Anda di halaman 1dari 62

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin pesat seiring dengan peningkatan

peradaban manusia menyebabkan persaingan yang semakin ketat. Dengan adanya persaingan mendorong setiap perusahaan untuk menciptakan keunggulan. Syarat yang harus di penuhi oleh suatu perusahaan agar dapat sukses dalam persaingan adalah berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan pelanggan. Agar tujuan tersebut tercapai, maka setiap perusahaan harus berupaya menghasilkan dan menyampaikan produk yang diinginkan konsumen dengan harga yang pantas (reasonable). Dengan demikian setiap perusahaan harus mampu memahami perilaku konsumen pada pasar sasarannya, karena kelangsungan hidup perusahaan tersebut sebagai organisasi yang berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan para konsumen sangat tergantung pada perilaku konsumennya. Apabila perusahaan sudah menetapkan strategi pemasarannya khususnya dalam kebijakan harga maka konsumen akan mempelajari, mencoba, dan menerima produk tersebut. Merek merupakan nama atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu (Aaker, 1997:9). Semakin banyaknya jumlah pemain di pasar saat ini, meningkat pula persaingan diantara produk-produk yang ada, tidak lagi ditentukan oleh kinerja suatu produk, tetapi pada kekuatan merek pada pelanggan. Seringkali pelanggan tidak memiliki 1

gambaran yang jelas mengenai latar belakang produk yang akan mereka beli, pada saat itu biasanya mereka akan lebih mengandalkan kekuatan merek. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan pelanggan sebagai stakeholder utama. Bahkan, pelanggan seringkali lebih tahu dan mengerti merek dibanding produknya sendiri (Kartajaya, 2002:48). Strategi merek dimaksudkan agar suatu merek mampu merebut mind share dan share of heart konsumen. Dengan memanfaatkan merek sebagai senjata pemasaran, maka pasar sasaran akan lebih terpengaruh dan dimenangkan. Merek yang terkenal, kokoh, dan dipercaya dapat dikatakan memiliki ekuitas merek (brand equity) yang kuat. Suatu produk dengan ekuitas merek yang kuat dapat membentuk brand platform yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan suatu merek dalam berbagai persaingan pada jangka waktu lama (Durianto, Darmadi, dan Sitinjak, 2001:3). Usaha pemantapan ekuitas merek juga dapat meningkatkan nilai perusahaan di atas harga premiumnya. Di pihak konsumen, ekuitas merek dapat mempengaruhi preferensi dan loyalitas. Sedangkan menurut pandangan pesaing, ekuitas merek adalah aset yang tidak mungkin ditiru sehingga menghalangi penguasaan pasar. Menurut Aaker (1997: 14) perusahaan yang berhasil membangun merek harus menempatkan segala yang diwakilinya sebagai aset yang paling penting yang dimiliki perusahaan. Merek tersebut harus dikelola secara terkoordinasi serta dijaga dan diperkokoh keberadaannya, sehingga merek memberikan nilai tambah pada nilai produk, ini dinyatakan oleh Aaker sebagai merek yang memiliki ekuitas merek (Brand Equity).

Berdasar latar belakang diatas maka penulis akan melakukan penelitian tentang pengaruh Ekuitas merek terhadap nilai pelanggan. Pada penelitian ini produk yang diteliti adalah bedak La Tulip, disebabkan karena bedak La Tulip merupakan salah satu bedak yang banyak diminati oleh pengguna, khususnya di Petrokimia Gresik. Berkaitan dengan penjelasan diatas maka dalam penelitian ini penulis memberi judul skripsi Analisis pengaruh Ekuitas merek terhadap nilai pelanggan bedak La Tulip (Studi pada Karyawati PT. Petrokimia Gresik).

1.2

Rumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pemasalahan

sebagai berikut : 1. Apakah Ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, kesan kualitas, loyalitas merek, asosiasi merek secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai pelanggan bedak La Tulip di Petrokimia Gresik ? 2. Apakah Ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, kesan kualitas, loyalitas merek, asosiasi merek, secara parsial berpengaruh signifikan terhadap nilai pelanggan bedak La Tulip di Petrokimia Gresik ? 3. Manakah diantara keempat variabel ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, kesan kualitas, loyalitas merek dan asosiasi merek yang berpengaruh dominan terhadap nilai pelanggan bedak La Tulip di Petrokimia Gresik ?

1.3 Tujuan Penelitian. Berdasarkan rumusan masalah maka dapat diketahui tujuan dari penelitian, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan Ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, kesan kualitas, loyalitas merek, asosiasi merek terhadap nilai pelanggan bedak La Tulip di Petrokimia Gresik. 2. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial Ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, kesan kualitas, loyalitas merek, asosiasi merek terhadap nilai pelanggan bedak La Tulip di Petrokimia Gresik. 3. Untuk mengetahui pengaruh yang dominan diantara keempat variabel ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, kesan kualitas, loyalitas merek dan asosiasi merek terhadap nilai pelanggan bedak La Tulip di Petrokimia Gresik.

1.4

Manfaat Penelitian. Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Penulis. Diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama di Perguruan Tinggi dan mampu menerapkan teori yang terkait dengan Ekuitas merek dan nilai pelanggan dalam hal ini kaitannya dengan bidang pemasaran. 2. Bagi Perusahaan.

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada perusahaan tentang pengaruh Ekuitas merek terhadap nilai pelanggan, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. 3. Bagi Pembaca. Penelitian dan penulisan ini diharapkan menambah ilmu pengetahuan, sehingga memperluas pengetahuan tentang pemasaran dan diharapkan dapat mendorong pembaca mengadakan penelitian lebih lanjut.

1.5

Sistematika Skripsi Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I

:PENDAHULUAN Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika skripsi.

BAB II

:TELAAH PUSTAKA Pada bab ini berisi tentang teori yang mendukung, penelitian sebelumnya, hipotesis serta model analisis.

BAB III

:METODE PENELITIAN Pada bab ini menguraikan tentang pendekatan penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data,

prosedur penentuan sampel, prosedur pengumpulan data dan teknik analisis. BAB IV :HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini yang berisi tentang gambaran umum obyek penelitian, hasil penelitian, analisa model dan pengujian hipotesis serta pembahasan BAB V :SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari uraian-uraian bab sebelumnya serta diajukan beberapa saran yang dapat bermanfaat bagi perusahaan.

BAB II TELAAH PUSTAKA

2.1 2.1.1

Landasan Teori Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan

oleh para pengusaha dalam mempertahankan kelangsungan usahanya baik dalam bentuk laba maupun kepuasan. Para ahli ekonomi umumnya memberikan pengertian yang berbeda-beda tentang pemasaran, namun sebenarnya mempunyai arti yang sama. Salah satunya menurut Kotler (2000:9) bahwa : Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

2.1.2

Pengertian Manajemen Pemasaran Definisi manajemen pemasaran menurut Kotler (2000:9) sebagai berikut:

Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetarapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi. 7

Menurut Swastha (2001:7) manajemen pemasaran adalah penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program yang ditujukan untuk mengadakan pertukaran dengan pasar yang dituju dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini sangat tergantung pada penawaran organisasi dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar tersebut serta menentukan harga, mengadakan komunikasi, dan distribusi yang efektif untuk memberi tahu, mendorong, serta melayani pasar.

2.1.3

Konsep Pemasaran Konsep pemasaran menyatakan bahwa kunci untuk mencapai tujuan

organisasional yang ditetapkan adalah perusahaan tersebut harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih (Kotler, 2000:22) Konsep pemasaran terdiri dari empat komponen yang dapat membedakannya dengan konsep penjualan, yaitu pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran terintegrasi, dan laba melalui kepuasan pelanggan. Seperti yang terlihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1

Perbedaan antar konsep penjualan dengan konsep pemasaran


Titik Awal Pabrik Fokus Produk Sarana Menjual dan Berpromosi Hasil Laba melalui volume penjualan

(a) Konsep Penjualan

Pasar Sasaran

Kebutuhan Pelanggan

Pemasaran terintegrasi

Laba melalui Kepuasan Pelanggan

(b) Konsep Pemasaran


Sumber : Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran edisi Milenium, Prentice Hall, 2000, hal. 22

2.1.4

Produk Definisi Produk menurut Kotler (2000:394) ............ Is anything that can be

offred to a marker for attention, acquisition, use or consumtion that might satisfy a want or need? It includes physical object, services, persons, places organizations and idea. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapat perhatian, akuisisi, penggunaan atau pengkonsumsian, sehingga dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk yang dipasarkan mencakup barang fisik, jasa, orang, tempat, organisasi dan gagasan. Produk adalah separangkat tampilan, baik nyata maupun tidak nyata termasuk kemasan, warna, harga, prestasi perusahaan dan pengecer yang dapat diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginan atau kebutuhannya (Stanton, 1984:180).

