Anda di halaman 1dari 37

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Gambaran masyarakat Indonesia yang ingin dicapai melalui pembangunan bidang kesehatan, sebagaimana dirumuskan dalam Visi Indonesia Sehat 2010, ditandai dengan penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya. Salah satu masalah penting yang dihadapi untuk mewujudkan visi tersebut adalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA), atau yang lebih populer disebut dengan narkoba (Afiatin, 2008). Data pada United Nation International Drug Control Program (UNDP, 2008) saat ini lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia telah menyalahgunakan NAPZA. 3,4 juta diantaranya adalah orang Indonesia. Dari hasil survey nasional yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Dit IV Narkoba & Bareskrim Polri selama tahun 2007 terjadi 45.160 kasus penyalahgunaan NAPZA pada beberapa provinsi di Indonesia. Bali menempati urutan ke- 4secara nasional sebagai daerah terjadinya kasus penyalahgunaan NAPZA dengan 1.244 kasus (BNN, 2008). Sedangkan dalam laporan bulanan Badan Narkotika Provinsi Bali pada bulan Agustus 2006 saja telah terjadi 53 kasus NAPZA dengan 56 jumlah tersangka serta 24 orang menjalani rehabilitasi narkoba (BNN-Bali,2008). Data dari Program Terapi Rumatan Metadon Sandat RSU Sanglah Denpasar dari tanggal 17

Februari 2003 sampai dengan hingga akhir Februari 2008 di dapatkan data jumlah total pasien teregister 313 orang, masih memerlukan pengobatan 75 orang, sudah
1

pulih 53 orang (16.7%), dirujuk ke center Metadon lain 64 orang, keluar dari klinik 111 orang (35,1%), dan meninggal 10 orang (3,2%). Dari sekian pasien terdapat 5 orang wanita (1,6%) dan sisanya adalah laki- laki. Usaha untuk meningkatkan angka keberhasilan terapi rehabilitasi sendiri saat ini telah di kembangkan dengan berbagai cara, antara lain terapi substitusi menggunakan methadone dan bufrenorfin, terapi detoksifikasi dan bimbingan mental namun angka keberhasilan terapi ini masih relatif rendah, berdasarkan hasil penelitian Kreek, pakar adiksi dari Laboratory of the biology of addictive diseases, The Rockfeller University, New York, tingkat keberhasilan terapi tanpa obat atau detoksifikasi hanya 5% hingga 20% persen. Sementara untuk terapi substitusi mencapai 50% hingga 80%, sedangkan angka penyalahguna NAPZA terus meningkat setiap tahunnya (Spirita M, 2009). Metadon sendiri merupakan sintetik dari opioid yang digunakan sebagai obat analgesik, antitusif dan maintenance anti-addictive yang digunakan pada pecandu opioid pertama kali di kembangkan di Jerman pada tahun 1937. Pasien yang menjalani terapi rehabilitasi narkoba harus memakai obat ini setiap hari secara teratur, sebab akan menjadi sia- sia jika pasien tidak datang lagi untuk terapi metadon. Tiga hari pasien tidak minum, ketika datang lagi untuk melanjutkan program terapi, dianggap menjadi pasien baru. Artinya, berapapun lamanya seseorang menjalani terapi, akan menjadi sia- sia hanya karena putus tiga hari. Putusnya terapi rehabilitasi yang dijalani oleh pasien dengan penyalahguna NAPZA tentunya akan menimbulkan kerugian bagi berbagai aspek, antara lain dari segi biaya, waktu, keluarga, sosial masyarakat, dan tentunya bangsa dan Negara. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui apakah faktor- faktor yang

mempengaruhi kepatuhan pasien dengan penyalahguna NAPZA dalam terapi rehabilitasi narkoba.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan suatu masalah penelitian yaitu : Apakah faktor- faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien penyalahguna NAPZA dalam terapi rehabilitasi narkoba?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien

penyalahguna NAPZA dalam terapi rehabilitasi narkoba. 2. Tujuan khusus


a. Mengidentifikasi karakteristik pasien penyalahguna NAPZA yang mengikuti

program terapi rehabilitasi narkoba di Program Terapi Rumatan Metadon Sandat RSUP Sanglah Denpasar.
b. Menganalisa faktor- faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien penyalahguna

NAPZA dalam terapi rehabilitasi narkoba di Program Terapi Rumatan Metadon Sandat RSUP Sanglah Denpasar.
c. Menganalisa tingkat kepatuhan pasien dalam terapi rehabilitsi di Program Terapi

Rumatan Metadon Sandat RSUP Sanglah Denpasar.

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Mengembangkan ilmu keperawatan khususnya dalam pemberian terapi pada pasien dengan penyalahguna NAPZA. 2. Praktis Menjadi masukan bagi institusi, mahasiswa keperawatan serta masyarakat agar dapat digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan intervensi keperawatan yang efektif pada pasien dengan penyalahguna NAPZA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti suka menurut perintah dan sebagainya, taat kepada perintah dan aturan, disiplin (Hoetomo, 2005). Kepatuhan adalah istilah untuk menggambarkan pelaksanaan suatu prosedur atau suatu tindakan sesuai dengan petunjuk atau kesepakatan yang telah ditetapkan (Yayasan Spirita, 2008). Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan mengikuti pengobatan adalah (Notoatmodjo, 2001):

1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu diri manusia yang sekedar menjawab pertanyaan What (Notoatmodjo, 2001). Menurut Notoatmodjo (2001) tingkat pengetahuan adalah sebagai berikut:
a.

