegas F
p
, yang besarnya sebanding
dengan pertambahan panjang pegas x, sehingga untuk F
p
dapat dirumuskan
sebagai :

(8)
Kedua persamaan diatas secara umum dapat dinyatakan dalam kalimat
yang disebut Hukum Hooke.
Pada daerah elastisitas benda gaya yang bekerja pada benda sebanding
dengan pertambahan panjang benda.
Sifat pegas seperti yang dinyatakan oleh Hukum Hooke tidak terbatas
pada pegas yang diregangkan, pada pegas yang dimampatkan juga berlaku Hukum
Hooke, selama pegas masih berada pada daerah elastisitasnya. Sifat pegas yang
seperti itu banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari misalnya pada neraca
pegas, bagian-bagian mesin dan pada kendaraan bermotor modern (pegas sebagai
peredam kejut).
37

2.1.7.5 Tetapan Gaya Benda Elastis
Kita telah mengetahui hubungan antara gaya tarik F dan modulus elastis
E yang dinyatakan dengan persamaan :

(9)
Dengan mengolah persamaan diatas sehingga hanya gaya tarik F yang
berada diruas kiri, kita identikkan persamaan tersebut dengan Hukum Hooke dari
persamaan :
(10)
(Ingat x = ), maka
..(11)
Maka akan diperoleh rumus umum tetapan gaya benda elastis
(12)
2.1.7.6 Konstanta Gaya Pegas Gabungan
Pembahasan mengenai konstanta gaya pegas gabungan dibagi atas
berapa susunan pegas yaitu susunan seri dan paralel serta kombinasi keduanya.
Perhatikan susunan seri dari dua buah pegas yang memiliki konstanta gaya k
1
dan
k
2
seperti tampak pada gambar dibawah ini.




Menurut Hukum Hooke pertambahan panjang pegas pertama akibat gaya
F adalah , sedangkan pertambahan panjang pegas kedua akibat gaya F
adalah . Pertambahan panjang total y sama dengan jumlah masing-
Gambar 2.10 Susunan seri dua buah pegas dengan konstanta gaya k
1

dan k
2
dapat diganti dengan sebuah pegas tunggal dengan konstanta
gaya k
p

38

masing pertambahan panjang pegas, sehingga diperoleh :


(13)
Secara umum, n buah pegas yang disusun seri memiliki konstanta gaya
pegas pengganti k
s
yang memenuhi hubungan :
..(14)
Perhatikan susunan paralel dari dua buah pegas yang memiliki konstanta
gaya k
1
dan k
2
seperti pada gambar

dibawah ini. Pegas pertama akan merasakan
gaya sebesar F
1
dan pegas kedua merasakan gaya sebesar F
2
, dimana F
1
+ F
2
= F .


Pertambahan panjang pegas pertama adalah sehingga ,
Pertambahan panjang pegas kedua adalah , sehingga ,
Mengingat, F
1
+ F
2
= F maka, . Ketika pegas disusun paralel,
maka pertambahan panjang masing-masing pegas sama yaitu . Oleh
karena itu persamaan diatas dapat dituliskan menjadi :
.(15)
Secara umum, untuk n pegas yang disusun paralel, konstanta gaya pegas
pengganti adalah :
(16)
Gambar 2.11 Susunan paralel dua buah pegas dengan konstanta gaya k
1
dan
k
2
dapat diganti dengan sebuah pegas tunggal dengan konstanta gaya k
p

39

2.1.7.7 Energi Potensial Elastis Pegas
Sebuah benda diletakkan pada ujung bebas sebuah pegas. Jika pegas
ditarik kemudian kita lepaskan, benda yang semula diam akan bergerak. Ini berarti
bahwa benda memiliki energi kinetik. Dari manakah energi kinetik ini berasal?
Karena benda dihubungkan keujung pegas, tentu saja energi kinetik benda berasal
dari energi yang tersimpan dalam pegas. Energi yang tersimpan dalam benda
karena benda mengalami perubahan kedudukan disebut energi potensial. Karena
pegas adalah benda elastis. Maka energi yang tersimpan dalam pegas ini disebut
energi potensial elastis pegas atau energi potensial pegas.
Telah anda ketahui bahwa grafik gaya tarik terhadap pertambahan
panjang pegas (grafik Fx) untuk gaya tarik F yang tidak melampaui batas
elastisitas pegas adalah berbentuk garis lurus melalui titik asal 0. Seperti
ditunjukkan pada gambar dibawah ini


F
Luas = energi potensial pegas untuk
pertambahan panjang




O x
Gambar 2.12. Grafik F- dari sebuah pegas. Energi potensial pegas
sama dengan segitiga yang diarsir

Untuk menarik pegas hingga pegas memiliki energi potensial tertentu
diperlukan usaha. Usaha dapat dihitung dari luas daerah di bawah grafik gaya
terhadap perpindahan benda. Dengan demikian energi potensial EP sama dengan
luas segitiga yang diarsir pada gambar
EP = luas grafik dibawah F- x = luas segitiga
Karena alas segitiga adalah x dan tingginya adalah F maka rumus
energi potensial pegas EP adalah :
(17)
Mengingat bahwa untuk batas elastis pegas yang tak dilampaui berlaku
40


.(18)
41

2.2 Kerangka Konseptual
Pada saat ini guruguru khususnya pada mata pelajaran fisika masih
menggunakan model pembelajaran konvensional yang menitikberatkan
pembelajaran pada metode ceramah. Jika ditinjau dari hasil belajar siswa pada
mata pelajaran fisika yang masih rendah maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran konvensional tidak efektif.
Peneliti menawarkan model pembelajaran generatif dimana siswa
diharapkan memiliki pegetahuan, kemampuan serta keterampilan untuk
mengkonstruksi/membangun pengetahuan secara mandiri. Dengan pengetahuan
awal yang telah dimiliki sebelumnya dan menghubungkannya dengan konsep
yang dipelajari, akhirnya siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan baru dan di
harapkan hasil belajar siswa lebih baik dari penerapan model konvensional.
Perbedaan aktivitas siswa pada model pembelajaran konvensional dan
model pembelajaran generatif dapat dilihat dari 2 bagan berikut :