10

Atribut produk adalah suatu komponen yang sifatnya merupakan sifat-sifat produk yang menjamin agar produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan yang diharapkan oleh pembeli (Gitosudarmo, 2000 : 188). Peter dan Olson (1999 : 69) mengemukakan product as bundles of attributes, dimana produk merupakan sekumpulan dari atribut yang memiliki karakteristik fisik. Konsumen memiliki berbagai tingkatan pengetahuan tentang atribut produk, yaitu pengetahuan tentang atribut abstrak dan atribut kongkrit. Atribut abstrak adalah mewakili karakteristik subyektif yang nyata dari suatu produk, sedangkan atribut kongkrit adalah mewakili karakteristik fisik nyata suatu produk. Semua produk memiliki atribut yang berwujud seperti mutu, ciri-ciri dan model. Setelah perusahaan memperkenalkan atribut produk di pasaran, maka ia akan menyempurnakan atribut produk agar bisa bertahan dalam menghadapi tantangan dalam siklus kehidupan produk. Berikut ini diuraikan sehubungan dengan masalah masing-masing atribut produk menurut Rismiati & Suratno (2001 : 204-206). 1. Mutu Produk Dalam proses perencanaan produk, seorang pengusaha harus menetapkan derajat mutu tertentu bagi produknya karena hal ini akan mempengaruhi penampilan di pasar nanti. Derajat mutu produk di pasar dapat dikelompokkan dalam 4 tingkat yaitu : Rendah, Rata-rata, Tinggi dan Istimewa. Sementara itu perusahaan juga harus mengambil keputusan tentang cara-cara menangani kualitas produk dari waktu ke waktu. Misalkan saja untuk meningkatkan volume penjualan, perusahaan dapat memilih tiga

11

strategi yaitu peningkatan kualitas, mempertahankan kualitas, dan atau pemalsuan kualitas. Namun dalam jangka panjang strategi yang ketiga justru dapat merugikan kelangsungan hidup produk di pasar. Tetapi jika semakin tinggi mutu produk, maka tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan-pun semakin tinggi. 2. Ciri-ciri Produk (Product Fectures) Perusahaan harus mengidentifikasikan mana ciri-ciri pokok produknya yang akan dipasang secara standar dan mana ciri-ciri pilihan (optimal) yang lebih sesuai dengan kebutuhan konsumen. Pada awalnya perusahaan dapat memperkenalkan produk dengan ciri-ciri yang standar, namun kemudian produk tersebut dilengkapi dengan tambahan ciri-ciri lain sesuai dengan mode dan tren pasar. 3. Gaya / Corak Produk Cara lain untuk menunjukkan perbedaan produk adalah dengan menampilkan gaya, corak atau desain. Desain dapat menciptakan semacam kepribadian tersendiri sehingga menonjol bila dibandingkan produk pesaing yang kelihatan serupa. Dalam siklus kehidupan produk yang pada tahap penurunan, desain yang bagus dapat menggantikan produk baru dan juga mampu memperlihatkan nilai tertentu dan mempermudah konsumen dalam memilih barang.

12

Sedangkan menurut Tjiptono (1997:103) : Atribut produk adalah unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian. Atribut produk meliputi : 1. Merk Merk merupakan nama, istilah, tanda, symbol atau lambang, desain warna, gerak, kombinasi atribut-atribut produk yang lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan differensiasi terhadap produk pesaing. (Fandy Tjiptono:1997:104) : Pada dasarnya suatu merek juga merupakan janji penjual untuk secara konsisten menyampaikan serangkaian ciri-ciri, manfaat dan jasa tertentu kepada para pembeli. Merek yang baik juga menyampaikan jaminan tambahan berupa kualitas. Merek sendiri digunakan untuk beberapa tujuan yaitu : a) Sebagai identitas yang bermanfaat dalam deferensial atau membedakan produk suatu perusahaan dengan produk pesaingnya. Ini akan memudahkan konsumen untuk mengenalinya saat berbelanja dan saat melakukan pembelian ulang. b) Alat promosi, yaitu sebagai daya tarik produk. c) Untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan kualitas, serta prestise tertentu kepada konsumen. d) Untuk mengendalikan pasar.

13

2. Kemasan Pengemasan (packing) merupakan proses yang berkaitan dengan perancangan dan pembuatan wadah (container) atau pembungkus (wrapper) untuk suatu produk tujuan penggunaan kemasan antar lain meliputi : a. Sebagai pelindung isi, misalnya dari kerusakan, kehilangan,

berkurangnya kadar atau isi dan sebagainya. b. Untuk memberikan kemudahan dalam penggunaan, misalnya supaya tidak tumpah, sebagai alat pemegang, agar mudah dalam pemakaian dan lain-lain. c. Bermanfaat dalam pemakaian ulang, misalnya untuk diisi kembali atau untuk wadah lain. d. Memberikan daya tarik, yaitu aspek artistic, warna, betuk, maupun desainnya. e. Sebagai identitas produk, misalnya berkesan kokoh atau awet, lembut atau mewah. f. Distribusi, misalnya mudah disusun, dihitung, dan ditandatangani. g. Informasi, yaitu menyangkut isi, pemakaian, dan berkualitas. h. Sebagai cermin inovasi produk, berkaitan dengan kemajuan teknologi dan daur ulang. 3. Pemberian Label Labelling berkaitan dengan pengemasan. Label merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjual. Sebuah

14

label bisa merupakan bagian dari kemasan, atau bisa pula merupakan etiket (tanda pengenal) yang dicantumkan pada produk. Dengan demikian, ada hubungan antara labelling, packing, dan brand. 4. Layanan Pelengkap Dewasa ini produk apapun tidak terlepas dari unsur jasa atau layanan, baik itu sebagai jasa sebagai produk inti maupun jasa pelengkap. Produk inti umumnya sangat bervariasi antara tipe bisnis yang satu dengan tipe bisnis yang lain, tetapi layanan pelengkapnya memiliki kesamaan. Layanan pelengkap dalam diklasifikasikan menjadi delapan kelompok yaitu : a. Informasi, misalnya jalan atau arah menuju tempat produsen, jadwal atau skedul penyampaian produk atau jasa, harga, instruksi mengenai cara menggunakan produk inti atau layanan pelengkap peringatan, kondisi penjualan atau layanan, pemberitahuan adanya perubahan, dokumentasi, konfirmasi reservasi, rekapitulasi rekening, tanda terima dan tiket. b. Konsultasi, seperti pemberian saran, auditing, konseling pribadi dan konsultasi manajemen atau teknis. c. Order taking, meliputi aplikasi (keanggotaan di klub atau program tertentu, jasa pelayanan, jasa berbasis kualifikasi misalnya perguruan tinggi), order entry dan reservasi. d. Hospitality diantaranya sambutan, food and beverages, toilet dan kamar

kecil, perlengkapan kamar mandi, fasilitas menunggu (majalah, hiburan, koran, ruang tunggu), transportasi, dan security.

15

e.