Mengenal (recognition ) dan mengingat kembali (recall) diartikan sebagai kemampuan mengingat kembali sesuatu yang pernah diketahui sehingga dapat memilih satu dari dua atau lebih jawaban.

b. Pemahaman (comprehension) merupakan suatu kemampuan untuk memahami

tentang suatu objek atau materi.


c.

Penerapan (application) diartikan sebagai kemampuan menerapkan secara benar suatu hal yang diketahui dalam situasi yang sebenarnya.

d. Analisis (analysis) diartikan sebagi kemampuan untuk menyebarkan materi atau

objek kedalam suatu struktur dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis) diartikan sebagai kemampuan untuk menghubungkan bagian-

bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi.
f. Evaluasi (evaluation) diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan penilaian

terahadap objek atau materi. Tingkat pengetahuan ini dapat dinilai dari tingkat penguasaan individu atau seseorang terhadap suatu objek atau materi (Notoatmodjo, 2001). Menurut Raffi dalam Nursalam (2003) tingkat pengetahuan digolongkan menjadi: 1) Baik 2) Cukup
3) Kurang

: 76- 100% : 56- 75% : < 56%

2. Minat Minat merupakan kekuatan dari dalam dan tampak dari luar sebagai gerakgerik. Dalam menjalankan fungsinya minat berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan. Minat adalah perhatian, kesukaan, kecenderungan hati yang sangat tinggi terhadap sesuatu (Poerwardarminta, 1999). Minat adalah kesukaan atau

kecenderungan hati (Hoetomo, 2005). Jadi dapat disimpulkan minat adalah kecenderungan hati atau keinginan terhadap sesuatu.

Adapun proses minat terdiri dari:


a. Motif (alasan, dasar, pendorong)

b. Perjuangan motif c. Keputusan d. Bertindak sesuai dengan keputusan yang diambil

3. Informasi Informasi adalah keterangan yang disampaikan oleh seseorang, badan atau organisasi; keseluruhan makna yang menunjang pesan yang terlihat di bagianbagian pesan itu (Indrawan, 2005). Menurut Hoetomo (2005), Informasi adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan kabar atau berita tentang sesuatu; keseluruhan makna yang menunjang amanat yang terlihat dalam bagian-bagian amanat itu sendiri. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa informasi adalah keterangan, pesan atau berita yang disampaikan lewat pemberitahuan pada seseorang.

B. Penyalahgunaan NAPZA

Penyalahgunaan zat adalah pemakaian zat diluar indikasi medik, tanpa petunjukatau resep dokter, pemakaian sendiri secara teratur atau berkala sekurangkurangnya selama satu bulan (Hawari, 2001). Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan narkoba bukan untuk tujuan pengobatan, dalam jumlah berlebih, secara kurang lebih teratur, dan berlangsung

cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehataan fisik serta gangguan pada prilaku dan kehidupan sosialnya (Harlina, 2006) Penyalahgunaan NAPZA adalah pola penggunaan yang bersifat patologik paling sedikit satu bulan lamanya, sehingga menimbulkan gangguan fungsi sosial dan okupasional (Wicaksana, Holmes, dan Hawari dalam Afiatin, 2008). Penyalahgunaan NAPZA (obat) adalah penggunaan obat dengan tujuan nonmedis, biasanya untuk mengubah kesadaran dan pembentukan tubuh (Katzung, 2002). Dari pengertian tersebut dapat disimpulakan penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan narkoba bukan untuk tujuan medis secara berlebihan dan berlangsung lama yang bertujuan untuk mengubah kesadaran atau pembentukan tubuh dan mengakibatkan gangguan kesehatan fisik, prilaku dan kehidupan sosial.

1. Jenis- jenis NAPZA yang disalahgunakan (Majid, 2007)

a. Narkotika Kata narkotika berasal dari bahasa Inggris yaitu narcotics, yang berarti obat bius. Secara umum narkotika mampu menurunkan dan mengubah kesadaran (anastetik) dan mengurangi bahkan menghilangkan rasa nyeri (analgetik). Agar tetap dapat menggunakan obat tersebut untuk tujuan kedokteran, namun terhindar dari bahaya penyalahgunaanya, maka pemerintah Indonesia mengatur

penggunaannya dengan undang- undang. Dalam Undang- Undang RI No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika menegaskan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan nyeri dan dapat menimbulkan penyalahguna. Narkotika dibedakan kedalam 3 golongan sebagai berikut: 1) Narkotika Golongan I Narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan bukan untuk terapi, mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan . 2) Narkotika Golongan II Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. 3) Narkotika Golongan III Narkotika yang digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Adapun jenis- jenis narkotika adalah sebagai berikut:
a) Ganja (kanabis)

Di Indonesia tanaman kanabis dibawa oleh Belanda untuk obat hama kopi yang ditanam di Aceh dan Sumatra. Bentuk daun ganja menyerupai daun singkong dan jika diremas- remas akan mengeluarkan aroma yang khas. Minyak hasis merupakan getah pohon ganja. Ganja digolongkan sebagai depresan (obat yang mengurangi kegiatan system sarap otak) dan halusinogen (menimbulkan halusinasi).

b) Candu Getah dari buah Papaper somniferum setelah diolah akan menjadi adonan yang dinamakan candu metah. Candu kasar mengandung bermacam- macam zatzat aktif yang sering disalahgunakan. c) Morfin Morfin adalah hasil olahan dari opium atau candu mentah. Morfin merupakan alkaloida utama dari opium. Morfin berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakainnya dengan cara dihisap dan disuntikan.
d) Putau (heroin)

