Anda di halaman 1dari 10

SIMULASI PENERAPAN CLOSED SYSTEM PADA DISTRIBUSI ELPIJI 3 KG (STUDI KASUS: DISTRIBUSI ELPIJI 3 KG KEC. KLOJEN - MALANG.

)
Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email: nariswari.ayu@gmail.com ; pujawan@its.ac.id Abstrak Sistem distribusi tabung Elpiji merupakan suatu closed loop supply chain. Seiring dengan diberlakukannya program konversi minyak tanah ke Elpiji 3 kg, terjadi persaingan antar pelaku yang menyebabkan ketidakteraturan dalam pendistribusian. Ketidakteraturan tersebut menyebabkan permintaan Elpiji manjadi fluktuatif sehingga jumlah kebutuhan tabung di tiap pelaku juga semakin tinggi. Penelitian ini akan mencoba untuk membandingkan kebutuhan tabung untuk sistem distribusi Elpiji 3 kg existing (sistem terbuka) dan sistem perbaikan (kebijakan sistem tertutup). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah simulasi diskrit menggunakan software Arena 5.0. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan diterapkannya sistem tertutup dalam distribusi Elpiji 3 kg dapat menurunkan jumlah stockout dan inventory di agen, tabung yang beredar di keseluruhan sistem serta jumlah pembelian tabung baru. Kata Kunci: Simulasi Diskrit, Closed Loop Supply Chain, Kebijakan Sistem Tertutup Abstract The distribution of LPG s tube is a closed loop supply chain. The existence of conversion program of petroleum into LPG causing a competition between each distribution player. That competition makes the distribution of LPG 3 kg unorganized and can cause volatile demand, so that LPG s tube need in each player decreased. This research will try to compare the need of LPG s tube for existing Elpiji 3 kg distribution system (open system) and closed system. This research used discrete simulation method with software Arena 5.0. This research resulted that closed system can reduce stock out, inventory, the amount of tube in whole system and the amount of new tube purchasing. Kata Kunci: Discrete Simulation, Closed Loop Supply Chain, Closed System Policy

Ni Putu Ayu Nariswari, I Nyoman Pujawan

1. Pendahuluan PT. Pertamina (Persero) merupakan perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company). Produk PT. Pertamina (Persero) yang menggunkaan konsep closed loop supply chain yaitu Elpiji. Elpiji menggunakan kemasan tabung yang merupakan reusable package yang akan kembali lagi ke SPPBE untuk diisi kembali setelah habis dipakai konsumen. Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Ditjen Migas Departemen ESDM Saryono Hadiwidjoyo mengatakan bahwa pemerintah memang telah mendengar adanya kasus-kasus penyalahgunaan Elpiji 3 kg, seiring dengan kenaikan harga pada bahan bakar sejenis dalam kemasan lainnya (Bisnis Indonesia, 2009). Salah satu kasus penyalahgunaannya diungkapkan oleh Ketua Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria. Beliau menyatakan bahwa disparitas harga antara Elpiji 12 kg dan 3 kg juga

mampu memancing perbuatan pidana bagi para pelaku yang melakukan pengoplosan atau memindahkan isi tabung Elpiji 3 kg (subsidi penuh pemerintah) ke tabung Elpiji 12 kg (subsidi oleh Pertamina) (Lampung Post, 2009). Selama ini, pelaku usaha cenderung menjual tabung 12 kg dengan mengambil jatah gas yang seharusnya diperuntukan untuk tabung 3 kg dengan dalih penjualan gas 12 kg lebih menguntungkan. Hal inilah yang menimbulkan kelangkaan gas untuk Elpiji 3 kg di masyarakat ujar Radu Malem Sembiring, Direktur Perlindungan Konsumen Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Depdag (Benyamin, 2009). Jalur Distribusi LPG 3 Kg berdasarkan "Pedoman Pencacahan dan Distribusi Elpiji 3 Kg" , No. 1688/F10000/ 2007-S3 berlaku tmt. 1 Agustus 2007 sebagai berikut (Pertamina, 2009).

Gambar 1 Jalur Distribusi LPG 3 Kg (Pertamina, 2009) Beberapa pangkalan dan pengecer Elpiji mengeluhkan tak adanya aturan pola distribusi yang tegas untuk isi ulang Elpiji bersubsidi isi 3 kilogram. Kepala gudang pangkalan Elpiji PT Bama Sekta Raya mengatakan, sekarang ini banyak agen yang langsung menjual Elpiji 3 kg dari Pertamina ke pengecer, tidak melalui pangkalan. Seorang pengecer gas Elpiji 3 kg menyatakan bahwa dia lebih memilih membeli Elpiji langsung ke Agen daripada ke Pangkalan, karena dia bisa menjualnya dengan harga lebih rendah (Kompas, 2009). Dari data penjualan yang didapatkan dari Unit Gas Domestik Region IV Pertamina, agen Elpiji 3 kg dapat mengisi gas dari beberapa SPPBE (Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji) yang ada. Contohnya, pada bulan Januari 2009, UD Agus Sarudji yang beralamat di Ketintang Timur mengisi gas ke Depot Filling Plant Tanjung Perak Surabaya, namun pada bulan Februari 2009 agen tersebut mengisi gas ke Depot Filling Plant Tanjung Perak Surabaya dan SPPBE Andhika Dian Utama. Saat ini pangkalan juga masih bisa mengambil Elpiji ke sejumlah agen, bahkan pengecer bisa mengambil Elpiji langsung ke sejumlah agen. Berikut ini merupakan gambar jaringan distribusi Elpiji 3 kg existing.

