Anda di halaman 1dari 11

BAB 30 PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA KECIL BERKUALITAS SERTA PEMUDA DAN OLAH RAGA

Pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas serta pemuda dan olah raga merupakan salah satu upaya yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pengendalian kuantitas penduduk secara berkesinambungan diperlukan untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Permasalahan yang menonjol saat ini adalah melemahnya aspek kelembagaan keluarga berencana di tingkat operasional lapangan. Sementara itu, dalam penataan administrasi kependudukan berbagai kegiatan perlu dilakukan untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Dalam kaitan itu, peraturan perundang-undangan tentang administrasi kependudukan merupakan hal penting untuk segera ditetapkan. Selain itu, partisipasi pemuda sebagai bagian dari penduduk merupakan faktor penting dalam pembangunan suatu bangsa. Aspek penting lain dalam rangka peningkatan kualitas penduduk adalah menumbuhkan budaya olah raga yang lebih luas bagi seluruh lapisan masyarakat.

I.

Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan kependudukan, antara lain (1) belum adanya Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan sebagai landasan hukum dari pelaksanaan Administrasi Kependudukan; dan (2) perlunya menata kembali sistem pengadministrasian penduduk di Indonesia, dan menerapkan nomor identitas kependudukan (NIK) sebagai nomor pengenal tunggal, terpadu, dan unik, yang merupakan nomor identitas setiap penduduk. Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan keluarga kecil berkualitas, antara lain (1) kurangnya apresiasi Pemerintah Daerah kabupaten/kota pada Program Keluarga Berencana (KB) Nasional sehingga kelembagaan KB ada yang belum terbentuk seluruhnya di tingkat kabupaten/kota, atau yang terbentuk melalui peraturan daerah (perda) mempunyai tata nama atau nomenklatur yang berbeda-beda, bahkan ada yang tidak mencantumkan nama KB sama sekali; (2) berkurangnya petugas lapangan/penyuluh KB (PLKB/PKB) yang sebenarnya menjadi ujung tombak operasional program KB yang mampu menggerakkan partisipasi masyarakat; (3) melemahnya dukungan masyarakat sehingga sulit mempertahankan eksistensi program KB, seperti kegiatan kelompok usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS), Bina Keluarga, dan Posyandu; (4) tingginya jumlah pertambahan penduduk, yaitu sekitar 34 juta per tahun; (5) rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB; (6) bervariasinya angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) antarprovinsi, (7) kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan hak-hak reproduksi di kalangan remaja, dan (8) masih rendahnya fasilitasi bagi akses keluarga dalam meningkatkan kemampuan ekonomi dan ketahanan keluarga. Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan pemuda dan olah raga, antara lain rendahnya kualitas pemuda, rendahnya budaya olah raga, serta menurunnya prestasi olah raga Indonesia. Rendahnya kualitas pemuda, antara lain, ditunjukkan oleh (1) rendahnya partisipasi pemuda dalam pembangunan di segala bidang; (2) terbatasnya kesempatan pemuda untuk memperoleh pendidikan dan 30 - 2

keterampilan, yang berakibat pada meningkatnya angka pengangguran terbuka pemuda; (3) makin maraknya pornografi dan pornoaksi di kalangan pemuda; (4) menurunnya jiwa kewirausahaan, kepeloporan, dan kepemimpinan pemuda; dan (5) banyaknya generasi muda yang terlibat dalam penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza), minuman keras, dan terjangkit penyakit menular seksual HIV/AIDS. Dalam pembangunan olah raga, permasalahan yang dihadapi, antara lain (1) makin berkurangnya jumlah sarana dan prasarana olah raga di tanah air; (2) menurunnya prestasi atlet Indonesia di ajang kompetisi internasional; (3) masih terbatasnya fasilitas olah raga untuk masyarakat dan atlet; (4) makin sempitnya ruang terbuka bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas olah raga, khususnya di daerah perkotaan; (5) masih terbatasnya jumlah pelatih yang andal dan profesional, khususnya di daerah; (6) belum optimalnya pelaksanaan sistem dan manajemen pusat pelatihan (training center) nasional; dan (7) belum adanya imbalan yang menarik bagi dunia usaha untuk mendukung industri olah raga. II. Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, langkah kebijakan yang diambil dalam pembangunan kependudukan diarahkan untuk menyerasikan dan menata di bidang kependudukan dengan (1) menata kebijakan persebaran dan mobilitas penduduk secara lebih seimbang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah; (2) menata kebijakan administrasi kependudukan guna mendorong terakomodasinya hakhak penduduk dan meningkatkan kualitas dokumen, data, dan informasi penduduk, dalam mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan serta pelayanan publik, antara lain melalui penyelenggaraan registrasi penduduk; dan (3) mengupayakan pengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Administrasi Kependudukan. Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pembangunan kependudukan adalah (1) ditetapkannya berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain (a) Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Informasi Administrasi 30 - 3