Gambar 2.13. Bagan Perbedaan Model Pembelajaran Generatif dan Konvensional
KarakteristikPembelajaran konvensional :
1. Pembelajaran berjalan membosankan, siswa
hanya aktif membuat catatan
2. Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah
cepat terlupakan
3. Ceramah menyebabkan pembelajaran siswa
hanya sekedar menghafal apa yang didapat tanpa
menimbulkan pengertian tersendiri dari siswa.
Pembelajaran
Generatif
Karakteristik pembelajaran Generatif :
1. Siswa aktif untuk mencari fakta-fakta sains
melalui percobaan, sehingga suasana
pembelajaran menjadi lebih hidup.
2. Pengetahuan yang dipeoleh siswa melalui
pengalaman akan disimpan dalam memori
jangka panjang
3. Siswa tak hanya sekedar menghafal pelajaran
tetapi dapat membuat pengertian sendiri
berdasarkan hasil percobaannya.
Hasil belajar
lebih optimal
Pembelajaran
konvensional
Hasil belajar
kurang optimal
42

2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Penelitian ini adalah :
H
0
: Tidak ada peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran generatif pada materi pokok elastisitas di kelas XI SMA Laksamana
Martadinata T.P 2011/2012.
H
a
: Ada peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran generatif pada materi pokok elastisitas di kelas XI SMA Laksamana
Martadinata T.P 2011/2012.























43

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kelas XI SMA Laksamana Matadinata Medan
Tahun Ajaran 2011/2012 .Waktu penelitian pada tanggal 314 Pebruari 2012.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Laksamana
Martadinata Tahun Ajaran 2011/2012 sebanyak 2 kelas setara.
3.2.2 Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini 43 siswa masing-masing dari 2 kelas yang
ditentukan dengan teknik stratified sample. Satu kelas yaitu kelas XI IPA 1
sebagai kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran generatif dan satu
kelas kontrol yaitu kelas XI IPA 2 menggunakan model pembelajaran
konvensional.
3.3 Variabel Penelitian
Dalam penelitian digunakan dua jenis variabel penelitian, yaitu variabel
bebas dan variabel terikat.
a. Sebagai variabel bebas adalah pembelajaran generatif
b. Sebagai variabel terikat adalah hasil belajar siswa pada materi Elastisitas.
3.4 Jenis dan Desain Penelitian
3.4.1 Jenis Penelitian
Penelitian merupakan penelitian quasi eksperimen, yaitu penelitian
dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan akibat pengaruh dari
sesuatu yang dikenakan pada siswa sebagai subjek penelitian. Pengaruh yang
dimaksudkan adalah peningkatan hasil belajar siswa dengan model pembelajaran
yang telah ditentukan dapat dilihat dari hasil jawaban siswa pada tes hasil belajar.
3.4.2 Desain Penelitian
Desain penelitian menggunakan model two group pretest-posttest design.
Desain digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan memberikan tes
pada kedua kelas sebelum dan sesudah diberi perlakuan.
44

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Kelas Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen
X
1

S
X
2

Kontrol
X
1

O
X
2

Keterangan :
X
1
= Pemberian pretes.
X
2

= Pemberian postes.
S = Perlakuan dengan model pembelajaran generatif
O = Perlakuan dengan model pembelajaran konvensional.

3.5. Prosedur penelitian
Tahapan tahap pelaksanaan penelitian adalah:
1. Tahap persiapan
Kegiatan yang dilakukan meliputi :
a. Membuat surat persetujuan dosen pembimbing.
b. Menentukan masalah, judul, lokasi, dan waktu penelitian.
c. Menentukan populasi dan sampel.
d. Melakukan studi pendahuluan ke sekolah
e. Menyusun dan mengembangkan perangkat pembelajaran serta instrumen
penelitian.
2. Tahap pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan meliputi :
a. Memvalidkan tes / instrumen penelitian.
b. Menentukan kelas sampel dan kelas kontrol dari populasi yang ada.
c. Memberikan test awal pada kedua kelas untuk melihat kemampuan awal
siswa.
d. Melakukan uji normalitas dan homogenitas data tes awal.
e. Membagi kelompok belajar siswa untuk siswa di kelas eksperimen.
f. Melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran sesuai desain
penelitian.
g. Memberikan tes akhir pada siswa setelah pembelajaran.
45

3. Analisis data dan kesimpulan
Di bawah ini merupakan gambar alur rancangan penelitian yang dilaksanakan.

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian
Pembelajaran generatif Pembelajaran
konvensional
(Metode ceramah)
)

Kelas eksperimen Kelas kontrol
Tes Akhir
Analisa Data
Kesimpulan
Tabulasi data
Selesai
Kelas eksperimen Kelas kontrol
Sampel
Populasi
Tes awal
Normalitas dan Homogenitas
data
Mulai
46

3.6 Teknik Pengumpulan Data
3.6.1 Pretes
Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, dilaksanakan tes awal untuk
mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam materi elastisitas pada kelas kontrol
dan kelas eksperimen .
3.6.2 Postes
Setelah materi elastisitas diajarkan kepada siswa maka dilaksanakan
postes untuk mengetahui hasil belajar siswa pada kelas kontrol dan eksperimen .
3.7 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah tes hasil belajar siswa berjumlah lima belas
soal dalam bentuk pilihan berganda dengan lima pilihan (option). Sebelum
dilakukan penelitian, tes yang telah disusun terlebih dahulu diuji validitasnya. Tes
dituangkan dalam bentuk tabel spesifikasi tes hasil belajar berikut:
Tabel 3.2. Tabel Spesifikasi Tes Hasil Belajar Pada Materi Pokok Elastisitas
No
Materi Pokok
Sub Materi Pokok
Klasifikasi / Kategori Jumlah
soal C
1
C
2
C
3
C
4
C
5
C
6

1.
Perubahan Bentuk
1



1
2.
Tegangan dan regangan
2,3 4,5

4
3.
Hukum Hooke


6,7,8
15
9
5
4
Susunan pegas



10,11

2
5
Energi Potensial elastik
pegas
13,14 12

3

JUMLAH 1 2 5 4 2 1 15
Keterangan:
C
1
= Pengetahuan C
3
= Penerapan
5
C = Sintesis
C
2
= Pemahaman C
4
= Analisis
6
C = Evaluasi
Jawaban-jawaban tes obyektif diperiksa dengan mempergunakan kunci
jawaban. Kunci jawaban ada beberapa macam jenisnya. Kunci jawaban yang
digunakan penulis adalah kunci sistem tusukan. Apabila pilihannya benar maka
lobang akan terjadi tepat ditengah kotak yang disediakan. Tetapi apabila
47

pilihannya salah, maka lobang yang terjadi berada di luar lingkaran.
Dimana skor jawaban yang benar bernilai 1, dan skor jawaban yang salah
bernilai nol. Setelah dilakukan penskoran, tahapan selanjutnya adalah penilaian
dengan menggunakan rumus:
100
r
=
soal Jumlah
bena yang soal Jumlah
Nilai