PT Pertamina mulai memberlakukan closed system pendistribusian elpiji kemasan tabung tiga kg mulai Agustus 2009 (Kompas, 2009). Closed system adalah suatu system distribusi tertutup yang diterapkan untuk pengisian dan penjualan Elpiji. Agen Elpiji di satu wilayah hanya bisa mengisi Elpiji di stasiun yang ada di wilayah itu (Kompas, 2009). Mereka juga hanya dibolehkan mendistribusikan Elpiji di wilayah yang sudah ditetapkan. Selain itu, masyarakat yang boleh membeli Elpiji hanya yang memenuhi kriteria. Kebijakan closed system ini dilakukan untuk menertibkan pengisian dan pendistribusian Elpiji 3 kilogram yang disubsidi pemerintah. Kebijakan closed system juga dapat membuat demand di seluruh pelaku lebih stabil sehingga dapat mengurangi kebutuhan tabung. Dengan berkurangnya jumlah kebutuhan tabung, berkurang pula investasi tabung Elpii 3 kg yang dilakukan pemerintah.

Gambar 3 Jaringan Distribusi Elpiji 3 kg Closed System Adanya persaingan antar pelaku distribusi membuat permintaan di hilir menjadi fluktuatif sehingga jumlah safety stock tabung yang dimiliki oleh tiap pelaku distribusi menjadi sangat tinggi. Penelitian ini akan mencoba untuk membandingkan kebutuhan tabung untuk scenario kebijakan distribusi yang berbeda yaitu: 1. Skenario terbuka (saat ini) dimana pengecer bisa mendapatkan pasokan dari sejumlah agen yang berbeda dan pengecer dapat berpindah ke agen yang lainnya. 2. Skenario tertutup dimana pengecer hanya boleh membeli dari satu agen dan tidak boleh berpindah-pindah ke agen lainnya. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Pengecer yang berpindah agen ditentukan dengan random ditribution, jarak antara pengecer

Gambar 2 Jaringan Distribusi Elpiji 3 kg Existing

dianggap sama karena berada dalam satu kecamatan, setiap agen memiliki 5 buah truk, dan penentuan alokasi agen ke pengecer berdasarkan wilayah. Sedangkan batasan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: penelitian ini dilakukan di PT. Pertamina UPMS V pada tanggal 1 Oktober 2009 31 Desember 2009, produk yang diamati adalah tabung Elpiji 3 kg, wilayah distribusi yang diamati adalah Kecamatan Klojen Malang, dan pelaku yang diamati antara lain SPPBE, Agen, dan Pengecer. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Closed Loop Supply chain Closed Loop Supply chain merupakan gabungan dari forward dan reverse supply chain dimana produk atau kemasan kembali ke original produsennya. Forward supply chain yaitu adalah pengelolaan aliran material, informasi, dan uang melalui jaringan organisasi-organisasi mulai dari supplier, pabrik,wholesaler/distributor hingga customer. Reverse supply chain merupaka kebalikannya. Menurut Guide dan Van Wassenhove, (2000) Closed-loop supply chain yaitu suatu aliran perputaran produk mulai dari konsumen, kembali ke pabrik untuk diproses ulang kemudian kembali ke konsumen sebagai barang yang akan dikonsumsi lagi oleh konsumen. Sedangkan menurut Dyckhoff et al., (2004) closed-loop supply chain adalah suatu strategi cycle-oriented dengan manajemen rantai/jaringan pasokan, recycling, dan pembuangan yang ramah lingkungan. Telah banyak penelitian-penelitian yang dilakukan dalam bidang closed-loop supply chain salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Fleischmann dan Minner (2004) tentang manajemen persediaan di closed-loop supply chain. Pada penelitian tersebut dibuat model matematis EOQ untuk closed-loop supply chain. Penelitian lainnya dilakukan oleh Kara et al (2006) yang mensimulasikan jaringan reverse logistic untuk mengumpulkan barang-barang bekas di kota Sydney dengan beberapa skenario. 2.2 Demand Management Peramalan permintaan adalah kegiatan untuk mengestimasi besarnya permintaan terhadap barang dan jasa tertentu pada suatu periode dan wilayah pemasaran tertentu (Pujawan, 2005). Meskipun telah dilakukan peramalan permintaan, pola permintaan umumnya tidak mudah untuk dipenuhi secara efektif oleh supply chain. Hal ini bisa terjadi pada pola

