Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN DASAR EUTHANASIA ATAS PERMINTAAN PASIEN DAN KELUARGA Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Dasar

Oleh: Itha Kartika Ardina 22020111120010 AII.I

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2011

KATA PENGANTAR Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT, karena atas berkat, rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya lah sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah Keperawatan Dasar dengan judul Euthanasia atas permintaan pasien dan keluarga sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Makalah ini disusun sebagai syarat melengkapi tugas mata ajar Keperawatan Dasar semester I tahun ajaran 2011/2012. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun telah banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun ucapkan terima kasih kepada : 1. Pudjo Widodo, SE,SH,MHKes selaku dosen mata kuliah Keperawatan Dasar 2. Pihak-pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung telah membantu dalam penyusunan tugas makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa penyusun sebagai penulis makalah ini masih jauh dari sempurna, namun penyusun berharap dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat adanya, bagi penyusun maupun bagi pembaca. Sehingga para pembaca mendapat ilmu tambahan dan mengetahui tentang euthanasia.

Semarang, 1 Desember 2011

Penyusun

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Euthanasi adalah tindakan mempercepat kematian seseorang melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang

mematikan.Tindakan ini dilakukan ketika pasien mengalami penderitaan yang hebat menjelang kematiannya. Oleh karena itu, biasanya pasien atau keluarga dari pasien meminta kepada pihak kesehatan untuk dilakukan tindakan tersebut

karena adanya sauatu rasa iba dengan kondisi pasien yang tidak ada harapan untuk hidup lagi ( salah satu fungsi organnya tidak berfungsi lagi). Menyikapi hal itu, penulis tertarik untuk banyak mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan euthanasia. Alasan untuk euthanasia pasti memerlukan jawaban yang tidak mudah, apalagi bagi setiap orang yang memiliki agama tertentu dan meyakini keajaiban tuhan. Namun secara manusiawi, setiap orang pasti dihadapkan pada pilihan2pilihan yang dianggap terbaik bagi semua pihak meskipun tidak selalu memuaskan. Hal ini juga yang akhirnya melandasi hukum Indonesia untuk melarang euthanasia dengan segala bentuknya, namun harus pula dipikirkan jalan terbaik untuk menekan biaya perawatan dan rumah sakit bagi mereka yang tanpa harapan hidup tetapi harus mempertahankan hidupnya.atau setidaknya jalan keluar agar orang-orang yang ada disekitar pasien tetap bisa hidup dan bertahan

1.2 Tujuan Penulisan Dalam penyusunan makalah ini , penulis memiliki tujuan sebagai berikut :

Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai euthanasia atas permintaan pasien dan keluarganya Memberikan gambaran kepada pembaca mengenai hukum pidana euthanasia dan euthanasia menurut hukum islam. Membahas aspek-aspek yang berhubungan dengan euthanasia

1.3 Identifikasi Masalah Sesuai dengan judul makalah ini Euthanasia atas permintaan pasien dan keluarga, terkait dengan tindakan di berbagai negara khususnya Indonesia pada masa sekarang ini. Berkaitan dengan judul tersebut, maka dapat diidentifikasi masalahnya sebagai berikut : 1.3.1 Apa yang dimaksud dengan euthanasia? 1.3.2 Apa saja macam-macam euthanasia? 1.3.3 Bagaimana hukum euthanasia menurut islam? 1.3.4 Apa saja aspek-aspek yang berkaitan dengan euthanasia? 1.3.5 Bagaimana hukum pidana euthanasia? 1.4 Pembatasan Masalah Dalam makalah ini, penulis hanya akan membahas mengenai: 1.4.1 Pengertian Euthanasia 1.4.2 Aspek-aspek yang berhubungan dengan euthanasia 1.4.3 Macam-macam euthanasia 1.4.4 Hukum euthanasia menurut islam 1.4.5 Hukum pidana euthanasia

1.5 Metode Penulisan Dalam menulis makalah ini penulis menggunkan metode literatur atau membaca buku-buku yang berkaitan dengan Euthanasia. Selain itu, penulis juga menambahkan informasi melalui browsing internet.