Caretaking, terdiri dari perhatian dan perlindungan atas barang milik

pelanggan yang mereka bawa serta perlindungan atas barang yang dibeli pelanggan. f. Exception, meliputi permintaan khusus sebelumnya penyampaian produk mengenai komplain atau pujian atau saran, pemecahan atas kegagalan tersebut. g. Billing, meliputi laporan rekening periodik, faktur, untuk transaksi individual, laporan verbal mengenai jumlah rekening, mesin yang memperlihatkan jumlah rekening dan self billing. h. Pembayaran, berupa swalayan oleh pelanggan. Pelanggan berinteraksi dengan personil perusahaan yang menerima pembayaran, pengurangan otomatis atas rekening nasabah, serta kontrol dan verifikasi. 5. Jaminan (Garansi) Jaminan adalah janji yang merupakan kewajiban produsen atas produknya kepada konsumen, dimana para konsumen akan diberi ganti rugi bila produk ternyata tidak bisa berfungsi sebagaimana yang diharapkan atau dijanjikan. Jaminan bisa meliputi kualitas produk, reparasi, ganti rugi dan sebagainya. Jaminan sendiri ada yang bersifat tertulis dan ada pula yang tidak tertulis. Dewasa ini jaminan sering kali dimanfaatkan sebagi aspek promosi, terutama terhadap produk-produk tahan lama. Sedangkan menurut Kotler & Armstrong (2001: 354) atribut produk adalah pengembangan suatu produk atau jasa yang melibatkan penentuan

16

manfaat yang akan diberikan. Manfaat ini dikomunikasikan dan diserahkan seperti kualitas, fitur dan rancangan. 1. Kualitas Produk ( Product Quality ). Kualitas adalah salah satu dari alat utama untuk memposisikan produk bagi pemasar. Adanya kualitas produk merupakan kemampuan penggunaan fungsifungsi dari sebuah produk tersebut. Fungsi-fungsi tersebut termasuk daya tahan seluruh produk, kemampuan mengoperasikan dan memperbaiki, dan nilai atribut yang lain. Beberapa perusahaan meningkatkan kualitas dengan menggunakan kontrol yang lebih baik terhadap kualitas dengan mengurangi kerusakan produk yang dapat menjengkelkan konsumen. 2. Ciri Produk ( Product Features ). Ciri produk adalah alat yang kompetitif untuk membedakan produk konsumen dengan produk pesaing. Beberapa perusahaan banyak yang sangat inovatif didalam menambah ciri-ciri baru. Bagaimana perusahaan mengidentifikasikan dan memutuskan salah satu ciri baru untuk ditambahkan dalam produknya? Ciri spesifik yang mana dari produk yang paling disukai konsumen? Ciri mana yang perusahaan dapat tingkatkan dari produknya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan contoh yang jawabannya dapat digunakan perusahaan sebagai daftar dari ide-ide tentang adanya ciri-ciri produk.

17

3. Desain Produk ( Product Design).

Desain produk digunakan untuk menambah ciri dari suatu produk. Sebuah desain yang unik, lain dari yang lain, bisa merupakan satu-satunya ciri pembeda produk

2.1.5

Merek Merek adalah nama suatu produk atau jasa badan usaha. Merek merupakan

identitas utama produk atau jasa suatu badan usaha sehingga dapat dibedakan dari produk atau jasa badan usaha lain yang sejenis. Merek juga dibagi dalam pengertian lainnya (Rangkuti, 2002:2) seperti: Brand Name (Nama Merek) yang merupakan bagian yang dapat diucapkan Brand Mark (Tanda Merek) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali, namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus. Trade Mark (Tanda merek dagang) yang merupakan merek atau sebagian dari merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa, tanda dagang ini melindungi penjual dengan istimewanya untuk menggunakan nama merek (tanda merek). Copy Right (Hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni.

18

Merek merupakan janji penjual untuk konsisten memberikan feature, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek terbaik akan memberikan jaminan kualitas. Tetapi merek lebih dari sekedar simbol karena memiliki enam tingkat pengertian yaitu: a. Atribut : Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek b. Manfaat : Suatu merek memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat c. Nilai : Suatu merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen yang berkelas sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut. d. Budaya : Suatu merek mewakili budaya tertentu e. Kepribadian : Suatu merek mencerminkan kepribadian pengguna, sehingga diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yang digunakan f. Pemakai : Suatu merek menunjukkan jenis konsumen pemakai merek.

2.1.6

Ekuitas Merek Menurut Aaker (1997:22) ekuitas merek adalah seperangkat asset dan liabilitas

merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan.

19

Peter dan Olson (1999:124) menyebutkan ,brand equity concern to the value of the brand to the marketer and the customer .Artinya ekuitas merek menyangkut nilai dari merek bagi pemasar dan pelanggan. Scriffhman dan Kanuk (2000:193) menyebutkan , the term brand equity refers to the value inheren in well known brand name. From a consumers perspective brand equity is the value added bestowed on the product by the brand name .Artinya istilah ekuitas merek mengarah pada nilai yang melekat dalam nama merek yang terkenal. Dari sudut pandang konsumen, ekuitas merek merupakan nilai tambah yang diberikan pada produk oleh nama merek. Sedangkan Assael (1998:104) menyatakan bahwa . brand equity is the value of the brand in the consumers mind. Artinya ekuitas merek merupakan nilai merek dalam pikiran konsumen. Menurut Aaker (1997:23) Ekuitas merek akan semakin tinggi seiring dengan semakin tingginya dimensi-dimensi dari Ekuitas merek. Dimensi-dimensi tersebut adalah: 1. Kesadaran merek 2. Loyalitas merek 3. Kesan kualitas 4. Asosiasi Merek 5. Aset-aset merek lainnya

20

Empat elemen ( Ekuitas merek ) diluar aset-aset merek lainnya dikenal dengan elemen-elemen utama dari Ekuitas merek. Elemen Ekuitas merek yang kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas elemen-elemen utama tersebut. Menurut Kotler (1997:64) brand equity is highly related to how many of a brands customers are satisfied and would incure costs by changing brand values the brand and sees it as a friend, or devoted to the brand. Ekuitas merek berhubungan dengan berapa banyak pelanggan yang puas dan akan membuat biaya untuk beralih merek, menilai merek dan menganggapnya sebagai teman atau setia terhadap merek. Ekuitas merek juga berhubungan dengan tingkat nama merek yang dikenal, kesan kualitas, asosiasi merek yang kuat, dan aset-aset lainnya seperti paten, merek dagang, dan saluran hubungan. Jika pelanggan tidak tertarik pada satu merek dan membeli karena karakteristik produk, harga, kenyamanan, dan dengan sedikit memperdulikan merek, kemungkinan ekuitas merek yang dimiliki kecil. Sedangkan jika para pelanggan cenderung membeli suatu merek walaupun dihadapkan pada para pesaing yang menawarkan produk yang lebih unggul, misalnya dalam hal harga dan kepraktisan, berarti terdapat nilai ekuitas yang sangat besar dalam merek. Definisi lain dari ekuitas merek dinyatakan The Marketing Science Institute dalam Burke (1990:1) The set of associations and behaviors on the part of the brands customers, channel members, and parent corporations that permit the brand to earn greater volume or greater margins than it could without the brand name and that La Tulip es the brand a strong, suistainable, and differentiated advantage over competitors. Ekuitas merek adalah seperangkat asosiasi dan perilaku yang dimiliki

21

oleh pelanggan merek, anggota saluran distribusi, dan perusahaan yang memungkinkan suatu merek untuk mendapatkan tingkat penjualan dan marjin laba yang lebih besar sehingga memberikan merek tersebut kekuatan, daya tahan dan keunggulan yang dapat membedakannya dengan para pesaingnya. Definisi-definisi mengenai ekuitas merek di atas merupakan pemahaman ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek, dan loyalitas merek sebagai sekumpulan aset yang dimiliki oleh suatu merek yang dapat menambah nilai yang diberikan oleh produk kepada pelanggan maupun kepada perusahaan serta dapat memberikan merek tersebut kekuatan, daya tahan dan keunggulan yang dapat membedakanya dengan para pesaingnya. Menurut Aaker (1997:17) nilai yang diberikan ekuitas merek kepada pelanggan dapat dijelaskan dengan gambar 2.2. berikut : GAMBAR 2.2 NILAI YANG DIBERIKAN EKUITAS MEREK KEPADA PELANGGAN
Ekuitas Merek

Kesadaran Merek

Kesan Kualitas

Asosiasi Merek

Loyalitas Merek

Nilai yang diberikan pada pelanggan Interprestasi/proses informasi Rasa percaya diri dalam keputusan pembelian Pencapaian kepuasan dari pelanggan
Sumber : David A. Aaker 1997 Manajemen Ekuitas Merek