Dalam penyusunan tes digunakan validitas isi untuk menyesuaikan
soal-soal tes dengan berpedoman pada kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) dengan materi pokok elastisitas.
3.7.1 Uji Coba Instrumen Penelitian
Sebelum dilakukan penelitian, tes yang telah disusun terlebih dahulu
diuji validitasnya dengan menggunakan validitas isi.
3.7.1.1 Validitas Isi
Validitas isi adalah derajat di mana sebuah tes mengukur cakupan
substansi yang ingin diukur. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila
mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran
yang diberikan. Instrumen yang telah disusun kemudian divaliditaskan kepada
ahli yaitu dosen atau guru. Jumlah seluruh spesifikasi butir soal sebelum
divalidkan adalah sebanyak 15 soal.
Ketiga validator diminta untuk mengamati secara cermat semua item
dalam tes yang hendak divalidasi dan mengoreksi item-item yang telah dibuat.
Dan pada akhir perbaikan mereka juga diminta untuk memberikan pertimbangan
tentang bagaimana suatu tes tersebut menggambarkan cakupan isi yang hendak
diukur.
3.7.2 Lembar Observasi
Dalam pengumpulan data selama proses pembelajaran berlangsung
peneliti dibantu oleh observer. Peran observer adalah mengamati aktivitas
pembelajaran berpedoman pada lembar observasi yang disiapkan serta
memberikan penilaian berdasarkan pengamatan.


48

3.7.3 Instrumen 2 Ranah Psikomotorik Siswa (Aktivitas)
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data keaktifan siswa
adalah dengan melakukan pengamatan terhadap siswa pada saat melakukan
kegiatan pembelajaran.
Tabel 3.3. Tabel hasil observasi Aktivitas Belajar Siswa dalam Kelompok

No
.

Nam
a
Aspek Yang Dinilai
Jumlah
Memberika
n
pertanyaan
Memberika
n tanggapan
Memberika
n jawaban
Menyampaika
n ide/pendapat
Membuat
kesimpula
n
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Sko
r
Nila
i
1.
2.
3.
dst

Nilai % =


x 100%

Keterangan :
81% - 100% : Sangat Aktif (A)
66% - 80% : Aktif (B)
51% - 65% : Cukup Aktif (C)
0% - 50% : Buruk (D)
3.8. Teknik Analisis Data
Pemilihan teknik analisis data interval ditentukan penyebaran datanya.
Yang dimaksud dengan penyebaran data adalah bagaimana data tersebut tersebar
antara nilai paling tinggi dengan nilai paling rendah, serta variabilitas di
dalamnya. Karena itu pengujian normalitas sampel harus dilakukan.
3.8.1. Menentukan Mean

N
X
X
i
= (Sudjana, 2005:67)
Keterangan :
X = Mean (rata-rata) nilai siswa

= nilai siswa ke i
N = Jumlah siswa
49

i
X

= Jumlah nilai siswa
3.8.2. Menentukan Simpangan Baku

) 1 (
) (
2 2

E
=

N N
X X N
S
i
i
(Sudjana, 2005 : 94)
3.8.3. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji, digunakan Uji
Liliefors Menurut Sudjana (2005:466), langkah-langkah yang dilakukan untuk
pengujian adalah sebagai berikut:
a. Data X
1
, X
2
, X
3
,,X
n
dijadikan bilangan baku, Z
1
, Z
2
, Z
3
,,Z
n
dengan
menggunakan rumus
s
X X
Z
i
i

= dimana: X
i
= Responden X
1
,
X
2
,..,X
n


X = Rata-rata perhitungan
S = Simpangan baku
b. Menghitung peluang F(Zi) = T (Z<Zi)
c. Menghitung proporsi Z
1
, Z
2
, Z
3
,,Z
n
yang lebih kecil atau sama dengan Zi.
Jika proporsi ini dinyatakan oleh S (Zi) maka
N
Z yang Z Z Z Z banyaknya
Zi S
i n
s
=
,........ , ,
) (
3 2 1

d. Menghitung selisih F (Z
i
)-S (Z
i
) yang diambil harga mutlaknya.
e. Mengambil harga mutlak yang paling besar dari selisih itu dan disebut Lo.
Hipotesis normalitas diterima jika harga Lo < Li tabel untuk uji Lilliefors
dengan taraf nyata o = 0,05 dan sebaliknya ditolak.
3.8.4. Uji Homogenitas
Untuk uji homogenitas digunakan hipotesis :
H
o
:
2
2
2
1
S S = atau kedua populasi mempunyai varians yang sama
H
1
:
2
2
2
1
S S = atau kedua populasi tidak mempunyai varians yang sama


50

Untuk mengetahui apakah data dari kelas eksperimen dan kelas kontrol homogen
atau tidak maka digunakan uji homogenitas dengan rumus:

2
2
2
1
S
S
F = (Sudjana, 2002:249)
Keterangan :

2
1
S = Varians terbesar

2
2
S = Varians terkecil
Kriteria pengujian hipotesis terima Ho jika
) 1 )( 1 (
1
n
F
o
< F < F
(1/2)(n1-1)(n2-1)
dimana F
(1/2)(n1-1)(n2-1)
diperoleh dari daftar distribusi F dengan dk pembilang = n
dan dk penyebut = n pada taraf nyata = 0,1.
Dimana :
1
n

