Anda di halaman 1dari 7

POTENSI PERIKANAN DI INDONESIA DAN NILAI NILAI EKONOMISNYA DI BIDANG BUDIDAYA, PENANGKAPAN, DAN PENGOLAHAN

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Perikanan Yang dibina oleh: Dr. Ir. Pudji Purwanti, MP Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Disusun oleh : Nama : Yeti Mayantari NIM : 115080500111017

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011

POTENSI PERIKANAN DI INDONESIA & NILAI NILAI EKONOMISNYA DI BIDANG BUDIDAYA, PENANGKAPAN, & PENGOLAHAN

Perikanan adalah suatu kegiatan perekonomian yang memanfaatkan sumber daya alam perikanan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan manusia dengan mengoptimalisasikan dan memelihara produktivitas sumber daya perikanan dan kelestarian lingkungan. Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari ekosistem perikanan berperan sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan suatu output yang bernilai ekonomi masa kini maupun masa mendatang. Disisi lain, sumber daya perikanan bersifat dinamis, baik dengan ataupun tanpa intervensi manusia. Sebagai ilustrasi, pada sumber daya perikanan tangkap, secara sederhana dinamika stok ikan ditunjukkan oleh keseimbangan yang disebabkan oleh pertumbuhan stok, baik sebagai akibat dari pertumbuhan individu (individu growth) maupun oleh perkembangbiakan (recruitment) stok itu sendiri. Potensi perikanan budidaya Indonesia sebenarnya jauh di atas China jika dilihat dari ketersediaan lahan budidaya dan spesies komersial yang berhasil dibudidayakan. Peningkatan permintaan pasar domestik dan internasional terhadap produk perikanan juga cukup besar. Jadi seharusnya produksi perikanan Indonesia bisa mengungguli China. Pada tahun 1949, produksi perikanan Indonesia dari budidaya mengungguli China. Produksi perikanan Indonesia 25 ribu ton sedangkan China hanya 19 ribu ton. Namun, produksi perikanan budidaya China tahun 1980an mengalami lompatan besar. Hingga tahun 2004 produksi perikanan budidaya mencapai 36,6 juta ton, Indonesia masih 3,89 juta ton. Dilihat dari potensi, Indonesia jauh mengungguli China. Sebagai contoh, panjang garis pantai China hanya 32 ribu km, Indonesia lebih dari 95 ribu km. Perairan teluk China hanya 168 ribu ha, Indonesia memiliki 4,2 juta ha.

Luas sungai China yang dapat digunakan budidaya air tawar 371 ribu ha, Indonesia 5,9 juta ha. ditambah 13,6 juta ha rawa yang sebagian masih dapat digunakan untuk budidaya ikan. Oleh karena itu perlu diupayakan pemanfaatan potensi tersebut untuk meningkatkaan produksi perikanan, terutama dari usaha budidaya ikan. Namun, patut diingatkan dalam pengembangan budidaya harus tetap menerapkan cara budidaya ikan yang baik agar memenuhi jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan sesuai persyaratan pasar global. Selain itu, pelestarian lingkungan harus menjadi prasyarat utama. Peluang investasi perikanan dapat juga dilakukan di bidang pengembangan budidaya, baik itu budidaya laut, payau (tambak) maupun kolam. Kegiatan budidaya laut yang dapat dikembangkan dan dijadikan peluang investasiantara lain ikan kerapu, ikan ini merupakan jenis ikan dengan nilai ekonomis yang tinggi dan banyak digemari. Oleh karena itu pengembangan budidaya ikan kerapu ini dapat memberikan nilai tambah sekaligus peningkatan ekonomi masyarakat. Selain itu terdapat pula kegiatan budidaya air payau (tambak) yang dapat menjadi peluang investasi, antara lain budidaya udang, bandeng dan jenis ikan lainnya. Udang yang paling sering dibudidayakan adalah Udang Vanammei. Udang jenis ini memiliki ketahanan hidup yang lebih tinggi dibandingkan Udang Windu. Sedangkan untuk kegiatan budidaya kolam dilakukan kegiatan budidaya lele dan ikan nila, untuk penyediaan bibitnya dapat dipenuhi melalui Unit-Unit Pembenihan Rakyat yang menyediakan benih-benih ikan yang diperlukan. Dewasa ini yang sedang digalakkan adalah budidaya lele terpal. Ikan lele merupakan jenis ikan yang mudah dibudidayakan dan mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Budidaya lele terpal dilakukan untuk mengatasi masalah bagi mereka yang mempunyai keinginan untuk berbudidaya namun hanya memiliki lahan terbatas. Pengembangan usaha budidaya ikan dapat dilakukan dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi baik untuk kolam air payau (tambak), kolam air tawar, sawah

