Anda di halaman 1dari 8

Edisi II1/Agustus/2010

Optimalisasi Peran DPR di Sektor Keamanan

.: Indeks :.
Kabar Utama Advokasi
Insiden Bintan, Sebuah Test Case Jalan Berliku DPR Memperkuat Reformasi Sektor Keamanan

Pengantar

hasil kinerja mereka setelah masa transisi penyesuaian diri dan pembelajaran bagi 70% anggota dewan yang baru pertama mengemban amanat rakyat. Sayang, meskipun sudah melewati setengah masa sidang tahun kedua, hanya 7 dari 70 RUU (alias sebesar 10%) dalam pembahasan Program Legislasi Nasional 2010 yang telah berhasil disahkan. Dari keterangan Ketua DPR RI Marzuki Alie per 27 Agustus, ketujuh puluh RUU telah selesai naskah akademiknya sehingga setidaknya 50% dapat dituntaskan. Melihat lambannya gerak langkah DPR, target yang sudah diturunkan nampak tetap sulit dicapai. Begitupun apologi yang akan disampaikan sudah terbaca: tidak bisalah kualitas UU yang lahir dihitung dari kuantitasnya. Kalau sudah begini, perlu kita pertanyakan lebih lanjut, seberapa berkualitas perundangundangan yang dihasilkan anggota dewan yang terhormat setelah berkolaborasi dengan pemerintah? Di tengah kesibukan anggota dewan yang akan menempati gedung baru dengan budget Rp 1,6 triliun, DPR seakan tidak memiliki greget dan target untuk menggerakkan kembali reformasi sektor keamanan Indonesia yang melempem setelah pemerintah bersama TNI menganggapnya selesai. Padahal masih terdapat banyak masalah yang belum tuntas, antara lain restrukturisasi komando teretorial belum berlangsung, struktur Panglima TNI di bawah Presiden yang tak kunjung diatur, reformasi intelijen yang mandeg, serta kurangnya pengawasan terhadap Polri sehingga badan ini sarat KKN dan bertindak militeristik namun di sisi lain membiarkan ormas berani melakukan tindak kekerasan merajalela. Menyikapi hal-hal ini DPR tampak apatis (tidak pro aktif) dan cenderung terbawa arus media. RUU yang dibahas untuk digolkan justru RUU Komponen Cadangan yang dianggap kalangan masyarakat sipil masih bermasalah, dan bukan RUU yang pada periode sebelumnya hampir rampung dikaji yakni RUU Peradilan Militer yang pembahasannya hanya kurang empat pasal lagi. DPR juga kurang aktif menggunakan hak tanya dan cenderung menunggu suatu isu memanas, seperti yang terakhir kasus penangkapan kapal Kementrian Kelautan dan Perikanan oleh Malaysia yang membangkitkan konflik tertutup kedua negara atas tapal batas wilayah perairan dan TKI. Itu pun, permintaan interpelasi dibaca sebagai kepentingan politik permainan fraksi partai di DPR yang ingin meningkatkan daya tawar terselubung kepentingan partai dan individu. Suara-suara dari kelompok masyarakat sipil ikut teredam di tengah permainan kepentingan antar elit partai dalam fraksi di DPR. Keadaan ini tentu menjadi kendala bagi terwujudnya harapan masyarakat akan wakilnya, yang sering kali dinomorduakan setelah operasi public relation pemerintah.[]

ewan Perwakilan Rakyat yang terpilih tahun lalu idealnya telah menunjukkan

Studi

Anggota Parlemen Mendorong RSK: Parlemen Kanada NEWSLETTER ini diterbitkan atas kerjasama Institute for Defense, Security and Peace Studies (IDSPS), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Frederich Ebert Stiftung (FES). Kotak Kritik dan Saran Untuk informasi, kritik dan saran dapat disampaikan kepada redaksi melalui email di info@idsps.org atau melalui pos ke alamat sekretariat Institute for Defense, Security and Peace Studies (IDSPS), Jl. Teluk Peleng B-32, Komplek TNI AL Rawabambu, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Telp/ Fax: 62.21.7804191 NewsLetter ini dapat diakses dalam format file pdf melalui situs http://www.idsps.org dan http://www.ajiindonesia.org
SUSUNAN REDAKSI PENANGGUNGJAWAB: Mufti Makaarim A., Nezar Patria EDITOR: Amdy Hamdani KONTRIBUTOR: Asep Komaruddin, Fitri, Nurika Kurnia, Jojo Raharjo, Amin Mustakim DISTRIBUSI: Heri Kuswanto