= ukuran sampel kelas eksperimen

2
n = ukuran sampel kelas kontrol
Jika pengolahan data menunjukkan bahwa F
hitung
<F
tabel
maka H
0
diterima,
dapat diambil kesimpulan bahwa kedua sampel mempunyai varians yang
homogen. Jika pengolahan data menunjukkan bahwa F
hitung
> F
tabel
, maka H
0
ditolak dan terima H
a,
dapat diambil kesimpulan bahwa kedua sampel tidak
mempunyai varians yang homogen.
3.8.5. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Uji kemampuan awal/pretes siswa (uji t dua pihak)
Uji t dua pihak digunakan untuk mengetahui kesamaan kemampuan awal
siswa pada kedua kelompok sampel.
Hipotesis yang diuji berbentuk :
Ho :
2 1
= : kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai kemampuan awal
yang sama.
H
1
:
2 1
= : kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai kemampuan awal
yang berbeda.
Bila data penelitian berdistribusi normal dan homogen maka untuk menguji
hipotesis menggunakan uji beda dengan rumus :
51

t
hitung
=
|
|
.
|

\
|
+
|
|
.
|

\
|

2 2
2 1
1 1
n n
S
X X
(Sudjana 1992:239)
Tetapi jika kedua kelas tidak homogen, maka digunakan :

2
2
2
1
2
1
2 1 ,
n
S
n
S
S
X X
t
+

= (Sudjana 1992:241)
Di mana S adalah varians gabungan yang dihitung dengan rumus yang
dikemukakan oeh Sudjana ( 2002 : 239 ) :
S
2
) 1 ( ) 1 (
2 1
2
2 2
2
1 1 2
+
+
=
n n
S n S n

Dengan t = distribusi t
=
1
x nilai rata rata kelas eksperimen
=
2
x nilai rata rata kelas kontrol
n
1
= ukuran kelas eksperimen
n
2
= ukuran kelas kontrol
S
2
1
= varians kelas eksperimen
S
2
2
= varians kelas kontrol
Kriteria pengujian adalah : Menurut Sudjana (2002 :239),terima Ho jika

o o 2 / 1 1 2 / 1 1
< < t t t dimana o 2 / 1
1
t didapat dari daftar distribusi t dengan
dk = (
2 1
n n + - 2) dan peluang ( o 2 / 1 1 ) dan 05 , 0 = o . Untuk harga t
lainnya Ho ditolak.
b. Uji Kemampuan Postest (Uji t satu pihak)
Uji t satu pihak digunakan untuk mengetahui pengaruh dari suatu
perlakuan yaitu model pembelajaran generatif terhadap hasil belajar siswa.
Hipotesis yang diujikan adalah :
H
0
:
2 1
= : Pengaruh model pembelajaran generatif tidak lebih baik terhadap
hasil belajar siswa daripada Pembelajaran Konvensional pada materi pokok
elastisitas.
52

H
1
:
2 1
= : Pengaruh model pembelajaran generatif lebih baik terhadap
hasil belajar siswa daripada Pembelajaran Konvensional pada materi
pokok elastisitas
Kriteria pengujian yang berlaku ialah : terima H
o
jika t
hitung
< t
1-o
,
dimana t
1- o
di dapatdari daftar distribusi t dengan dk = (n
1
+ n
2
2) dan peluang
(t
1 - o
) dan
o
=0,05. jika t mempunyai harga-harga lain H
0
di tolak.

3.8.6 Persentase Peningkatan Hasil Belajar
Persentase peningkatan hasil belajar dihitung dengan rumus :

53

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk menerapkan model
pembelajaran generatif di SMA Laksamana Martadinata, diperoleh hasil belajar
fisika siswa pada materi pokok elastisitas yang diuraikan sebagai berikut.
Penelitian dilaksanakan dengan jenis quasi eksperimen yang melibatkan dua kelas
sebagai sampel, masing-masing kelas diberi perlakuan yang berbeda.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik stratified sampling yaitu kelas XI
IPA 1 sebagai kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran generatif
dengan jumlah siswa sebanyak 43 siswa dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol
menggunakan model pembelajaran konvensional dengan 43 siswa.
Tes yang digunakan dalam penelitian sebanyak 15 soal berbentuk pilihan
ganda. Validitas yang digunakan dalam penelitian adalah validitas isi yang
telahdiuji oleh tim ahli sebagai validator sebanyak 3 orang, yaitu 1 orang dosen
fisika Unimed dan 2 orang guru mata pelajaran fisika di SMA Laksamana
Martadinata (Lampiran 21).

4.1.2. Pelaksanaan Pretes
Sebelum dilaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran
generatif dan model pembelajaran konvensional maka terlebih dahulu dilakukan
pretes yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Hasil tes yang
dilakukan, diperoleh data pretes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Secara
ringkas data pretes kelas eksperimen dan kontrol dijelaskan dalam tabel distribusi
frekuensi berikut :





54

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Nilai Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol
No. Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Nilai
Pretes
i
F
X
S Nilai Pretes
i
F
X
S
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
13 20
21 27
28 34
35 41
42 48
49 55
56 - 62
4
6
8
12
9
3
1


37,7


10,3
13 20
21 27
28 34
35 41
42 48
49 55
56 62
5
6
10
9
7
3
3


33,2


12,1
Jumlah 43 Jumlah 43

Data pretes siswa kelas eksperimen dan kontrol dapat pula dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.2. Nilai Pretes Untuk Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Statistik
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pretes Pretes
Nilai Tertinggi
Nilai Terendah
Range (Jarak)
60,0
13,3
46,7
60,0
13,3
46,7
Jumlah Nilai 1620,0 1600
Mean 37,7 37,2
Standar Deviasi 10,3 12,1

Hasil pretes siswa pada kelas eksperimen dan kontrol dapat dilihat dalam
bentuk diagram batang berikut :



55


Gambar 4.1 Diagram Batang Data Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

4.1.3 Uji Normalitas Data
Uji normalitas data penelitian dilakukan dengan menggunakan uji
Liliefors. Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data kedua
sampel berdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan data penelitian diperoleh
bahwa nilai pretes kedua kelompok sampel memiliki data yang normal atau
L
hitung
<L
Tabel
pada taraf signifikan 0,05 dan N
eksperimen
= 43, N
kontrol
= 43. Hasil uji
normalitas data pretes kedua kelas sebagai berikut : (perhitungan pada lampiran
11)
Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas Data
Kelas
hitung
L L
tabel
(=0,05) Keterangan
Eksperimen 0,1105 0,1351 Normal
Kontrol 0,1205 0,1351 Normal

Berdasarkan dari Tabel 4.3 menunjukkan bahwa L
hitung
< L
Tabel
maka data
pretes kedua kelompok sampel berdistribusi normal
0
2
4
6
8
10
12
13-20 21-27 28-34 35-41 42-48 47-53 54-60
F
r
e
k
u
e
n
s
i