Heroin adalah depresan. Obat ini memperlambat jalannya pesan- pesan yang masuk dan keluar dari otak dan tubuh. Heroin berasal dari poppi opium, bunga yang tumbuh di iklim panas dan kering. Bunga ini menghasilkan bahan lengket yang dibuat heroin, opium, morfin dan kodein. e) Kokain Kokain sangat berbahaya berasal dari tanaman coca dan mengandung efek stimulan. Saat ini kokain masih digunakan dalam dunia kedokteran sebagai anastetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan. f) Metadon Metadon adalah narkotik sintetis yang kuat seperti heroin atau morfin, tetapi tidak menimbulkan efek sedatif yang kuat. Metadon biasanya disediakan pada program pengaliahan narkoba, karena dinilai lebih aman.

b. Psikotropika

10

Psikotropika berasal dari kata psiko yang berarti psikis atau kejiwaan, tropika yang berarti pusat atau sentral. Psikotropika merupakan senyawa obat yang bekerja sentral (pada pusat saraf atau otak) dan mampu mempengaruhi fungsi psikis atau mental (Majid, 2007). Untuk mengatur tentang psikotropika, maka pada tahun 1997 ditetapkan undang - undang mengenai psikotropika. Menurut Undang -

Undang RI No. 5 tahun 1997 psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetik bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku. Berdasarkan penjelasan dari Undang- Undang RI No. 5 tahun 1997 psikotropika dibedakan menjadi 4 golongan sebagai berikut: 1) Psikotropika Golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan bukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan ketergantungan. 2) Psikotropika Golongan II Psikotropika yang digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan ketergantungan. 3) Psikotropika Golongan III Psikotropika yang banyak digunakan dalam terapi dan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunayai potensi yang kuat

mengakibatkan ketergantungan.

4) Psikotropika Golongan IV

11

Psikotropika yang berhasiat untuk pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan menyebabkan penyalahguna. Beberapa jenis psikotropika yang sering disalahgunakan adalah sebagai berikut (Majid, 2007): a) Sabu- sabu Sabu- sabu (amfetamin) dibuat secara sitetis biasanya berbentuk bubuk putih, kuning atau coklat. Pemakainya sering dengan cara dihirup asapnya pelalui pembakaran menggunakan alat yang disebut Bong. b) Ekstasi Ekstasi biasanya berbentuk tablet atau kapsul berwarna dengan disain yang berbeda- beda. Nama lain dar ekstasi adalah dolphin, black heart, gober.
c) Obat penenang (depresan)

Biasanya berbentuk kapsul atau tablet yang dapat diresepkan oleh dokter untuk mengurangi setres, kecemasan dan membantu tidur. Namun sering disalahgunakan karena efek memabukkan. c. Zat adiktif Yang dimaksud zat adiktif adalah bahan atau zat selain narkotika dan psikotropika yang mempunyai pengaruh psikoaktif. Dengan kata lain zat adiktif adalah zat atau bahan kimia yang apabila masuk kedalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susuanan saraf pusat sehingga menyebabkan perubahan aktivitas mental, emosional dan prilaku. Dan apabila digunakan secara terus- menerus akan menimbulkan ketergantungan.

12

Adapun yang dimaksud barang berbahaya lain adalah bahan kimia yang dapat menimbulkan kecelakaan seperti keracunan, terbakar, karsinogenik. Bahan ini dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu (Majid, 2007): 1) Golongan 1 Yaitu bahan yang sangat berbahaya, baik secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan bahaya yang luas dan sulit penanganannya. Contohnya peptisida.
2) Golongan 2

Yaitu bahan yang mudah meledak. Contohnya minuman keras dan spiritus. 3) Golongan 3 Yaitu bahan karsinogenik dan mutagenik. Contohnya pewarna makanan, pewarna tekstil, pemanis buatan dan formalin. 4) Golongan 4 Yaitu bahan korosif (dapat menimbulakan luka atau iritasi). Cotohnya

beberapa bahan kosmetika dan bahan pengobatan.

2. Akibat penyalahgunaan NAPZA

Bagi mereka yang mengkonsumsi NAPZA akan mengalami gangguan mental dan prilaku, sebagai akibat terganggunya sistem neurotransmitter pada sel- sel susunan saraf pusat di otak. Gangguan pada sistem neurotransmitter akan mengakibatkan terganggunya fungsi kognitif (alam pikiran), afektif (alam perasaan atau mood atau emosi) dan psikomotor (prilaku). Adapun beberapa perubahan mental dan prilaku yang disebabkan karena pemakaian NAPZA menurut Hawari (2001) antara lain:

13

a. Ganja Mereka yang mengkonsumsi ganja akan memperlihatkan perubahan- perubahan mental dan perilaku sebagai berikut (Hawari, 2001):
1) Jantung berdebar - debar (palpitasi).

2) Gejala psikologik
a) Euphoria, yaitu rasa gembira tanpa sebab yang tidak wajar. b) Halusinasi dan delusi, halusinasi merupakan pengalaman panca indera tanpa

adanya stimulus yang menimbulkannya. Sedangkan delusi adalah keyakinan yang tidak rasional. c) Perasaan waktu berlalu dengan lambat. d) Apatis, bersikap acuh tak acuh, masa bodoh, tidak perduli terhadap tugas, sering kali menyendiri dan melamun, tidak ada kemauan atau inisiatif, dan hialangnya dorongan kehendak. 3) Gejala fisik
a) Mata merah (kemerahan konjungtiva), orang yang baru saja menghisap NAPZA

jenis ganja ditandai dengan warna bola mata yang memerah. Hal ini disebabkan karena pembuluh darah kapiler pada bola mata mengalami pelebaran (dilatasi).
b) Nafsu makan bertambah, ganja mengandung zat aktif tetra- hydrocannabinol

atau THC yang merangsang pusat nafsu makan di otak.