Kependudukan; (b) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 2005 tentang Pedoman Pendataan dan Pemberian Surat Keterangan Pengganti Dokumen Penduduk bagi Pengungsi dan Penduduk Korban Bencana di Daerah; (c) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Mengupayakan segera disahkannya RUU tentang Administrasi Kependudukan; dan (d) penyusunan buku Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 20002025; (2) penyelenggaraan program Sistem Administrasi Kependudukan (SAK) dan penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dengan sistem daring (on-line) dalam pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, serta penerapan KTP nasional dengan mencantumkan NIK yang diatur secara nasional pada dua belas kabupaten/kota; (3) penyusunan dan penerbitan beberapa pedoman dan petunjuk teknis, modul-modul dan standar tentang pelaksanaan pendaftaran penduduk dan catatan sipil yang dipergunakan sebagai acuan dan pedoman bagi pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pelayanan pendaftaran penduduk dan catatan sipil kepada penduduk di daerahnya; (4) penyediaan Data Penduduk Potensi Pemilih Pilkada (DP4) di seluruh kabupaten/ kota yang di daerahnya menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) gubernur atau bupati/walikota. Data tersebut selanjutnya dimutakhirkan oleh Dinas/Badan/Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil kabupaten/kota, guna mendukung penyediaan data penduduk untuk bahan penyusunan Daftar Pemilih Pilkada oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) setempat; dan (5) pelaksanaan pelayanan bidang administrasi kependudukan dalam wadah pelayanan satu atap bersama-sama Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Ditjen Imigrasi-Departemen Hukum dan HAM, Departemen Luar Negeri, serta Pemerintah Daerah setempat, yang dilaksanakan di sebelas titik pelayanan, yaitu: Kota Belawan, Dumai, Nunukan, Tanjung Uban, Entikong, Tangerang, Semarang, Sidoarjo, Kupang, Mataram, dan Pare-Pare. Langkah kebijakan pembangunan keluarga berencana diarahkan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk dan meningkatkan keluarga kecil berkualitas, dengan (1) mengendalikan tingkat kelahiran penduduk melalui upaya memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB, terutama bagi keluarga miskin dan rentan serta daerah terpencil; meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi bagi 30 - 4

pasangan usia subur tentang kesehatan reproduksi; melindungi peserta keluarga berencana dari dampak negatif penggunaan alat dan obat kontrasepsi; meningkatkan kualitas penyediaan, pemanfaatan alat dan obat kontrasepsi, dan meningkatkan pemakaian kontrasepsi yang lebih efektif serta efisien untuk jangka panjang; (2) meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi remaja melalui upaya peningkatan pemahaman kesehatan reproduksi remaja; penguatan institusi masyarakat dan pemerintah yang memberikan layanan kesehatan reproduksi bagi remaja; serta pemberian konseling tentang permasalahan remaja; (3) meningkatkan pemberdayaan dan ketahanan keluarga dalam kemampuan pengasuhan dan penumbuhkembangan anak; (4) meningkatkan pendapatan keluarga khususnya bagi keluarga PraSejahtera (Pra-KS) dan Keluarga Sejahtera-I (KS-I) serta kualitas lingkungan keluarga; dan (5) memperkuat kelembagaan dan jejaring pelayanan KB bekerja sama dengan masyarakat luas, dalam upaya pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk dan pembudayaan keluarga kecil berkualitas. Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan keluarga berencana adalah sebagai berikut. Jumlah peserta KB aktif sampai dengan akhir 2004 adalah sebanyak 27,6 juta peserta, dan dalam tiga bulan pertama tahun 2005 (Januari Maret 2005) diperoleh tambahan peserta KB baru sebanyak 1,5 juta peserta. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 200203 menunjukkan bahwa tingkat prevalensi kesertaan ber-KB dari seluruh pasangan usia subur sekitar 60,3 persen. Sementara itu, angka kelahiran total (TFR) menunjukkan perkembangan kecenderungan yang makin menurun dan dari SDKI tahun 200203 tercatat sekitar 2,6 anak per wanita. Penurunan TFR ini merupakan kontribusi program KB pada masalah kependudukan sebagai dampak dari meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi (prevalensi) oleh pasangan usia subur. Meskipun demikian, dari SDKI 200203 terungkap pula bahwa kondisi tingkat prevalensi KB dan angka kelahiran TFR antardaerah dan antarkeluarga menurut karakteristik juga bervariasi. Keluarga yang berpendidikan rendah dan tingkat ekonomi rendah atau miskin ternyata mempunyai tingkat prevalensi yang lebih rendah dan angka kelahiran TFR lebih tinggi. Oleh karena itu, program KB akhir-akhir ini telah difokuskan kepada memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan, terutama kepada keluarga-keluarga miskin, keluarga dalam 30 - 5