permintaan fluktuatif. Walaupun fluktuasinya bisa diramalkan dengan baik, biaya-biaya yang muncul pada supply chain bisa cukup besar kalaau fluktuasinya tinggi. Maka dari itu diperlukan suatu cara untuk mengelola permintaan. Demand management merupakan upaya untuk meyakinkan bahwa pola permintaan memiliki pola halus sehingga mudah untuk dipenuhi. Strategi yang dapat dilakukan untuk mengelola permintaan yang fluktuatif yaitu dengan menambahkan inventory buffer (Gangadharan, 2009). Pada pendekatan tradisional, banyak yang menganggap bahwa memiliki jumlah persediaan yang banyak dapat meredam efek yang ditimbulkan dari pola permintaan fluktuatif. Padahal, dengan memiliki jumlah persediaan yang banyak, asset tertahan yang dimiliki perusahaan semakin besar. Hal ini tentu saja tidak baik bagi perusahaan. Semakin banyak jumlah persediaan maka semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh suatu perusahaan (perusahaan itu semakin tidak produktif). Semakin sedikit jumlah persediaan maka tingkat kepuasan konsumen semakin kecil. Untuk itu, perlu dilakukan penentuan safety stock optimal yang dapat mencakup fluktuasi tertinggi pada permintaan (Gangadharan, 2009). 2.3 Safety stock Persediaan pengaman atau safety stock berfungsi untuk melindungi kesalahan dalam memprediksi permintaan selama lead time. Untuk mendapatkan gambaran seberapa besar ketidakpastian permintaan selama lead time tersebut, perusahaan perlu mengumpulkan data permintaan dan mencari distribusinya. Misalkan data permintaan berdistribusi normal maka yang perlu diketahui hanya standard deviasi permintaan selama lead time (Sdl) pada table distribusi normal standard dengan nilai Z (service level) yang sudah ditentukan perusahaan. Besar nilai safety stock tergantung pada ketidakpastian pasokan maupun permintaan. Pada situasi normal, ketidakpastian pasokan bias diwakili dengan standar deviasi lead time dari supplier, yaitu waktu antara perusahaan memesan sampai material atau barang diterima. Sedangkan ketidakpastian permintaan biasanya diwakili dengan standard deviasi lead time per periode. Kalau permintaan per periode maupun lead time sama-sama konstan maka tidak diperlukan safety stock karena permintaan selama lead time memiliki standard deviasi nol.

Nilai Sdl bisa dicari dengan mengumpulkan langsung data-data permintaan selama lead time untuk suatu periode yang cukup panjang, atau diperoleh dengan terlebih dahulu mendapatkan data rata-rata dan standard deviasi dua komponen penyusunnya, yaitu permintaan per periode dan lead time (Pujawan, 2005). Dengan mendapatkan empat parameter tersebut maka nilai Sdl bisa dihitung sebagai berikut: Dimana sl dan sd adalah standard deviasi lead time dan standard deviasi permintaan per periode. Sl semakin tinggi nilainya jika terdapat ketidakpastian yang tinggi pada lead time. Jika lead time konstan, maka Sl = 0. Begitu pula pada Sd yang semakin tinggi nilainya jika terdapat ketidakpastian yang tinggi pada demand. Jika demand konstan, maka Sd = 0. Jadi, semakin tinggi ketidakpastiannya maka semakin banyak pula safety stocknya. Dengan menggunakan patokan rumus tersebut maka dapat dilihat empat kondisi seperti yang ditunjukkan oleh gambar dibawah ini. 2.4 Supply chain Simulation Keuntungan melakukan simulasi pada supply chain antara lain (Chang, 2006): Membantu memahami keseluruhan proses supply chain dan karakteristiknya dengan animasi Dapat menangkap system dinamik. Dengan menggunakan distribusi probabilitas pengguna dapat memodelkan kejadian yang tak terduga dan efeknya terhadap supply chain. Dapat meminimasi resiko perubahan perencanaan. Pengguna dapat mensimulasikan scenario alternative sebelum merubah perencanaan. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan simulasi supply chain management antara lain (Chang, 2006): Memahami proses supply chain (memahami proses bisnis dan karakteristik industry) dan proses perencanaannya. Mendesain skenario Mengambil data Menentukan target untuk tiap ukuran performansi Menentukan termination condition Mengevaluasi kebijakan/strategi supply chain.

3. Identifikasi Elemen Sistem Dari pemaparan sebelumnya tentang gambaran umum sistem, maka langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi komponen sistem yang ada. Adapun komponen yang perlu di identifikasi adalah entity yang akan diamati, karakteristik dari tiap entity yang diamati (atribut), informasi yang ada di sistem yang dapat mempengaruhi sistem, aktivitas yang ada di dalam sistem, resource yang terlibat dalam sistem, data-data yang perlu diinputkan ke dalam sistem dan control (bagaimana sistem tersebut berjalan). a. Entity Entity yang akan diamati adalah tabung Elpiji 3 kg. Pada sistem distribusi Elpiji ini, tabung akan dibedakan menjadi tiga jenis yaitu kartu permintaan pengecer, tabung kosong dan tabung isi. 1) Kartu permintaan pengecer Entity ini banyaknya sama dengan jumlah pengecer dan kedatangan maksimumnya juga sejumlah pengecer, sehingga entity ini tidak akan bertambah. Entity ini memiliki karakteristik berupa atribut yaitu demand harian tabung elpiji pada pengecer. Atribut ini berbeda-beda antara pengecer satu dengan pengecer lain. Fungsi dari entity ini yaitu untuk memastikan bahwa setiap pengecer telah memesan dan menerima pesanan tabung elpiji dengan distribusi permintaan masingmasing. 2) Tabung kosong Entity ini merupakan kemasan produk yang dikembalikan dari pengecer ke agen. Jumlah entity ini sama dengan jumlah pesanan tabung isi dari agen ke pengecer. Di saat truk menurunkan tabung isi ke pengecer, truk juga akan mengangkut tabung kosong dalam jumlah yang sama. Entity ini nantinya akan masuk ke gudang agen, dan menjadi parameter terjadinya stockout. 3) Tabung isi Entity ini merupakan produk yang didistribusikan dari agen ke pengecer. Jumlah dari entity ini bergantung dari jumlah pesanan yang dilakukan oleh pengecer. Entity ini akan masuk ke gudang pengecer dan akan dibeli oleh konsumen sesuai dengan distribusi permintaan yang telah ada. b. Resource Resource yang ada di dalam sistem dan yang akan dipergunakan dalam model simulasi antara lain

