Anda di halaman 1dari 5

Dari Buletin Dakwah Al Islam, diketik ulang oleh Jevie

Rekan bisa mencopy, mengeprint dan menyebarkan. Insya Allah menjadi amal
jariyah. Agar hemat format print bisa dijadikan dalam beberapa kolom layaknya
Koran.

HAJI DAN KEPEMIMPINAN ISLAM


( berisi pesan Rasulullah SAW pada saat Haji Wada’)

Pada bulan Dzulhijah ini, umat Islam sedang melangsungkan perhelatan


besar : Ibadah Haji. Subhanallah! Dari seluruh penjuru dunia kaum Muslim
berbondong-bondong datang ke Tanah Suci dengan berbagai latar belakang ; ras,
suku, bangsa dan bahasa. Namun, perbedaan itu mereka tanggalkan semuanya.
Yang ada adalah kesamaan iman dan Islam yang mengikat mereka untuk berada
dalam satu tempat bersama-sama, demi mengerjakan semua perintah Allah SWT
dengan penuh ketundukan dan ketulusan. Pengorbanan waktu, tenaga, harta dan
pikiran mereka persembahkan hanya kepada Allah SWT. Mereka senantiasa
berharap, perniagaan mereka dengan Sang Rabbul ‘Izzati diterima dan dibeli
dengan ridha dan surga-Nya.

Di tengah rasa bahagia menyaksikan perhelatan tersebut, ada rasa galau.


Apakah ibadah haji hari ini sama kondisinya dengan ibadah pada masa Rasulullah
SAW?. Apakah umat Islam sekarang bisa menangkap esensi ibadah haji ini?
Bagaimana pula pengorbanan umat Islam saat ini-sebagai salah satu pesan dari
ibadah kurban-untuk kemuliaan agamanya?

Bercermin pada Haji Wada’


Hari itu hari Tarwiyah 10 H. Saat itu Rasulullah SAW. Pergi ke Mina dan
melaksanakan shalat zuhur, ashar, magrib, isya dan subuh di sana. Seusai menanti
beberapa saat hingga matahari terbit, Beliau melanjutkan perjalanan hingga tiba di
Arafah. Tenda-tenda waktu itu telah didirikan di sana. Beliau pun masuk tenda yang
telah disiapkan bagi Beliau.

Setelah matahari tergelincir, Rasulullah SAW.meminta agar al-Qashwa’, unta


beliau didatangkan. Beliau kemudian menunggangi hingga tiba di tengah Padang
Arafah. Di sana telah berkumpul sekitar 124.000 atau 144.000 kaum Muslim. Beliau
kemudian berdiri di hadapan mereka seraya menyampaikan sebuah khutbah haji
terakhir Beliau yang lebih dikenal dengan sebutan haji wada’. Beliau antara lain
bertutur :

Wahai manusia…
Sesungguhnya darah dan harta kalian terpelihara/haram atas diri kalian
hingga kalian menjumpai Tuhan kalian, sebagaimana haramnya hari ini dan bulan
ini.

Sesungguhnya kalian pasti akan menjumpai Tuhan kalian dan kalian akan
ditanya tentang amal-amal kalian…

Sehingga riba Jahiliah dihapuskan seluruhnya. Kalian hanya menerima pokok


harta kalian ; kalian tidak dizalimi…

Semua persoalan yang terjadi pada zaman Jahiliah yang selama itu masih di
bawah telapak kakiku, mulai hari ini diha[uskan…

Sesungguhnya aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian sesuatu yang


menjadikan kalian tidak akan sesat selamanya jika kalian akan berpegang teguh
dengannya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya…

Wahai manusia…

Sesungguhnya Tuhan kalian itu satu. Sesungguhnya kalian berasal dari satu
bapak. Kalian semau dari Adam dan Adam dari tanah. Sesungguhnya yang paling
mulia di sisi Tuhan adalah yang paling bertakwa…. (HR al-Bukhari dari Abdullah bin
Umar dan sebuah kisah yang dituturkan oleh Ibnu Hisyam dalam As-Sirah an-
Nabawiyyah).

Dari khubtah Nabi SAW di atas, ada beberapa pelajaran penting bagi umat
Islam :

Pertama, umat Islam adalah umat yang mulia, yang tegak dan terikat oleh
iman. Inilah ikatan ideologi yang paling kokoh dan menjadikan umat Islam istimewa
dan berbeda dengan umat lain. Yang membedakan umat Islam dengan umat
lainnya adalah ketaqwaan mereka sebagai pembuktian atas keimanan mereka
kepada Allha SWT.