pengungsian dan keluarga rentan yang lain. Penurunan TFR berakibat pada menurunnya laju pertumbuhan penduduk yang diperkirakan sebesar 1,3 persen pada tahun 2004 dan dengan jumlah penduduk diperkirakan sebesar 217 juta. Sementara itu, dalam rangka meningkatkan kesehatan reproduksi remaja, hasil yang dicapai, antara lain sebagai berikut. Sampai dengan akhir Maret 2005, telah dibentuk Pusat Informasi dan Konsultasi Remaja (PIK) sebanyak 950 buah, Kelompok Keluarga Peduli Remaja (KKPR) sebanyak 16.966 kelompok, Kelompok Remaja sebanyak 8.745 kelompok, serta pelatihan tenaga bagi promosi Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) sebanyak 28.373 orang. Upaya untuk memperluas jangkauan promosi dan advokasi kesehatan reproduksi remaja pada tahun 2004 difokuskan kepada langkah-langkah perluasan jangkauan promosi KRR, dengan penyiapan pembentukan Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR), terutama di pondok-pondok pesantren. Dalam kaitan itu telah dilakukan koordinasi dengan jajaran Departemen Agama, serta pembuatan modul KRR yang secara khusus akan diterapkan di pondok-pondok pesantren. Sementara itu, di daerah sedang dilakukan koordinasi dan kerja sama dengan jajaran Kanwil Departemen Agama, dan penjajagan bagi penyiapan pondok pesantren terpilih untuk dibentuk PIK-KRR tersebut. Dalam hubungan tersebut, telah pula diproduksi buku bagi fasilitator di pondok pesantren sebanyak 2.332 eksemplar dan telah didistribusikan sebanyak 750 buku ke sejumlah pondok pesantren dari sekitar 1.582 pondok pesantren tingkat Aliyah yang ada. Selain itu, juga telah dicetak buku bacaan tentang KRR bagi para santri di lingkungan pondok pesantren sebanyak 31.000 eksemplar. Selanjutnya, untuk meningkatkan ketahanan dan pemberdayaan keluarga, hasil yang dicapai diuraikan sebagai berikut. Upaya meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan keluarga, dilakukan melalui kegiatan ekonomi keluarga dalam wadah kelompok UPPKS, serta kegiatan peningkatan ketahanan keluarga dilakukan melalui wadah kegiatan kelompok tribina keluarga: Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), dan Bina Keluarga Lansia (BKL). Dengan kelompok UPPKS, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam meningkatkan pendapatan keluarga guna 30 - 6

