Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING II ``NYONYA TUA TERLUKA ``

Tutor : dr. Setiawati Disusun oleh : KELOMPOK 12 Dinar Yuniswandari Mada Oktav C. Idayu Nourmalita P. Annisa Amalia F. Irham Tahkik Suryana Rizki Zakiah Mirlinda Hartin Dhimas Bagus C. P. Redho Afriando Rifka Fathnina Laura Syerin G1A008004 G1A008030 G1A008048 G1A008050 G1A008067 G1A008094 G1A008107 G1A008110 G1A008124 G1A008133 G1A008134

BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2009

BAB I PENDAHULUAN

Kegiatan PBL sangatlah bermanfaat dalam dunia perkuliahan kedokteran. Di dalam kelompok, kami dapat berdiskusi dan bertukar pendapat, mencari informasi yang benar dalam kasus, dan akhirnya dapat menentukan diagnosis yang terjadi serta diagnosis bandingnya. Menjelaskan gejala-gejalanya, gambaran radiologist dan histologisnya, serta dapat menentukan penatalaksanaan pada kasus ini. Kegiatan diskusi PBL ini, yang mengacu pada analisis permasalahan, sangat bermanfaat bagi mahasiwa. Mahasiswa diharapkan tidak terpaku pada materi kuliah saja, tetapi dapat mencari informasi-informasi dan ilmu-ilmu lain dari berbagai sumber. Selain itu kita dapat pula melatih diri untuk berpikir secara kritis dalam mengahadapai suatu masalah atau dalam memandang suatu masalah. Dalam berpikir kritis juga harus disertai dengan sikap toleransi dalam hal menyampaikan pendapat, sehingga diskusi dapat berjalan dengan lancar dan tertib dan sesuai dengan harapan kita semua. Pertemuan PBL kedua pada blok Endokrin dan Metabolisme ini, kelompok kami yaitu kelompok dihadapkan dengan kasus Nyonya Tua Terluka, yakni tentang masalah seorang wanita yang tertusuk paku namun tidak sembuhsembuh. Hal ini menarik bagi kelompok kami karena kami dituntut untuk menilik masalah ini dari berbagai perspektif dan menarik benang merah yang sesuai dengan blok kali ini.

PBL SKENARIO II Judul Skenario : Nyonya Tua Terluka :

Seorang wanita berusia 40 tahun datang ke instalasi Gawat Darurat dengan keluhan luka kotor pada tumit dan telapak kaki kirinya sejak 2 bulan yang lalu. Luka tersebut disebabkan terusuk paku dan tidak sembuh sembuh walau sudah diberi obat oleh mantri setempat bahkan semakin bertambah parah ditandai timbulnya bau, luka cepat meluas, keluar pus, selalu keluar darah, dan kulit pada luka berwarna hitam, nyeri sehingga wanita tersebut tidak sanggup untuk berjalan dan berdiri.

1. Klarifikasi Istilah a. Luka : hilang / rusaknya sebagian jaringan tubuh b. Luka kotor : hilang / rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disertai dengan tanda tanda inflamasi / peradangan. Luka yang didapat d luar kamar operasi dan sudah terkontaminasi dengan bakteri atau hal hal lain yang berbahaya. c. Pus : cairan yang kaya protein hasil proses peradangan yang

terbentuk dari sel.

2. Batasan Masalah a. Wanita, usia 40 tahun b. Keluhan utama : tidak bisa berjalan dan berdiri c. Keluhan luka kotor pada tumit dan telapak kaki kiri d. Onset : 2 bulan lalu e. Penyebab luka karena tertusuk paku f. Progresi : bertambah parah g. Kualitas luka : nyeri sekali h. Pada luka timbul bau, luka cepat meluas, keluar pus, selalu keluar darah, kulit pada luka berwarna hitam i. Sudah berobat ke mantri namun tidak sembuh

3. Analisis Masalah Memerlukan tambahan anamnesis yang terdiri dari RPD, RPK, sosial, ekonomi, kebiasaan dan pola makan pasien, serta pengobatan dan gejala penyerta

INFO II: Wanita tersebut juga mengeluh adanya rasa cepat lelah, lemas tidak bertenaga padahal penderita makan dan minum setiap harinya terutama teh manis bahkan dalam 1 bulan berat badan turun 10 kg, pusing nggeliyeng, pandangan kabur dan kadang kadang berkunang kunang. Penderita juga mengeluh kurang tidur karena sering terbangun untuk buang air kecil pada malam hari hingga 4 5 kali / malam dan frekuensi akan meningkat bila udara dingin walaupun demikian penderita merasa hal itu normal karena ia banyak minum. Keluhan lain yang dirasakan adalah gatal gatal, gatal gatal tersebut awalnya muncul di sekitar selangkangan selanjutnya menyebar sampai kedia tangan dan tungkai tungkai serta ke punggung. Gatal bersifat hilang timbul, bila digaruk maka akan timbul luka yang amat lama sembuhnya. Memerlukan pemeriksaan fisik yang meliputi keadaan umum, status lokalis, melihat bagaimana keadaan kaki yang luka dengan melihat hiperpigmentasi menyebar atau tidak, sekret dari luka berwarna apa, sekitar luka hangat atau tidak ketika diraba, kemudian menanyakan BB/TB.