c) Prilaku maladaptive, tidak mampu lagi menyesuaikan diri atau beradaptasi

dengan keadaan secara wajar. Misalnya ketakutan, kecurigaan (paranoid), dan gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan yang dapat memicu prilaku kekerasan, pertengkaran dan prilaku antisosial lainnya.
b. Opiat (morphine, heroin atau putaw)

14

Bagi mereka yang mengkonsumsi NAPZA jenis opiat baik dengan cara menghirup asap setelah bubuk opiat dibakar atau disuntikan setelah bubuk opiat dilarutkan dalam air akan mengalami atau menunjukkan hal- hal sebagai berikut (Hawari, 2001): 1) Pupil mata mengecil atau sebaliknya melebar. Reaksi pupil mata dapat dilihat dengan melakukan tes sorotan cahaya pada mata yang bersangkutan. Misalnya bila mata diberikan sorotan cahaya, maka reaksi normal adalah pupil mengecil, tapi yang terjadi tidaklah demikian bahkan pupil mata melebar. Sebaliknya dalam keadaan gelap atau kurang cahaya biasanya pupil mata melebar, tetapi yang terjadi pupil mata mengecil.
2) Euforia atau sebaliknya disforia, euforia adalah gangguan pada afektif (alam

perasaan atau mood) yang bersangkutan merasakan kegembiraan dan kenyamanan tanpa sebab dan tidak wajar. Disforia adalah gangguan pada afektif dimana yang bersangkutan merasakan kemurungan, ketidaknyamanan,

cenderung merasa sedih serta lesu tak berdaya. 3) Apatis, bersikap acuh tak acuh, masa bodoh dan tidak perduli dengan lingkungan sekitarnya, kehilang kemauan dan inisiatif dan tidak merawat diri. 4) Retradasi psikomotor, yang bersangkutan merasakan kelesuan dan ketiadaan tenaga. Gerak dan aktivitas fisik merosot sehingga terkesan malas.
5) Mengantuk atau tidur. Setelah mengkonsumsi NAPZA jenis ini cenderung

menyebabkan tidur berkepanjangan. Pada umumnya penyalahguna tidak dapat tidur pada malam hingga dini hari, tetapi setelah dapat menggunakan NAPZA jenis ini yang bersangkutan dapat tidur hingga siang atau sore keesokan harinya.

15

6) Pembicaraan cadel (slurred speech), berbicara tidak jelas, hal ini disebabkan

karena gerakan lidah terganggu (kelu atau pelo) 7) Gangguan pemusatan perhatian dan konsentrasi 8) Daya ingat menurun 9) Tingkah laku mal adaptif Mereka yang sudah penyalahguna dengan NAPZA jenis ini jika pemakaiannya dihentikan akan timbul gejala putus opiat (withdrawal symptoms) yaitu (Hawari, 2001):
1)

Air mata berlebihan (lakrimasi) Cairan hidung berlebihan Pupil mata melebar Keringat berlebihan, kedinginan, menggigil. Mual, muntah dan diare Bulu rambut dan kuduk berdiri atau bergidik (piloreksi) Mulut menguap Tekanan darah naik Jantung berdebar- debar Suhu badan meninggi Sukar tidur Nyeri otot dan nyeri tulang belulang Nyeri kepala

2) 3) 4) 5)
6)

7) 8) 9) 10) 11) 12) 13)

14) Nyeri atau ngilu di persendian

15)

Mudah marah, emosional, dan agresif- destruktif


16

2.

Kokain Gejala- gejala yang ditimbulkan oleh pemakaian kokain dengan cara dihidu

(bubuk kokain disedot atau dihirup melalui hidung) antara lain (Hawari, 2001): 1)
2)

Agitasi psikomotor, kegelisahan, tidak tenang dan tidak dapat diam Rasa gembira yang selanjutnya menyebabklan fungsi kontrol diri menurun Harga diri meningkat Banyak bicara Kewaspadaan meningkat Jantung berdebar- debar Pupil mata melebar Tekanan darah naik Berkeringat berlebihan Mual muntah

3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10)

11) Prilaku maladaptive 3.

Amphetamine (ekstasi dan sabu- sabu) Gejalagejala yang ditimbulkan oleh pemakaian NAPZA jenis

Amphetamine adalah (Hawari, 2001): 1)


2)

Agitasi. Rasa gembira yang berlebihan (euphoria) Harga diri meningkat Kewaspadaan meningkat (paranoid) Halusinasi Jantung berdebar Tekanan darah naiik

3)
4)

5) 6) 7)

17

8) 4.

Tingkahlaku maladaptive Sedativa atau hipnotika Penggunaan NAPZA jenis sedative atau hipnotika akan menimbulkan

gangguan mental dan prilaku dengan gejala-gejala sebagai berikut (Hawari, 2001): 1)
2)

Emosi labil Hilangnya hambatan doronganatau impuls seksual dan agresif Mudah tersinggung dan marah Gangguan koordinasi Cara berjalan yang tidak mantap Gangguan perhatian dan daya ingat Prilaku maladaptif Dampak- dampak yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan NAPZA

3) 4) 5) 6)
7)

(Harlina,2006) adalah: a. 1)
a) b) c) d) e)

Bagi diri sendiri Terganggunya fungsi otak dan perkembangan Daya ingat menurun, sehingga mudah lupa Perhatian menurun, sehingga sulit berkonsentrasi Perasaan kacau, sehingga tidak dapat bertindak rasional, impulsive Persepsi, memberi perasaan semuatau khayal Motivasi, sehingga keinginan dan kemampuan kerjaatau belajar merosot. Intoksikasi (keracunan) Over dosis (OD) Gejala putus zat Berulang kali kambuh

2) 3) 4) 5)

18

6)

Gangguan prilakuatau mental- sosial Gangguan kesehatan Kendornya nilai- nilai, menjadi asosial, mementingkan diri sendiri. Masalah keuangan dan hukum

7)
8)

9)

5.