S
i
s
w
a

Nilai
Diagram Batang Nilai Pretes Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol
Kelas
Eksperimen
Kelas Kontrol
56

4.1.4. Uji Homogenitas Data
Uji Homogenitas data penelitian dilakukan dengan menggunakan uji F.
Uji homogenitas data bertujuan untuk mengetahui apakah kedua sampel berasal
dari populasi yang homogen atau tidak. Berdasarkan perhitungan (lampiran 12)
hasil uji homogenitas pretes diperoleh nilai F
hitung
=1,38. Pada taraf signifikan
0,05 diperoleh harga F
Tabel
= 1,64.
Karena F
hitung
< F
Tabel
maka data pretes kedua sampel homogen yang
berarti data yang diperoleh dapat mewakili seluruh populasi yang ada. Secara
ringkas hasil perhitungan uji homogenitas data pretes kedua kelas (perhitungan
pada lampiran 12) ditunjukkan pada Tabel 4.5 dibawah ini.
Tabel 4.4. Ringkasan Uji Homogenitas Data
Data Kelas Varians F
hitung
F
tabel
Keterangan
Pretes
Eksperimen 106,1
1,38 1,64 Homogen
Kontrol 146,6

4.1.5. Pelaksanaan Pembelajaran
a. Kelas Eksperimen
Pada kelas eksperimen, peneliti melaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan model generatif untuk mengeksplorasi pengetahuan awal siswa
tentang konsep fisika kemudian dikonstruksi menjadi konsepsi yang lebih baik
dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian, kegiatan pembelajaran dilakukan 3
pertemuan yakni pertemuan pertama (2x45 menit), pertemuan kedua (2x45
menit), dan pertemuan ketiga (2x45 menit). Model pembelajaran generatif terdiri
dari 4 tahap yaitu :
1. Eksplorasi : Pada tahap eksplorasi guru membimbing siswa untuk
melakukan eksplorasi pengetahuan, ide, atau konsepsi awal yang diperoleh
dari pengalaman sehari-harinya atau diperoleh dari pembelajaran pada tingkat
kelas sebelumnya. Untuk mendorong siswa melakukan eksplorasi, guru
memberikan stimulus berupa pertanyaan, demonstrasi atau penelusuran
terhadap suatu permasalahan yang dapat menunjukkan data atau fakta yang
terkait dengan konsepsi yang dipelajari. Pada tahap ini dibutuhkan waktu 20
menit
57

2. Pemfokusan : Pada tahap pemfokusan siswa melakukan pengujian hipotesis
melalui kegiatan laboratorium. Pada tahap ini guru bertugas sebagai fasilitator
yang memberi bimbingan dan arahan, dengan demikian para siswa dapat
melakukan proses sains dengan tepat. Pada tahap ini dibutuhkan waktu 40
menit.
3. Tantangan : Setelah siswa memperoleh data selanjutnya menyimpulkan dan
menulis dalam lembar kerja. Para siswa diminta mempresentasikan temuan
melalui diskusi kelas. Melalui diskusi kelas akan terjadi proses tukar
pengalaman diantara siswa. Dalam tahap ini siswa berlatih untuk berani
mengeluarkan ide, kritik, berdebat, menghargai pendapat teman, dan
mengahargai adaya perbedaaan diantara pendapat teman. Pada tahap ini
dibutuhkan waktu 20 menit
4. Penerapan : Pada tahap ini, siswa diajak untuk dapat memecahkan masalah
dengan menggunakan konsep barunya atau konsep benar dalam situasi baru
yang berkaitan dengan hal-hal praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Pemberian tugas rumah atau tugas proyek yang dikerjakan siswa diluar jam
pertemuan merupakan bentuk penerapan yang baik. Pada tahap ini siswa
perlu diberi banyak latihan-latihan soal. Dengan adanya latihan soal, siswa
akan semakin memahami konsep (isi pembelajaran) secara lebih mendalam
dan bermakna. Pada akhirnya konsep yang dipelajari siswa akan masuk ke
memori jangka panjang; ini berarti tingkat retensi siswa semakin baik. Pada
tahap ini dibutuhkan waktu 10 menit
Untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan siswa selama proses
pembelajaran, saat pembelajaran berlangsung dilakukan observasi oleh 2 orang
pengamat yang dilengkapi lembar observasi. Jenis aktivitas yang diamati adalah :
(1) memberikan pertanyaan (2) memberikan tanggapan (3) memberikan jawaban
dan (4) menyampaikan ide/pendapat (5) membuat kesimpulan, untuk pertemuan
ke-1, untuk pertemuan ke-2 dan ke-3. Aspek-aspek pengamatan aktivitas diberi
skor 1 sampai 3 dengan berpedoman pada penskoran observasi aktivitas siswa
(lampiran 20 ). Berdasarkan lampiran 20, maka dibuat rekapitulasi hasil observasi
aktivitas belajar siswa pada pertemuan 1, pertemuan 2, dan pertemuan 3 seperti
58

tercantum pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.5. Rekapitulasi Aktivitas Belajar Kelas Eksperimen Pertemuan I,II,III
No. Indikator
Aktivitas Tiap Pertemuan
I II III
1. Memberikan pertanyaan 14,8 15,4 18,8
2. Memberikan tanggapan 13,2 16,2 19,4
3. Memberikan jawaban 15,8 17,2 20,8
4. Menyampaikan
ide/pendapat
11,6 12,6 17,2
5. Membuat kesimpulan 15,2 15,8 17,0
Jumlah Persentase Aktivitas 2498,6 2698,6 3051,5
Rata rata Aktivitas 58,1 62,7 70,9
Kriteria Cukup Aktif
(C)
Cukup Aktif
(C)
Aktif (B)

Adapun diagram batang untuk aktivitas siswa kelas eksperimen
digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4.2. Diagram Batang Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen
Berdasarkan data pada tabel 4.5 maka aktivitas belajar siswa selama
menggunakan model pembelajaran generatif menunjukkan bahwa pada
pertemuan pertama diperoleh nilai rata-rata aktivitas siswa 58,1 dalam kategori (C)
0
5
10
15
20
25
I II III IV V
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

A
k
t
i
v
i
t
a
s

Indikator
Diagram Batang Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen

Pertemuan I
Pertemuan II
Pertemuan III
59

atau cukup aktif, pada pertemuan kedua diperoleh nilai rata-rata aktivitas siswa
62,7 dalam kategori (C) atau cukup aktif dan pada pertemuan ketiga diperoleh
nilai rata-rata aktivitas siswa 70,9 dalam kategori (B) atau aktif. Dari ketiga
pertemuan diperoleh rata-rata aktivitas belajar siswa 63,9 dalam kategori (C) atau
cukup aktif.
b. Kelas Kontrol
Kelas kontrol yaitu kelas XI IPA 2 menerapkan pembelajaran
konvensional yang merupakan sebuah sistem pembelajaran dengan metode
ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi. Alokasi waktu pembelajaran sama seperti
pada kelas eksperimen terdiri dari 3 kali pertemuan yakni pertemuan pertama
(2x45 menit), pertemuan kedua (2x45 menit), dan pertemuan ketiga (2x45menit).