Bagaimana Menilai Kebutuhan Legislatif


Setiap negara berada pada tahap SSR yang berbeda, berikut adalah pertanyaan untuk menilai penguatan spesifik apa yang dibutuhkan oleh parlemen. Jawaban jujur akan menjelaskan tindakan yang harus dilakukan kemudian untuk program pengembangan legislatif. 1. Berdasarkan hukum, seberapa besar kewenangan yang diberikan pada legislatif?. 2. Seberapa besar ruang politik yang dimiliki legislatif? 3. Seberapa besar kemauan legislatif untuk meningkatkan peran institusinya untuk menjadi aktor signifikan dalam sistem politik? 4. Seberapa baik interaksi pemerintah dengan masyarakat? 5. Seberapa baik kinerja legislatif dalam fungsi perumusan hukum dan pengawasan? 6. Seberapa baik sistem manajemen dan infrastruktur legislatif membantu anggota untuk melakukan fungsi representasi, perumusan hukum dan pengawasan? Sumber: UNDP Management Development and Governance Division, How to Conduct a Legislative Needs Assessment, (UNDP, 1999), hlm. 5 Newsletter | Edisi III/Agustus/2010 | 1

Kabar Utama

Insiden Bintan, Sebuah Test Case


Seberapa besar peran DPR melalui pelaksanaan fungsi lesgilasi, pengawasan dan anggarannya telah memperkuat sektor pertahanan dan keamanan?
Insiden Bintan, yang terjadi beberapa hari menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-65 Indonesia mungkin dapat memberi jawaban sepintas atas pertanyaan di atas. Saat itu, Jumat, (13/8) malam, polisi Malaysia menangkap tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia setelah terjadi insiden di perairan Tanjung Berakit, Bintan, Kepulauan Riau. Mereka kemudian ditahan di Johor Baru. Menurut laporan media, insiden ini berawal ketika lima petugas DKP menangkap basah lima kapal dengan tujuh nelayan Malaysia yang sedang mencuri ikan di perairan Tanjung Berakit. Kelima petugas DKP yang menggunakan kapal Dolphin 015 kemudian berbagi tugas. Dua orang tetap di atas kapal dengan membawa tujuh nelayan menuju Pelabuhan Sekupang, Batam. Sementara itu, tiga petugas lain turun dan menggandeng kelima kapal nelayan Malaysia itu. Namun, tiba-tiba kapal polisi Malaysia datang dan menghentikan aksi mereka dan meminta ke-tujuh nelayan negeri jiran itu dilepaskan. Petugas DKP menolak. Polisi peraiaran diraja Malaysia kemudian melepaskan tembakan ke udara sebanyak dua kali, dan menahan tiga petugas DKP yang berada di kapal nelayan Malaysia. Kami yakin perairan itu teritorial NKRI, kata petugas DKP Hermanto yang terlibat dalam peristiwa itu. Sementara itu, seorang nelayan Malaysia, Raszaidy, yang diamankan di Kantor Polairud di Sekupang, mengaku dirinya tidak mengetahui sudah berada di perairan Indonesia. Lalu apa yang dilakukan oleh anggota DPR, menyikapi insiden tersebut? Memang, DPR tak dimungkinkan segera mengeluarkan pernyataan/keputusan resmi melalui rapat kerja dengan pejabat setingkat menteri. Ketua DPR Marzuki Alie segera mengeluarkan komentar mendesak pemerintah segera menyelesaikan masalah perbatasan Indonesia dan Malaysia. Saya harap segera saja diselesaikan masalah perbatasan itu karena ini belum selesai-selesai, kata Marzuki di Gedung DPR, Senayan, Jakarta. Namun penyelesaian perbatasan cukup dilakukan oleh para politisi dan menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Kalau Presiden sudah bicara, siapa lagi yang bisa kontrol Presiden? Nggak ada kan, jadi hatihati Presiden jangan mudah bicara karena dampak dari bicara Presiden itu bisa menyangkut hubungan antarnegara, ujarnya. Marzuki pun menilai tepat sikap Presiden SBY yang datar dalam mengeluarkan pernyataan terkait sengketa perbatasan Indonesia-Malaysia. Presiden tidak boleh emosional dan apa yang dilakukan SBY sudah paslah, kata politisi Partai Demokrat ini. Diapun berpesan, penyelesaian masalah perbatasan harus ditempuh dengan hati-hati, tidak asal tembak langsung dan menyatakan perang yang malah bisa menghancurkan negara ini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memang menegaskan menjauhi kekerasan dalam menyikapi hubungan Indonesia Malaysia. Dalam tanggapannya yang disampaikan di Markas Besar TNI di Cilangkap, persoalan yang muncul antara indonesia dan Malaysia menurut Presiden tidak selalu berarti ancaman bagi kedaulatan dan keutuhan wilayah. Dan solusi yang paling tepat untuk mencegah dan mengatasi insiden serupa adalah dengan merundingkan batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia. Pemerintah berjanji menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah yang merupakan kepentingan yang sangat vital. Namun pemerintah memilih jalur diplomasi untuk meredakan ketegangan, dan sejauh mungkin menghindari konfrontasi terbuka. Sementara pada peringatan Hari Ulang Tahun Malaysia, Perdana Menteri Najib Rajak menyatakan, Malaysia siap menghadapi ancaman, baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Newsletter | Edisi III/Agustus/2010 | 2