Bagi keluarga Keresahan keluarga karena barang- barang hilang untuk membeli narkoba,

anak sering berbohong, tidak bertanggung jawab dan asosial. Keputusasaan orang tua terhadap masa depan anak, malu dan marah sehingga mempengaruhi fungsi keluarga. Permasalahan ekonomi dan beban sosial (Harlina,2006). 6. Bagi sekolah Merusak disiplin dan motivasi belajar, turunya prestasi belajar, menggangu proses belajar dan putus sekolah (Harlina,2006).
7. Bagi masyarakat, bangsa dan Negara

Masyarakat yang rawanmenyalahgunakan NAPZA tidak memiliki daya tahan, sehingga kesinambungan pembangunan terancam. Negara menderita kerugian karena masyarakatnya tidak produktif dan tingkat kejahatan meningkat, termasuk sarana dan prasarana yang harus disediakan untuk menanggulangi hal ini (Harlina,2006).

C. Terapi Rehabilitasi Narkoba

1. Pengertian

19

Rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan atau keadaan yang dahulu atau semula, perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat di masyarakat (Hoetomo, 2005). Rehabilitasi adalah pemulihan kebentuk atau fungsi yang normal setelah terjadi luka atau sakit, pemulihan pasien yang sakit atau luka untuk dapat mandiri atau mendapatkan pekerjaan yang layak yang dapat dicapai dalam waktu yang sesingkat mungkin (Dorland, 1996). Rehabilitasi narkoba adalah upaya agar pasien penyalahguna NAPZA dapat kembali pada kondisi seperti sebelum menyalahgunakan narkoba, sesuai dengan Undang- Undang Republik Indonesia yang berlaku tentang narkotika dan psikotropika, upaya rehabilitasi medik dan sosial (Somar, L, 2001)
2. Tujuan rehabilitasi

a. Pasien menjadi sehat b. Dapat mengembalikan pengendalian emosi c. Memotivasi agar tidak mengulang penyalahgunaan NAPZA kembali
d. Menciptakan

sifat

prilaku

positif

untuk

mampu

menolak

tawaran

penyalahgunaan NAPZA e. Menanamkan kepercayaan diri f. Mendisiplinkan waktu dan prilaku sehari- hari secara efektif dan produktif g. Mengembalikan konsentrasi untuk belajar dan bekerja
h. Dapat diterima kembali oleh keluarga dan lingkungannya

3. Tahapan rehabilitasi Lambertus Somar membagi tahapan rehabilitasi menjadi empat tahap
20

a. Tahap pertama: proses transisi awal (1- 8 minggu)

Seluruh tahapan ini merupakan proses persiapan para korban narkoba untuk menemukan rencana rehabilitasi yang tepat, sesuai kebutuhan pribadi. Proses transisi awal ini melewati tiga titik penting yaitu:

1) Informasi atau kesatuan awal tentang adanya masalah. 2) Informasi klinis atau kesadaran lanjutan lewat orang yang kompeten akan

adanya penyakit-penyakit dan keputusan untuk menempuh bentuk- bentuk rehabilitasi yang baik.
3) Persiapan akhir lewat detoksifikasi dan stabilisasi awal. Data-data dan penilaian-

penilaian awal (assessment awal) tentang pasien dilakukan pada tahap ini.
b. Tahap kedua: proses rehabilitasi intensif (3- 8 bulan)

Proses penyembuhan pokok akan terjadi pada tahap ini yang diawali dengan penilaian lanjut yang lebih teliti (assessment lanjut) disertai komitmen awal pada program penyembuhan pribadi yang dilakukan bersama dengan pasien, keluarga dan pihak rehabilitasi. Pasien dituntun untuk memberdayakan hidupnya disegala bidang. Berani merubah diri dan menjadi unsur positif dalam hidup bersama tetapi jujur menerima keterbatasan diri dan keterbatasan orang lain. Masa depan dibentuk secara perlahan- lahan serta diisi secara lebih bermakna dan berkualitas.

Memperbanyak kontak dengan orang- orang luar dan hubungan yang berkualitas. Bentuknya berupa rawat jalan atau rawat inap. Tahap ini dikenal juga dengan tahap stabilitasi pribadi dan melewati tiga titik penting, yaitu:
1) Secara sadar dan tekun melepaskan diri dari berbagai penyakit yang

berhubungan dengan narkoba.

21

2) Menemukan jati diri, menguasai kiat- kiat dan keterampilan- keterampilan untuk

menyehatkan serta mengisi hidup secara lebih bermakna dan bermutu. Latihan keterampilan kerja dan pengungkapan diri mulai dibina.
3) Dengan inisiatif pribadi, dan secara sadar mulai berpikir dan bertindak untuk

mencapai prestasi- prestasi tertentu atau disebut juga tahap positive thinking and doing.
c. Tahap ketiga: proses transisi akhir (1- 6 bulan)

Tahap ini merupakan proses terakhir untuk pulang dan memasuki masyarakat. Pasien masih terikat dengan rehabilitasi formal, namun sudah mulai membiasakan diri dengan masyarakat luar, sehingga merupakan proses resosialisasi atau penyesuaian. Proses ini melewati tiga titik penting yaitu: 1) Tinggal lebih sering dan lebih lama di lingkungan keluarga sebagai tempat tinggal tetap maupun sebagai tempat tinggal transit untuk resosialisasi. Disini terjadi perdamaian dan penyesuaian- penyesuaian kembali dengan lingkungan 2) Rencana masa depan yang jelas dan siap direalisasikan dengan dukungan keluarga atau pihak- pihak lain. Disini pasien berdamai dengan dirinya sendiri, menatap kedepan lalu membuat pilihan pilihan hidupnya.
3) Kontak awal dengan kelompok-kelompok atau program-program pemeliharaan

lanjut (aftercare). Disini orang merasa puas, menerima dirinya apa adanya, lalu mempercayakan dirinya ketangan orang lain.
d. Tahap empat: pemeliharaan lanjut ( seumur hidup)