INFO III: a. Hasil pemeriksaan fisik :

1) Keadaan umum : sakit sedang 2) Kesadaran : composmentis b. Tanda Vital 1) Tekanan darah 2) Nadi 3) Respirasi rate 4) Suhu c. Berat badan : :160/100 mmHg hipertensi : 100x/menit normal : 20X/menit normal : 37,80 C : 45 kg

d. Tinggi badan e. Status umum Kepala: Bentuk kepala Rambut Mata ; Konjungtiva Sklera Pupil Palpebra Mulut ; Sianosis : -

: 155 cm :

: mesosefal, simetris

: hitam putih, distribusi merata, mudah dicabut (rontok)

: pucat dan anemis +/+ : ikterik -/: reflek cahaya +/+, isokor 3 mm/ 3 mm

: edema -/-, kelopak mata cekung

Mukosa anemis : + Leher ; Trakea Kelenjar tiroid : deviasi trakea : tidak membesar

Kelenjar limfonodi : tidak membesar Dada ; Pulmo Inspeksi Palpasi Perkusi : : simestris, statis, dinamis : stem fremitus kanan dan kiri : sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler, wheezing -/-, ronkhi -/Cor :

Inspeksi : ictus cordis tak tampak Palpasi : ictus cordis teraba di sela inter costa IV 1 cm linea mid

clavicula sinistra Auskultasi : regular, bising - , gallop Abdomen ; Inspeksi Palpasi teraba : buncit : nyeri tekan + di regio iliaka sinistra, hepar dan lien tidak

Perkusi

: timpani, nyeri ketok costovertebra -/-, pekak alih

Auskultasi : bising usus + normal Ekstrimitas ; Superior Inferior Reflek motorik : edema -/-, pulsasi arteri +/+, sensibilitas +/+ : edema -/-, pulsasi arteri +/-, sensibilitas +/: Kiri 5 4

Kanan 5 5

Reflek patologis : Kanan Kiri Tidak bereaksi

Reflek fisologis : Kanan + + Kiri +

Ekstrimitas ; Inferior : 1) Ulkus di tumit berukuran 10x5x3 cm3 2) Ulkus di telapak kaki 5x7x2 cm3 3) Kulit disekitar luka berwarna hitam 4) Pus + 5) Darah +

DD : 1. DM tipe II

Etiologi

: Gangguan metabolisme karena kerusakan ada pada reseptor

membran sel sehingga terjadi resistensi terhadap insulin. Gejala : peningkatan gula darah, polifagi, poliuri, polidipsi,

makroangopati. 2. Anemia : Keadaan dimana jumlah sel darah merah / jumlah hemoglobin

dalamdarah berada di bawah normal. 3. Candidiasis :infeksi jamur yang disebabkan oleh Candida albicans. 4. Hipertensi : peningkatan tekanan darah. 5. Piomiositis : seperti kaki diabetik dengan etiologi staphicoccus, ada pus, namun tidak berbau, abses otot multilokuler. 6. Ulkus diabetikus : salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti.

Pemeriksaan penunjang 1. Kultur jika hasil bervariasi maka kemungkinan DM 2. Pemeriksaan Gula darah GDS ( Gula Darah Sewaktu ) GDP ( Gula Darah Puasa ) 3. Pemeriksaan Urin glukosa 4. Pemeriksaan bau napas bau keton 5. Pemeruksaan fungsi ginjal protein urin 6. Pemeriksaan Hb, LED, dan dif count.

INFO IV Hasil pemeriksaan penunjang Laboraturium darah : Hb : 7,7 mg/dl (13-16 mg/dl) Leukosit: 28.200 cm3 (5000 10.000 cm3) Ht : 25% ( P:40-80%, W : 37-43%) Eritrosit : 2,86 juta/ul (P:4,5-5,5 juta/ul, W: 4-5 juta/ul)

Trombosit: 896.000/ul (150.000-400.000/ul) LED : 70ml/jam (P:0-10mm/jam, W:0-15mm/ jam)

Hitung jenis leukosit:

Eosinofil Basofil Batang Segmen Limfosit Monosit

: 0%(0-1%) :0% (1-3%) : 0% (2-6%) :96% (50-70%) :4% (20-40%) :0% (2-8%)

Ureum darah :147,1 mg/dl (10-50mg/dl) Kreatinin darah : 3,45mg/dl (0,7-1,2 mg/dl)

Glukosa sewaktu:300mg/dl ( <200mg/dl) Natrium Kalium Klorida :136 mMol (140 148mMol) :4,9 mMol (3,5-4,5 mMol) :90 mMol (100-106 mMol)

INFO V Diagnosis kerja : Diabetes Melitus tipe II, hipertensi anemia, gangrene.