Tabel 4.6. Rekapitulasi Aktivitas Belajar Kelas Kontrol Pertemuan I,II,III
No. Indikator
Pertemuan
I II III
1. Memberikan pertanyaan 12,6 17,2 16,6
2. Memberikan tanggapan 15,4 15,4 17,4
3. Memberikan jawaban 15,8 17,2 17,0
4. Menyampaikan
ide/pendapat
12,2 12,2 16,6
5. Membuat kesimpulan 11,6 15,6 17,6
Jumlah Persentase Aktivitas 2259,0 2538,6 2785.3
Ratarata Aktivitas 52,5 59,0 64,8
Kriteria C C C

Adapun diagram batang untuk aktivitas siswa kelas kontrol digambarkan sebagai
berikut :
60


Gambar 4.3. Diagram Batang Aktivitas Siswa Kelas Kontrol
Berdasarkan data pada tabel 4.6 hasil observasi aktivitas belajar siswa
dengan menggunakan model pembelajaran konvensional menunjukkan pada
pertemuan pertama diperoleh nilai rata-rata aktivitas siswa 52,5 dalam kategori
cukup aktif, pada pertemuan kedua diperoleh nilai rata-rata aktivitas siswa 59,0
dalam kategori aktif dan pada pertemuan ketiga diperoleh nilai rata-rata aktivitas
siswa 64,8 dalam kategori aktif. Dari ketiga pertemuan diperoleh rata-rata
aktivitas belajar siswa 60,3 dalam kategori (C) atau cukup aktif.
4.1.6. Pelaksanaan Postes
Setelah diberikan perlakuan pada masing-masing kelas, dilaksanakan
postes untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Hasil belajar siswa pada materi pokok elastisitas dengan menggunakan model
pembelajaran generatif di kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan model
pembelajaran konvensional di kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol secara ringkas
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
0
5
10
15
20
I II III VI VI
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

A
k
t
i
v
i
t
a
s

S
i
s
w
a

Indikator
Diagram Batang Aktivitas Siswa Kelas Kontrol
Pertemuan I
Pertemuan II
Pertemuan III
61


Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Hasil Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
No.
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Nilai Postes
i
F
X
S Nilai Postes
i
F
X
S
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
40 47
48 55
56 63
64 71
72 79
80 87
88 96
2
3
5
9
6
10
8




72,1






12,1



40 47
48 55
56 63
64 71
72 79
80 87
88 96
8
3
8
8
5
4
7




65,9




15,4
Jumlah 43 Jumlah 43

Hasil postes kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah pembelajaran
dengan model generatif dan model konvensional secara ringkas diperlihatkan pada
tabel dibawah ini.
Tabel 4.8. Hasil Postes Untuk Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Statistik
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Postes Postes
Nilai Tertinggi
Nilai Terendah
Range (Jarak)
93,3
46,7
46,6
93,3
40,0
53,3
Jumlah Nilai 3100,0 2833
Mean 72,1 65,9
Standar Deviasi 12,1 15,4

Untuk lebih jelasnya hasil postes siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
62


Gambar 4.4. Diagram Batang Data Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

4.1.7. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis ditentukan dengan melihat perbedaan hasil belajar
siswa kelas eksperimen. Nilai ratarata pretes kelas eksperimen adalah 37,7 dan
kelas kontrol adalah 37,2. Dari Hasil perhitungan diperoleh t
hitung
= 0,2067 dan
t
tabel
untuk = 0,05 adalah 1,992. Karena t
hitung
< t
tabel
dapat dinyatakan bahwa
tidak ada perbedaan kemampuan awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Nilai ratarata postes kelas eksperimen adalah 72,1 dan kelas kontrol
adalah 65,9. Hasil pengujian hipotesis pada taraf signifikan = 0,05 dan dk = 84,
untuk pengujian postes diperoleh t
hitung
= 1,785 sedangkan t
Tabel
= 1,666. Kriteria
pengujian adalah : terima H
0
jika
o o 2 / 1 1 2 / 1 1
< < t t t = -1,669 < t
hitumg
< 1,669,
serta tolak H
0
jika t memiliki harga yang lain, karena harga t
hitung
= 1,785, maka
H
0
ditolak dan H
a
diterima yang berarti terdapat perbedaan hasil belajar siswa
yang menggunakan model pembelajaran generatif dengan model pembelajaran
konvensional pada materi pokok elastisitas di kelas XI SMA Laksamana
Martadinata T.P. 2011/2012. Secara ringkas hasil perhitungan uji hipotesis
(perhitungan pada lampiran 13) tertera pada Tabel 4.9. berikut.



0
2
4
6
8
10
40 47 48 55 56 63 64 71 72 79 80 87 88 96
F
r
e
k
u
e
n
s
i

s
i
s
w
a

Nilai
Diagram Batang Hasil Postes
Kelas
Eksperimen
Kelas Kontrol
63

Tabel 4.9. Ringkasan perhitungan uji t
No. Sampel Rata-rata t
hitung
t
Tabel
Kesimpulan
1.
2.
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
72,1
65,9
1,785 1,666 Terdapat
perbedaan