22

2.1.7

Kesadaran Merek (Brand Awareness) Kesadaran merek didefinisikan oleh Aaker (1997:90) sebagai kesanggupan

seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Menurut Keller (1998:87) Brand Awareness is related to the strength of the resulting brand node on trace in memory, as reelected by consumers ability to identify the brand under different conditions. Kesadaran merek berkaitan dengan kekuatan suatu merek tertentu untuk diingat pelanggan, sebagai refleksi dari kemampuan pelanggan untuk mengidentifikasi merek dalam berbagai situasi berbeda. Aaker (1997:90) mengatakan kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinum (Continum Nanging) dari perasaan yang tak pasti bahwa merek tertentu dikenal, menjadi keyakinan bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk bersangkutan sebagaimana ditunjukkkan pada gambar 2.3. Kontinum bisa terwakili oleh tiga tingkatan kesadaran merek yang berbeda. Peran dari kesadaran merek atas ekuitas merek bergantung pada kontes dan pada tingkat mana kesadaran itu dicapai. Tingkat kesadaran merek yang paling rendah adalah pengenalan merek atau disebut juga sebagai pengingat kembali dengan bantuan (alded recall). Tingkatan berikutnya adalah tingkatan pengingatan kembali merek (Brand Retail) atau tingkatan pengingat kembali merek tanpa bantuan (unaided recall) karena pelanggan tidak perlu dibantu untuk mengingat merek. Pada tingkatan teratas adalah merek yang disebut pertama kali pada saat pengenalan merek tanpa bantuan yaitu top of mind. Top

23

of mind adalah kesadaran merek tertinggi merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada dalam pikiran pelanggan. Gambar 2.3. Piramida kesadaran merek

Puncak Pikiran (Top Of Mind) Pengingat kembali merek (Brand recall) Pengenalan Merek (Brand Recognition) Tidak menyadari merek (Brand recall)

Sumber : David H. Aaker, 1997, managing brand Equity

Aaker (1997:93) mengatakan kesadaran merek (Brand awaneness) menciptakan nilai dalam empat cara yaitu: 1. Menghubungkan asosiasi-asosiasi yang dapat dilekatkan pada merek (anchor to which other association can be attached). Sebuah pengenalan merek bagaikan map dokumen dalam pikiran yang bisa diisi dengan nama yang berkaitan dengan fakta dan perasaan. Jarang sekali suatu keputusan pembelian terjadi tanpa pengenalan. Biasanya sia-sia untuk berusaha mengkomunikasikan atribut-atribut merek sebelum sebuah merek menetap

24

dalam atribut-atribut yang diasosiasikan. Dengan tingkat pengenalan yang mapan, tugas selanjutnya tinggal menghubungkan suatu asosiasi baru sebagai suatu atribut produk. 2. Keakraban (familiarity-liking). Pengenalan memberi merek suatu kesan akrab dan orang menyukai sesuatu yang akrab. Keakraban kadangkala dapat mengendalikan keputusan pembeli tanpa perlu motivasi untuk mengadakan evaluasi atribut. 3. Substansi / komitmen (Signal of substance or commitment). Brand awareness dapat menjadi suatu tanda dari kehadiran, komitmen, dan substansi. Ketiganya merupakan atribut-atribut yang dapat menjadi sangat penting yang berlaku bagi pembeli individual atas item bernilai besar dan pembeli barang tahan lama. 4. Merek untuk dipertimbangkan (Brand to be considered). Umumnya langkah pertama dalam proses pembelian adalah menyeleksi sekumpulan merek untuk dipertimbangkan. Merek yang sudah menjadi Top of Mind akan mempunyai nilai tinggi untuk dipilih dalam rangkaian pertimbangan. Tidak mudah bagi suatu merek dalam meraih kesadaran pada pelanggan akan keberadaan merek tersebut. Aaker (1997:107) mengatakan bahwa kesadaran merek (Brand Awareness) dapat diraih dengan cara-cara sebagai berikut :

a. Menjadi berbeda dan dikenang

25

Suatu pesan kesadaran seharusnya memberikan suatu alasan untuk diperhatikan dan seharusnya itu bisa dikenang. Ada banyak cara yang bisa ditempuh namun hal yang paling pokok adalah menjadi berbeda dan istimewa. b. Melibatkan sebuah slogan atau jingle Sebuah slogan atau jingle bisa menimbulkan pengaruh yang besar slogan seperti You Deserve a break to day bisa membantu dalam pengingatkan kembali. Sebuah jingle bisa menjadi alat yang jitu dalam menciptakan kesadaran. Salah satu merek yang mempunyai tingkat pengingatan yang tinggi tersebut menggunakan jingle Nutri sari-nutri sari c. Penampakan simbol. Jika sebuah simbol telah terbentuk atau bisa dikembangkan, kemudian dapat dikait erat dengan sebuah merek, maka simbol itu akan memainkan peran yang besar dalam menciptakan dan memelihara kesadaran.

2.1.8

Kesan Kualitas Kesan kualitas didefinisikan oleh Aaker (1997: 124) sebagai persepsi pelanggan

terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Kesan kualitas tidak bisa ditetapkan secara objektif, karena kesan kualitas ini merupakan persepsi dan juga karena melibatkan apa yang penting buat pelanggan. Sangat berguna untuk memberi suatu pencitraan kualitas pada sebagian besar produk, karena kesan kualitas diberi batasan yang relatif terhadap maksud yang

26

diharapkan dan serangkaian alternatif. Sebuah kesan kualitas berbeda dengan kepuasan, seorang pelanggan mungkin bisa dipuaskan karena dia mempunyai harapan yang rendah terhadap tingkat kinerjanya. Kesan kulitas yang tinggi tidak identik dengan harapan-harapan yang rendah. Menurut American Society for Quality seperti yang sikutip Heizer dan Render (2004:253) kualitas adalah keseluruhan fitur dan karakteristik produk atau jasa yang mampu memuaskan kebutuhan yang terlihat atau yang tersamar. Kualitas produk dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk melaksanakan fungsinya, meliputi daya tahan, keandalan, ketepatan, kemudahan operasi dan perbaikan serta atribut bernilai lainnya (Kotler, Amstrong, 2001:354). Aaker (1997; 126) menyebutkan bahwa kesan kualitas memberikan nilai dalam berbagai bentuk : 1. Alasan untuk membeli Ketika seorang pelanggan tidak termotivasi untuk mendapatkan dan menyaring informasi yang mungkin mengarah pada penentuan yang objektif mengenai kualitas. Sebuah kesan kualitas pada merek memberikan alasan yang penting untuk membeli dengan mempengaruhi merek-merek mana yang mesti dipertimbangkan dan pada gilirannya mempengaruhi merek apa yang akan dipilih.

2. Deferensiasi atau posisi

27

Suatu karateristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi kesan kualitas. Apakah merek tersebut termasuk dalam super optimum, optimum, bernilai atau ekonomis. 3. Harga Optimum Keuntungan yang diperoleh dari kesan kualitas dapat memberikan pilihanpilihan dalam menetapkan harga optimum suatu produk. Harga optimum tidak saja menguatkan kesadaran merek dan asosiasi merek saja akan tetapi dapat menguatkan kesan kualitas dan loyalitas merek. 4. Minat saluran distribusi Kesan kualitas juga punya arti penting bagi para pengecer, distributor dan berbagai pos saluran lainnya. Kesan kualitas sangat membantu suatu produk atau layanan jasa untuk mendapatkan saluran distribusi, karena pencintraan suatu pos saluran distribusi dipengaruhi oleh produk dan layanan jasa yang masuk dalam distribusinya. 5. Perluasan merek Kesan kualitas bisa dieksploitasi dengan cara memperkenalkan berbagai perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk ke kategori produk baru. Sebuah merek yang memiliki kesan kualitas yang kuat akan mampu memperluas diri lebih jauh dan mempunyai peluang untuk sukses lebih besar dibandingkan dengan merek yang tidak terlalu kuat. Menurut Aaker (1997; 134) membagi kesan kualitas dalam tujuh dimensi antara lain :

28

1. Kinerja. Melibatkan berbagai karateristik operasional utama misal karateristik utama operasional mobil adalah kecepatan, akselarasi, sistem kemudi, serta kenyamanan. Karena faktor kepentingan setiap konsumen berbeda maka sering kali pelanggan berbeda dalam menilai atribut-atribut kinerja ini. 2. Pelayanan. Mencerminkan kemampuan dalam memberikan pelayanan pada produk tersebut. Misal mobil dengan merek tertentu menyediakan pelayanan servis mobil 24 jam di seluruh dunia. 3. Kesesuaian dengan spesifikasi Merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. 4. Keandalan. Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian yang berikutnya. 5. Ketalian. Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. misalnya mobil merek tertentu yang memposisikan dirinya sebagai mobil yang tahan lama walau telah dipakai selama 12 tahun tetapi masih berfungsi dengan baik.

6. Karakteristik produk.

29

Bagian bagian tambahan dari produk (feature) seperti remote control sebuah video, tape deck, sistem WAP untuk sebuali handphone. Tambahan ini biasanya digunakan sebagai pembeda ketika dua produk terlihat sama. 7. Hasil akhir. Mengenali kepada kualitas yang dirasakan yang melibat enam dimensi sebelumnya.