INFO VI Terapi : a. Non Farmakologis : 1) Bed rest 2) Diet rendah garam 3) Edukasi : perubahan gaya hidup, pengetahuan tentang penyakitnya, penyeseuaian keadaan psikologis, penatalkasanaan diabetes dan luka secara umum, pemantauan glukosa gula darah 4) Perencanaan diet 5) Olah raga b. Farmakologi 1) IVFD martos 10% 2) Cefotaxim 500mg 3x1 po 3) Borwater 4) Yodium 5) Kemicetin salep

6) Vit B komplek 3x1 po 7) Actrapid 10 ml 3x1 po 8) Actrapid 10ml 3x1 sc 9) Parasetamol 500 mg 3x1 po 10) Ferrofumarat

BAB II ISI DAN PEMBAHASAN

Anatomi dan Fisiologi Pankreas Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm. Pankreas terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari). Organ ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin. Pankreas terdiri dari : a.Kepala pankreas Merupakan bagian yang paling lebar, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum dan yang praktis melingkarinya. a. Badan pankreas Merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama. b. Ekor pankreas Merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri dan yang sebenarnya menyentuh limpa. Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi pankreas ke dalam duodenum : Ductus Wirsung, yang bersatu dengan duktus choledukus, kemudian masuk ke dalam duodenum melalui sphincter oddi. Ductus Sartorini, yang lebih kecil langsung masuk ke dalam duodenum di sebelah atas sphincter oddi. Saluran ini memberi petunjuk dari pankreas dan mengosongkan duodenum sekitar 2,5 cm di atas ampulla hepatopankreatik. c. Ada dua jaringan utama yang menyusun pankreas :

Asini berfungsi untuk mensekresi getah pecernaan dalam duodenum. Pulau Langerhans Pulau Langerhans adalah kumpulan sel berbentuk ovoid, berukuran 76175 mm dan berdiameter 20 sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih banyak ditemukan di ekor daripada kepala dan badan pankreas. Pulau-pulau ini menyusun 1-2% berat pankreas. Pada manusia terdapat 1-2 juta pulau. Masingmasing memiliki pasokan darah yang besar; dan darah dari pulau Langerhans,

seperti darah dari saluran cerna tetapi tidak seperti darah dari organ endokrin lain, mengalir ke vena hepatika. Sel-sel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa jenis bergantung pada sifat pewarnaan dan morfologinya. Pada manusia paling sedikit terdapat empat jenis sel : sel A (alfa), B (beta), D (delta), dan F. Sel A mensekresikan glukagon, sel B mensekresikan insulin, sel D mensekresikan somastostatin, dan sel F mensekresikan polipeptida pankreas. Sel B yang merupakan sel terbanyak dan membentuk 60-70% sel dalam pulau, umumnya terletak di bagian tengah pulau. Sel-sel ini cenderung dikelilingi oleh sel A yang membentuk 20% dari sel total, serta sel D dan F yang lebih jarang ditemukan. Pulau-pulau yang kaya akan sel A secara embriologis berasal dari tonjolan pankreas dorsal, dan pulau yang kaya akan sel F berasal dari tonjolan pankreas ventral. Kedua tonjolan ini berasal dari tempat yang berbeda di duodenum. Granula sel B adalah paket-paket insulin dalam sitoplasma sel. Di dalam sel B molekul insulin membentuk polimer dan juga berikatan dengan seng. Perbedaan dalam bentuk paket mungkin disebabkan perbedaan ukuran agregat seng atau polimer insulin. Granula A yang mengandung glukagon berbentuk relatif seragam dari spesies ke spesies. Sel D juga mengandung banyak granula yang relatif homogen. Sel beta yang ada di pulau langerhans memproduksi hormon insulin yang berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah dan secara fisiologi memiliki peranan yang berlawanan dengan glukosa. Insulin menurunkan kadar gula darah dengan beberapa cara. Insulin mempercepat transportasi glukosa dari darah ke dalam sel, khususnya serabut otot rangka glukosa masuk ke dalam sel tergantung dari keberadaan reseptor insulin yang ada di permukaan sel target. Insulin juga mempercepat perubahan glukosa menjadi glikogen, menurunkan glycogenolysis dan gluconeogenesis, menstimulasi perubahan glukosa atau zat gizi lainnya ke dalam asam lemak (lipogenesis), dan membantu menstimulasi sintesis protein. Pengaturan sekresi insulin seperti sekresi glukagon yaitu langsung ditentukan oleh kadar gula dalam darah dan berdasarkan dari mekanisme umpan balik (feed back negative system). Bagaimana pun hormon lainnya secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi produksi insulin. Sebagai contoh hormon pertumbuhan manusia (HGH) meningkatkan kadar glukosa darah dan meningkatnya kadar

glukosa mengerakkan (menyebabkan) sekresi insulin. Hormon adrenocorticotropi (ACTH) yang distimulasi oleh sekresi glukocortikoid menghasilkan

hyperglikemia dan secara tidak langsung juga menstimulasi pelepasan insulin. Peningkatan kadar asam amino dalam darah menstimulasi pelepasan insulin. Hormon-hormon pencernaan seperti stomatch dan interstinal gastrin, sekretin, cholecystokinin (CCK) dan Gastric Inhibitory Peptide (GIP) juga menstimulasi sekresi insulin, GHIH (Somatostatin) menghalangi sekresi insulin.