4.2 Pembahasan Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kelas XI SMA Laksamana Martadinata T.P.
2011/2012 pada materi pokok elastisitas. Penelitian tergolong dalam penelitian
quasi eksperimen yang melibatkan dua sampel kelas yang menerapkan dua
perlakuan berbeda, yaitu kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen yang
diterapkan model pembelajaran generatif dan kelas XI IPA 2 dengan model
pembelajaran konvensional.
Pada awal penelitian masing-masing kelas diberikan pretes untuk
mengetahui kemampuan awal siswa pada materi pokok elastisitas. Dari hasil
pretes diperoleh hasil belajar siswa pada kelas kontrol yaitu dengan rata-rata 37,7
dan pada kelas eksperimen dengan rata-rata 37,2. Kemudian dilakukan uji
normalitas data penelitian dengan menggunakan uji Liliefors dan nilai L
tabel
0,1351. Hasil pengujian menunjukkan nilai pretes kedua kelompok sampel yaitu
kelas eksperimen 0,1105<0,1351 dan kelas kontrol 0,1205<0,1351 atau L
hitung
<
L
Tabel
pada taraf signifikan 0,05. Dengan demikian terbukti bahwa data pretes
kedua kelompok sampel berdistribusi normal.
Uji Homogenitas data penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah
kedua sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Berdasarkan
perhitungan hasil uji homogenitas pretes diperoleh nilai F
hitung
=1,38. Pada taraf
signifikan 0,05 diperoleh harga F
Tabel
= 1,64. Karena F
hitung
<F
Tabel
maka data
pretes kedua sampel homogen yang berarti data yang diperoleh dapat mewakili
seluruh populasi yang ada.
Kemudian dilaksanakan proses kegiatan belajar mengajar di kelas XI
IPA 1 sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran
generatif. Sebelum memulai pembelajaran, peneliti menyiapkan alat dan bahan
yang akan diperlukan selama proses pembelajaran berlangsung. Kegiatan belajar
mengajar dengan menggunakan model generatif melalui empat tahap yaitu
64

Eksplorasi, Pemfokusan, Tantangan dan Aplikasi.
Eksplorasi, pada tahap eksplorasi guru membimbing siswa untuk
mengungkapkan pengetahuan, ide, atau konsepsi awal yang dimiliki siswa,
aktivitas siswa dilihat dari tanya jawab dan diskusi dalam kelompok. Peningkatan
aktivitas siswa pada tahap eksplorasi terus meningkat dari pertemuan pertama
hingga pertemuan ketiga, terlihat dari terpenuhinya indikatorindikator seperti
memberikan pertanyaan, memberikan jawaban, dan mengungkapkan pendapat
Pemfokusan, Pada tahap pemfokusan siswa melaksanakan pengujian
hipotesis melalui kegiatan laboratorium. Dengan praktikum peningkatan aktivitas
siswa lebih menonjol, karena siswa dituntut menerapkan konsep yang sudah
dimiliki pada praktek sesungguhnya. Selama kegiatan praktikum siswa antusias
melakukan langkahlangkah pada lembar kerja. Hal ini berdampak positif karena
dengan praktek langsung siswa lebih memahami konsep, juga mengingat hasil
yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama.
Tantangan : Setelah memperoleh data selanjutnya menyimpulkan dan
menulis dalam lembar kerja. Keterlibatan siswa ditahap sebelumnya terlihat ketika
siswa diminta mempresentasikan temuan praktek melalui diskusi kelas. Satu
persatu perwakilan kelompok mengemukakan hasil uji ilmuwan, sedangkan
kelompok lain diberi kesempatan untuk menggapi. Pada tahap ini tampak
peningkatan indikator penyampaian ide dan membuat kesimpulan di setiap
pertemuan.
Penerapan : Kesimpulan pada tahap tantangan, selanjutnya diterapkan
dengan mengajak siswa memecahkan masalah menggunakan konsep baru.
Penerapan yang diberikan berupa soal dan contoh situasi kehidupan sehari-hari.
Sehingga pada tahap akhir aktivitas siswa berupa rekonstruksi pengetahuan lama
dengan pengetahuan baru dan kesadaran akan pentingnya pembelajaran yang
dilaksanakan.
Dengan tahaptahap pembelajaran generatif, aktivitas siswa terus
meningkat disetiap pertemuan, dari pertemuan I III peningkatan aktivitas siswa
meningkat sebesar 12,8% . Berdasarkan peningkatan aktivitas belajar siswa
terlihat bahwa model generatif membuat pembelajaran berjalan lebih produktif,
65

bermakna serta tidak membosankan sehingga memberikan hasil belajar yang lebih
baik diantaranya sebagai berikut :
1. Mendorong Siswa untuk memiliki rasa ingin tahu dan respon yang muncul
dari keingintahuannya dan mendiskusikan hal tersebut dengan teman
kelompoknya.
2. Mendorong siswa untuk berdiskusi dan membuat hipotesis dari praktikum
yang dilakukan pada saat proses belajar mengajar
3. Mendorong siswa untuk memahami konsep materi pelajaran dengan baik.
4. Siswa aktif untuk mengeksplorasi pengetahuan melalui percobaan (pratikum).
5. Meningkatkan rasa percaya diri siswa untuk menerangkan pengetahuan yang
dimilikinya dengan mempresentasikannya di depan kelas.
6. Memungkinkan siswa mengingat konsep yang benar dalam jangka waktu
lama karena sudah melakukan eksperimen secara mandiri.
Beberapa kelebihan yang didapat menunjukkan bahwa model
pembelajaran generatif membantu siswa memahami materi pelajaran, terutama
terhadap materi-materi yang lebih sukar dan memerlukan pemahaman konsep
dengna benar melalui eksplorasi pikiran dan uji eksperimen sehingga siswa lebih
aktif dibandingkan siswa yang diajar dengan model konvensional.
Pelaksanaan model pembelajaran generatif yang dilakukan peneliti juga
mengalami kendalakendalan yang menyebabkan pencapaian hasil belajar belum
maksimal. Kendalakendalan yang dialami peneliti dalam menerapkan model
pembelajaran generatif antara lain :
1. Keterbatasan peneliti dalam mengalokasikan waktu dan menguasai kelas,
sehingga praktikum memakan waktu yang lama dan ada beberapa siswa lebih
memilih untuk diam menunggu hasil dari siswa lain tanpa ikut memnbantu dan
mengamati jalannya praktikum, kelas menjadi tidak kondusif dan pelaksanaan
penenlitian kurang efektif.
2. Jarangnya melakukan praktikum membuat siswa kesulitan dalam pengenalan
alat-alat laboratorium sehingga siswa cenderung menunggu tindakan guru
untuk memulai percobaan.
66