memenuhi keperluan dasar keluarga. Upaya itu terutama ditujukan kepada para wanita usia subur peserta KB dari keluarga Pra-KS dan KS-I yang tergabung sebagai anggota UPPKS. Sampai dengan Maret 2005 tercatat sekitar 8,2 juta anggota kelompok UPPKS, dan sekitar 4,4 juta di antaranya mempunyai kegiatan usaha. Sementara itu, kegiatan kelompok Tribina Keluarga, seperti BKB, BKR, dan BKL yang dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan keluarga melalui upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga dalam melakukan pengasuhan dan penumbuhkembangan anak balita, melakukan pembinaan terhadap remaja serta memberikan pengayoman kepada anggota keluarga yang berusia lanjut (lansia). Jumlah kelompok BKB yang merupakan wahana penyuluhan pengetahuan dan cara tumbuh-kembang anak balita sampai dengan bulan Maret 2005 tercatat sekitar 89.898 kelompok. Keluarga yang mengikuti kegiatan BKB sampai dengan Maret 2005 tercatat sebanyak 2.831.966 keluarga balita, atau sekitar 17,7 persen terhadap jumlah keluarga balita sebanyak 15.985.382 keluarga. Gambaran keluarga tentang pengetahuan cara pengasuhan dan tumbuh-kembang anak dapat diungkapkan pula dari Survei Indikator Program Indonesia (SIPI) tahun 2003. Pengetahuan keluarga yang berkaitan dengan perkembangan fisik badan anak pada umumnya dipahami dengan memberikan makan bergizi oleh 67,3 persen keluarga, dan membawa anak ke posyandu oleh 44 persen keluarga. Sementara itu, kelompok BKR sampai dengan bulan Maret 2005 tercatat sebanyak 33.186 kelompok, dengan jumlah keluarga yang ikut kelompok BKR itu tercatat sebanyak 1.006.843 keluarga remaja. Sementara itu, kelompok BKL sampai dengan bulan Maret 2005 tercatat sebanyak 32.012 kelompok, dengan jumlah keluarga yang ikut BKL tercatat sebanyak 993.623 keluarga lansia. Dalam rangka memperkuat pelembagaan keluarga kecil berkualitas, hasil-hasil yang telah dicapai dapat diuraikan sebagai berikut. Pembentukan kelembagaan program KB di kabupaten/kota setelah penyerahan kewenangan program KB kepada 410 pemerintah kabupaten/kota akhir tahun 2003 sampai dengan bulan Juni 2005 terdapat 302 kabupaten/kota (73,7 persen) yang sudah ada Perdanya, serta kabupaten/kota yang lain masih dalam bentuk Ranperda, SK bupati/walikota atau wacana. Dari seluruh provinsi yang ada, baru di enam provinsi kelembagaan pengganti BKKBN di seluruh 30 - 7

kabupaten/kota sudah selesai dibentuk, yaitu provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Banten, D.I. Yogyakarta, Gorontalo, dan Maluku. Dalam pembangunan pemuda dan olah raga, langkah kebijakan yang diambil diarahkan untuk meningkatkan partisipasi pemuda dalam pembangunan dan menumbuhkan budaya olah raga dan prestasi. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, dengan (1) mewujudkan keserasian kebijakan pemuda di berbagai bidang pembangunan; (2) memperluas kesempatan memperoleh pendidikan dan keterampilan; (3) meningkatkan peran serta pemuda dalam pembangunan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan agama; (4) meningkatkan potensi pemuda dalam kewirausahaan, kepeloporan, dan kepemimpinan dalam pembangunan; (5) melindungi segenap generasi muda dari bahaya penyalahgunaan napza, minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan penyakit menular seksual di kalangan pemuda; (6) mengembangkan kebijakan dan manajemen olah raga dalam upaya mewujudkan penataan sistem pembinaan dan pengembangan olah raga secara terpadu dan berkelanjutan; (7) meningkatkan akses dan partisipasi masyarakat secara lebih luas dan merata untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani serta membentuk watak bangsa; (8) meningkatkan sarana dan prasarana olah raga yang sudah tersedia untuk mendukung pembinaan olah raga; (9) meningkatkan upaya pembibitan dan pengembangan prestasi olah raga secara sistematik, berjenjang, dan berkelanjutan; (10) meningkatkan pola kemitraan dan kewirausahaan dalam upaya menggali potensi ekonomi olah raga melalui pengembangan industri olah raga; dan (11) mengembangkan sistem penghargaan dan meningkatkan kesejahteraan atlet, pelatih, dan tenaga keolahragaan. Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pembangunan pemuda dan olah raga antara lain, adalah (1) tersusunnya naskah akademis RUU tentang Kepemudaan; (2) terlaksananya Rakornas Kepemudaan yang menghasilkan Deklarasi Jakarta dan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antarprovinsi, serta keputusan bersama dengan instansi terkait dalam rangka pembangunan kepemudaan dan keolahragaan; (3) dilaksanakannya pelatihan kepemimpinan berbagai organisasi kepemudaan di berbagai tingkatan organisasi, yang bertempat di pusat sumber daya pemuda Cibubur; (4) dilaksanakannya Pelatihan Pelatih (Training of Trainers/TOT) 30 - 8