Hormon-hormon yang dihasilkan : Insulin Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Terdapat perbedaan kecil dalam komposisi asam amino molekul dari satu spesies ke spesies lain. Perbedaan ini biasanya tidak cukup besar untuk dapat mempengaruhi aktivitas biologi suatu insulin pada spesies heterolog tetapi cukup besar untuk menyebabkan insulin bersifat antigenik. Insulin dibentuk di retikulum endoplasma sel B. Insulin kemudian dipindahkan ke aparatus golgi, tempat ia mengalami pengemasan dalam granulagranula berlapis membran. Granula-granula ini bergerak ke dinding sel melalui suatu proses yang melibatkan mikrotubulus dan membran granula berfusi dengan membran sel, mengeluarkan insulin ke eksterior melalui eksositosis. Insulin kemudian melintasi lamina basalis sel B serta kapiler dan endotel kapiler yang berpori mencapai aliran darah. Waktu paruh insulin dalam sirkulasi pada manusia adalah sekitar 5 menit. Insulin berikatan dengan reseptor insulin lalu mengalami internalisasi. Insulin dirusak dalam endosom yang terbentuk melalui proses endositosis. Enzim utama yang berperan adalah insulin protease, suatu enzim di membran sel yang mengalami internalisasi bersama insulin.

Regio di Abdomen

Hipokondriaka Epigastrium kanan pbilorus llobus lambung hati dduoden kanan um eemped ppancre u as dduode bbagian num hati bbagian ginjal kanan gglandu la suprare nal Lumbal kanan Umbilical oomentu ccolon m ascendi ng mmesentr ium bbagian duoden bbagain um dan bawah jejunum duodenu

Hipokondriaka kiri llambung llimpa ccauda pancreas ppolles ginjal kiri gglandula suprarenal

Lumbal kiri Ccolon descenden ssetengah bagian bawah ginjal kiri bbagian dari jejunum dan ileum

m ssetenga jjejunum h dan bagian ileum bawah ginjal kanan Inguinal kanan Hipogastrik Inguinal kiri iileum ccolon sigmoid ccaecum kkantung uureter kiri aappend kemih ix oovarium kiri uuterus uujung ileum uureter kanan oovariu m kanan ttestis kanan DIABETES MELLITUS TIPE 1 : 1. Definisi : Keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal 2. Etiologi : a. Disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta pancreas b. Idiopatik, tanpa bukti namun diduga pengaruh genetic dan lingkungan memegang peran utama terjadinya kerusakan pancreas 3. Epidemiologi : Terutama pada anak-anak dan remaja dengan prosentase 99 % dan lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita 4. Gejala : a. Poliuria b. Polifagia c. Polidipsi d. Lelah dan lemas e. Otot kram (kesemutan) f. Berta badan turun g. Penglihatan kabur

h. Gejala gastrointestinal i. Neuropati perifer

5. Pemeriksaan fisik : Dalam kasus terbaru, temuan pemeriksaan fisik biasanya normal 6. Patofisiologi :

7. Pemeriksaan penunjang :

a. Pemeriksaan glukosa darah : Bukan DM Plasma Sewaktu Vena Darah Kapiler Puasa Plasma Vena Darah Kapiler < 90 mg/dl < 110 mg/dl < 90 mg/dl < 110 mg/dl Belum Pasti 110-199 mg/dl 90-199 mg/dl 110-125 mg/dl 90-109 mg/dl >110 mg/dl
>126 mg/dl >200 mg/dl

Pasti DM >200 mg/dl

b. Tes toleransi glukosa darah : 1) Diukur sesudah dan sebelum konsumsi 75 gram glukosa 2) Diukur setiap setengah jam selama 2 jam 3) Normal : 70 110 mg/dl a) Setelah setengah, satu, dan satu setengah jam < 220 mg/dl b) Setelah dua jam < 140 mg/dl c. Pemeriksaan HbA1c 1) Produk dari rantai beta Hb oleh plasma glukosa dan dibentuk pada tingkat yang meningkat ketika glukosa plasma meningkat 2) Untuk memperkirakan control glukosa plasma 3) Selama 1 3 bulan 4) Rekomendasi ADA (2009) untuk DM tipe 1 bila gejala klasik tidak ada 5) Normal : 4-6 atau < 6,5 Abnormal : > 6,5

