Metopel

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

http://umum.kompasiana.

com/2009/06/08/macam-macam-metodepembelajaran/ Macam-Macam Metode Pembelajaran

Metode adalah cara yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Metode ceramah. Dalam metode ceramah proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru umumnya didominasi dengan cara ceramah. Dalam pembelajaran Pendidikan Teknologi Dasar (TIK), ada beberapa motode yang umum digunakan, diantaranya adalah :
a. Metode Tanya jawab Metode tanya jawab adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan mengahasilkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa memahami materi tersebut. Metoda Tanya Jawab akan menjadi efektif bila materi yang menjadi topik bahasan menarik, menantang dan memiliki nilai aplikasi tinggi. Pertanyaaan yang diajukan bervariasi, meliputi pertanyaan tertutup (pertanyaan yang jawabannya hanya satu kemungkinan) dan pertanyaan terbuka (pertanyaan dengan banyak kemungkinan jawaban), serta disajikan dengan cara yang menarik. b. Metode Diskusi Metode diskusi adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan penyajian materi melalui pemecahan masalah, atau analisis sistem produk teknologi yang pemecahannya sangat terbuka. Suatu diskusi dinilai menunjang keaktifan siswa bila diskusi itu melibatkan semua anggota diskusi dan menghasilkan suatu pemecahan masalah. Jika metoda ini dikelola dengan baik, antusiasme siswa untuk terlibat dalam forum ini sangat tinggi. Tata caranya adalah sebagai berikut: harus ada pimpinan diskusi, topik yang menjadi bahan diskusi harus jelas dan menarik, peserta diskusi dapat menerima dan memberi, dan suasana diskusi tanpa tekanan. c. Metode Pemberian Tugas Metode pemberian tugas adalah cara mengajar atau penyajian materi melalui penugasan siswa untuk melakukan suatu pekerjaan. Pemberian tugas dapat secara individual atau kelompok. Pemberian tugas untuk setiap siswa atau kelompok dapat sama dan dapat pula berbeda. Agar pemberian tugas dapat menunjang keberhasilan proses pembelajaran, maka: 1) tugas harus bisa dikerjakan oleh siswa atau kelompok siswa, 2) hasil dari kegiatan ini dapat ditindaklanjuti dengan presentasi oleh siswa dari satu kelompok

dan ditanggapi oleh siswa dari kelompok yang lain atau oleh guru yang bersangkutan, serta 3) di akhir kegiatan ada kesimpulan yang didapat. d. Metode Eksperimen Metode eksperimen adalah suatu cara pengelolaan pembelajaran di mana siswa melakukan aktivitas percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Dalam metode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri dengan mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang obyek yang dipelajarinya. Di dalam TIK, percobaan banyak dilakukan pada pendekatan pembelajaran analisis sistem terhadap produk teknik atau bahan. Percobaan dapat dilakukan melalui kegiatan individual atau kelompok. Hal ini tergantung dari tujuan dan makna percobaan atau jumlah alat yang tersedia. Percobaan ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, bila alat yang tersedia hanya satu atau dua perangkat saja. e. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah cara pengelolaan pembelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, benda, atau cara kerja suatu produk teknologi yang sedang dipelajari. Demontrasi dapat dilakukan dengan menunjukkan benda baik yang sebenarnya, model, maupun tiruannya dan disertai dengan penjelasan lisan. Demonstrasi akan menjadi aktif jika dilakukan dengan baik oleh guru dan selanjutnya dilakukan oleh siswa. Metoda ini dapat dilakukan untuk kegiatan yang alatnya terbatas tetapi akan dilakukan terus-menerus dan berulang-ulang oleh siswa. f. Metode Tutorial/Bimbingan Metode tutorial adalah suatu proses pengelolaan pembelajaran yang dilakukan melalui proses bimbingan yang diberikan/dilakukan oleh guru kepada siswa baik secara perorangan atau kelompok kecil siswa. Disamping metoda yang lain, dalam pembelajaran Pendidikan Teknologi Dasar, metoda ini banyak sekali digunakan, khususnya pada saat siswa sudah terlibat dalam kerja kelompok. Peran guru sebagi fasilitator, moderator, motivator dan pembimbing sangat dibutuhkan oleh siswa untuk mendampingi mereka membahas dan menyelesaikan tugas-tugasnya Penyelenggaraan metoda tutorial dapat dilakukan seperti contoh berikut ini: - Misalkan sebuah kelas dalam bahan ajar Pengerjaan Kayu 2, jam pelajaran pertama digunakan dalam bentuk kegiatan klasikal untuk menjelaskan secara umum tentang teori dan prinsip. - Kemudian para siswa dibagi menjadi empat kelompok untuk membahas pokok bahasan yang berbeda, selanjutnya dilakukan rotasi antar kelompok. - Sementara para siswa mempelajari maupun mengerjakan tugas-tugas, guru berkeliling diantara para siswa, mendengar, menjelaskan teori, dan membimbing mereka untuk memecahkan problemanya.