karyawan agen, loading and unloading resource, dan mesin pengsisi LPG. 1) Karyawan Agen Karyawan agen ini merupakan resource dalam aktivitas pencatatan permintaan oleh agen. Karyawan agen ini terdapat pada tiaptiap agen. 2) Loading and Unloading Resource Loading and unloading resource merupakan pekerja yang menaikkan dan menurunkan tabung Elpiji dari truk. Resource ini merangkap sebagai sopir dan kernet truk yang mengangkut Elpiji. 3) Mesin Pengisi LPG Tiap SPPBE memiliki mesin pengisi LPG dengan jumlah tertentu. MEsin ini digunakan untuk mengisi tabung dengan gas LPG. c. Activity Aktivitas yang ada di dalam sistem antara lain: proses pencatatan permintaan, proses loading tabung Elpiji ke truk, proses unloading tabung Elpiji, dan proses pengisian tabung Elpiji. Aktivitas lainnya yaitu proses perpindahan tabung Elpiji dari agen menuju SPPBE, dari SPPBE menuju pengecer, dan dari pengecer menuju agen lagi. d. Control Ada beberapa aturan-aturan yang ada dalam sistem distribusi Elpiji 3 kg yang juga akan digunakan dalam simulasi, aturan-aturan tersebut antara lain: 1) Setiap pengecer memiliki satu buah agen langganan. 2) Terdapat promosi agen yang mengakibatkan pengecer pindah dari agen langganannya ke agen dengan harga lebih rendah. 3) Beberapa pengecer dapat membeli ke lebih dari satu agen dalam satu periode. 4) Pengecer yang agennya melakukan promosi tidak akan berpindah ke agen lain. e. Data yang dimasukkan ke dalam model Data-data yang akan dimasukkan dalam model simulasi antara lain data permintaan pengecer ke agen, data penjualan pengecer, data kapasitas truk pengangkut, dan data randomisasi pemilihan agen. 4. Pemodelan 4.1 Model Konseptual Model konseptual dari sistem amatan digambarkan dengan menggunakan Activity Cycle Diagram dan Flowchart. Model konseptual ini digunakan untuk menggambarkan sistem yang ada di lapangan ke dalam model secara konsep. Terdapat dua

macam model konseptual yang ada yaitu model konseptual existing dan model konseptual skenario perbaikan. 4.1.1 Model Konseptual Eksisting

Gambar 4 Activity Cycle Diagram Model Existing Dari ACD di atas dapat dilihat bahwa entity kartu permintaan pengecer datang lalu menuju proses pencatatan. Setelah itu, entity kartu permintaan akan mengantri realisasi pemesanan di agen. Entity baru yaitu tabung kosong yang di-generate berdasarkan atribut distribusi permintaan di masing-masing kartu permintaan pengecer. Entity ini akan masuk ke proses loading tabung ke truk dan dikirim ke SPPBE. Setelah tiba di SPPBE, entity ini masuk ke proses unloading lalu ke proses pengisian dengan resource berupa mesin pengisi. Setelah itu, entity kembali ke proses loading tabung di SPPBE dan dikirimkan menuju pengecer. Sesampai di pengecer, entity tabung isi akan dikenakan proses unloading, lalu entity tabung isi ini akan mengantri hingga tabung tersebut terjual. Entity tabung kosong yang ada di pengecer akan dikenakan proses loading, lalu dikirimkan ke gudang agen dan mengalami antrian pengambilan tabung kosong untuk diisi kembali. 4.1.2 Model Konseptual Perbaikan Pergerakan entity pada model skenario perbaikan ini sama saja dengan di model existing. Namun, pada model skenario perbaikan ini tidak ada proses pemilihan agen yang dilakukan oleh pengecer. Tidak adanya variabilitas harga jual Elpiji di tingkat agen menyebabkan pengecer tidak perlu lagi melakukan proses pemilihan agen untuk berpindah ke agen yang lebih murah. Gambar di bawah ini merupakan Activity Cycle Diagram model skenario perbaikan.