DIABETES MELLITUS TIPE 2 : 1. Definisi: Diabetes melitus yang terjadi karena resistensi insulin. Sehingga fungsi dari insulin menurun. Pada keadaan ini fungsi sel pankreas normal. 2. Tanda dan gejala:

a. Banyak kencing, minum dan makan. b. Berat badan turun dengan cepat tanpa sebab yang jelas c. Kesemutan d. Gatal di daerah kemaluan e. Keputihan f. Luka sukar/lama sembuhnya g. Bisul yang hilang timbul h. Penglihatan kabur i. Cepat lelah, mudah mengantuk j. Poliuria, polidipsia, polifagia. k. Disfungsi ereksi (pria) 3. Faktor resiko: a. Tidak bisa diubah: 1) Ras 2) Etnik 3) Riwayat keluarga DM 4) Usia>45 5) Riwayat DM gestasional b. Bisa diperbaiki: 1) BB meningkat, BMI > 23 2) Hipertensi (140/90 mmHg) 3) Kurang aktivitas fisik 4) Dislipidemia 4. Patofisiologi:

5. Etiologi resistensi insulin: a. Obesitas b. Diet lemak tinggi, karbohidrat kurang c. Kurang aktivitas tubuh d. Genetik

Patofisiologi Diabetes Melitus Diabetes melitus adalah gangguan endokrin yang paling banyak dijumpai. Gejala-gejala akut diabetes diakibatkan karena efek insulin yang tidak adekuat. Karena insulin merupakan salah satu hormon yang menurunkan kadar glukosa darah, salah satu gambaran diabetes melitus yang paling menonjol adalah peningktan kadar glukosa darah atau hiperglikemia. Konsekuensi akut diabetes melitus dapat dikelompokkan berdasar efek kekurangan insulin pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Karena aktivitas insulin rendah, memicu pola metabolik pasca reabsorpsi, perubahan yang terjadi pada diabetes melitus adalah penguatan dari keadaan tersebut, kecuali hiperglikemia. Pada keadaan puasa biasa, kadar glukosa darah sedikit di bawah normal. Hiperglikemia, tanda utama diabetes melitus, terjadi akibat penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel disertai dengan peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati. Pengeluaran glukosa oleh hati meningkat karena proses-proses yang menghasilkan glukosa, yaitu glikogenolisis dan

glukoneogenesis, berlangsung tanpa hambatan karena insulin tidak ada. Karena sebagian besar sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin , timbul keadaan kronis, yakni terjadi kelebihan glukosa ekstrasel sementara terjadi defisiensi glukosa intrasel kelaparan di lumbung padi--. Walaupun otak yang tidak bergantung pada insulin mendapat nutrisi yang adekuat pada diabetes melitus, akibat-akibat lebih lanjut dari penyakit ini akhirnya akan menyebabkan disfungsi otak. Ketika kadar glukosa darah meninggi ke tingkat pada saat jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas selsel tubulus melakukan reabsorpsi, glukosa akan timbul di urin (glukosuria). Glukosa di urin menimbulkan efek osmotik yaitu menarik cairan agar glukosa yang dikeluarkan menjadi lebih encer menimbulkan

diuresis osmotik yang ditandai dengan poliuria (sering berkemih). Karena air yang dikeluarkan melalui urin kadarnya sangat tinggi, maka dapat menimbulkan dehidrasi, yang pada nantinya akan menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume darah turun mencolok. Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki, dapat menyebabkan kematian karena aliran darah ke otak menjadi turun atau menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak adekuat. Selain itu, sebagai kompensasi tubuh terhadap dehidrasi akibat cairan yang keluar dari dalam sel, tubuh memerintahkan otak untuk menimbulkan rasa haus yang disebut polidipsi sehingga cairan akan masuk ke tubuh dengan banyak minum air. Karena terjadi defisiensi glukosa intrasel, maka nafsu makan akan meningkat sehingga timbul polifagi (makan berlebihan). Akan tetapi walaupun terjadi peningkatan nafsu makan dan asupan makanan, berat badan menurun secara progresif akibat efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak dan protein. Sintesis trigliserida menurun saat lipolisis meningkat, sehingga terjadi mobilisasi besar-besaran asam lemak dari simpanan trigliserida. Peningkatan asam lemak dalam darah, sebagian besar dipergunakan oleh sel sebagai sumber energi alternatif. Peningkatan penggunaan lemak oleh hati menyebabkan pengeluaran berlebihan badan keton ke darah sehingga timbul ketosis yang akan menyebabkan asidosis metabolik. Efek tidak adanya insulin pada metabolisme protein menyebabkan pergeseran netto ke arah katabolisme protein. Penguraian protein otot menyebabkan otot rangka melemah sehingga menurunkan berat badan.