2.1.9

Loyalitas merek Kesetiaan merek merupakan salah satu pertimbangan utama terhadap peletakan

nilai terhadap merek yang akan dibeli atau dijual, karena pelanggan yang loyal dapat diharapkan untuk menjamin penjualan dan aliran profit yang akan datang. Menurut Rangkuti (2002:60-61) loyalitas merek adalah ukuran dari kesetian konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merupakan inti dari Ekuitas merek yang menjadi gagasan sentral dalam permasalahan. Karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Menurut Rangkuti (2002:61), loyalitas memiliki beberapa tingkatan loyalitas seperti pada diagram berikut ini.

Gambar 2.4

30

Tingkatan Brand Loyality

Commited Buyer Likes the brand Satisfied Buyer Habitual Buyer Switcher

Sumber : Rangkuti, Freddy, 2002, The Power Of Brands, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Tama

1. Switcher Tingkat loyalitas paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama sekali tidak tertarik pada merek-merek apa yang ditawarkan. Pembeli tipe ini lebih memperhatikan harga dalam pembelian. 2. Habitual Buyer Para pembeli merasa puas dengan produk yang ia gunakan atau minimal ia tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong suatu perubahan, terutama apabila pergantian ke merek lain memerlukan suatu tambahan biaya. Para pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan.

31

3. Satisfied buyer Berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan (switching cost) baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila ia melakukan pergantian ke merek lain. 4. Likes The Brand Konsumen benar-benar menyukai merek tersebut. Pilihan mereka terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, Sperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakannya atau kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkat ini disebut sahabat merek karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai merek. 5. Committed buyer Merupakan pelanggan yang setia, Mereka mempunyai kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna satu merek. Merek tersebut sangat penting bagi mereka, baik dari segi fungsinya maupun sebagai ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya (committed buyers)

Ada beberapa cara pengukuran brand loyalty (Aaker, 1991:63-68), yaitu : 1. Behavior Measures (pengukuran perilaku)

32

Suatu cara langsung untuk menetapkan loyalitas, terutama untuk perilaku kebiasaan adalah dengan memperhitungkan pola pembelian yang aktual. Berikut disajikan beberapa ukuran yang dapat digunakan : a. Tingkat pembelian ulang b. Persentase pembelian c. Jumlah merek yang dibeli 2. Pengukuran Switching Cost Yaitu biaya yang ditanggung konsumen untuk berpindah ke merek lain. Apabila biaya yang ditanggung konsumen untuk pindah ke merek lain lebih besar dari manfaat yang diterima, maka konsumen akan tetap memakai produk atau jasa sebelumnya. 3. Measuring Satisfaction Pengukuran terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan pelanggan suatu merek merupakan indikator penting dari brand loyalty. Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan bagi pelanggan untuk beralih mengkonsumsi merek lain kecuali bila ada faktorfaktor penarik yang sangat kuat. 4. Measuring Liking The Brand Rasa suka yang umum bisa diskalakan dalam berbagai bentuk, seperti: Rasa suka (liking) Hormat (respect)

Persahabatan (friendship)

33

Kepercayaan (trust)

5. Pengukuran Komitmen Merek dengan brand equity yang tinggi akan memiliki sejumlah besar pelanggan yang setia dengan segala bentuk komitmennya. Salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan produk tersebut. Loyalitas merek dari para pelanggan yang ada mewakili suatu aset strategi yang jika dikelola dan dieksploitasi dengan benar, mempunyai potensi untuk memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti yang diperlihatkan dalam gambar berikut:

Gambar 2.5

34

Nilai Loyalitas Merek

Pengurangan biaya pemasaran Peningkatan perdagangan

Loyalitas Merek Memikat para pelanggan baru : Menciptakan kesadaran merek Meyakinkan

Waktu merespon ancaman kompetitif

Sumber : Rangkuti, Freddy, 2002, The Power Of brands, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Tama 2.1.10 Asosiasi Merek (Brand Association) Aaker (1997; 160) menyatakan bahwa asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi itu tidak hanya eksis namun juga mempunyai suatu tingkat kekuatan. Kaitan pada merek akan lebih kuat jika dilandaskan pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya.

35

Juga akan lebih kuat apabila kaitan itu didukung dengan suatu jaringan dari kaitan lainnya. Asosiasi dan pencitraan keduanya mewakili berbagai persepsi yang mungkin mencerminkan (atau tidak mencerminkan) realitas objektif. Suatu merek yang telah mapan akan mempunyai posisi yang menonjol dalam kompetisi karena didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Nilai yang mendasari sebuah merek seringkali merupakan sekumpulan asosiasi. Menurut Aaker (1997: 162) ada lima macam asosiasi yang dapat menciptakan nilai bagi perusahaan dan pelanggan antara lain: 1. Membantu penyusunan informasi Asosiasi-asosiasi bisa membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang mungkin sulit diproses dan diakses para pelanggan. Asosiasiasosiasi juga dapat mempengaruhi interprestasi mengenai fakta-fakta. Sebuah asosiasi bisa menghasilkan informasi padat bagi pelanggan dan asosiasi bisa juga mempengaruhi pengingatan kembali atas informasi tersebut terutama pada saat pembuatan keputusan 2. Differensiasi. Suatu asosiasi bisa memberikan landasan yang penting bagi usaha membedakan dari competitor. Asosiasi pembeda juga bisa menjadi keuntungan kompetitif yang penting bagi perusahaan. Jika sebuah merek yang sudah dalam posisi yang

36

mapan untuk suatu atribut utama dalam kelas produk tertentu maka para kompetitor akan mendapat kesulitan untuk dapat melakukan serangan

3. Alasan untuk membeli. Banyak asosiasi merek mcmbutuhkan berbagai atribut produk atau manfaat pelanggan (customer benefits) yang bisa menyodorkan suatu alasan spesifik untuk membeli dan menggunakan merek tersebut Asosiasi merek juga mampu mempengaruhi keputusan pembelian dengan cara memberikan kredibilitas dan rasa percaya diri atas merek tersebut. 4. Menciptakan sikap positif. Sebuah asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya merembet ke merek yang bersangkutan. Simbol-simbol yang disukai bisa juga mengurangi dampak buruk bilamana audiens menentang logika dari suatu periklanan. Asosiasi mampu menciptakan perasaan positif dengan mengunakan pengalaman dan mampu mengubah pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain dari pada yang lain 5. Basis perluasan. Sebuah asosiasi mampu menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara merek dan sebuah produk baru atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.

37

Menurut Keller (1998: 93) asosiasi merek di klasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu Attributes, Benefits, and Attitudes. Dimana dijelaskan Attribute merupakan karateristik (feature) deskriptif yang mencirikan suatu produk atau jasa seperti apa yang konsumen pikirkan mengenai produk atau jasa (Keller, 1998:98). Benefits merupakan nilai dan arti personal yang berkaitan dengan atribut-atribut produk atau jasa oleh konsumen, apa yang konsumen pikirkan mengenai apa yang dapat dilakukan oleh suatu produk atau jasa bagi mereka dan peran apa yang dimainkan secara lebih luas (Keller, 1998:99). Asosiasi berdasarkan sikap merupakan keseluruhan penilaian konsumen terhadap suatu merek (Keller, 1998:100). Asosiasi berdasarkan sikap (Attitude) adalah penilaian penting karena sering membentuk dasar bagi tindakan dan perilaku konsumen berdasarkan merek. Ada sebelas tipe asosiasi yang dikemukakan oleh Aaker (1997:167) yang sering kali digunakan oleh para manajer di sebuah perusahaan, kesebelas tipe asosiasi tersebut adalah: 1. Atribut produk. Atribut produk merupakan salah satu asosiasi yang paling sering digunakan dalam strategi positioning, dengan cara mengasosiasikan suatu objek dengan salah satu atribut produk atau karateristik produk. 2. Atribut tak berwujud. Banyak permasalahan yang sering kali membuat perbandingan-perbandingan merek, seakan akan merek mereka terlibat dalam sebuah pertarungan dan saling

38

berusaha untuk meyakinkan orang banyak mengenai keunggulan merek mereka berkenaan dengan satu atau dua dimensi kunci. Berbeda dengan atribut yang kongkrit, suatu atribut tak berwujud seperti teknologi, kesehatan, atau gizi lebih sukar untuk diangkal, namun mereka masih bisa mengembangkan asosiasi-asosiasi tak berwujud seperti inovasi atau kesan kualitas yang bisa membantu produk-produk yang dimilikinya. 3. Manfaat bagi pelanggan. Setiap atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, dan sangat penting untuk membedakan antara manfaat rasional dengan manfaat psikologis. Suatu manfaat rasional berkaitan erat dengan suatu atribut produk dan bisa menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional. Sementara, manfaat psikologi berkaitan erat dengan perasaan apa yang ditimbulkan ketika membeli atau mengunakan merek tersebut. Manfaat psikologi bisa menjadi tipe asosiasi yang kuat dan menjadi efektif bila disertai dengan manfaat rasional. 4. Harga relatif. Harga relatif sebagai salah satu atribut produk amat berguna dan pervasive terutama jika harga tersebut digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap suatu merek di beberapa kelas yang diawali dengan menentukan dimana posisi merek tersebut dalam satu atau dua tingkat harga.