START

Kedatangan kartu permintaan

Antrian kantor agen

Proses loading tabung ke truk

Proses unloading tabung di SPPBE

Proses loading tabung di SPPBE

Proses pengisian tabung

Antrian SPPBE

Proses unloading tabung isi dan loading tabung kosong di pengecer

Antrian tabung terjual

Antrian tabung kosong terisi

FINISH

Gambar 5 Activity Cycle Diagram Model Skenario Perbaikan. 4.2 Model Simulasi Arena Dalam penelitian ini, software Arena 5.0 digunakan sebagai tools untuk melakukan proses running terhadap model simulasi yang ada. Model Arena yang dibangun berdasar pada model konseptual yang telah dirancang, baik itu model konseptual existing maupun model konseptual skenario perbaikan. Dalam proses pemodelan sistem yang ada, model skenario perbaikan model pengembangan perbaikan dari model simulasi Arena sistem existing. a. Kedatangan Karrtu Pengecer Entity masuk ke dalam sistem berupa kartu pengecer. Kartu pengecer yang masuk jumlahnya 90 buah, sama dengan jumlah pengecer. Kedatangan kartu pengecer hanya satu kali di awal running simulasi saja, karena entity kartu pengecer ini nantinya akan selalu berputar untuk memastikan setiap pengecer melakukan pemesanan pada setiap periode dengan distribusi jumlah pesanan yang sudah ditentukan. Setiap entity yang datang akan diberi assign variabel pengecer sesuai urutan kedatangannya. Lalu, entity tersebut akan dipisahkan menurut pengecernya masing-masing dalam modul decide. Setelah terpisah, entity kartu kedatangan akan diberi assign atibut berupa atribut penjualan dan atribut peng. Atribut penjualan ini besarnya sama dengan distribusi penjualan Elpiji di pengecer. Sedangkan atribut peng diassign untuk membedakan kartu pengecer tiap entity. Setelah itu kartu pengecer akan masuk ke stasiun pemilihan agen menggunakan modul route. Pada kondisi existing, terdapat 7 buah agen yang ada di Kecamatan Klojen. Agen 1 dan agen 3 memiliki demand yang paling kecil diantara yang lain sehingga, dua agen ini melakukan promosi dengan cara menurunkan harga. Hal ini mengakibatkan beberapa pengecer yang semula berlangganan di agen lain akan berpindah ke agen 1 atau agen 3. Sementara

pengecer yang memang berlangganan di agen 1 atau agen 3 akan tetap berada di agen tersebut. Maka, pengecer yang semula berlangganan di agen 2, 4, 5, 6, dan 7 akan diberikan assign berupa atribut distribusi kemungkinan pengecer tersebut akan berpindah agen. Assign atribut kemungkinan perpindahan pengecer dapat terlihat pada gambar di bawah ini. b. Stasiun Pemilihan Agen Entity kartu kedatangan pengecer akhirnya tiba di stasiun pemilihan agen. Pada stasiun ini, kartu kedatangan yang masuk akan di-batch terlebih dulu dengan batch size sebesar 90 untuk memastikan bahwa pesanan sudah terkirim ke semua pengecer sebelum pengecer melakukan pemesanan lagi. Setelah itu masuk ke modul record untuk memastikan jumlah pengiriman yang telah dilakukan. Lalu entity yang telah di-batch akan di-separate lagi sehingga kembali ke jumlah awalnya yaitu 90 buah. Entity kemudian masuk ke modul decide. Di modul ini, entity dipisah menurut atribut pengecernya masing-masing. Setelah itu, entity yang pengecernya berlangganan di agen 1 dan agen 3 langsung masuk ke modul route menuju ke kantor agen 1 dan kantor agen 2. Sedangkan untuk pengecer yang lain akan masuk ke modul decide yang fungsinya memisahkan pengecer tetap dan pengecer pindah. Semua pengecer yang berada di agen 2,4,5,6, dan 7 telah di-assign atribut kepindahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Distribusi atribut ini berkisar antara angka 0 hingga 1. Angka 0 jika pengecer itu tetap pada agen awal, dan 1 jika pengecer itu pindah ke agen 1 atau 3. Untuk memisahkan antara pengecer yang tetap dengan yang pindah, diberikan modul decide. Jika nilai atributnya lebih besar dari 0.5 maka kartu pengecer itu akan pindah ke agen 1 atau 3. Kartu pengecer pindah berasal dari agen 2 dan agen 7 akan pindah ke agen 1. Sedangkan yang berasal dari agen 4, agen 5, dan agen 6 akan pindah ke agen 3. c. Stasiun Kantor Agen Terdapat 7 buah stasiun kantor agen dalam sistem ini. Pada stasiun kantor agen entity kartu permintaan pengecer akan masuk ke modul decide lagi untuk dipisahkan menurut atribut pengecernya. Setelah itu , entity kartu pengecer akan masuk ke modul separate dengan tipe duplicate original sejumlah distribusi permintaan pengecer. Original entity yaitu kartu permintaan pengecer akan langsung masuk ke modul assign sedangkan Duplication entity yang sejumlah permintaan pengecer itu akan masuk ke modul assign dan diberi atribut turun tabung. Atribut turun tabung ini digunakan untuk membedakan antara kartu kedatangan dan tabung