1. Patofisiologi Ulkus Diabetikum Penyakit diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Bila yang terkena pembuluh darah di otak timbul stroke, bila pada mata terjadi kebutaan, pada jantung penyakit jantung koroner yang dapat berakibat serangan jantung/infark jantung, pada ginjal menjadi penyakit ginjal kronik sampai gagal ginjal tahap akhir sehingga harus cuci darah atau transplantasi. Bila pada kaki timbul luka yang sukar sembuh sampai menjadi busuk (gangren). Selain itu bila saraf yang terkena timbul neuropati diabetik, sehingga ada bagian yang tidak berasa apa-apa/mati rasa, sekalipun tertusuk jarum / paku atau terkena benda panas (Noer,2004).

DM-> Komplikasi kerusakan pemuluh darah Gang saraf sensorik Gang saraf autonom

Kelemahan otot intrinsic kakimati rasa setempat Hilang perlindungan traumacedera tanpa sadar Kalusinfeksi hebatulkusgangren

Angiopati arteriol Perfusi jaringan buruk+oksigenasi buruk

Sekresi kulit hilang -> kulit kering, hiperpigmen mudah luka bila terkena trauma Lingk gula darah kembang bakteri baik+naik

Mekanisme radang dan imun tidak efektif

(Isselbacher, 1994)

ULKUS DIABETIK

2. Tanda Dan Gejala Ulkus Diabetikum Kaki diabetik merupakan tukak yang timbul pada penderita diabetes mellitus yang disebabkan karena angiopati diabetik, neuropati diabetik atau akibat trauma (WHO, geneva) . Ulkus dengan komplikasi gangrene memiliki UKK yaitu nekrosis, tepi meninggi, oedem, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal, tanda inflamasi lengkap. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki. Pada ulkus diabetik karena proses neuroiskemik pada sekitar ulkus akan terasa dingin di sekitar ulkus, tidak teraba pulsasi, sensorik ++, pucat bila diangkat dan berwarna merah bila digantung. Sedangkan karena proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu : a. Pain (nyeri). b. Paleness (kepucatan) c. Paresthesia (parestesia dan kesemutan). d. Pulselessness (denyut nadi hilang). e. Paralysis (lumpuh). Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari Fontaine, yaitu : a. Stadium I ; asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau geringgingan). b. Stadium II ; terjadi klaudikasio intermiten. c. Stadium III ; timbul nyeri saat istirahat. d. Stadium IV ; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

Patogenesis Komplikasi Diabetes Melitus

Penatalaksanaan 1. Medikamentosa DIABIT Dosis awal 500 mg : 1 tablet 3 kali sehari. Indikasi a. Untuk terapi pada pasien diabetes yang tidak tergantung insulin dan kelebihan berat badan dimana kadar gula tidak bisa dikontrol dengan diet saja. b. Dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dapat diberikan sebagai obat kombinasi dengan Sulfonilurea. c. Untuk terapi tambahan pada penderita diabetes dengan ketergantungan terhadap insulin yang simptomnya sulit dikontrol. Kontra indikasi a. Koma diabetik dan ketoasidosis. b. Gangguan fungsi ginjal yang serius, karena semua obat-obatan terutama dieksresi melalui ginjal. c. Penyakit hati kronis, kegagalan jantung, miokardial infark, alkoholisme, keadaan penyakit kronik atau akut yang berkaitan dengan hipoksia jaringan. Keadaan yang berhubungan dengan laktat asidosis seperti syok, insufisiensi pulmonal, riwayat laktat asidosis, dan keadaan yang ditandai dengan hipoksemia. d. Hipersensitif tehadap obat ini. e. Kehamilan dan menyusui. Glukoidon Dosis rendah 1 kali pemberian per hari, setelah itu dosis dapat dinaikkan sesuai dengan respons terhadap obat Kontraindikasi a. Hipersensitif terhadap glikuidon atau senyawa OHO golongan sulfonilurea lainnya b. Porfiria c. Ketoasidosis diabetik dengan atau tanpa koma

d. Penggunaan OHO golongan sulfonilurea pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal merupakan kontraindikasi, namun glikuidon masih dapat diberikan pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal yang ringan. Kaptopril Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang (sendiri atau dengan terapi tiazid) dan hipertensi berat yang resisten terhadap pengobatan lain; gagal jantung kongestif (tambahan); setelah infark miokard; nefropati diabetic