1.6 Sistematika Penulisan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Tujuan penulisan 1.3 Identifikasi masalah 1.4 Pembatasan masalah 1.5 Metode penulisan II. PEMBAHASAN 2.1 2.2 2.3 2.4 Pengertian Euthanasia Aspek-aspek yang berkaitan dengan euthanasia Pengaruh Euthanasia terhadap pasien dan keluarga Hukum Euthanasia menurut islam

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Euthanasia Euthanasia berasal dari kata Yunani yaitu eu berarti baik dan thanatos berarti mati. Jadi euthanasia berarti mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit. Euthanasia merupakan praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan. Pengertian lain mengenai euthanasia diberikan oleh ikatan dokter belanda sebagai berikut : Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seseorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri (amir dan hanafiah, 1999 : 103 ) Euthanasia sering disebut mercy killing (mati dengan tenang). Euthanasia bisa muncul dari keinginan pasien sendiri, permintaan dari keluarga dengan persetujuan pasien (bila pasien masih sadar), atau tanpa persetujuan pasien ( bila pasien sudah tidak sadar lagi). Pada dasarnya euthanasia itu menyangkut pertanyaan apakah dalam keadaan tertentu kita boleh mengakhiri kehidupan manusia? Sebab, tidak dapat diragukan sedikitpun bahwa dalam keadaan normal di larang keras mengakhiri kehidupan manusia atau dengan istilah lebih jelas membunuh. Dari sudut pandang etika

euthanasia , suatu prinsip etika yang sangat mendasar ialah kita harus menghormati kehidupan manusia. Malah kita harus menghormatinya dengan mutlak. Tidak pernah boleh kita mengorbankan manusia kepada suatu tujuan lain.

2.2

Macam-macam Euthanasia Tindakan euthanasia di kategorokan menjadi 2 berdasarkan cara dilaksanakannya yaitu: Euthanasia Aktif Euthanasia aktif adalah suatu tindakan mempercepat proses kematian, baik dengan memberikan suntikan maupun melepaskan alat-alat pembantu medika, seperti melepaskan saluran zat asam, melepas alat pemacu jantung dan lain-lain. Yang termasuk tindakan mempercepat proses kematian disini adalah jika kondisi pasien, berdasarkan ukuran dan pengalaman medis masih menunjukkan adanya harapan hidup. Tanda-tanda kehidupan masih terdapat pada penderita ketika tindakan itu dilakukan. Contoh euthanasia aktif, misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan

pernapasannya sekaligus (Utomo, 2003:178). Euthanasia aktif di bedakan dalam dua hal diantaranya, yaitu : 1. Langsung Dilakukan suatu tindakan medis secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien atau memperpendek hidup pasien yang dikenal dengan mercy killing.

2. Tidak langsung Dilakukannya tindakan medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengatahui adanya risiko memperpendek atau mengakhiri hidup pasien. Contohnya adalah pemberian obat penenang dalam jumlah yang terus ditambahkan. Tindakan Euthanasia bila dilihat dari bagaimana mendapatkannya diantanya, yaitu :

1. Sukarela Euthanasia didapatkan dengan cara diminta oleh pasien sendiri secara sukarela dan diminta berulang-ulang. Euthanasia sukarela mengacu ke situasi saat individu yang menjelang ajal menginginkan pengendalian tehadap waktu dan cara kematian. Semua bentuk manusia adalah illegal, kecuali di negara bagian yang memiliki undangan-undang hak untuk mati dan living will. 2. Bukan atas permintaan pasien Didapatkan karea permintaan keluarga pasien karena pasien sudah tidak sadarkan diri dalam jangka waktu yang lama dan tidak tahu kapan akan pulih sadarnya. Jika dilihat dari tiap jenis euthanasia ada aspek moral dan etika yang harus menjadi pertimbangan yang mendalam, mengingat penentuan hidup dan mati tidak ditangan manusia semata. Apabila melihat lebih jauh mengenai hakhak pasien untuk memnentukan nasib sendiri, euthanasia Nampak sebagai pilihan cerdas untuk mengakhiri penderitaan karena pasien tidak keberatan hidupnya berakhir jika dilihat dari jenis euthanasia sukarela. Namun penghargaan atas nilai insane ini tidak berkeberatan hidupnya berakhir jika dilihat dari jenis euthabasia sukarela. Namun penghargaan atas insane ini tidak begitu saja dapat diabaikan

meskipun oleh si pemilik jiwa itu sendiri yaitu pasien. Karena bagaimana pun akan membuka peluang bagi yang lain untuk begitu mudah mengakhiri hidup yang tidak lagi mampu menahan penderitaan. Hal ini bertentangan dengan fitrah manusia untuk berjuang dan bertahan hidup meskipun harus menghadapi tantangan dan penderitaan.