39

Harga akan menjadi lebih komplek jika dikaitkan dengan posisioning suatu produk. Merek biasanya hanya perlu berada dalam satu kategori harga maka dari itu tugas selanjutnya adalah memposisikan agar penawarannya sedapat mungkin berjahuan dari merek merek yang lain pada tingkat harga yang sama. 5. Pengguna atau aplikasi. Salah satu pendekatan asosiasi adalah dengan mengasosiasikan sebuah atribut merek dengan suatu pengunaan atau aplikasi. Tentu saja hal ini terkadang dapat mengundang sejumlah kesulitan dan resiko, akan tetapi sering kali suatu.strategi posisioning lewat pengguna (positioning by use strategy) mewakili posisi kedua atau ketiga dari merek tersebut, yaitu suatu posisi yang dengan sengaja berusaha meluaskan pasar merek tersebut. Gatorade (minuman untuk atlit yang perlu menganti cairan tubuhnya) telah berusaha untuk mengembangkan strategi posisioningnya untuk musim dingin. Konsepnya adalah menggunakan Gatorade ketika terserang flu. 6. Pengguna atau pelanggan. Pendekatan asosiasi adalah mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut. 7. Orang terkenal. Seorang yang terkenal acap kali mempunyai asosiasi yang kuat. Mengkaitkan sebuah merek dengan seorang yang terkenal bisa mentransferkan asosiasiasosiasi orang yang terkenal ke merek tersebut.

40

Seperti yang dilakukan oleh adidas dengan menggandeng David Beckham dan sejumlah atlit olah raga mereka berharap agar asosiasi-asosiasi orang-orang tersebut dapat ditransferkan kepada merek adidas.

8. Gaya hidup. Sebuah merek bisa di ilhami oleh para pelanggan dengan aneka kepribadian dan karateristik gaya hidup yang hampir sama dengan kepribadian dan gaya hidup dari sekumpulan individu. 9. Kelas produk. Beberapa merek perlu untuk membuat keputusan posisisioning yang menentukan dan melibatkan asosiasi asosiasi kelas produk. 10. Para kompetitor. Sebagaian besar strategi positioning memakai kerangka acuan satu kompetitor atau lebih. Ada dua alasan mendasar mengapa perusahaan perlu

mempertimbangkan posisioning yang berkenaan dengan para kompetitor. Pertama kompetitor mungkin mempunyai suatu pencitraan merek yang jelas. Sangat mengkristal dan telah dikembangkan selama bertahun tahun sehingga bisa digunakan sebagai jembatan untuk membantu mengkomunikasikan pencitraan dalam bentuk lain.

41

Yang kedua kadang-kadang tidak penting seberapa bagus para pelanggan beranggapan atau berpikir mengenai anda; yang lebih penting mereka percaya bahwa anda lebih baik ketimbang satu atau lebih kompetitor. Posisioning dengan mengkaitkan pada kompetitor bisa menjadi cara jitu untuk menciptakan suatu posisi yang terkait pada karateristik produk tertentu, terutama kualitas harga (price quality). 11. Wilayah geografis. Sebuah Negara bisa menjadi simbol yang kuat, asalkan negara itu mempunyai hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kapabilitas. Akan tetapi dampak dari aspek asal negara menyusut diantara mereka yang pernah berkunjung ke negara bersangkutan yang beraiti memiliki pengalaman tanggan pertama. Brand image dapat didefinisikan sebagai persepsi mengenai merek yang di refleksikan melalui sebuah tanda asosiasi agar konsumen dapat mengingat nama merek tersebut. Sedangkan asosiasi merek merupakan penghubung antara informasi lain yang berisi tentang arti merek bagi konsumen dengan ingatan konsumen terhadap merek tersebut.

2.1.11 Aset-aset Merek Lainnya Aset yang terakhir mewakili beberapa asset hak milik merek lainnya seerti beberapa asset hak milik mereka lainnya seperti paten, cap other berguna untuk menghambat persaingan dalam mengkikis kepercayaan dan kesetiaan pelanggan supaya relevan asset harus dikaitkan dengan merek.

42

2.1.12 Pengertian Perilaku Konsumen Menurut Momen (2001:04) studi tentang perilaku konsumen dapat membantu kita untuk mengerti lebih banyak mengenai faktor psikologis, sosiologi dan ekonomi yang mempengaruhi konsumen. Studi tentang perilaku konsumen dapat membantu kita untuk mengerti lebih banyak mengenai faktor psikologis, dan sosiologi dan ekonomi yang mempengaruhi konsumen. Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana perorangan mengambil keputusan dalam menggunakan sumber-sumber yang dimilikinya yaitu dana, waktu dan tenaga atas barang yang berkaitan dengan proses komunikasinya. Pengertian perilaku konsumen menurut Engel, Black Well dan Miniard (1994:3) sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapat, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini.

2.1.12.1 Model Perilaku Konsumen. Menurut Assael (1995:17-25) pada gambar 2.6 dibawah ini merupakan model perilaku pelanggan yang sederhana, menekankan hubungan antara pemasar dan pelanggan. Komponen penting dari model ini adalah customer decision makings yaitu process of perceiving and evaluating brand and information considering how brand alternatives need the customers need and deciding on a brand.

43

Dapat dikatakan bahwa Pengambilan keputusan konsumen adalah suatu proses dimana pelanggan memilih dan mengevaluasi informasi tentang berbagai merek, mengembangkan berbagai alternatif merek dapat memenuhi kebutuhan pelanggan dan akhirnya memilih suatu merek.

44

Gambar 2.6 MODEL PERILAKU KONSUMEN


Individual Customer Feed back To customer Post purchase evalution

Customer Decision Making

Customer Response

Enviromental Influence

Feed back to enviroment Development of marketing strategies

Sumber : Henry Assael. 1995 . Model of Consumer Behavior. Consumer Behavior and Marketing Action. Fifth Edition. P. 18 2.1.13 Nilai Pelanggan Definisi nilai pelanggan (customer value) yang dikemukakan Kotler (1997:38) adalah nilai pelanggan total merupakan seikat manfaat yang diharapkan pelanggan dari suatu produk atau jasa yang diperoleh. Nauman (1995:15) menyatakan bahwa faktor kesuksesan yang paling penting bagi suatu perusahaan adalah kemampuan untuk menyampaikan nilai pelanggan yang lebih baik dari pesaingnya. Nilai pelanggan adalah suatu nilai yang diterima oleh pelanggan atau konsumen. Nilai yang diperoleh dapat berupa; kemudahan dalam menafsirkan, memproses dan menyimpan segala informasi mengenai suatu merek , kepuasan dan rasa percaya diri dalam melakukan keputusan pembelian (Aaker,1997:23)

45

Woodruff (1997:140) mendefinisikan nilai pelanggan adalah preferensi kesan pelanggan untuk mengevaluasi atribut atribut produk,atribut kinerja, dan konsekuensi yang muncul akibat menggunakan fasilitas tersebut (atau menghalangi) pencapaian tujuan pelanggan dalam situasi penggunaan. Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (1996:570), total nilai pelanggan merupakan total keseluruhan produk, jasa, personil, dan nilai citra yang diterima pembeli dari suatu penawaran pemasaran. Dari beberapa definisi diatas dapat di simpulkan bahwa untuk memperoleh nilai menurut persepsi pelanggan, maka pelanggan akan melakukan evaluasi mengenai apa yang diterima (benefit) dan yang diberikan, maka pelanggan akan memperoleh nilai yang lebih.