- Dengan bantuan guru, para siswa memperoleh kebiasaan tentang bagaimana mencari informasi yang diperlukan, belajar sendiri dan berfikir sendiri.

http://pastelblueformysky.blogspot.com/2011/01/penilaian-psikomotorik.html

Penilaian Psikomotorik Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Singer (1972) menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksireaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu. Menurut Mardapi (2003), keterampilan psikomotor ada enam tahap, yaitu: gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursif. Gerakan refleks adalah respons motorik atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek yang khusus. Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan motorik atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar, seperti keterampilan dalam olah raga. Komunikasi nondiskursif adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan. Buttler (1972) membagi hasil belajar psikomotor menjadi tiga, yaitu: specific responding, motor chaining, rule using. Pada tingkat specific responding peserta didik mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik, (yang dapat didengar, dilihat, atau diraba), atau melakukan keterampilan yang sifatnya tunggal, misalnya memegang raket, memegang bed untuk tenis meja. Pada motor chaining peserta didik sudah mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan dasar menjadi satu keterampilan gabungan, misalnya memukul bola, menggergaji, menggunakan jangka sorong, dll. Pada tingkat rule using peserta didik sudah dapat menggunakan pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang komplek, misalnya bagaimana memukul bola secara tepat agar dengan tenaga yang sama hasilnya lebih baik.

Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu: imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi. Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik dapat mengulang pengucapan sebuah kata setelah gurunya mengucapkan sebelumnya. Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, seorang peserta didik dapat menulis menginterpretasi gambar dalam sebuah karangan hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau teori yang dibacanya. Sebagaimana dijelaskan beberapa pakar di atas, ranah psikomotorik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aktifitas otot, fisik, atau gerakan-gerakan anggota badan. Keluaran hasil belajar yang bersifat psikomotoris adalah keterampilanketerampilan gerak tertentu yang diperoleh setelah mengalami peristiwa belajar.

Pengertian keterampilan gerak tersebut hendaknya senantiasa dikaitkan dengan gerak keterampilan atau penampilan yang sesuai dengan bidang study yang diajarkan. Oleh karena itu, gerak an otot sebagai hasil belajar sastra, tentu saja, akan berbeda gerakan otot sebagai hasil belajar bidang keolahragaan, misalnya. Penilaian hasil tes belajar psikomotoris harus juga dilakukan dengan alat tes yang berupa tes perbuatan. Penilaian dilakukan dengan jalan pengamatan. Tes psikomotorik kesastraan misalnya-walau tetap ada unsur kognitif dan sikap karena yang utama adalah kadarnya-tugas berdeklamasi, membaca puisi, cerpen, drama (kesemuanya dengan gerak mimic dan pantomimic), dramatisasi (bentuk yang lebih sungguhan: pentas drama), dan lain-lain. Untuk melakukan pengamatan, terlebih dahulu kita perlu menentukan aspek-aspek yang dinilai sekaligus criteria penilaiannya. Aspek-aspek yang dinilai untuk beberapa contoh di atas misalnya pemahaman, penghayatan, intonasi, ekspresi, kewajaran, dan sebagainya. Sedang criteria penilaiannya misalnya mempergunakan angka terendah 40 dan tertinggi 100. Penilaian terhadap aspek perbuatan tersebut menuntut kita untuk bertindak dan bersikap teliti terhadap tiap jenis penampilan siswa. Karena sifatnya yang kompleks, seperti halnya ranah afektif di atas, penilaian ranah psikomotor sebaiknya dilakukan dalam proses, yaitu sewaktu pengajaran masih berlangsung. Penilaian tak harus dilakukan secara khusus, dalam arti menyelenggarakan tes itu, melainkan dapat bersifat kesewaktuan dan kapan saja. Penilaian ini akan lebih mencerminkan penampilan dan sikap siswa sesungguhnya.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metodeteknik-dan-model-pembelajaran/

Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, dan Model Pembelajaran


Posted on 12 September 2008 by AKHMAD SUDRAJAT oleh: Akhmad Sudrajat

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu: 1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya. 2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran. 3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran. 4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah: 1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik. 2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif. 3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran. 4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan. Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan a plan of operation achieving something sedangkan metode adalah a way in achieving something (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya. Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki

sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat) Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:

Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai

kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun. Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadangkadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.