Kendati dinyatakan sehat, ketagihan psikologis masih akan tetap terasa cukup lama. Bau, warna, kebersihan, suasana, tempat dan lingkungan yang pernah membuat pasien terjerumus dalam pemakaian narkoba bisa menjadi pemicu

22

terjerumus dan kambuh lagi (slip and relapse). Para pengedar dan pengguna yang lain juga tidak akan kehabisan akal untuk menjaring kembali mantan pelanggannya. Proses ini melewati tiga titik penting yaitu: 1) Mengubah, menghilangkan atau menjauhi hal- hal yang bersifat nostalgia kesenangan narkoba. 2) Secara aktif dan berkala mengikuti program- program aftercare paling sedikit selama dua tahun. 3) Kalau mungkin ikut dalam program, kelompok atau gerakan anti- narkoba untuk mencegah timbulnya korban yang lebih banyak. Sedangkan Hawari (2001) membagi tahapan rehabilitasi narkoba menjadi dua tahap yaitu: a. Terapi (pengobatan) Terapi terhadap penyalahgunaan dan penyalahguna NAPZA terdiri dari dua tahapan yaitu detoksifikasi dan pasca detoksifikasi (pemantapan) yang mencakup komponen- komponen sebagai berikut:
1) Terapi medik- psikiatrik (detoksifikasi, psikofarmaka, dan psikoterapi)

Terapi detoksifikasi adalah bentuk terapi untuk menghilangkan racun NAPZA dari tubuh pasien penyalahguna dan penyalahguna NAPZA. Dalam terapi detoksifikasi digunakan obat-obatan yang tergolong major transquilizer yang ditunjukan terhadap gangguan sistem neuro-transmiter susunan saraf pusat. Selain itu juga dapat diguakan analgetika non opiat yaitu obat anti nyeri yang potensi dan efektivitasnya setara dengan opiat tetapi tidak mengandung opiat dan turunannya dan tidak menimbulkan ketergantungan dan ketagihan. Dapat pula digunakan
23

metode substitusi yaitu mengganti dengan turunan opiat tapi dengan dosis yang sedikit demi sedikit diturunkan. Adapun metode detoksifikasi yang memakai sistem blok total (abstinentia totalis), artinya pasien dengan penyalahguna NAPZA tidak boleh lagi menggunakan NAPZA atau turunannya, dan juga tidak menggunakan obat- obatan sebagai penggantiatau substitusi. Setelah menjalani terapi detoksifikasi proses mental adiktif masih berjalan, artinya rasa ingin (craving) masih belum hilang, sehingga kekambuhan masih dapat terulang kembali. Untuk mengatasi gangguan tersebut digunakan obat- obatan yang berkhasiat memperbaiki gangguan dan memulihkan fungsi neuro-transmiter pada susunan saraf pusat. Selain menggunakan obat- obatan golongan major tranquilizer juga menggunakan jenis obat anti depressant. Obat ini perlu diberikan karena dengan diputuskannya NAPZA pada pasien seringkali menimbulkan gejala depresi. Dengan terapi psikofarmaka baik dari golongan major tranquilizer maupun anti depressant tadi, maka gangguan mental dan prilaku dapat diatasi.
2) Terapi medik- somatik (komplikasi medik)

Yang dimaksud dengan terapi medik somatik adalah penggunaan obat- obatan yang berkhasiat terhadap kelainan fisik baik sebagai akibat terapi detoksifikasi yaitu gejala putus obat maupun komplikasi medik berupa kelainan organ tubuh akibat penyalahgunaan NAPZA. Pada umumnya pasien penyalahguna NAPZA kondisi fisik atau gizinya tidak baik, oleh karena itu perlu diberikan makanan dan

minuman yang berkalori dan bergizi tinggi, disertai dengan terapi fisik misalnya olahraga untuk memulihkan stamina atau daya tahan tubuh pasien. 3) Terapi psikososial

24

Yang dimaksud dengan terapi psikososial adalah upaya untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi dari pasien dalam kehidupan sehari- hari. Dengan terapi psikososial diharapkan prilaku antisosial dapat berubah menjadi prilaku adative behavior.
4) Terapi psikoreligius

Unsur agama dalam terapi bagi para pasien penyalahgunaatau penyalahguna NAPZA mempunyai arti penting dalam mencapai keberhasilan penyembuhan. Unsur agama yang mereka terima akan memulihkan dan memperkuat rasa percaya diri (self confidence), harapan (hope) dan ke imanan (faith). b. Rehabilitasi Program rehabilitasi lamanya tergantung dari metode dan program dari lembaga yang bersangkutan, biasanya lamanya program rehabilitasi antara 3- 6 bulan. Pusat atau lembaga rehabilitsi yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain: 1) Sarana dan prasarana yang memadai
2) Tenaga profesional

3) Manajemen yang baik


4) Kurikulum atau program rehabilitasi yang memadai dan sesuai kebutuhan

5) Peraturan dan tata tertib disiplin yang ketat agar tidak terjadi pelanggaran ataupun kekerasan 6) Keamanan yang ketat agar tidak memungkinkan peredaran NAPZA didalam pusat rehabilitasi. Untuk mencapai tujuan rehabilitsi secara menyeluruh diperlukan program rehabilitasi yang meliputi:

25

1) Rehabilitasi medik

Maksud dari rehabilitasi medik agar mantan penyalahgunaatau pasien NAPZA benar- benar sehat secaara fisik dalam arti komplikasi medik dapat disembuhkan. Hal ini berdasarkan hasil penelitian (Hawari, dkk, 1999) yang menyatakan bahwa para penyalahguna NAPZA 53, 57% mengalami kelainan paru, 55,10% kelainan lever, 56, 63% hepatitis C dan infeksi HIV 33,33%.termasuk dalam program terapi rehabilitasi ini ialah memulihkan kondisi fisik yang lemas. Tidak hanya memberikan makanan bergizi tetapi juga di imbangi dengan kegiatan olahraga yang teratur sesuai dengan komplikasi medik yang dialami oleh pasien. 2) Rehabilitasi psikiatrik Maksud dari terapi psikiatrik adalah merubah prilaku pasien dari maladaptif menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan sehingga dapat bersosialisasi dengan baik. Termasuk dalam

rehabilitasi psikiatrik adalah psikoterapiatau kunsultasi keluarga, penggunaan obatobatan psikofarmaka masih dapat dilakukan dengan catatan tidak menimbulkan ketagihan dan penyalahguna.

3) Rehabilitasi psikososial Dengan rehabilitasi psikososial dimaksudkan agar para pasien dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan sosialnya, yaitu rumah,

sekolahatau kampus dan di tempat kerja. Terapi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat, oleh karena itu paien perlu dibekali dengan

26

pendidikan dan keterampilan. Dengan demikian diharapkan bila pasien telah selesai menjalani terapi rehabilitasi dapat kembali melanjutkan sekolahatau kuliah atau bekerja. 4) Rehabiltasi psikoreligius Waktu selama dua minggu untuk menjalani terapi pasca detoksifikasi tidaklah cukup untuk memulihkan pasien supaya menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya. Dalam rehabilitasi psikoreligius diberikan penguatan iman dan keyakinannya terhadap Tuhan sesuai dengan agamanya, serta semua bentuk ritual keagamaan. Pendalaman, penghayatan dan pengamalan keagamaan atau keimanan akan menumbuhkan spiritual power pada pasien sehingga mampu menekan resiko seminimal mungkin terlibat kembali ke dalam penyalahgunaan NAPZA. 5) Forum silahturahmi Forum silahturahmi merupakan proram lanjutan yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh mantan penyalahguna (pasien yang telah selesai menjalani rehabilitasi) dan keluarga yang bertujuan terciptanya kemampuan untuk mengatasi segala permasalahan kehidupan dalam keluarga dan memperkecil resiko kekambuahan. Seorang mantan penyalahguna NAPZA baru dikatakan sembuh jika selama kurun waktu 2 tahun tidak lagi mengkonsumsi NAPZA. Selama dua tahun ia masih menjalani pengawasan, dan tes urin secara periodik

27

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Kerangka konsep Kerangka konsep adalah rancangan kasar dari sebuah tulisan yang memuat garis- garis besar. Kerangka konsep dibuat untuk memudahkan memahami proses penelitian dan menghindari penyimpangan langkah penelitian.

28

Faktor- faktor yang mempengaruhi: 1. Pengetahuan 2. Minat

Pasien penyalahguna NAPZA

Kepatuhan dalam mengikuti program terapi

Faktor lain: 1. Ekonomi 2. Transportasi 3. Dukungan Ket:

: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka Konsep Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien dengan Penyalahguna NAPZA Dalam Mengikuti Program Terapi Narkoba

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Variabel adalah suatu ukuran atau cirri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok tersebut (Nursalam, 2003). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel univarian yaitu Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien dengan

29

Penyalahguna NAPZA Dalam Mengikuti Program Terapi Narkoba di Program Terapi Rumatan Metadon Sandat RSU Sanglah Denpasar. 2. Definisi Operasional Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang di definisikan tersebut (Nursalam, 2003). Untuk menghindari perbedaan persepsi, maka perlu disusun definisi operasional yang merupakan penjelasan lanjut dari variabel sebagai berikut:

Tabel 1 Definisi Operasional Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien Penyalahguna NAPZA Dalam Mengikuti Program Terapi Narkoba

30

No

Variabel

Sub Variabel 1.Pengetah uan

Definisi operasional

Alat ukur

Faktorfaktor yang mempeng aruhi kepatuhan pasien penyalahg una NAPZA dalam mengikuti Program terapi rehabilitsi Nakoba di Program Terapi Rumatan Metadon Sandat RSU Sanglah Denpasar.

2.Minat terhadap program terapi

Pengetahua Kuesioner n adalah hasil tahu dari pasien tentang pengertian dan pengobatan penyalahgu na NAPZA Minat Kuesioner adalah keinginan dalam diri pasien untuk sembuh dalam terapi rehabiltasi Informasi adalah Kuesioner

Cara penga mbilan data Data primer

Skala ukur

Skala Guttman Ordinal Baik (76- 100%) Cukup (56- 75%) Kurang (<56%) Skala Likert Nominal Berminat Tidak berminat

Data primer

3.Informasi

Data primer

keterangan ,pesan atau berita tentang program rehabili tasi narkoba yang di dapatkan oleh pasien

