Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Keluarga dalam hubungannya dengan anak diidentikkan sebagai tempat atau

lembaga pengasuhan yang dapat memberi kasih sayang. Pemenuhan kebutuhan emosi dan kasih sayang dapat dimulai sedini mungkin. Ikatan emosi dan kasih sayang yang erat antara orangtua dan anak, akan berguna untuk menentukan bentuk perilaku anak di kemudian hari. Orangtua mempunyai tugas dalam perkembangan anak seperti memberi contoh perilaku yang baik, menegakkan disiplin, memberikan kasih sayang, memenuhi kebutuhan pendidikan dan memandirikan anak (Nursalam, 2005). Anak merupakan suatu bagian dari anggota unit keluarga. Keterlibatan keluarga dalam masalah perawatan anak sangat penting mengingat anak selalu membutuhkan orangtuanya (Hidayat, 2008). Anak juga merupakan aset yang sangat berharga bagi setiap orangtua, sebagai orangtua tentu menginginkan anaknya untuk tumbuh dan berkembang dengan baik (Harjaningrum, 2007). Peran aktif orangtua terhadap perkembangan anak sangat diperlukan terutama pada saat mereka masih berada di bawah usia lima tahun. Orangtua berperan sebagai pendidik dan merupakan tokoh sentral dalam tahap perkembangan seorang anak. Peran orangtua sangat penting karena orangtua merupakan orang yang sangat dekat dengan anak dan mempunyai tanggung jawab dalam pembentukan kepribadian dan memberikan pendidikan pada anak (Rafiudin, 2004).

Menurut perkembangan psikoseksual anak yang dikemukakan oleh Sigmun Freud, anak akan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: tahap oral pada umur 0-1 tahun, tahap anal terjadi pada umur 1-3 tahun, tahap oedipal/phalik terjadi pada umur 3-5 tahun, tahap laten terjadi pada umur 5-12 tahun dan tahap genital pada umur lebih dari 12 tahun (Hidayat, 2008). Memasuki tahap anal, seorang anak mulai memasuki masa toilet training (masa yang tepat untuk melatih buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya). Pada tahap ini daerah yang sensitif untuk memperoleh kenikmatan adalah pada daerah anus dan pada proses menahan dan juga pengeluaran kotoran (Nuryanti, 2008). Lebih lanjut penulis juga mengutip pendapat Supartini (2004) yang mengatakan bahwa dalam perkembangan anak usia 1-3 yang harus mendapat perhatian orang tua adalah latihan berkemih dan toilet training. Pada tahapan usia 1-3 tahun kemampuan sfingter ani untuk mengontrol rasa ingin defekasi mulai berkembang dan biasanya sejalan dengan anak mampu berjalan, kedua sfingter tersebut semakin mampu untuk mengontrol rasa ingin berkemih dan defekasi. Mengenalkan konsep toilet training pada anak merupakan cara yang tepat dalam melatih anak agar bisa mengontrol buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK). Latihan buang air pada tempatnya membutuhkan proses yang tidak sebentar bisa berlangsung sampai 2-3 bulan (Nadira, 2006). Selanjutnya Supartini (2004) juga mengemukakan bahwa pada dasarnya peran serta orang tua terhadap latihan toilet training sangat penting. Hal ini dapat dilakukan dengan latihan mengontrol berkemih dan defekasi pada anak di antaranya dengan

menggunakan pot kecil yang diduduki anak apabila ada atau langsung ke toilet pada jam tertentu secara reguler. Selain itu keberhasilan toilet training tergantung pula pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga seperti kesiapan fisik, dimana kemampuan anak secara fisik sudah kuat dan mampu duduk atau berdiri sehingga memudahkan anak untuk dilatih buang air, demikian pula kesiapan psikologis dimana anak membutuhkan suasana yang nyaman agar mampu mengontrol dan konsentrasi dalam merangsang untuk buang air besar atau kecil (Hidayat, 2008). Konsep penerapan toilet training memang belum banyak dipahami di kalangan masyarakat, hal ini disebabkan karena informasi terkait tentang toilet training tidak dikenalkan secara umum di kalangan masyarakat sedangkan fenomena yang terjadi di masyarakat akibat dari konsep toilet training yang tidak diajarkan secara benar atau kurang tepat sangatlah tidak sedikit hal ini karena dampak negative yang ditimbulkan tidaklah dapat dilihat secara langsung, ini yang menyebabkan konsep toilet training dipandang tidaklah penting dalam tahap perkembangan anak usia 1-3 tahun. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Anggara (2006) yang mengatakan bahwa kebiasaan yang salah dalam mengontrol BAB dan BAK akan menimbulkan hal-hal yang buruk pada anak dimasa mendatang. Dapat menyebabkan anak tidak disiplin, manja, dan yang terpenting adalah dimana nanti pada saatnya anak akan mengalami masalah psikologi, anak akan merasa berbeda dan tidak dapat secara mandiri dalam mengontrol buang air besar dan buang air kecil.