Euthanasia Pasif Euthanasia pasif adalah suatu tindakan membiarkan pasien/penderita yang dalam keadaan tidak sadar (comma), karena berdasarkan pengamalan maupun ukuran medis sudah tidak ada harapan hidup, atau tanda-tanda kehidupan tidak terdapat lagi padanya, mungkin karena salah satu organ pentingnya sudah rusak atau lemah seperti bocornya pembuluh darah yang menghubungkan ke otak (stroke) akibat tekanan darah terlalu tingg, tidak berfungsinya jantung. Contoh euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh. Atau, orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita. Dalam kondisi demikian, jika pengobatan terhadapnya dihentikan, akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo, 2003:177). Ada empat metode euthanasia:

Euthanasia sukarela: ini dilakukan oleh individu yang secara sadar menginginkan kematian.

Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk menyetujui karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental. Sebagai

contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan makanan dan minuman untuk pasien yang berada di dalam keadaan vegetatif (koma).

Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang sekarat dapat ditanyakan persetujuan, namun hal ini tidak dilakukan. Kasus serupa dapat terjadi ketika permintaan untuk melanjutkan perawatan ditolak.

Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk euthanasia. Hal ini terjadi ketika seorang individu diberikan informasi dan wacana untuk membunuh dirinya sendiri. Pihak ketiga dapat dilibatkan, namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh diri tersebut. Jika dokter terlibat dalam euthanasia tipe ini, biasanya disebut sebagai bunuh diri atas pertolongan dokter. Di Amerika Serikat, kasus ini pernah dilakukan oleh dr. Jack Kevorkian.

2.3

Hukum Euthanasia dalam pandangan islam

Masalah euthanasia biasanya dikaitkan dengan masalah suicide atau bunuh diri. Dalam hukum pidana, masalah suicide yang perlu dibahas adalah apakah seseorang yang mencoba bunuh diri atau membantu orang lain untuk melakukan bunuh diri itu dapat dipidana, karena dianggap telah melakukan suatu kejahatan? Di beberapa Negara seperti amerika serikat, seseorang yang gagal melakukan bunuh diri dapat dipidana.jadi perbuatan bunuh diri yang gagal ini merupakan strafbaarfeit. Begitu pula dinegara Israel, perbuatan percobaan bunuh diri merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam pidana. Sehubungan dengan hal ini, Prof. Amos Shapire mengatakan bahwa pada tahun 11966 pernah ada amandemen terjadi hokum Israel, supaya larangan ini dicabut saja. Akan tetapi amandemen tersebut ditolak oleh pemerintah Israel. Selanjutnya Prof. Amor SShapire berpendapat bahwa dengan

konsep perbuatan percobaan bunuh diri sebagai suatu tindakan yang tidak dilarang, merupakan gerakan kea rah diakuinya the right to die. Dilihat dari segi agama, baik itu Negara islam, Kristen, katholik dan sebagainya maka euthanasia dan suicide merupakan perbuatan yang terlarang. Sebab masalah kehidupan dan kematian seseorang itu adalah berasal dari pencipta-Nya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jadi perbuatan-perbatan yang menjurus kepada tindakan penghentian hidup yang berasal dari yang Maha Esa itu, merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, oleh karenanya tidak dibenarkan. Dalam hal ini agama islam ,yang secara mayoritas dianut oleh bangsa Indonesia, jelas melarang adanya euthanasia dan suicide. Sehubungan dengan hal ini, Hadist Nabi Muhammad s.a.w. yang diriwayatkan oleh Annas r.a sebagai berikut : Bahwa Rasulullah pernah bersabda : janganlah tiap-tiap orang dari kamu meminta0minta mati, karena kesukaran yang menimpanya. Jika memamng sangat perlu dia berbuat demikian, maka ucapkanlah doa sebagai berikut : Ya Allah! Panjatkanlah umurku, kalau memang hidup adalah lebih baik bagiku, dan matikanlah ak manakala memang mati lebih baik bagiku. Dari bunyi Hadist tersebut di atas, dinyatakan secara jelas bahwa euthanasia itu dilarang dalam ajaran islam. Disamping itu banyak sekali ayat-ayat suci Alquran dan Hdist-hadist Nabi yang lain, yang melarang adanya suicide, karena kebosanan akan hidup, dan umumnya karena takut akan tanggung jawab hidup. Tindakan demikian ini sangat diharamkan oleh ajaran agama islam. Hal ini dapat dilihat dari ayat-ayat Alquran seperti dibawah ini : Surat An Nisa ayat 29 Hai orang-orang yang beriman. Janganlah kamu makan harta sesamamu drngan jalan yang curang. Kecuali dengan cara perdagangan yang berlaku dengan suka rela diantaramu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.