2.1.14 Pengaruh Ekuitas Merek terhadap Nilai Pelanggan Menurut Aaker (1997:23),brand equity asset generally add or substract value for customer. They can help them interpret,process, and store huge quantities of information about products and brands. They can also effect customers confidence in the purchase decision (due to either past- use experience or familiarity with the brand and ist characteristic). Artinya aset aset ekuitas merek secara umum menambah atau mengurangi nilai bagi pelanggan. Aset aset tersebut juga dapat mempengaruhi kepercayaan pelanggan dalam keputusan pembelian (karena pengalaman penggunaan atau rasa familiar dengan merek dan karakteristiknya).

46

Ekuitas merek yang baik akan meningkatkan nilai pelanggan, sebaliknya ekuitas merek yang buruk akan menurunkan nilai pelanggan. Ekuitas merek juga mempengaruhi nilai pelanggan (value to the firm). Sedangkan nilai pelanggan juga ikut mempengaruhi nilai perusahaan tersebut (Aaker). Menurut Baldauf (2003:221),various organizational efforst contribute to developing the dimension of brand equity.These dimensions of brand equity then have a positive impact on providing value to the firm as well as to the customer. Artinya berbagai macam usaha organisasi memberi kontribusi kepada pengembangan dimensi atas ekuitas merek. Dimensi ekuitas merek tersebut memiliki pengaruh positif dalam menciptakan nilai bagi perusahaan juga bagi pelanggan

GAMBAR 2.7 HUBUNGAN ANTARA EKUITAS MEREK DENGAN NILAI PELANGGAN

47

KESADARAN MEREK KESAN KUALITAS EKUITAS MEREK ASOSIASI MEREK

LOYALITAS MEREK

ASET-ASET MEREK LAINNYA

NILAI PELANGGAN

NILAI PERUSAHAAN

Sumber:Aaker, David. 1991. Managing Brand Equity: Capitalizing on the Value of a Brand name. New Y ork: The Free Press.

Elemen elemen dari ekuitas merek (brand equity) yang digunakan oleh Baldauf (2003) adalah kesadaran merek (brand awareness), kesan atau persepsi kualitas (perceived quality) dan loyalitas merek (brand loyalty). Menurut Yoo et al.(2000), elemen elemen tersebut merupakan elemen inti dari ekuitas (equity) dan diharapkan menjadi alat peramal yang relevan terhadap nilai (value).

2.2

Penelitian sebelumnya

48

Penelitian mengenai Ekuitas Merek ini telah banyak dilakukan, beberapa hasil riset mengenai elemen-elemen Ekuitas merek yaitu: Analisa pengaruh elemen-elemen Ekuitas Merek terhadap nilai pelanggan AUTO 2000 di Surabaya oleh Rachmawati (2006) dan Analisa pengaruh brand equity terhadap costumer value pada keramik merek Diamond di Surabaya Selatan oleh Kusumayanti (2005). Dari hasil penelitian yang dihasilkan oleh Rachmawati dan Kusumayanti menunjukan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap nilai pelanggan adalah variabel kesadaran merek (X1). Hal ini menunjukan bahwa konsumen dalam memilih suatu produk biasanya dari ingatan mereka sendiri yang dalam penelitian ini termasuk dalam variabel kesadaran merek sehingga dapat memberikan nilai dari pelanggan itu sendiri Persamaan antara penelitian sebelumnya dan penelitian sekarang adalah variabel yang digunakan, dimana variabel yang digunakan yaitu sama-sama menggunakan variabel yang akan diteliti, antara lain adalah kesadaran merek, kesan kualitas, loyalitas merek, dan asosiasi merek, juga sama dalam variabel terikatnya, yaitu nilai pelanggan dan analisis yang digunakan yaitu Analisis Regresi Linier Berganda. Perbedaan antara penelitian yang terdahulu dengan penelitian yang sekarang adalah: obyek penelitian yang digunakan pada penelitian sebelumnya adalah AUTO 2000, Keramik Diamond dan waktu penelitian.

2.3

Hipotesis dan Model Analisis

49

2.3.1

Hipotesis Berdasarkan masalah yang dipilih untuk penelitian ini maka hipotesis sebagai

berikut: 1. Ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, kesan kualitas loyalitas merek dan asosiasi merek secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai pelanggan bedak La Tulip di Petrokimia Gresik. 2. Ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, kesan kualitas, loyalitas merek dan asosiasi merek secara parsial berpengaruh signifikan terhadap nilai pelanggan bedak La Tulip di Petrokimia Gresik. 3. Kesan kualitas merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap nilai pelanggan bedak La Tulip di Petrokimia Gresik.

2.3.2

Model Analisis

50

Kesadaran Merek X1 Kesan Kualitas X2 Nilai Pelanggan Y Loyalitas Merek X3 Asosiasi Merek X4

Sumber : diolah oleh penulis Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa variabel ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, kesan kualitas, loyalitas merek dan asosiasi merek mempengaruhi variabel nilai pelanggan. Dengan demikian pada seluruh variabel ekuitas merek dapat diuji baik secara simultan, maupun secara parsial.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang menitik beratkan pada pengujian hipotesis dari data-data yang telah diperoleh. Data yang telah dikumpulkan, diolah lebih dahulu dan kemudian disajikan dalam bentuk tabel-tabel guna kepentingan analisa. Analisa dilakukan secara statistik, yakni menganalisa data menurut dasardasar statistik sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Penelitian ini merupakan rancangan kausal yang membuktikan adanya hubungan sebab akibat antara 2 variabel atau lebih.

3.2

Identifikasi Variabel Berdasarkan dari permasalahan dan hipotesis yang diajukan, maka variabel

yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari dua macam, yang meliputi : 1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variasi perubahan nilai variabel terikat. Dalam penelitian ini, sebagai variabel bebas adalah variabel ekuitas merek (X), yang terdiri dari: 1. Kesadaran merek (X1). 2. Kesan Kualitas (X2). 3. Loyalitas merek (X3). 51

52

4. Asosiasi merek (X4). 2. Variabel terikat adalah suatu variabel, dimana variasi perubahan nilainya selalu tergantung dari variasi perubahan nilai variabel lainnya. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah nilai pelanggan(Y).

3.3

Definisi Operasional Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat didefinisikan

secara operasional sebagai berikut: A. Kesadaran merek (X1). Adalah kesanggupan seorang calon pembeli mengenali atau mengingat kembali bahwa merek La Tulip merupakan bagian dari kategori produk bedak. Indikator yang digunakan adalah : a. Daya ingat untuk membeli produk merek bedak tersebut sewaktu

dibutuhkan. b. Mengingat produk merek bedak yang dipakai ketika di tanya / ada

yang membicarakan mengenai bedak. c. B. Mengetahui beberapa karakteristik merek produk.

Kesan kualitas (X2). Adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas dan keunggulan bedak La Tulip yang berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Indikator yang digunakan adalah : a. Produk merek bedak yang dipakai dapat menutup noda pada wajah.

53

b.

Produk merek bedak yang dipakai dapat mengurangi masalah kulit

(jerawat) c. Produk merek bedak yang dipakai tahan lama pada wajah (tidak

mudah luntur) saat terkena keringat. d. Produk merek bedak sangat mudah menempel pada kulit wajah,

sehingga tidak memerlukan pemakaian yang terlalu sering. e. Produk merek bedak yang digunakan dapat membuat kulit wajah

terlihat halus. f. Produk merek bedak yang dipakai terkesan seperti produk

berkualitas tinggi. C. Loyalitas merek (X3). Adalah satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada bedak merek La Tulip. Indikator yang digunakan adalah : a. Tingkat kesetiaan konsumen terhadap produk tersebut walaupun

produk lain memberikan banyak tipe pilihan. b. Merekomendasikan produk merek bedak yang dipakai kepada orang

lain untuk membeli. c. d. Produk merek bedak merupakan pilihan utama. Dalam membeli produk merek bedak yang dipakai merupakan suatu

kebiasaan. D. Asosiasi merek (X4). Adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai bedak merek La Tulip. Indikator yang digunakan adalah :

54

a.Produk merek bedak yang dipakai memiliki bentuk kemasan yang bagus. b. Produk merek bedak yang dipakai mempunyai pilihan yang sesuai

dengan jenis kulit. c. Produk merek bedak yang dipakai merupakan produk terbaik di

kelasnya. E. Nilai pelanggan (Y). Adalah suatu nilai yang diterima oleh pelanggan atau konsumen. Nilai yang diperoleh dapat berupa; kemudahan dalam menafsirkan, memproses dan menyimpan segala informasi mengenai suatu merek , kepuasan dan rasa percaya diri dalam melakukan keputusan pembelian. Dengan Indikator sebagai berikut : a. b. c. Interprestasi/proses informasi Rasa percaya diri Pencapaian kepuasan dari pelanggan

Pengukuran terhadap indikator variabel kesadaran merek, kesan kualitas, loyalitas merek, dan asosiasi merek dilakukan dengan menggunakan skala likert yaitu dengan skala lima tingkatan, dengan pernyataan sebagai berikut :
1. 2. 3. 4. 5.