Penulis mengambil tempat penelitian di PAUD Melati Satu Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar dengan alasan bahwa jumlah anak usia 1-3 tahun yang akan diteliti memenuhi kriteria sampel penelitian dengan jumlah sebanyak 51 anak. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 19-23 Maret 2012 di PAUD Melati Satu Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar dengan cara wawancara 10 orangtua yang memiliki anak balita didapatkan bahwa 6 orang anak masih menggunakan pampers dan belum dapat memberitahukan bila ingin buang air, 2 orang anak sudah bisa memberitahukan bila ingin buang air, belum dapat ke kamar mandi sendiri dan masih memerlukan bantuan untuk cebok dan 2 orang anak sudah dapat menurunkan dan menaikkan celana dengan sendirinya, dapat memberitahukan bila ingin buang air kecil dan besar, tetapi belum berani ke kamar mandi sendiri dan sudah dapat menirukankan saudaranya saat buang air kecil. Sebagian orangtua yang diwawancara mengaku bahwa mereka memulai latihan toilet training kepada anak setelah usia 2 tahun, hal ini dikarenakan mereka ada yang bekerja dan yang lain melatih toilet training setelah anak sudah dapat berjalan dan jongkok. Mereka belum mengetahui saat yang tepat kapan anak harus dilatih toilet training. Ibu-ibu mengutarakan bahwa mulai bayi sampai anak dapat berjalan mereka tidak lagi menggunakan popok kain tetapi menggunakan popok sekali pakai (diapers) dikarenakan lebih praktis dan tidak repot. Berdasarkan pengamatan peneliti juga diketahui bahwa ada beberapa anak di antaranya masih memiliki kebiasaan yang salah dalam buang air besar dan buang air kecil. Misalnya buang air besar dan buang air kecil di celana tidak memberi tahu ibu,

buang air kecil dan buang air besar sambil menangis. Terlihat juga perilaku yang kurang tepat yang dilakukan oleh ibu ketika menghadapi anak yang buang air besar dan buang air kecil di celana yaitu ibu terlihat kurang tanggap jika anaknya buang air besar dan buang air kecil, marah dan membentak anak. Dalam mengajarkan toilet training dibutuhkan cara yang tepat agar mudah dimengerti oleh anak. Penggunaan cara yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan orangtua dalam mengajarkan konsep toilet training pada anak. Keluarga yang menerapkan pola asuh yang baik berarti akan membantu dalam keberhasilan toilet training tetapi meskipun demikian tidak menutup kemungkinan ada beberapa di antaranya yang mengalami kegagalan. Kemampuan anak usia balita dalam toilet training membutuhkan pelayanan asuhan keperawatan. Perawat dapat melakukan pengkajian terkait dengan pola asuh keluarga dalam kaitannya dengan masalah toilet training dan memberikan bimbingan kepada keluarga yang mempunyai balita dengan memberitahukan dampak penggunaan diapers pada anak usia balita. Penggunaan diapers dapat menimbulkan masalah fisik dan psikologis pada anak bila terbiasa menggunakan diapers seorang perawat harus dapat melakukan pengkajian tersebut untuk melakukan intervensi, implementasi dan evaluasi dari hal tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah Bagaimana hubungan antara pola asuh keluarga dengan keberhasilan toilet training pada anak usia 1-3 tahun di PAUD Melati Satu Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar?

C. 1.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh keluarga dengan keberhasilan

toilet training pada anak usia 1-3 tahun di Paud Melati Satu Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui data demografi pada anak usia 1-3 tahun di Paud Melati Satu Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar. b. Untuk mengetahui pola asuh keluarga dalam menerapkan toilet training pada anak usia 1-3 tahun di Paud Melati Satu Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar. c. Untuk mengetahui kebiasaan toilet training pada anak usia 1-3 tahun di Paud Melati Satu Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar. d. Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh keluarga dengan keberhasilan toilet training pada anak usia 1-3 tahun di Paud Melati Satu Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar. D. 1. Manfaat Penelitian Bagi Profesi Keperawatan Berdasarkan masalah yang ada perawat dapat memberikan konseling pada keluarga yang mempunyai anak usia 1-3 tahun yang masih menggunakan diapers untuk tidak membiasakan menggunakannya karena akan menimbulkan dampak fisik

dan psikologis, dari sini diharapkan perawat dapat memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan ibu sehingga masalah dapat teratasi. 2. Bagi STIKes BP Banjar Dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi perkembangan dunia pendidikan ilmu keperawatan tentang asuhan keperawatan anak khususnya bagi profesi keperawatan STIKes Bina Putera Banjar. 3. Bagi Keluarga Memberikan masukan atau informasi kepada keluarga mengenai toilet training dan perilaku yang seperti apa yang seharusnya dilakukan dalam melatih toilet training pada anak usia 1-3 tahun. 4. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya tentang hubungan antara pola asuh keluarga dengan keberhasilan toilet training pada anak usia 1-3 tahun.

Anda mungkin juga menyukai