(mikroalbuminuria lebih dari 30 mg/hari) pada diabetes tergantung insulin. Kontraindikasi : hipersensitif terhadap penghambat ACE (termasuk

angiodema); penyakit renovaskuler (pasti atau dugaan); stenosis aortic atau obstruksi keluarnya darah dari jantung; kehamilan; hipertensi dengan gejala hiponatrium; anuria; Laktasi; gagal ginjal. Efek Samping : ruam kulit, pruritus, muka kemerahan, batuk kering; gangguan pengecapan; hipotensi; gangguan gastrointestinal, proteinuria. Jarang, netropenia, takikardi, angiodema. Aturan pakai : Diberikan dalam keadaan perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan). Dosis : hipertensi ringan sampai dengan sedang awal 12,5 mg 2 x sehari. Pemeliharaan : 25mg 2xsehari, dapat ditingkatkan dengan selang waktu 2-4 minggu. Maksimal 50 mg dua kali sehari. Hipertensi berat awal 12,5 mg 2 x sehari, dapat ditingkatkan bertahap sampai dengan maksimal 50 mg 3 x sehari. Actrapid Dosis: 10ml 3x1 po Indikasi Perawatan diabetes melitus. Selain diindikasikan untuk stabilisasi awal diabetes, selama pengobatan diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperosmolar non ketotic, dan selama situasi stres seperti infeksi berat dan operasi besar pada pasien diabetes. Kontra indikasi Insulin tidak boleh diberikan kepada pasien dengan

hipoglikemia.Hipersensitivitas insulin manusia atau salah satu dari eksipien.

Percobaan pencegahan Diabetes prevention trial tipe 1 dr USA, menerima 4 hari insulin infuse intravena 2 x sehari dosis rendah subkutan ultralent suntikan insulin Nikotinamid eropa intervensi diabetes trial, prospektif nikotinamid

mengurangi laju perkembangan untuk DM Sediaan Insulin Short acting insulin Merupakan larutan insulin sederhana dengan mula kerja 30 menit menghilang dalam 8 jam. Contoh obat : actrapid Intermediate dan long acting insulin Lama kerjanya antara 16 35 jam. Contoh obat : insulatard Isophane insulin (NPH) Lama kerjanya sekitar 20 jam Biphasic fixed mixture insulin Merupakan campuran insulin larut dan isophane dengan berbagai

perbandingan misalnya 30% insulin larut dan 70% isophane Terapi insulin : a. Anak-anak : 1) Hiperglikemia tanpa ketonuria atau asidosis, injeksi subkutan harian 0,3-0,5 u/kg insulin intermediate acting 2) Hiperglikemia dengan ketonuria tanpa asidosis, 0,5-0,7 u/kg intermediate acting insulin, suntikan subkutan 0,1 u/kg insulin regular 4-6 jam interval b. Dewasa : 1) Dosis total insulin 0,5-1 u/kgBB/hari 2) Gejala hipoglikemia dapat timbul karena kebutuhan insulin berkurang selama fase honeymoon sehingga dosis insulin turun sampai kurang dari 0,5 u/kg/BB/hari 3) Sebaiknya jangan dihentikan Lakukan pemantauan reduksi air kemih

Ultralente Merupakan suspensi kristal Zn insulin yang lama kerjanya mencapai 35 jam. Obat Antidiabet Oral Glipizid dan glicazid Mempunyai waktu paruh yang pendek Dosis 2,5 5 mg sehari sebelum makan pagi atau siang. Glibenclamid Waktu paruh lebih panjang dan diberikan satu kali sehari. Mempunyai efek samping gangguan saluran pencernaan dan rash bisa terjadi tetapi jarang. Dosis awal pemberian 5 mg sehari satu kali. Diberikan setelah makan pagi. Penderita lanjut usia dosis 2.5 mg. Dosis maksimal 15 mg sehari Repaglinid Turunan benzamido dengan mula dan lama kerja yang cepat, diminum saat makan untuk menghasilkan kadar insulin yang tinggi saat mencerna dan menghindari hipoglikemi antar waktu makan. Dosis awal 500 microgram, diberikan 30 menit sebelum makan Biguanid Contoh obat : metformin. Metformin bekerja di perifer untuk meningkatkan uptake glukosa. Dosis dewasa atau anak diatas 10 tahun 500 mg pada waktu makan pagi selama 1 minggu. Kemudian 500 mg pada waktu makan pagi dan makan malam untuk minggu berikutnya. Kemudian 500 mg pada saat makan pagi, siang dan malam. Dosis maksimal 2 gram sehari dalam dosis terbagi. Acarbose Dosis awal 50 mg sehari, ditingkatkan sampai 50 mg tiga kali sehari, kemudian ditingkatkan sesuai kebutuhan setelah 6 8 minggu sampai 100 mg tiga kali sehari. Maksimal 200 mg kali sehari. Tidak direkomendasikan untuk anak dibawah 12 tahun.