kepemimpinan pemuda bagi sekitar dua ratus orang dari pusat dan daerah setiap bulan; (5) dilaksanakannya hubungan kerjasama bidang kepemudaan dengan berbagai negara, di antaranya Kanada, Australia, Cina, Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara ASEAN; (6) dikukuhkannya upaya bersama untuk mencegah penyalahgunaan napza, HIV/AIDS, dan bahaya destruktif lain, khususnya untuk generasi muda di tiga puluh dua provinsi; (7) tersusunnya RUU tentang Keolahragaan sebagai inisiatif Pemerintah, yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan di DPR-RI untuk disahkan menjadi undang-undang. Undang-Undang tentang Keolahragaan nantinya diharapkan akan menjadi payung hukum untuk menjamin terciptanya tatanan pembinaan keolahragaan, disusul kemudian penetapan kebijakan, pembenahan institusi, dan peraturan untuk mendukung pelaksanaan pembinaan olah raga secara operasional; (8) diadakannya lomba lari 10 K bekerja sama dengan Kapolda Metro Jaya, GEMA NUSA (Aa Gym) dan berbagai elemen masyarakat untuk menggairahkan semangat dan budaya olah raga di masyarakat, yang diikuti oleh sekitar 65 ribu orang; (9) diikutsertakannya kontingen Indonesia untuk berpartisipasi dalam pertandingan olah raga antarnegara anggota Asian European Meeting (ASEM), dan kejuaraan antarpelajar ASEAN di Thailand; (10) diselenggarakannya kejuaraan sepak bola antar-Pusat Pembinaan Latihan Olah Raga Pelajar (PPLP) se-Indonesia di Jakarta; (11) diselenggarakannya kejuaraan tinju antar-PPLP se-Indonesia di Ambon; (12) diselenggarakannya Pekan Olah Raga Pelajar Nasional (POPNAS) VIII di Medan; dan (13) terlaksananya pembangunan PPLP di D.I. Yogyakarta, Sumatra Utara, Aceh, Bengkulu, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Bali. III. Tindak Lanjut yang Diperlukan

Dalam rangka menyelesaikan masalah yang hingga saat ini masih dihadapi, tindak lanjut yang diperlukan dalam pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas, serta pemuda dan olah raga adalah sebagai berikut.

30 - 9

Tindak lanjut yang diperlukan dalam pembangunan kependudukan adalah (1) mempercepat pengesahan RUU tentang Administrasi Kependudukan menjadi undang-undang; (2) mewujudkan terselenggaranya penerapan program SAK dan SIAK daring/luring (on line/off line); (3) meningkatkan pemahaman dan pengetahuan teknis tentang program SAK bagi aparat penyelenggara administrasi kependudukan daerah provinsi dan kabupaten/kota; (4) melakukan penyerasian kebijakan kependudukan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah; dan (5) melakukan penyeragaman tata nama atau nomenklatur kelembagaan kependudukan di daerah. Sementara itu, tindak lanjut yang diperlukan dalam pembangunan keluarga berencana adalah (1) memaksimalkan upayaupaya advokasi, promosi dan KIE untuk penggalangan komitmen politis untuk kelangsungan program dan kelembagaan serta pembinaan institusi masyarakat; (2) memberikan fokus pelayanan secara khusus kepada sasaran kelompok Keluarga Pra-Sejahtera atau Keluarga Sejahtera-I alasan ekonomi atau keluarga miskin; (3) meningkatkan dan mengintegrasikan informasi dan pelayanan advokasi dan konseling bagi remaja; (4) meningkatkan upaya-upaya pemberdayaan keluarga dalam kemampuan pengasuhan dan penumbuhkembangan anak serta pembinaan kesehatan ibu, bayi anak, dan remaja; (5) meningkatkan upaya-upaya ketahanan keluarga dalam usaha ekonomi produktif keluarga; dan (6) meningkatkan cakupan dan kualitas data dan informasi keluarga. Selanjutnya, tindak lanjut yang diperlukan dalam pembangunan pemuda dan olah raga adalah (1) menyelesaikan RUU tentang Kepemudaan dan menyusun peraturan perundang-undangan tentang keolahragaan; (2) melakukan penelitian dan/atau pengkajian kebijakan pembangunan kepemudaan di berbagai bidang pembangunan dan kebijakan-kebijakan pembangunan olah raga; (3) menyusun pola kemitraan antara pemuda dan masyarakat serta pengembangan industri olah raga termasuk dukungan sarana dan prasarana; (4) meningkatkan upaya penanggulangan masalah-masalah sosial generasi muda, seperti pencegahan penyalahgunaan napza, penyakit menular HIV/AIDS, dan bahaya destruktif yang lain, termasuk antipornografi dan antipornoaksi; (5) meningkatkan jumlah dan kualitas serta kompetensi pelatih, peneliti, praktisi, dan teknisi olah 30 - 10

raga; (6) mengembangkan sistem pemberian penghargaan bagi insan olah raga yang berdedikasi dan berprestasi; dan (7) mengembangkan iptek olah raga sebagai pendorong peningkatan prestasi olah raga.

30 - 11

Anda mungkin juga menyukai