perairan umum maupun budidaya laut yang ditujukan untuk meningkatkan produksi perikanan. Intensifikasi budidaya ikan dapat dilakukan antara lain dengan cara, pemupukan, pemberian makanan tambahan, peningkatan penyediaan benih (ikan dan udang) serta bibit kerang-kerangan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, pengembangan sistem irigasi yang bukan saja harus memperhitungkan pengaruh pasang surut tetapi harus mampu mengatasi kemungkinan banjir pada musim hujan. Ekstensifikasi budidaya ikan dapat dilakukan pada daerah yang potensial dan cukup luas. Ekstensifikasi dapat dilakukan dengan cara memperluas area budidaya ikan atau udang yang ada. Selain di bidang budidaya, nilai ekonomis perikanan dapat dikembangkan di bidang penangkapan. Menurut Ayodhyoa ( 1981 ), untuk peningkatan dalam penangkapan dapat dilakukan dengan cara di antaranya, perubahan usaha penangkapan ikan dari seekor demi seekor kearah penangkapan ikan dalam jumlah besar, perubahan letak fishing ground ke arah yang lebih jauh dari pantai,ini merupakan perubahan dari perikanan pantai maenuju ke arah lepas pantai, dan penggunaan mesin pada perahu/ kapal motor yang menyebabkan kemampuan dari kecepatan operasi penangkapan ikan meningkat. Produksi perikanan laut yang berasal dari usaha penangkapansampai tahun 1982 , sebanyak kurang lebih 91,4 % berasal dari penangkapan di perairan pantai,sedangkan produksi perikanan yang berasal dari perairan lepas pantai dan samudra sangat terbatas, yaitu berturut turut sekitar 7,4 % dan 1,1 %. Data tersebut menunjukan betapa masih kurangnya perusahaan perusahaan penangkapan ikan yang di harapkan mampu mengelola dan mampu memanfaatkan sumberdaya perikanan lepas pantai yang cukup potensial untuk dikembangkan. Di Indonesia sudah terdapat beberapa perusahaan penangkapan ikan yang cukup besar, baik berupa badan usaha milik Negara ( BUMN) maupun swasta nasional yang beroperasi di perairan lepas pantai untuk menangkap jenis-jenis ikan yang

mempunyai nilai ekonomis tinggi seperti tuna, cakalang, madidihang, tuna dan udang untuk memenuhi kebutuhan eksport. Hasil laut lain yang memiliki nilai ekonomis penting antara lain rumput laut, kepiting bakau, rajungan, berbagai jenis kerapu, bandeng, udang karang (lobster), teripang dan ikan napoleon. Bila udang pada umumnya merupakan hasil budidaya, cakalang pada umumnya diperoleh dari usaha perikanan tangkap di laut. Produk usaha perikanan tangkap memberikan sumbangan sekitar 70% dari produksi perikanan. Peningkatan permintaan pasar terhadap produk-produk laut, baik dari pasar domestik ataupun pasar dunia bila tidak dilakukan secara baik dapat dilematis. Tersedianya pasar untuk ekspor komoditas memungkinkan Indonesia meningkatkan devisa dari sektor ini guna mempercepat mengatasi krisis, namun upaya eksploitasi komoditas di atas dapat melebihi potensi lestari akibat penangkapan berlebihan (overfishing) sehingga justru Indonesia tidak dapat keluar dari krisis. Manajemen penangkapan yang kurang baik, hanya akan menguras sumberdaya alam tanpa memberikan kemungkinan untuk pulih, yang akhirnya membawa ekonomi kedalam krisis yang lebih dalam. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia dewasa ini lebih ketat menetapkan kebijaksanaan dalam mengontrol armada maupun cara penangkapan sehingga eksploitasi sumberdaya laut diharapkan lebih rasional, serta mendorong pengembangan usaha perikanan laut. Sedangkan untuk potensi pengolahan ikan tawar sebenarnya terbuka lebar. Pengasapan ikan tawar menjadi salah satu pilihan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Data selama 20 tahun terakhir, menunjukkan bahwa di Indonesia produksi ikan yang diolah hanya 23-47% dan sisanya dijual sebagai ikan segar atau ikan basah. Cara pengolahan tradisional seperti penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, dan fermentasi lebih dominan daripada cara pengolahan modern seperti pembekuan dan pengalengan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa presentase ikan yang diolah secara tradisional selalu tinggi, meskipun selama ini produk tersebut mempunyai citra yang kurang bergengsi dan sering disebut sebagai ikan bagi si miskin. Menurut data FAO, ikan olahan tradisional, atau cured fish adalah produk

yang diolah secara sederhana dan umumnya dilakukan di skala industri rumah tangga. Dari segi rasa, produk ini banyak diminati oleh konsumen yang sering mengkonsumsi. Banyak alternatif yang dapat dipilih dalam pengembangan pengolahan perikanan. Keberhasilan dari pengembangan pengolahan perlu diikuti dengan perbaikan berupa rasionalisasi dan standardisasi, agar sifat, mutu, nilai nutrisi, keamananproduk terjamin. Upaya perbaikan perlu diikuti dengan peningkatan industrialisasi dan komersalisasi. Pengembangan pengolahan tradisional memerlukan bantuan pembinaan dari pemerintah yang juga berguna untuk meningkatkan nilai ekonomis dari produk perikanan tersebut. Mengingat tingginya ketergantungan masyarakat terhadap produk perikanan dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi. Prospek ini juga didukung dengan tersedianya sumber daya ikan. Dengan begitu sebutan negara maritim yang selama ini melekat kuat terhadap Indonesia dapat diwujudkan dengan kemajuan di bidang perikanan baik dalam pengolahan, pembudidayaan maupun penangkapan.

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, L.2003.Desentralisasi Kelautan Plus.Artikel Sinar Harapan, 18 Juli 2003 Susanto H, dan K. Amri, 1997.Budidaya Ikan Patin.Jakarta.Penebar Swadaya.
Sri, H. Endang.2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional : Prospek dan Peluang Pengembangan.Jurnal Litbang Pertanian

http://binaukm.com/2010/05/potensi-peluang-usaha-sektor-kelautan-ikancakalang/ http://rengkiik08.blogspot.com/2011/01/sumberdaya-hayati-laut-tempat.html

http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/06/27/potensi-perikanan/

Anda mungkin juga menyukai