Pengertian dan Definisi


Pengertian Aktivitas Belajar Pengertian Aktivitas Belajar Mengajar merupakan upaya yang dilakukan oleh guru agar siswa belajar. Dalam pembelajaran, siswalah yang menjadi subjek, dialah pelaku kegiatan belajar. Agar siswa berperan sebagai pelaku dalam kegiatan belajar, maka guru hendaknya merencanakan pembelajaran, yang menuntut siswa banyak melakukan aktivitas belajar. Sten (dalam Dimyati, 2006: 62) berpendapat bahwa guru harus berperan dalam mengorganisasikan kesempatan belajar bagi masing-masing siswa, artinya mengubah peran guru dari bersifat didaktis menjadi lebih bersifat mengindividualis, yaitu menjamin bahwa setiap siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan di dalam kondisi yang ada. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. Thomas M. Risk (dalam Rohani, 2004: 6) mengemukakan tentang belajar mengajar sebagai berikut:

mengajar adalah proses membimbing pengalaman belajar. Pengalaman itu sendiri hanya mungkin diperoleh jika peserta didik itu dengan keaktifannya sendiri bereaksi terhadap lingkungannya. Kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran akan berdampak baik pada hasil belajarnya. Seperti yang dikemukakan oleh Djamarah (2000: 67) bahwa: Belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil bagi anak didik, sebab kesan yang dapat didapatkan oleh anak didik lebih tahan lama tersimpan didalam benak anak didik. Senada dengan hal diatas, Gie (1985: 6) mengatakan bahwa: Keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pada aktivitas yang dilakukan-nya selama proses pembelajaran. Aktivitas belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas secara sadar yang dilakukan seseorang yang meng-akibatkan perubahan dalam dirinya, berupa perubahan pengetahuan atau ke- mahiran yang sifatnya tergantung pada sedikit banyaknya perubahan.

Sedangkan John (dalam Dimyati, 2006: 44) mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri, guru sekedar pembimbing dan pengarah. Dan Hamalik (2001: 171) mengatakan bahwa pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Rousseau (dalam Sardirman, 1994: 96) yang memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidi-kan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknisis. Ini menunjukkan setiap orang yang belajar harus aktif, tanpa ada aktivitas maka proses belajar tidak mungkin terjadi. Dilain pihak, Rohani (2004: 96) menyatakan bahwa belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat suatu bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Kegiatan fisik tersebut sebagai kegiatan yang tampak, yaitu saat peserta didik melakukan percobaan, membuat kontruksi model, dan lain-lain. Sedangkan peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) terjadi jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam pengajaran. Ia mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, dan se-bagainya. Kegiatan psikis tersebut tampak bila ia sedang mengamati dengan teliti, memecahkan persoalan, mengambil keputusan, dan sebagainya. Se-lanjutnya Hamalik (2001: 175) mengatakan penggunaan aktivitas besar nilai-nya dalam pembelajaran, sebab dengan melakukan aktivitas pada proses pem-belajaran, siswa dapat mencari pengalaman sendiri, memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan siswa, siswa dapat bekerja menurut minat dan kemampu-an sendiri, siswa dapat mengembangkan pemahaman dan

berpikir kritis, dapat mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa, suasana belajar menjadi lebih hidup sehingga kegiatan yang dilakukan selama pembelajaran menyenangkan bagi siswa. Mengenai jenis-jenis aktivitas, Paul B. Diedrich (dalam Sardirman, 1994: 100) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang digolong-kan kedalam 8 kelompok, yaitu: 1. Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan, wawancara, diskusi, interup-si. 3. Listening activities, sebagai contoh, mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. 4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan laporan, angket, menyalin. 5. Drawing activities, misal: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan per- cobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, be-ternak. 7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gem- bira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Dengan mengemukakan beberapa pandangan di atas, jelas bahwa dalam ke-giatan belajar, subjek didik atau siswa harus aktif berbuat. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas. Tanpa aktivitas, belajar tidak akan berlangsung dengan baik. Seperti yang dikemukakan oleh Sardiman (1994: 93) bahwa: pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Asas aktivitas digunakan dalam semua jenis metode mengajar, baik metode mengajar di dalam kelas maupun metode mengajar di luar kelas. Penggunaannya dilak-sanakan dalam bentuk yang berlain-lainan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan disesuaikan dengan orientasi sekolah yang menggunakan jenis kegiatan tersebut. Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilaku- kan siswa selama proses pembelajaran. Dengan melakukan berbagai aktivitas dalam kegiatan pembelajaran diharapkan siswa dapat membangun pengetahu-annya sendiri tentang konsep-konsep matematika dengan bantuan guru. Dalam hal ini, aktivitas yang diamati selama kegiatan pembelajaran ber-langsung dibatasi pada ruang lingkup.

http://zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-afektif-danpsikomotorik/

RANAH PENILAIAN KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOMOTORIK


PENDAHULUAN Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengtahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor). Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu: a) Ranah proses berfikir (cognitive domain) b) Ranah nilai atau sikap (affective domain) c) Ranah keterampilan (psychomotor domain) Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Sasaran kegiatan evaluasi hasil belajar adalah: 1) Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran yang telah diberikan pada mereka? 2) Apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya? 3) Apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat diamalkan secara kongkret dalam praktek atau dalam kehidupannya sehari-hari?

Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

Anda mungkin juga menyukai