Anda di halaman 1dari 7

Skenario D Public Health Education Problem analysis : 1. Apa etiologi dan bagaimana epidemiologi DBD ? a.

Etiologi Penyebab DBD disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DEN-1, DEN-2, DEN3, dan DEN-4 b. Epidemiologi 2. Bgmna hubungan penyebaran demam dengue dengan faktor geografis, pendidikan, perilaku (sebagai petani karet) dan adat istiadat ? a. Hub dg kasus - Faktor geografis Tinggal di daerah pegunungan dataran tinggi nyamuk sukar hidup di dataran tinggi tidak ada hubungan Terdapat sungai sumber air yang mengalir bukan sumber air yang tergenang nyamuk Aedes aegypti tidak berkembang biak tidak ada hubungan Daerah perkebunan karet banyak tempat penampungan hasil sadapan getah karet mudah digenangi air menjadi tempat perindukan nyamuk (kontainer) ada hubungan - Tingkat pendidikan Yang lebih berpengaruh pada kasus yaitu tingkat pengetahuan Tingkat pengetahuan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam upaya pengendalian dan pencegahan DBD Tingkat pengetahuan dipengaruhi akses informasi yang tersedia - Perilaku dan adat Petani karet perilaku yang membiarkan terdapat genangan air di dalam wadah sadapan getah membiarkan banyak tempat perindukan nyamuk menjadi sarang jentik-jentik ada hubungan Perilaku menurut Green dipengaruhi oleh 3 faktor : Faktor predisposisi adat, kepercayaan Faktor enabling Faktor reinforcing b. Habitat vektor Habitat vektor mempelajari hubungan antara vektor dan lingkungannya atau mempelajari bagaimana pengaruh lingkungan terhadap vektor. Lingkungan ada 2 macam, yaitu lingkungan fisik dan biologi. a. Lingkungan fisik Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, jenis kontainer, ketinggian tempat dan iklim. 1) Jarak antara rumah

Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah lain, semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk menyebar kerumah sebelah menyebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warna dinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah tersebut disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitian penyakit menular membuktikan bahwa kondisi perumahan yang berdesak- desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar terserang penyakit. 32 2) Macam kontainer Termasuk macam kontainer disini adalah jenis/bahan kontainer, letak kontainer, bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air mempengaruhi nyamuk dalam pemilihan tempat bertelur. 3) Ketingian tempat Pengaruh variasi ketinggian berpengaruh terhadap syarat-syarat ekologis yang diperlukan oleh vektor penyakit. Di Indonesia nyamuk Ae. aegypti dan Aedes albopictus dapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut 4) Iklim Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri dari: suhu udara, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin a) Suhu udara Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 350 c juga mengalami perubahan dalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologis, rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25 0 C - 270 C. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang 100 C atau lebih dari 400 C. 33 b) Kelembaban nisbi Kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keadaan rumah menjadi basah dan lembab yang memungkinkan berkembangbiaknya kuman atau bakteri penyebab penyakit. Kelembaban yang baik berkisar antara 40 % - 70%. Untuk mengukur kelembaban udara digunakan hidrometer, yang dilengkapi dengan jarum penunjuk angka relatif kelembaban.9 c) Curah hujan Hujan berpengaruh terhadap kelembaban nisbi udara dan tempat perindukan nyamuk juga bertambah banyak. d) Kecepatan angin Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada kelembaban dan suhu udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah penerbangan nyamuk. Meskipun kondisi iklim dari suatu daerah berpengaruh terhadap vektor penyakit, mengingat keterbatasan alat maka pada penelitian ini yang akan dilakukan pengukuran langsung adalah suhu udara dan kelembaban udara.

b. Lingkungan Biologi Nyamuk Ae. aegypti dalam perkembanganya mengalami metamorfosis lengkap yaitu mulai dari telur-larva-pupa- dewasa. Telur Ae. aegypti berukuran lebih kurang 50 mikron, berwarna hitam 34 berbentuk oval menyerupai torpedo dan bila terdapat dalam air dengan suhu 20-40 C akan menetas menjadi larva instar I dalam waktu 1-2 hari. Pada kondisi optimum larva instar 1 akan berkembang terus menjadi instar II, instar III dan instar IV, kemudian berubah menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu antara 2-3 hari. Pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Ae. aegypti sejak dari telur sampai nyamuk dewasa memerlukan waktu 7-14 hari dan nyamuk jantan lebih cepat menetasnya bila dibandingkan nyamuk betina. Larva nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan berturut-turut pada bejana yang terbuat dari metal, tanah liat, semen, dan plastik. Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan didalam rumah. Adanya kelembaban yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap beristirahat. c. Lingkungan Sosial Kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan kurang memperhatikan kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung baju, kebiasaan tidur siang, kebiasaan membersihkan TPA, kebiasaan membersihkan halaman rumah, dan juga partisipasi masyarakat khususnya dalam rangka pembersihan sarang nyamuk, maka akan menimbulkan resiko terjadinya transmisi penularan penyakit DBD di 35 dalam masyarakat. Kebiasaan ini akan menjadi lebih buruk dimana masyarakat sulit mendapatkan air bersih, sehingga mereka cenderung untuk menyimpan air dalam tandon bak air, karena TPA tersebut sering tidak dicuci dan dibersihkan secara rutin pada akhirnya menjadi potensial sebagai tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti. c. Bionomik vektor Pengetahuan tentang bionomik vektor sangat diperlukan dalam perencanaan pengendaliannya. Bionomik adalah bagian dari ilmu biologi yang menerangkan pengaruh antara organisme hidup dengan lingkungannya Pengetahuan bionomik nyamuk meliputi stadium pradewasa (telur, jentik, pupa) dan stadium dewasa. Hal ini menyangkut tempat dan waktu nyamuk meletakkan telur, perilaku perkawinan, perilaku menggigit (bitting behaviour), jarak terbang (fight range) dan perilaku istirahat (resting habit) dari nyamuk dewasa dan faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, iklim, curah hujan, yang mempengaruhi kehidupan nyamuk . 1. Tempat Perindukan (Breeding places) Tempat perindukan Aedes aegypti berupa genangan-genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer (bukan genangan-genangan air tanah) seperti