3. Kurangnya penekanan konsep kepada siswa, sehingga siswa sulit memahami
materi tanpa ada penjelasan dari guru.
Upaya yang dilakukan untuk meminimalkan keterbatasan peneliti adalah
pada pertemuan selanjutnya peneliti memberi pengarahan yang jelas kepada siswa
dan mempersiapkan peralatan praktikum sebelum pembelajaran dimulai sehingga
menghemat waktu.
Setelah melaksanakan pembelajaran generatif pada kelas eksperimen
selama 3 pertemuan kemudian peneliti memberikan postes. Dari hasil postes pada
kelas eksperimen diperoleh rata-rata 72,1. Saat pembelajaran berlangsung terlihat
aktivitas yang dilakukan oleh siswa. Dari hasil observasi 3 pertemuan diperoleh
bahwa aktivitas belajar siswa tergolong aktif dengan nilai ratarata 70,9.
Pada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional
yaitu pada kelas XI IPA 2. Setelah melakukan pretes, peneliti mulai untuk
melakukan tanya jawab, setelah itu menjelaskan materi tentang elastisitas dengan
metode ceramah lalu memberikan penugasan kepada siswa. Setelah selesai
pembelajaran, peneliti memberikan postes. Dari hasil postes diperoleh nilai siswa
pada kelas kontrol dengan rata-rata 65,9 dan ratarata aktivitas 59,6 yang
tergolong cukup aktif. Peningkatan hasil dibelajar kelas eksperimen dan kontrol
sebelum dan sesudah diberikan pembelajaran dapat dilihat pada table berikut :
Untuk kelas eksperimen diagram pergeseran nilai pretes dan postes
adalah sebagai berikut :

67


Gambar 4.5. Diagram pergeseran nilai pretes dan postes kelas eksperimen
Dari gambar tersebut terlihat ada pergeseran nilai siswa yang diajarkan
dengan model generatif. Nilai pretes terendah siswa 13,3 maka pada postes nilai
terendah siswa menjadi 46,6. Untuk kelas kontrol diagram pergeseran nilai pretes
dan postes dapat di lihat pada gambar berikut :

Gambar 4.6. Diagram pergeseran nilai pretes dan postes kelas kontrol
Berdasarkan gambar pergeseran nilai pretes dan postes kelas kontrol
yaitu nilai terendah pretes 13,3 sedangkan pada postes nilai terendah 40,0. Maka
pada kelas kontrol juga terjadi pergeseran nilai namun dengan rentang yang lebih
kecil dari kelas eksperimen.

0
5
10
15
20
13-23 24-34 35-45 46-56 57-67 68-78 79-89 90-100
F
r
e
k
u
e
n
s
i

S
i
s
w
a

Nilai
Diagram Pergeseran Nilai Pretes dan Postes Kelas
Eksperimen
Pretes
postes
0
5
10
15
20
13-23 24-34 35-45 46-56 57-67 68-78 79-89 90-100
F
r
e
k
u
e
n
s
i

s
i
s
w
s
a

Nilai
Diagram Pergeseran Nilai Pretes dan Postes Kelas Kontrol

Pretes
postes
68

Pengujian hipotesis pada penelitian menggunakan taraf signifikan =
0,05 dan dk = 84, untuk pengujian postes diperoleh t
hitung
= 1,785 sedangkan t
Tabel

= 1,666. Kriteria pengujian adalah : terima H
0
jika
o o 2 / 1 1 2 / 1 1
< < t t t = -1,669 <
t
hitumg
< 1,669, serta tolak H
0
jika t memiliki harga yang lain, karena harga t
hitung
=
1,785, maka tolak H
0
dan terima H
a
yang berarti terdapat perbedaan hasil belajar
siswa yang menggunakan model pembelajaran generatif dengan model
pembelajaran konvensional pada materi pokok elastisitas di kelas XI SMA
Laksamana Martadinata T.P. 2011/2012. Hal ini sejalan dengan peningkatan hasil
belajar siswa menggunakan model pembelajaran generatif yaitu sebesar 9,41%.
Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa ratarata hasil belajar
siswa setelah diberi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
generatif lebih tinggi dibandingkan hasil belajar siswa yang diberikan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada
materi pokok elastisitas di kelas XI SMA Laksamana Martadinata. Dengan
demikian ada peningkatan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran
generatif pada materi pokok elastisitas di kelas XI SMA Laksaman Martadinata
T.P. 2011/2012.
69

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan penelitian didasarkan pada temuan data penelitian,
sistematika sajiannya dilakukan dengan memperhatikan tujuan penelitian yang
telah dirumuskan. Adapun kesimpulan yang diperoleh antara lain :
1. Hasil belajar siswa dengan model pembelajaran generatif pada materi
pokok elastisitas di kelas XI SMA Laksamana Martadinata T.P.2011/2012
sebelum diberikan perlakuan rata-rata pretes sebesar 37,7 dengan simpangan
baku 10,3 dan setelah diberikan perlakuan rata-rata postes siswa sebesar 72,1
dengan simpangan baku 12,1. Sedangkan hasil belajar siswa dengan model
pembelajaran konvensional pada materi pokok elastisitas di kelas XI SMA
Laksamana Martadinata T.P.2011/2012 sebelum diberikan perlakuan rata-rata
pretes sebesar 37,2 simpangan baku sebesar 12,1 dan setelah diberikan
perlakuan rata-rata postes siswa sebesar 69,5 dengan simpangan baku 15,4.
2. Aktivitas siswa selama menggunakan model pembelajaran generatif ratarata
63,9%, sedangkan pada kelas kontrol menggunakan model pembelajaran
konvensional ratarata aktivitas siswa 58,5%.
3. Peningkatan hasil belajar siswa akibat penerapan model pembelajaran
generatif pada materi pokok elastisitas di kelas XI SMA Laksamana
Martadinata T.P.2011/2012 yaitu sebesar 9,41% .










70

5.2 Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka sebagai tindak lanjut
dari penelitian ini disarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Bagi peneliti selanjutnya agar mampu mengalokasi waktu yang tersedia
dengan baik sehingga tidak banyak menyita waktu untuk praktikum (tahap
pemfokusan).
2. Peneliti selanjutnya hendaknya dapat menguasai kelas sehingga
pembelajaran menjadi lebih efisien.
3. Bagi guru yang menerapkan model pembelajaran generatif agar lebih
memperhatikan konsepsi/pengetahuan awal siswa sebelum pembelajaran
diberikan.

Anda mungkin juga menyukai