Kedua, umat ini sejak awal berdirinya di bawah kepemimpinan Rasulullah


SAW.telah membuang sistem yang melahirkan derita dalam kehidupan ekonomi
mereka: SISTEM RIBAWI!. Sistem ekonomi ribawi ini penuh dengan kezaliman dan
manipulasi. Karena itu, Islam telah mengubur sistem ekonomi ribawi ini sejak awal
berdirinya masyarakat Islam di Madinah.

Ketiga, Rasulullah SAW.denagn jelas menggambarkan telah tumbangnya


sistem Jahiliah yang rendah dan sangat tidak berharga dengan bahasa majaz Beliau
(perkara yang ada dibawah telapak kaki). Ini adalah gambaran tentang tegaknya
kepemimpinan Islam atas semua yang berbau Jahiliah. Pemimpinnya adalah
Rasulullah SAW. Sistem dan hokum-hukum yang tegak di dalam masyarakatnya
adalah sistem dan hukum Islam.
Keempat, keistiqamahan dalam memegang teguh Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah adalah pangkal keselamatan dunia dan akhirat sebagaimana
difirmankan oleh Allah SWT dalam QS Thaha [20]: 123-124 :

Allah berfirman : “ Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama,


sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang
kepadamu petunjuk dari pada-Ku, lalu barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia
tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami
akan menghimpunkanya pada hari kiamat dalam keadaan buta’.

Bagaimana Umat Islam Hari Ini?

Setiap tahun di bulan Dzulhijah lautan manusia berkumpul di Padang Arafah.


Mereka datang dari berbagai negeri yang tercerai-berai dengan pemimpin mereka
masing-masing. Mereka sudah lama tidak berada dalam satu kepemimpinan yang
utuh sebagaimana kaum Muslim dulu saat masih berada dalam kepemimpinan
Rasulullah SAW.dan para Khalifah setelah Beliau. Mereka tidak lagi berada dalam
satu kesatuan jamaah kaum Muslim (jama’ah al-Muslimin) secara hakiki
sebagaimana dulu kaum Muslim saat berada dalam naungan Daulah Islam masa
Rasulullah SAW. Dan kekhilafan Islam setelahnya. Mereka dicengkram ‘ashabiyah
sempit. Mereka berkubang dalam sistem Jahiliah modern : Nasionalisme dan
negara-bangsa (nation-state).

Aneh memang, umat Islam saat ini masih bisa bersatu dalam satu ibadah
mahdah, yakni ibadah haji. Mereka mengarah ke kiblat yang satu dan berada di
tempat ibadah yang sama. Namun, mereka begitu saja abai terhadap kewajiban
mereka untuk berada dalam kepemimpinan yang satu juga.

Mereka juga tenggelam dalam kubangan sekularisme di negeri mereka.


Mereka senantiasa memisahkan urusan ibadah ritual dengan aspek kehidupan
lainnya. Mereka menganggap seolah-olah kewajiban untuk tunduk dan patuh pada
perintah Rabbul ‘Izati hanya dalam ranah ibadah ritual seperti shalat, haji,
berkurban dan semisalnya. Sebaliknya, di luar itu-seperti kewajiban mereka untuk
berada dalam satu kepemimpinan Islam (Khilafah) dan keharusan mereka untuk
membuang sikap ‘ashabiyah yang sempit-seolah tidak pernah diwajibkan oleh Allah
dan tidak pernah teruang dalam lenbaran wahyu ( al-Quran dan as-Sunnah).

Saat ini dunia, termasuk Dunai Islam, seadang dilanda krisis keuangan global
yang cukup parah. Pangkal utamanya tidak lain adalah ekonomi ribawi yang
menjadi pilar sistem ekonomo kapitalis saat ini, yang syangnya justru diterapkan
pula di negeri-negeri Muslim. Padahal bukankah sistem ribawi, sebagaimana yang
pernah Rasulullah SAW. Khutbahkan saat Haji Wada’ sudah Beliau campakkan sejak
empat belas abad yang lalu. Lalu mengapa umat Islam mengadopsinya kembali dan
seperti belum mau melepaskannya? Padahal sistem ekonomiberbasis riba inilah
yang selama ini telah berkali-kali menggelincirkan umat ke dalam jurang
penderitaan dan kemiskinan. Sungguh bertolak belakang ibadah haji saat ini
dengan ibadah haji pada masa Rasulullah SAW. Dulu Rasulullah SAW.dan kaum
Muslim menunaikan ibadah haji dalam naungan sistem Islam, dalam Daulah Islam,
dan dalam satu kepemimpinan Islam. Saat itu sistem Jahaliah terkubur secara
keseluruhan. Sebaliknya, selama puluhan tahun sejak runtuhnya kekhilafan Islam
hingga saat ini, kaum Muslim menunaikan ibadah haji dalam kubangan sistem
Jahiliah modern, yakni sistem secular dan berada di bawah kepemimpinan yang
terkotak-kotak, dengan nasionalisme dan negara-bangsa (nation-state)-nya masing-
masing.