Surat Al Isra ayat 31 Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang member rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar. Surat Al Araf ayat 34 Bagi tiap-tiap umat itu ada batas waktu tertentu ( ajal/mati ), sebab itu bila dating waktunya itu, mereka tidak dapat mengulurkan barang seketika dan tidak pula dapat memepercepatnya.

Motif pembunuhan pada umumnya karena ketakutan akan penderitaan hidup atau kemiskinan, dan selanjutnya karena bosan akan hidup. Semua tindakan kriminal yang berpangkal kepada ketakutan hidup, dicegah oleh Allah. Sangat terlarang dalam islam melakukan pembunuhan massal seperti terjadi di Amerika di kalangan pengikut aliran sekte. Larangan bukan saja terhadap tindakan pembunuhan, bahkan juga meminta mati saja dilarang keras oleh islam. seperti bunyi Hadist Nabi di atas, karena adanya kesukaran hidup atau penderitaan hidup, lalu meminta-minta atau bercita-cita mau mati, juga dilarang. Berputus asa terhadap rahmat Tuhan, baik karena hebatnya penderitaan yang dialami, atau kemiskinannya yang menimpa diri, atau karena penyakit yang bertahun-tahun tidak mau sembuh-sembuh, atau dirundung malang oleh berbagai persoalan yang tiada habisnya, lalu meminta mati atau mencari jalan kematian, semuanya itu diharmkan oleh ajaran islam. Selanjutnya apabila kita membaca surat yang lain, yaitu Surat Al Maidah ayat 3, ditegaskan bahwa putus asa adalah sifat orang kafir, tidak percaya kepada Tuhan. Surat Yusuf ayat 8 7, juga melarang keras putus asa dari rahmat bantuan Tuhan dan mengatakan sekali lagi bahwa sifat putus ada itu adalah tingkah laku orang-orang kafir.

2.4

Aspek-aspek terkait euthanasia

Aspek Hukum Undang-undang yang tertulis dalam KUHP hanya melihat dari sisi dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif & dianggap sebagai pembunuhan berencana, atau dengan sengaja

menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut, tidak peduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. Di lain pihak, hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang tentunya masih ingin hidup, & tidak menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat menderita tersebut, tanpa ddijerat pasal-pasal dalam undangundang KUHP. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebenarnya telah cukup antisipasif dalam menghadapi perkembangan iptekdok, antara lain dengan menyiapkan perangkat lunak berupa SK PB IDI no.319/PB/4/88 mengenai Pernyataan Dokter Indonesia tentang Informed Consent. Disebutkan di sana, manusia dewasa & sehat rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walau untuk kepentingan pasien itu sendiri. Kemudian SK PB IDI no.336/PB/4/88 mengenai Pernyataan Dokter Indonesia tentang Mati. Sayangnya SKPB IDI ini tidak atau belum tersosialisasikan dengan baik di kalangan IDI sendiri maupun di kalangan pengelola rumah sakit. Sehingga, tiap dokter & rumah sakit masih memiliki pandangan & kebijakan yang berlainan.

Apabila diperhatikan lebih lanjut, pasal 338, 340, & 344 KUHP, ketiganya mengandung makna larangan untuk membunuh. Pasal 340 KUHP sebagai aturan khususnya, dengan dimasukkannya unsur dengan rencana lebih dahulu, karenanya biasa dikatakan sebagai pasal pembunuhan yang direncanakan atau pembunuhan berencana. Masalah euthanasia dapat menyangkut dua aturan hukum, yakni pasal 338 & 344 KUHP. Dalam hal ini terdapat apa yang disebut concursus idealis yang diatur dalam pasal 63 KUHP, yang menyebutkan bahwa : 1. Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu, jika berbedabeda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. 2. Jika suatu perbuatan yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan. Pasal 63 (2) KUHP ini mengandung asas lex specialis derogat legi generalis, yaitu peraturan yang khusus akan mengalahkan peraturan yang sifatnya umum.

Aspek Hak Asasi

Hak azasi manusia (HAM) selalu dikaitkan dengan hak hidup, hak damai, & sebagainya. Tapi tidak tercantum jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran HAM, terbukti dari aspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam pelaksanaan euthanasia. Sebenarnya, dengan dianutnya hak untuk hidup layak & sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidaknyamanan atau lebih jelas lagi dari segala penderitaan yang hebat.