tempayan, drum, bak air, WC/kamar mandi, tempat air burung piaraan, barang-barang bekas, lobang-lobang di pohon, pelepah daun dan sebagainya. Macam kontainer Termasuk bahan kontainer, volume kontainer, penutup kontainer dan asal air dari kontainer. Penelitian oleh Sumadji (1998) menemukan bahwa jenis bahan kontainer atau tempat penampung air yang disukai Aedes aegypti sebagai tempat perindukan yaitu : 1) Bahan semen : 45% 2) Bahan Porselin : 14,6% 3) Bahan tanah : 2,9% 4) Bahan Plastik : 36,8% 5) Bahan Logam/besi : 0,3% 2. Kebiasaan Menggigit Kebiasaan menggigit/ waktu menggigit nyamuk Aedes aegypti lebih banyak pada waktu siang hari dari pada malam hari, lebih banyak menggigit pukul 08.00 12.00 dan pukul 15.00 17.00 dan lebih banyak menggigit di dalam rumah dari pada diluar rumah. Setelah menggigit selama menunggu waktu pematangan telur nyamuk akan berkumpul di tempat-tempat di mana terdapat kondisi yang optimum untuk beristirahat, setelah itu akan bertelur dan menggigit lagi. Tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat selama menunggu waktu bertelur adalah tempat-tempat yang gelap, lembab, dan sedikit angin, nyamuk Aedes aegypti biasa hinggap beristirahat pada baju-baju yang bergantungan atau benda-benda lain di dalam rumah yang remang-remang. 3. Jarak Terbang Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk. Pada waktu terbang nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak, dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air di dalam tubuh dari penguapan maka jarak terbang nyamuk menjadi terbatas. Aktifitas dan jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu: faktor eksternal dan faktor internal. Eksternal meliputi kondisi luar tubuh nyamuk seperti kecepatan angin, temperatur, kelembaban dan cahaya. Adapun faktor internal meliputi suhu tubuh nyamuk, keadaan energi dan perkembangan otot nyamuk. Meskipun Aedes aeegypti kuat terbang tetapi tidak pergi jauh-jauh, karena tiga macam kebutuhannya yaitu tempat perindukan, tempat mendapatkan darah, dan tempat istirahat ada dalam satu rumah. Keadaan tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti bersifat lebih menyukai aktif di dalam rumah, endofilik. Apabila ditemukan nyamuk dewasa pada jarak terbang mencapai 2 km dari tempat perindukannya, hal tersebut disebabkan oleh pengaruh angin atau terbawa alat transportasi.