Hari ini ideologi Islam tidak tegak di tengah-tengah umat Islam sebagaimana
pada masa Rasulullah SAW. Sistem Jahiliah yang berada di telapak kaki Rasulullah
SAW.dan sudah dihapus oleh Beliau sejak pertama kali Beliau membangun Daulah
Islam di Madinah justru sekarang hadir kembali, bahkan selalu mencekram umat
Islam.

Islam Membutuhkan Pengorbanan Kita

Terkait dengan pengorbanan, al-Quran telah mengabadikan kisah dahsyat


Nabiyullah Ibrahim as. Beliau adalah manusia yang menyadari hakikat dirinya
sebagai seorang hamba berikut kewajiban-kewajibannya sekaligus menyadari siapa
Tuhannya berikut hak-hak-Nya. Kecintaan Ibrahim as.kepada Tuhannya sampai
kepada tingkatan mutlak. Baginya Allah SWT adalahnya segalanya. Karena itulah,
demi kecintaan atas Tuhanya, Ibrahim as.tidak pernah merasa berat hati meski
Allah SWT memintanya untuk mengorbankan putranya, Ismail as.yang puluhan
tahun ia nantikan kehadirannya. Demikianlah, Ibrahim as.dengan ringan tanpa
beban ‘menyembelih’ ego dan keakuannya, serta dengan tulus-ikhlas
mengorbankan rasa cinta kepada putranya demi mendahulukan cinta kepada
Tuhannya. Demikian besar cintanya kepada Allah hingga melebihi kecintaan kepada
selain-Nya, pantaslah jika Ibrahim as.digelari sebagai khailullah (kekasih Allah).

Sikap dan pengorbanan Ibrahim as.ini diteladani secara sempurna, bahkan


dengan kadar yang istimewa, oleh Baginda Rasulullah SAW. Bukan hanya waktu,
tenaga, harta dan keluarga yang Rasulullah SAW.korbankan. Nyawa pun Beliau
pertaruhkan demi tegaknya Islam dan kemulian kaum Muslim (‘izzatul Islam wal
Muslimin). Sikap dan pengorbanan Rasulullah SAW.ini kemudian diikuti oleh para
sahabat Beliau dan generasi setelah mereka pada masa-masa kekhilafan
ssetelahnya ketika mereka mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia.

Inilah esensi ibadah haji dan ibadah kurban pada bulan Dzulhijah ini. kita
diajari nilai ketundukan dan kepatuhan total sebagai wujud keimanan dan kecintaan
kita kepada Allah SWT. Kita pun diajari keharusan untuk mengorbankan segala yang
ada pada diri kita, yang sesungguhnya bukan milik kita, tetapi milik sang Pemilik
sejati, Allah SWT. Tentu apa yang kita korbankan layak mendapatkan balasan dari
Allah SWT:
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin jiwa dan harta
mereka dengan surg untuk mereka (QS at-Taubah [9]: 111}

Wahai kaum Muslim….

Sesungguhnya umat ini akan hidup mulia dan meraih kemulian hanya dengan
Islam. Menegakkan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan
negara adalah kewajiban hamba yang beriman. Ini suatu keniscayaan dan tentu
membtuhkan pengorbanan. Meruntuhkan dan mengubur sistem selain Islam adalah
tantangan sekaligus kewajiban kita. Saatnya umat Islam hidup merdeka:
menghamba hanya kepada Tuhan yang mencipta hamba, bukan kepada sesame
hamba. Saatnya umat meninggalkan derita di bawah ‘ideologi setan’ ( Kapitalisme
dan Sosialisme). Saatnya umat menegakkan kembali kepemimpinan Islam di bawah
naungan Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah.

Anda mungkin juga menyukai