Aspek Ilmu Pengetahuan

Iptekdok dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien. Apabila secara iptekdok hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapat kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya? Segala upaya yang dilakukan akan sia-sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak membawa kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam habisnya keuangan.

Aspek Agama

Kelahiran & kematian merupakan hak prerogatif Tuhan dan bukan hak manusia sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Atau dengan kata lain, meskipun secara lahiriah atau tampak jelas bahwa seseorang menguasai dirinya sendiri, tapi sebenarnya ia bukan pemilik penuh atas dirinya. Ada aturan-aturan tertentu yang harus kita patuhi dan kita imani sebagai aturan Tuhan. Jadi, meskipun seseorang memiliki dirinya sendiri, tetapi tetap saja ia tidak boleh membunuh dirinya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli agama secara tegas melarang tindakan euthanasia apapun alasannya. Dokter dapat dikategorikan melakukan dosa besar & melawan kehendak Tuhan dengan memperpendek umur seseorang. Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang-kadang dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, dan

putus asa tidak berkenan dihadapan Tuhan. Tetapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segar bugar, & tentunya sangat tidak ingin mati, & tidak sedang dalam penderitaan apalagi sekarat, tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu ini.

Aspek lain dari pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila dikaitkan dengan usaha medis dapat menimbulkan masalah lain. Mengapa orang harus ke dokter untuk berobat mengatasi penyakitnya? Kalau memang umur berada di tangan Tuhan, bila memang belum waktunya, ia tidak akan mati. Hal ini dapat diartikan sebagai upaya memperpanjang umur atau menunda proses kematian. Jadi upaya medis dapat pula dipermasalhkan sebagai upaya melawan kehendak Tuhan. Pada kasus-kasus tertentu, hukum agama memang berjalin erat dengan hukum positif. Sebab di dalam hukum agama juga terdapat dimensi-dimensi etik & moral yang juga bersifat publik. Misalnya tentang perlindungan terhadap kehidupan, jiwa atau nyawa. Hal itu jelas merupakan ketentuan yang sangat prinsip dalam agama. Dalam hukum positif manapun, prinsip itu juga diakomodasi. Oleh sebab itu, ketika kita melakukan perlindungan terhadap nyawa atau jiwa manusia, sebenarnya kita juga sedang menegakkan hukum agama, sekalipun wujud materinya sudah berbentuk hukum positif atau hukum negara.

2.4

Hukum Pidana Euthanasia

Apabila dipengadilan seorang hakim dapat menentukan kematian seseorang melalui pidana yang dijatuhkannya, dalam dunia media, seorang dokter bahkan diwajibkan senantiasa melindungi makhluk hidup insane, sebagaimana ditetapkan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia. Masalah hak

untuk mat di dunia, terutama di Negara-negara maju, masa kini sangat intensif dipermasalhkan. Seorang pasien yang sudah tidak ada harapan untuk hidup lagi dari segi medis, kemudian diminta dokter, sering terjadi di Negara-negara maju dewasa ini. Bahkan keluarga pasien yangsudah tidak ada harapan lagi, mengajukan permintaan kepada pengadilan atau pejabat yang berwenang supaya memberikan legalisasi untuk mati Sejak terbentuknya kitab Undang-undang Hukum Pidana sampai sekarang, belum ada kasus yang nyata di Indonesia, yang berhubungan dengan euthanasia, yang diatur dalan pasal 334 KUHP. Oleh sebab itu, pasal 334 KUHP ini rupa-rupanya mengandung berbagai pertanyaan, apakah memang benar-benar bahwa euthanasia ini tidak pernah terjadi di Indonesia, ataukah memang perumusan pasal 334 KUHP sendiri yang tidak memungkinkan untuk mengadakan penuntutan di muka pengadilan. Sehubungan dengan hal ini, Dr.J.E.Sahepaty, S.H., dari Universitas Airlangga Surabaya, pernah mengadakan suatu research terhadap masalah euthanasiadi Indonesia. Beliau mengatakan dalam tulisannya yang dimuat pada Majalah Badan Pembinaan Hukum Nasional, bahwa pengadilanpengadilan di Indonesia ini, belum pernah menangani kasus yang bertalian dengan pasal 334 KUHP. Seperti diketahui bahwa pasal 334 KUHP, yang dikenal sebagai pasal euthanasia yang aktif menyatakan bahwa : barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan sendiri, yang menyatakan

dengan kesungguhan hati, diancam pidana penjara paling lama dua belas tahun. Dengan pencantuman pasal 334 KUHP ini, pengundang-undang pasti telah menduga sebelumnya, bahwa euthanasia pernah terjadi di Indonesia dan akan terjadi pula untuk masa-masa yang akan datang, dalam arti euthanasia yang aktif.