permintaan pengecer nantinya di stasiun pengecer. Setelah itu, pengecer dalam satu agen dikelompokkan berdasarkan areanya masing-masing. Setiap kelompok area memiliki sebuah kendaraan yang akan mengangkut tabung elpiji sepanjang jalur disribusi akhir ini. Setiap kelompok akan diberi assign atribut kendaraan lalu masuk ke proses pencatatan. Setelah dari proses pencatatan jumlah permintaan itu akan masuk ke gudang agen. Pada gudang agen, jumlah tabung kosong akan dibandingkan dengan jumlah permintaan. Jika jumlah tabung kosong lebih kecil daripada permintaan maka agen harus menambah jumlah tabung. Jika jumlah tabung kosong lebih besar daripada permintaan berarti terdapat inventory tabung kosong di gudang agen. Setelah itu entity akan menuju ke stasiun agen. Agen yang sedang melakukan promosi (penurunan harga) yaitu agen 1 dan agen 3. Agen ini mendapatkan tambahan pesanan tabung dari pengecer yang bukan langganannya. Tambahan pesanan dari pengecer yang bukan langganannya akan dialokasikan pada truk tersendiri. Selain itu beberapa pengecer yang memiliki jumlah pesanan banyak juga memesan ke lebih dari satu agen. d. Stasiun Agen Sesampainnya di agen, entity akan masuk ke modul decide untuk dikelompokkan menurut atribut kendaraannya masing-masing. Setelah itu dilakukan proses loading tabung kosong ke truk yang kemudian diangkut ke SPPBE untuk diisi. Stasiun agen ini berjumlah 7 buah sesuai dengan jumlah agen. e. Stasiun Pengecer Sesampainya di stasiun pengecer, entity akan dipisahkan menurut atribut pengecernya. Entity yang tidak memiliki atribut pengecer ini akan melanjutkan perjalanan menuju stasiun pengecer berikutnya. Setelah itu, antara tabung isi dan kartu permintaan pengecernya dipisahkan. Kartu permintaan pengecer akan masuk ke modul separate untuk meng-generate demand end customer di tingkat pengecer. Lalu, entity kartu permintaan pengecer akan masuk dalam modul route untuk dialirkan kembali ke stasiun pemilihan. Sedangkan entity tabung isi yang turun akan masuk ke modul separate untuk meng-generate tabung kosong di pengecer. Karena, saat pengecer memesan tabung ke agen, jumlah pemesanannnya tabung harus sama dengan jumlah tabung kosong yang ada pada pengecer tersebut. Setelah itu, tabung kosong akan kembali ke stasiun gudang agen. Tabung isi yang berada pada pengecer akan masuk ke modul batch dan akan dibatch sesuai dengan permintaan tiap harinya.

4.3 Verifikasi dan Validasi Adanya replikasi dimaksudkan agar data yang didapatkan dari simulasi dapat mewakili populasi yang ada, penentuan banyaknya replikasi dapat dilakukan dengan uji kecukupan data dengan nilai error yang absolute (nilai nominal dari error yang diperbolehkan) atau yang relative (persentase dari output real system). Berikut adalah penentuan banyaknya replikasi dengan metode absolute dengan error yang akan ditanggung sebesar nilai half widthnya dan selang kepercayaan 95%. Tabel 1 Perhitungan Jumlah Replikasi No. Replikasi Jumlah output sistem 1 436590 2 436030 3 431450 4 433890 5 429770 Rata-rata 433546 St. dev 2924.291367 Variansi 8551480 Dari hasil perhitungandi atas maka dapat diketahui bahwa jumlah replikasi simulasi ini adalah 5 replikasi. Model simulasi yang akan dilakukan nantinya merupakan model simulasi non-terminating. Maka, diperlukan perhitungan waktu warm-up untuk mengetahui pada periode berapa model simulasi ini akan mencapai steady state. Penentuan w merupakan tahap pertama yang dilakukan dalam menentukan warm-up period, Nilai w yang digunakan w=3, karena sesuai dengan apa yang dikatakan Law dan Kelton (2000) bahwa nilai w tidak lebih dari m/4, dimana pada kasus ini nilai m adalah 13, maka 13/4 = 3.25 sehingga digunakan nilai w=3. Tabel 2 Perhitungan Moving Average
Periode (hari) 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 Replikasi 1 7203 4504 4580 4616 4819 4654 4708 4659 4616 4656 4659 4520 4897 2 4599 4449 4730 4569 4499 5396 4631 4822 6098 4994 5070 4699 4932 3 4661 4541 4530 3892 4834 6242 4626 4529 5744 4532 4785 4434 4642 4 4641 4795 4521 4559 4481 7576 4901 4850 3812 4808 4488 4882 4564 5 4660 4676 4682 4290 4566 4423 3459 4690 4540 4466 4455 4550 5710 Total 25764 22965 23043 21926 23199 28291 22325 23550 24810 23456 23457 23085 24745 Rata2 5152.8 4593 4608.6 4385.2 4639.8 5658.2 4465 4710 4962 4691.2 4691.4 4617 4949 MA 5152.8 4784.8 4675.88 4786.09 4722.83 4775.54 4787.34 4831.09 4827.83 4726.51

5200 5100 5000 Inventory 4900 4800 4700 4600 4500 4400 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Periode (Hari)

Gambar 6 Warm-up Periode Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa warm-up periode berada hari hari pertama hingga hari ke-20. Sebelum model dijalankan maka perlu dilakukan proses verifikasi untuk memastikan bahwa model yang dibuat telah sesuai dengan model konseptual dan sesuai dengan logika atau spesifikasi yang telah ditentukan. Hasil dari proses debug yang dilakukan dapat dilihat pada gambah di bawah ini.