Nominal Pernah mendapat informasi Tidak pernah mendapatkan informasi

BAB IV METODE PENELITIAN

31

A. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang direncanakan adalah penelitian deskriptif yaitu rancangan penelitian yang bertujuan menerangkan atau menggambarkan masalah penelitian (Setiadi, 2007). Peneliti tidak memberikan intervensi, hanya mengumpulkan informasi tentang faktor- faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien dengan penyalahguna NAPZA dalam mengikuti program terapi rehabilitasi narkoba di Program Terapi Rumatan Metadon Sandat RSU Sanglah Denpasar. Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional dimana peneliti hanya sekali melakukan pengukuran terhadap subjek penelitian (Nursalam, 2003). B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Program Terapi Rumatan Metadon Sandat RSU Sanglah Denpasar. Adapun waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2009. C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi penelitian Populasi adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memnuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dengan penyalahguna NAPZA yang mengikuti program terapi rehabilitsi narkoba di Program Terapi Rumatan Metadon Sandat RSU Sanglah Denpasar sejumlah 75 pasien. 2. Sampel penelitian Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini yang

32

menjadi sampel adalah pasien yang mengikuti program terapi rehabilitsi narkoba di Program Terapi Rumatan Metadon Sandat RSU Sanglah Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi. 3. Besar sampel Besar sampel dalam penelitian ini dapat ditentukan melalui perhitungan sebagi berikut (Setiadi, 2007):
N

n = 1+N(d2) n = n =
75 1+75(0,12) 75 1,75

Keterangan: N = besar populasi n = besar sampel d = tingkat kepercayaan yang dinginkan

n = 42,8 n = 43

4. Sampling Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi ( Nursalam, 2008). Sampel diambil dengan tehnik consecutive sampling yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu. a. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti.
1) Pasien yang menjalani terapi rehabilitasi di Program Terapi Rumatan Metadon

Sandat RSU Sanglah Denpasar.


2) Pasien yang bersedia menjadi responden. 3) Pasien yang bisa membaca dan menulis.

33

b. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab.


1) Pasien yang sedang dirawat di Program Terapi Rumatan Metadon Sandat

RSU Sanglah Denpasar.


2) Pasien yang tidak kooperatif.

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 1. Jenis data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh pasien 2. Cara pengumpulan data Data dikumpulakan dengan metode kuesioner. Langkah- langkah

pengumpulan data yaitu dengan pendekatan formal kepada petugas yang menangani masalah rehabilitasi narkoba di Program Terapi Rumatan Metadon Sandat RSU Sanglah Denpasar dalm mencari sampel penelitian kemudian melakukan pemilihan kriteria inklusi dan terakhir pendekatan secara informal kepada sampel yang diteliti dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, memberikan lembar persetujuan dan jika subjek bersedia untuk diteliti maka harus menandatangani surat persetujuan dan jika subjek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan menghormati haknya. 3. Instrumen pengumpulan data Instrument yang dipakai untuk pengumpulan data adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti sesuai dengan konsep teori tentang faktor- faktor yang hendak diukur dan definisi dari faktor- faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien dengan

34

penyalahguna NAPZA dalam menjalani terapi rehabilitasi. Dalam kuesioner tersebut terdiri dari dua bagian yaitu tentang karakteristik responden dan faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien dengan penyalahguna NAPZA dalam menjalani terapi rehabilitasi narkoba. Dalam kuesioner karakteristik responden memuat tentang jenis kelamin, umur,pendidikan,pekerjaan dan informasi tentang rehabilitasi narkoba yang didapatkan oleh responden. Sedangkan kuesioner faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien dengan penyalahguna NAPZA dalam menjalani terapi rahabilitasi narkoba dengan sub variabel pengetahuan berbentuk pernyataan tertutup dan menggunakan skala guttman yaitu dengan memberikan jawaban yang tegas benar atau salah. Untuk analisis jawaban responden diisi skor, untuk pernyataan positif bernilai 1 bila jawaban ya dan bernilai 0 bila jawaban tidak. Untuk pernyataan negatif, bernilai 1 jika jawaban tidak dan bernilai 0 jika jawaban ya. Sedangkan untuk variabel kepatuhan dan sub variabel minat

menggunakan skala likert berbentuk pernyataan tertutup untuk mengukur degree (sikap, pendapat dan persepsi) yang diterjemahkan menjadi komponen yang dapat di ukur dengan pemberian skor untuk pernyataan positif mendapatkan nilai 5 untuk jawaban selalu atau sangat setuju, dan nilai 1 untuk jawaban tidak pernah atau sangat tidak setuju. Untuk pernyataan negatif diberikan nilai 5 untuk jawaban tidak pernah atau sangat tidak setuju dan nilai 1 untuk jawaban sangat setuju dan selalu.

E. Pengolahan dan Analisa Data 1. Tehnik pengolahan data Langkah- langkah pengolahan data: a. Editing

35

Dengan memeriksa kelengkapan jawaban responden pada kuesioner, memperjelas, apabila ditemukan kejanggalan kuesioner dikembalikan dan responden diminta untuk mengerjakan ulang saat itu juga. 2. Pengecekan logis b. Koding Angket yang sudah terkumpul diperiksa kelengkapannya, kemudian jawaban responden diberi kode sesuai ketentuan. c. Entry atau Transfering Memasukkan data dalam komputer kemudian disimpan dalam bentuk disket
d. Cleaning atau Tabulasi

Mengecek

kesalahan-

kesalahan

dengan

contingency

check

yaitu

menghubungkan jawaban satu sama lain untuk mengetahui adanya konsistensi jawaban. 3. Analisa data Data yang sudah diolah kemudian diolah dengan analisis statistik deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang bersifat umum. Kemudian data tersebut dituangkan dalam bentuk narasi dan persentase. Sesuai dengan sub variabel pengetahuan, minat, dan informasi yang di dapatkan mengenai program rehabilitasi narkoba serta kepatuhan pasien dalam mengikuti program rehabilitasi

36

37

Anda mungkin juga menyukai