Dengan sulitnya untuk menerapkan pasal 334 KUHP rupa-rupanya pengundang-undang megenai nasib pasal tersebut, terlepas dari berat ringannya sanksi yang diancamkan, rupanya masih tetap untuk dipertahankan terus. Alasan yang dipakai adalah bahwa pasal 334 KUHP masih mencerminkan hak-hak asasi manusia untuk hidup terus. Disamping itu pasal tersebut mengandung makna bahwa jiwa manusia harus tetap dilindungi, tidak saja dari ancaman orang lain, tetapi juga dari usaha orangnya sendiri untuk mengakhiri hidupnya, kecuali dengan jalan bunuh diri yang hanya dilarang oleh agama dan tidak dilarang oleh hukum pidana positif Indonesia. Hal ini perlu ditempuh mengingat sejak terbentuknya KUHP, sampai sekarang belum ada kasus yang berhubungan dengan pasal tersebut yang sampai ke pengadilan, itu disebabkan karena : 1. Bila terjadi masalah yang berhubungan dengan pasal tersebut, tidakpernah dilaporkan kepada polisi, atau pejabat yang berwenang. 2. Kebanyakan orang Indonesia masih awam terhadap hukum, apalagi terhadap masalah euthanasia yang diatur dalam pasal 344 KUHP terssebut. 3. Alat-alat kedokteran di Indonesia, belum begitu modern, sehingga jarang terjadi pencegahan kematian secara teknis, untuk beberapa waktu tertentu.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Euthanasia merupakan praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.

Tindakan

euthanasia

di

kategorokan

menjadi

berdasarkan

cara

dilaksanakannya yaitu: Euthanasia Aktif dan Euthanasia Pasif. Euthanasia Aktif yaitu : suatu tindakan mempercepat proses kematian, baik dengan memberikan suntikan maupun melepaskan alat-alat pembantu medika. Euthanasia Pasif yaitu : suatu tindakan membiarkan pasien/penderita yang dalam keadaan tidak sadar (comma), karena berdasarkan pengamalan maupun ukuran medis sudah tidak ada harapan hidup, atau tanda-tanda kehidupan tidak terdapat lagi padanya.

Dilihat dari segi agama, baik itu Negara islam, Kristen, katholik dan sebagainya maka euthanasia dan suicide merupakan perbuatan yang terlarang. Sebab masalah kehidupan dan kematian seseorang itu adalah berasal dari pencipta-Nya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jadi perbuatan-perbatan yang menjurus kepada tindakan penghentian hidup yang berasal dari yang Maha Esa itu, merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, oleh karenanya tidak dibenarkan. Dalam hal ini agama islam ,yang secara mayoritas dianut oleh bangsa Indonesia, jelas melarang adanya euthanasia dan suicide.

Berputus asa terhadap rahmat Tuhan, baik karena hebatnya penderitaan yang dialami, atau kemiskinannya yang menimpa diri, atau karena penyakit yang bertahun-tahun tidak mau sembuh-sembuh, atau dirundung malang oleh berbagai persoalan yang tiada habisnya, lalu meminta mati atau mencari jalan kematian, semuanya itu diharmkan oleh ajaran islam.

Aspek-aspek euthanasia itu di bagi menjadi 4, yaitu aspek hukum, aspek hak asasi, aspek ilmu pengetahuan dan aspek agama Pasal 334 KUHP, yang dikenal sebagai pasal euthanasia yang aktif menyatakan bahwa : barang siapa merampas nyawa orang lain atas

permintaan sendiri, yang menyatakan dengan kesungguhan hati, diancam pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pasal 334 KUHP masih mencerminkan hak-hak asasi manusia untuk hidup terus. Disamping itu pasal tersebut mengandung makna bahwa jiwa manusia harus tetap dilindungi, tidak saja dari ancaman orang lain, tetapi juga dari usaha orangnya sendiri untuk mengakhiri hidupnya, kecuali dengan jalan bunuh diri yang hanya dilarang oleh agama dan tidak dilarang oleh hukum pidana positif Indonesia.

B. Saran Menurut saya

Anda mungkin juga menyukai