4. Lingkungan Biologik Pertumbuhan larva dari instar ke instar dipengaruhi oleh air yang ada di dalam kontainer, pada kontainer dengan air yang lama biasanya terdapat kuman patogen atau parasit yang akan mempengaruhi pertumbuhan larva tersebut. Adanya infeksi patogen dan parasit pada larva akan mengurangi jumlah larva yamg hidup untuk menjadi nyamuk dewasa, masa pertumbuhan larva bias menjadi lebih lama dan umur nyamuk dewasa yang berasal dari larva yang terinfeksi patogen atau parasit biasanya lebih pendek. 5. Lingkungan fisik Lingkungan fisik yang mempengaruhi kehidupan nyamuk Aedes aegypti antara lain jarak antar rumah, macam kontainer, suhu udara, curah hujan, pengaruh angina dan kelembaban. a) Jarak antar rumah. Jarak antar rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah kerumah yang lain. Semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk menyebar ke rumah yang lain. b) Suhu udara Suhu udara merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan Aedes aegypti. Nyamuk Aedes akan meletakkan telurnya pada temperature udara sekitar 20oC 30oC. Telur yang diletakkan dalam air akan menetas pada 1 sampai 3 hari pada suhu 30oC, tetapi pada suhu udara 16oC dibutuhkan waktu selama 7 hari. Nyamuk dapat hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismanya menurun atau bahkan berhenti apabila suhu turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu lebih tinggi dari 35oC juga mengalami perubahan dalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologi, rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25-27oC. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali pada suhu kurang dari 10oC atau lebih dari 40oC. Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan proses metabolismanya yang sebagian diatur oleh suhu. Karenanya kejadian-kejadian biologis tertentu seperti: lamanya pradewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap dan pematangan indung telur dan frekensi mengambil makanan atau menggigit berbeda-beda menurut suhu, demikian pula lamanya perjalanan virus di dalam tubuh nyamuk. c) Kelembaban Udara Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen. Dalam kehidupan nyamuk kelembaban udara mempengaruhi kebiasaan meletakkan telurnya. Hal ini berkaitan dengan nyamuk atau serangga pada umumnya bahwa kehidupannya ditentukan oleh faktor kelembaban. Sistem pernafasan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan menggunakan pipa-pipa udara yang disebut trachea, dengan lubang pada dinding tubuh nyamuk yang disebut spiracle. Adanya spirakel yang terbuka lebar tanpa ada mekanisme pengaturnya, maka pada kelembaban rendah akan menyebabkan penguapan air dalam tubuh nyamuk, dan salah satu musuh nyamuk dewasa adalah penguapan. Pada kelembaban kurang dari 60 % umur nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadi vektor karena tidak cukup waktu untuk perpidahan virus dari lambung ke kelenjar ludah. d) Intensitas Cahaya Cahaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi nyamuk beristirahat pada suatu

tempat intensitas cahaya yang rendah dan kelembaban yang tinggi merupakan kondisi yang baik bagi nyamuk intensitas cahaya merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi aktivitas terbang nyamuk, nyamuk terbang apabila intensitas cahaya rendah (<20 Ft-cd). Larva dari nyamuk Aedes aegypti dapat bertahan lebih baik di ruangan dalam kontainer yang gelap dan juga menarik nyamuk betina untuk meletakkan telurnya. Dalam bejana yang intensitas cahaya rendah atau gelap rata-rata berisi larva lebih banyak dari bejana yang intensitas cahanya besar atau terang. e) Pengaruh Hujan Hujan akan mempengaruhi kelembaban udara dan menambah jumlah tempat perindukan nyamuk alamiah. Perindukan nyamuk alamiah di luar rumah selain sampahsampah kering seperti botol bekas, kaleng-kaleng, juga potongan bambu sebagai pagar sering dijumpai di rumah-rumah penduduk serta daun-daunan yang memungkinkan menampung air hujan merupakan tempat perindukan yang baik untuk bertelurnya Aedes aeegypti. f) Pengaruh Angin Secara tidak langsung angina akan mempengaruhi evaporasi atau penguapan air dan suhu udara atau konveksi. Angin berpengaruh terhadap jarak terbang nyamuk. Kecepatan angin kurang dari 8,05 km/jam tidak mempengaruhi aktivitas nyamuk, dan aktivitas nyamuk akan terpengaruh oleh angin pada kecepatan mencapai 8,05 km/jam (2,2 meter/detik) atau lebih. J. Penyebaran nyamuk Aedes aegypti Aedes aeegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis di Asia Tenggara dan ditemukan hampir di semua daerah perkotaan. Penyebaran di daerah pedesaan karena adanya pengembangan sistem penyedian air pedesaan dan sistem transportasi yang lebih luas. Di daerah agak gersang, misalnya di India, Aedes aegypti merupakan vektor di perkotaan dan populasinya berubah-ubah sesuai dengan curah hujan dan kebiasaan penyimpanan air. Di negaranegara Asia Tenggara yang curah hujan tahunannya lebih dari 200 cm, menjadikan populasi Aedes aegypti lebih stabil di daerah perkotaan, semi perkotaan, dan pedesaan. Urbanisasi cenderung meningkatkan jumlah habitat yang cocok untuk Aedes aegypti. Di kota yang banyak pohon, Aedes aegypti dan Aedes albopiktus hidup bersamaan, namun pada umumnya Aedes aegypti lebih dominan tergantung pada keberadaan dan jenis habitat jentik serta tingkat urbanisasi. Di Singapura, indeks Aedes aegypti paling tinggi di perumahan kumuh kemudian rumah toko dan flat bertingkat. Sebaliknya Aedes albopictus keberadaannya tidak tergantung dari jenis rumah namun sering ditemukan hidup di daerah terbuka dengan banyak tanaman.4

3. Bgmn cara prevensi demam dengue ? (di file demamberdarah1.pdf hal 4-5) 4. Bgmn fungsi dan peran Puskesmas serta Posyandu dalam upaya pencegahan dan pengendalian DBD ? (di file kebijakan program dbd.pdf hal 4-5) 5. Bgaimana upaya promosi kesehatan yang harus dilakukan oleh dokter puskesmas ? a. strategi b. ??? c. pelaksanaan d. evaluasi

Anda mungkin juga menyukai