Tabel 3 Perbandingan data lapangan dengan hasil simulasi Nomor Penjualan replikasi Penjualan (tabung) (tabung) 1 4908 4339 2 4741 4547 3 4561 4 4645 5 4657 Rata-rata 4702.4 4443 St dev 131.4450456 147.0782 Variansi 17277.8 21632 n 5 2 n-1 4 1 Dari hasil tersebut dapat disimpulkan Terima Ho. Jadi model simulasi dengan data lapangan tidak berbeda secara signifikan. 5. Analisa Hasil Simulasi Setelah dilakukan rekapitulasi jumlah stockout di tiap agen, yang selanjutnya dilakukan adalah mebendingkan jumlah stockout antara dua sistem tersebut. Didapatkan bahwa jumlah stockout pada agen dengan sistem terbuka jauh lebih banyak daripada sistem tertutup seperti pada tabel bawah ini. Tabel 4 Perbandingan Jumlah Stockout Jumlah Stockout Agen Sistem Sisten Terbuka Tertutup 1 5050 10 2 50 29 3 5090 14 4 32 16 5 0 177 6 0 30 7 0 96 Total 10222 372 Hal ini disebabkan karena promosi yang dilakukan oleh agen 1 dan agen 3. Agen 1 dan agen 3 yang biasanya mendapat pesanan tabung relatif sedikit, tiba-tiba pesanan itu melonjak karena adannya promosi dalam bentuk penurunan harga. Permintaan pada agen-agen yang lain berkurang karena beberapa pengecer yang dulunya berlangganan di agen tersebut

Gambar 7 Dialog Box Proses Verifikasi Validasi dilakukan untuk menguji keidentikan model konseptual dengan real system, validasi dapat dilakukan dengan cara menguji rataan dua sampel, dengan hipotesis awal rata-rata sampel pertama sama dengan rata-rata sampel kedua artinya model konseptual yang dibuat identik dengan real system. Hipotesis tandingan dibangun sesuai dengan kebalikan dari hipotesis awal. Karena jumlah n1 n2, maka metode yang digunakan adalah metode Welch Confidence Interval. Berikut ini perhitungannya.

berpindah ke agen yang sedang melakukan promosi. Hal ini dapat dilihat pada stockout yang terjadi pada agen lainnya. Pada agen lainnya seperti agen 2 dan agen 4 stockout terjadi dalam jumlah yang relatif sedikit sedangkan padaagen 5, agen 6 dan agen 7 sama sekali tidak terjadi stockout. Setelah dilakukan rekapitulasi jumlah inventory di tiap agen, yang selanjutnya dilakukan adalah mebendingkan jumlah inventory antara dua sistem tersebut. Didapatkan bahwa jumlah inventory pada agen dengan sistem terbuka lebih banyak daripada sistem tertutup. Jumlah inventory di sistem terbuka lebih banyak 9258 tabung dibanding sistem tertutup. Tabel 5 Perbandingan Jumlah Inventory Jumlah Inventory Agen Sistem Sisten Terbuka Tertutup 1 0 197 2 422 244 3 12 115 4 531 166 5 3344 1056 6 2819 755 7 7362 2699 Total 14490 5232 Semakin banyak inventory maka semakin banyak biaya inventory yang harus dikekuarkan. Pada sistem terbuka, Agen 1 dan agen 3 nyaris tidak memiliki inventory, hal ini disebabkan lonjakan permintaan di kedua agen tersebut. Sedangkan pada agen lainnya, inventory yang dimiliki sangat banyak, hal ini disebabkan karena pengecer yang biasanya memesan di agen tersebut pindah. Perpindahan pengecer menyebabkan tabung yang biasanya dialokasikan untuk pengecer tersebut jadi tidak terpakai dan menjadi inventory. Setelah dilakukan simulasi, maka dapat direkap data jumlah keseluruhan tabung yang beredar dalam sistem tersebut. Tabung yang beredar dalam sistem yaitu berupa tabung kosong dan tabung isi yang berada di agen, tabung isi yang menjadi inventory pengecer dan tabung kosong yang berada di pengecer untuk diambil lagi oleh agen. Hasil rekapitulasi data dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6 Perbandingan Jumlah Tabung yang Beredar Sistem Sistem Terbuka Tertutup Tabung (Agen) 4686 4001 Tabung Isi (Pengecer) 2325 2124 Tabung Kosong (Pengecer) 4589 4542 Total Tabung 11600 10668 Pada sistem terbuka, tabung yang berada pada agen, baik itu tabung kosong atau pun tabung isi, jumlahnya jauh lebih banyak daripada di sisitem tertutup. Selisih jumlahnya mencapai 685 tabung. Hal ini disebabkan karena adanya kettidakpastian permintaan di tingkat agen yang menyebabkan agen harus memiliki persediaan tabung yang banyak. Untuk jumlah tabung isi dan tabung kosong yang beredar di pengecer antara sistem tertutup dan terbuka bedanya hanya tipis. Hal ini disebabkan karena permintaan Elpiji di tingkat pengecer yang cenderung stabil. Dari hasil simulasi juga didapatkan jumlah kebutuhan pembelian tabung baru yang harus dilakukan oleh agen. Berikut ini disajikan jumlah kebutuhan pembelian tabung baru untuk tiap agen di sistem terbuka dan sistem tertutup. Tabel 7 Perbandingan Kebutuhan Pembelian Tabung Baru Pembelian Tabung Baru Sistem Sistem Agen Terbuka Tertutup 1 1252 13 2 81 55 3 1466 24 4 65 28 5 0 41 6 0 61 7 0 120 Total 2864 342 Di sistem terbuka dapat dilihat bahwa agen 1 dan agen 3 memerlukan pembelian tabung baru dalam jumlah yang lumayan besar yaitu masing-masing 1252 tabung dan 1466 tabung. Sedangkan pada agen 5, agen 6, dan agen 7 tidak memerlukan pembelian tabung baru. Hal ini disebabkan adanya perpindahan pengecer yang mengakibatkan terjadinya lonjakan permintaan di suatu agen dan penurunan jumlah permintaan di agen lain. Pada sistem tertutup, semua agen memiliki