Sangat Tidak Setuju (STS) Tidak Setuju (TS) Netral (N) Setuju (S) Sangat Setuju (SS)

55

Informasi yang diperoleh dengan skala likert berupa skala pengukuran ordinal, oleh karenanya terhadap hasilnya hanya dapat dibuat ranking tanpa dapat diketahui berapa besarnya selisih antara satu tanggapan ke tanggapan lainnya (Darmadi, et, al., 2001:4).

3.4

Jenis dan Sumber Data

3.4.1. Jenis Data Jenis data yang di peruntukkan dalam penelitian ini adalah diperoleh dari : 1. Data kualitatif, yaitu : data penelitian yang bukan berupa angka yang sifatnya tidak dapat di hitung berupa informasi atau penjelasan yang didasarkan pada pendekatan teoristis dan penilaian logis. 2. Data kuantitatif, yaitu : data yang diberi angka atau yang di beri skor. Misalnya, (skoring : sangat setuju = 5, setuju = 4, netral = 3, tidak setuju = 2, sangat tidak setuju = 1).

3.4.2.

Sumber Data Sumber data terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung melalui obsevasi, wawancara dan pertemuan dengan objek penelitian atau pihak-pihak yang berkompeten di lapangan. 2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dan dokumen-dokumen perusahaan maupun literatur, jurnal atau majalah yang behubungan dengan penelitian ini.

56

3.5

Prosedur Penentuan Sampel

a.

Populasi Populasi di penelitian ini adalah karyawati PT.Petrokimia Gresik yang membeli dan menggunakan bedak La Tulip.

b.

Sampel Metode penentuan sampel menggunakan teknik non probability sampling, dimana semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Husein Umar, 2003:106). Teknik sampling dengan menggunakan Purposive Sampling yaitu sampel diambil dari orang-orang yang terpilih betul, berdasarkan ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu (Cooper & Emory, 1995). Adapun kriteria kriteria yang harus dimiliki sampel dalam penelitian ini adalah : 1. Wanita yang berusia minimal 25 Tahun. 2. Telah melakukan pembelian produk lebih dari 2 kali dalam beberapa tahun terakhir ini. Penetapan jumlah sampel menurut Sekaran yang dikutip dari Roscoe

(2006:160) menyatakan bahwa aturan ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian. Pada penelitian ini menggunakan sampel sebesar 150 yang didasarkan atas pertimbangan bahwa 150 responden telah mewakili konsumen atau pelanggan yang memakai produk bedak La Tulip sebagai respondennya.

57

3.6

Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan

beberapa cara, antara lain : 1. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara langsung dengan responden yang terlibat dengan permasalahan yang diamati. 2. Kuesioner, yaitu dengan berkomunikasi dengan responden melalui penyebaran kuesioner. 3. Studi Kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data, dokumen serta literatur yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

3.7 1.

Teknik Analisa Uji Validitas. Menurut Santoso (2004:270) menyatakan bahwa suatu kuesioner dikatakan valid (sah) jika pertanyaan pada suatu kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Item-item suatu kuesioner penelitian dikatakan valid jika nilai r-hitung > dari nilai r-tabel (Sekaran,2003 : 59).Jika ada item pertanyaan yang belum valid, maka pertanyaan itu dibuang. 2. Uji Reliabilitas.

58

Menurut Sekaran (1992), Reliabilitas adalah kemampuan suatu instrumen menunjukkan kestabilan dan kekonsistenan di dalam mengukur konsep. Pengukuran reliabilitas dapat menggunakan

koefisien Cronbach Alpha () yang menunjukkan seberapa bagus item pertanyaan berhubungan positif dengan item pertanyaan yang lain. Pengukuran tersebut juga menunjukkan apakah responden menjawab dengan stabil atau konsisten. Faktor-faktor atau item-item pertanyaan yang berada pada satu konstruk jika koefisien Cronbach Alpha () sebesar 0,6 atau lebih, maka instrumen itu dapat diterima (Sekaran, 1992). Selain itu menurut Hair, et.al. (1995) Corrected Item Total Correlation minimal sebesar 0,3 supaya item pertanyaan tersebut bisa digunakan dalam pengelolaan data selanjutnya. Jika Cronbach Alpha () belum memenuhi persyaratan, maka ada beberapa pertanyaan yang harus dibuang. 3. Menggunakan uji statistik. Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis regresi berganda yaitu: Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + e Untuk pembuktian kebenaran dari hipotesis, maka digunakan

perhitungan nilai uji F (Uji Simultan). Langkah langkah dalam melakukan perhitungan nilai F adalah sebagai berikut :

59

1. Uji Hipotesis Pertama (UjiF) Digunakan untuk menguji keberartian koefisien regresi pada persamaan regresi yang diperoleh secara bersama-sama, dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Merumuskan hipotesis secara statistik Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = 0, variabel bebas (ekuitas merek) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel tergantung (nilai pelanggan). H1 : b1 b2 b3 b4 0, variabel bebas (ekuitas merek) mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel tergantung (nilai pelanggan). b. Menunjukkan besarnya nilai Fhitung yang diperoleh dari

bantuan program SPSS . c. Menentukan Ftabel

Besarnya nilai Ftabel ditentukan sebagai berikut : df1 = jumlah variabel bebas (k) df2 = jumlah sampel - jumlah variabel bebas - 1 = batas toleransi kesalahan yang digunakan/taraf signifikan (taraf signifikan = 5%) d. Membandingkan Fhitung dengan Ftabel, dengan kriteria :

60

1) Jika Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima, Hi ditolak, berarti variabel bebas (ekuitas merek) secara simultan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (nilai pelanggan). Jika Fhitung Ftabel, maka Ho ditolak, Hi diterima, berarti variabel bebas (ekuitas merek) secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (nilai pelanggan). e. Kurva penerimaan/penolakan Ho Gambar 3.1 KURVA UJI F

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho

Ftabel

Sumber : Anto Dajan (1990 : 389)

2.

Pengujian Hipotesis Kedua

Untuk menguji hipotesis yang kedua ini akan dilakukan uji T dengan langkah sebagai berikut: a. Merumuskan hipotesis secara statistik

61

Ho : bi = 0, variabel bebas tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel tergantung. Hi : bi 0, variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel tergantung. b. Menentukan level signifikan sebesar 95 % dan tingkat kesalahan meramal sebesar 5 % dengan df = n - k 1 c. Melakukan Uji T Perhitungan nilai uji T dimaksudkan untuk mengetahui apakah masing masing variabel bebas berpengaruh secara parsial terhadap nilai pelanggan. Thitung = b1 Sb 1

Dimana : Th = Thitung Sb1= Standart deviasi b1 = Koefisien regresi

Kriteria pengujian T

hitung

dengan T

tabel

maka dipergunakan uji T

satu arah dengan ketentuan sebagai berikut : a. Apabila T


hitung

>T

tabel

, maka Ho ditolak dan Hi diterima,

maka variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (nilai pelanggan).

62

b. Apabila T

hitung

<T

tabel

, maka Ho diterima dan Hi ditolak,

maka variabel bebas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (nilai pelanggan). Gambar 3.2 Kurva Distribusi t

Daerah Penolakan Ho

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho

- t tabel

t tabel

Sumber : Anto Dajan (1990 : 386)

3.

Uji Hipotesis Ketiga (Uji Koefisien Determinasi Parsial)

Perhitungan Correlation partial dimaksudkan untuk mengetahui besarnya pengaruh individu atau parsial yang dominan dari salah satu variabel bebas dengan kata lain koefisien parsial ini khusus untuk melihat hubungan dua variabel, dan terbebas dari pengaruh variabel lainnya.

Anda mungkin juga menyukai