Glitazon (Thiazolidindon) Obat ini meningkatkan sensitifitas insulin dengan berikatan pada reseptor PPAR- yang selanjutnya meningkatkan transkripsi gen yang memperantarai kerja insulin. 2. Non-medikamentosa a. Pengaturan Diet Syarat diet DM hendaknya dapat: 1) Memperbaiki kesehatan umum penderita 2) Mengarahkan pada berat badan normal 3) Mempertahankan kadar KGD normal 4) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik 5) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita. 6) Menarik dan mudah diberikan Prinsip diet DM yang harus dipatuhi, adalah: 1) Jumlah sesuai kebutuhan 2) Jadwal diet ketat 3) Jenis: boleh dimakan/tidak Perencanaan makan Diabetes tipe 2 merupakan suatu penyakit dengan penyebab heterogen, sehingga tidak ada satu cara makan khusus yang dapat mengatasi kelainan ini secara umum. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut masingmasing individu. Pada saat ini yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung dan serat, sedang istilah gula sederhana/simpel, karbohidrat kompleks dan karbohidrat kerja cepat tidak digunakan lagi. Penelitian pada orang sehat maupun mereka dengan risiko diabetes mendukung akan perlunya dimasukannya makanan yang mengandung karbohidrat terutama yang berasal dari padi-padian, buah-buahan, dan susu rendah lemak dalam menu makanan orang dengan diabetes. Banyak faktor yang berpengaruh pada respons glikemik makanan, termasuk didalamnya adalah macam gula: (glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa), bentuk tepung (amilose, amilopektin dan tepung resisten), cara memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makanan serta komponen makanan lainnya (lemak,

protein). Pada diabetes tipe 1 dan tipe 2, pemberian makanan yang berasal dari berbagai bentuk tepung atau sukrosa, baik langsung maupun 6 minggu kemudian ternyata tidak mengalami perbedaan repons glikemik, bila jumlah karbohidratnya sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah total kalori dari makanan lebih penting daripada sumber atau macam makanannya. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat Protein Lemak Kolesterol Serat 60-70% 10-15% 20-25% < 300 mg/ hari 25 gr/hari

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman. Perencanaan makan disesuaikan dengan BMI : BB (kg)/TB (m). Klasifikasi BMI: BB kurang < 18,5 BB normal 18,5 22,9 BB lebih > 23,0 Dengan resiko 23,0 24,9 Obes I 25,0 29,9 Obes II > 30 Porsi 3 besar-3 kecil: a. Makan pagi - Makan selingan pagi. b. Makan siang - Makan selingan siang. c. Makan malam - Makan selingan malam.

b. Melakukan Latihan Kegunaan latihan teratur bagi penderita DM, adalah berikut ini:

1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1,5 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya. 2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore 3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen 4) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein (HDL) 5) Latihan akan merangsang pembentukan glikogen baru bila Kadar glukosa otot dan hati berkurang 6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik. Edukasi Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode dimana telah terbentuk kokoh pola gaya hidup dan perilaku. Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan motivasi yang berkenaan dengan: a. makan makanan sehat; b. kegiatan jasmani secara teratur; c. menggunakan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktuwaktu yang spesifik; d. melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai informasi yang ada; e. melakukan perawatan kaki secara berkala; f. mengelola diabetes dengan tepat; g. mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan; h. dapat mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi dan memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi.

BAB III KESIMPULAN

1. Diabetes mellitus adalah penyakit kelainan metabolisme glukosa. Secara umum, diabetes mellitus dibagi dua klasifikasi, yaitu tipe I dan tipe II. Tipe I terjadi karena kerusakan sel Beta pancreas sehingga sel Beta tidak bisa menghasilkan atau sedikit menghasilkan insulin untuk metabolisme glukosa. Tipe II terjadi karena resistensi insulin. Resistensi ini bisa terjadi karena beberapa faktor. Salah satu faktor terberat adalah genetic. 2. Untuk mendiagnosis seseorang terkena DM melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik ditemukan tanda dan gejala berupa polifagia, polidipsia, poliuria, penurunan berat badan, dan pruritus. Lalu, untuk menegakkan diagnosis, ditambah pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan glukosa darah atau glukosa urin, tes toleransi glukosa darah, dan pemeriksaan HbA1c. 3. Untuk mencegah, menangani, dan mengobati penderita DM, dilakukan secara medikamentosa dan nonmedikamentosa. Sesuai kasus ini, penderita diberi OHO, antihipertensi, dan terapi insulin bila perlu. Untuk nonmedikamentosa, dilakukan edukasi, pengaturan diet, pengaturan gaya hidup, dan aktivitas fisik.

DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth J.Corwin. Patofisiologi Kedokteran Edisi 2. Jakarta: EGC Guyton, Arthur C dan John E Hall, et all. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC Isselbacher, Baraundwald, Wilson. 1994. Harrisons Principles of Internal Medicine International Edition. Singapore: Mcgraw Hill Book Co. Noer, Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Price, Sylvia A. dan, Lorraine M Wilson, et all. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC Silbernagl, Stefan et all. 2007. Teks dan Atlas Patofisiologi. Jakarta: EGC Sudoyo, Aru W et all. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid 3. Jakarta: Departemen Penyakit Dalam FK UI. WHO. Diabetes Mellitus. WHO Geneva. Diunduh dari:

http://www.who.int.inf.fs/en/fact 138.html http://www.medsafe.govt.nz/profs/datasheet/a/Actrapidinj.htm http://www.farmasiku.com/index.php?target=categories&category_id=183

Anda mungkin juga menyukai