kebutuhan tabung baru dalam jumlah yang hampir sama. Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa selisih kebutuhan pembelian tabung baru antara sistem terbuka dan sistem tertutup yaitu sebanyak 2522 tabung. 6. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Sistem perputaran tabung Elpiji 3 kg yang existing (sistem terbuka) mengakibatkan jumlah tabung elpiji di tingkat agen menjadi berlebihan karena permintaan tidak menentu. 2. Kebijakan closed system (sistem tertutup) dalam sistem perputaran tabung Elpiji 3 kg dapat mengurangi jumlah stockout, inventory, tabung yang beredar dalam sistem dan kebutuhan pembelian tabung baru. 3. Stockout yang terjadi pada agen selama 10 hari berkurang hingga 96% dari 10222 tabung menjadi 372 tabung pada sistem tertutup. 4. Inventory yang ada pada agen selama 10 hari berkurang hingga 64% dari 14490 tabung menjadi 5232 tabung. 5. Pembelian tabung baru berkurang selama 10 hari berkurang hingga 88% dari 2864 tabung menjadi 342 tabung pada sistem tertutup. 6. Jumlah tabung yang beredar dalam sistem perputaran tabung Elpiji 3 kg di Kecamatan Klojen ini berkurang hingga 8% awalnya sebanyak 11600 tabung, menjadi hanya 10668 tabung dengan diterapkannya sistem tertutup. 7. Daftar Pustaka Arifin, Miftahol (2009). Simulasi Sistem Industri. Graha Ilmu, Yogyakarta Arrifianto, Rudi (2009). Distribusi Elpiji 3 kg Tertutup (Senin, 12/10/2009) <URL: http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisiharian/pertambangan/1id141121.html > Benyamin, Maria A. (2009). Tataniaga Elpiji Perlu Diatur (24/08/2009) <URL: http://www.bsn.go.id/news_detail.php?news_i d=1244 > Chang, Y. (2006). Supply chain modeling using simulation. International Journal of Simulation, 2(1), 24-30. Christopher,M.(1992). Logistics and Supply chain Management. Pitman, London.

Dyckhoff, H., R Lackes., dan J Reese (2004). Supply chain Management and Reverse Logistics. Springer, Germany. Fleischmann dan Minner (2004). Supply chain Management and Reverse Logistics. Springer, Germany. Gangadharan, Rajesh. (2006). Supply chain Strategies To Manage Volatile Demand. <URL: http://www.sdcexec.com/online/article.jsp?id =9159&siteSection=4 > Guide V.D.R., Van Wassenhove L.N., 2000. Closedloop supply chains. Working Paper 2000/75/TM INSEAD, Fontainbleau, France. Kara, S., F. Rugrungruang., H. Kaebernick (2007). Simulation modelling of reverse logistics networks. International Journal of Production Economics, Vol.106, pp.61-69. Kompas (2009). Tata Niaga Elpiji 3 Kg Harus Dibuat (Rabu, 10/06/2009) <URL: http://regional.kompas.com/read/xml/2009/06 /10/18101527/Tata.Niaga.Elpiji.3.Kg.Harus.D ibuat.. > Kompas (2009). Rayonisasi Elpiji 3 Kilogram, <URL: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/08/18 /04064552/.rayonisasi.Elpiji.tiga.kilogram > Law, A., W. Kelton. (2000). Simulation Modeling and Analysis 3rd. McGraw-Hill Lampung Post (2009). Kenaikan LPG 3 kg Picu Pengoplosan (Senin, 12/10/2009) <URL: http://www.lampungpost.com/cetak/berita.ph p?id=2009101406062839 > Pertamina (2009). Frequently Asked Question. <URL: http://gasdom.pertamina.com/faq.aspx> Pujawan, I Nyoman. (2005). Supply chain Management. Guna Widya, Surabaya

10

Anda mungkin juga menyukai