Kabar Utama
Apa yang dikemukakan Presiden berbeda dengan keyakinan sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa Peristiwa Tanjung Berakit mengusik kedaulatan NKRI. Dari seluruh pesan yang ditujukan langsung kepada Malaysia ketika Presiden menyatakan memelihara hubungan baik dengan negara sahabat, terutama Malaysia sangat penting. Tapi Indonesia tidak akan mengkompromikan kepentingan nasionalnya, apalagi menyangkut kedaulatan dan keutuhan NKRI. Pesan yang disampaikan Presiden ditangkap negatif oleh sebagian masyarakat. Seolah menguatkan persepsi bahwa pemerintah terlalu lemah merespon tindakan polisi perairan diraja Malaysia. Emosi sebagian masyarakat pun tak makin turun dengan terjadinya barter yang tidak seimbang antara 3 petugas KKP dengan 7 nelayan Malaysia. Masyarakat yang kecewa menggelar aksi dan menghadiahi kantor kedutaan besar kerajaan Malaysia dengan kotoran, sementara kediaman warga Malaysia yang berada di Indonesia juga tak luput dari lemparan batu para demonstran. diharuskan untuk menjelaskan siapa yang bertanggung jawab dalam memerintahkan barter yang tak sederajat dan melecehkan kedaulatan republik dan atas dasar apa. Sebagai pejabat publik, seluruh otoritas kelautan harus memberi penjelasan atas insiden tersebut. Kementerian Luar Negeri tidak tinggal diam, dan telah melayangkan nota protes kepada pemerintah Malaysia. Namun tindakan itu dinilai tidak memadai, DPR mendesak Kementerian Luar Negeri untuk dimintai keterangan dan melayangkan permintaan maaf atas nama pemerintah Malaysia. Sebelumnya, di DPR juga berkembang wacana agar DPR menggunakan hak interpelasi. Tapi penggunaan hak interpelasi, oleh partai pendukung pemerintah dianggap tidak tepat. Sekretaris Fraksi PPP, M Romahurmuzi misalnya mengatakan interpelasi hanya akan menimbulkan antipati masyarakat terhadap DPR. Seolah dalam insiden kedaulatan, DPR bukannya membantu, malah merepotkan, ujarnya. Menurut dia, penyebab insiden tersebut adalah ketiadaan eksistensi sarana dan prasarana untuk menjaga perairan Indonesia. Masalah ini sebutnya memerlukan keberpihakan dan dukungan anggaran seluaruh pemangku kepentingan. Dia menyebut kebijakan nyata dalam APBN itu tepat dibicarakan pada pembahasan anggaran antara komisi-komisi di DPR beserta mitranya kerjanya yang akan berlangsung pada awal September mendatang. Karena hambatan keterbatasan tersebut, otoritas yang bertanggungjawab menjaga kedaulatan perbatasan diusulkan berbagi kavling. Baik Kementerian Pertahanan, Polri dan KKP, disarankan untuk berbagai kavling dalam pewilayahan, penjadwalan dan perlengkapan sarana dan prasarana penjaga perbatasan laut. Menurut dia di tingkat pusat perlu menyepakati siapa bertanggungjawab terhadap apa, kapan dan di wilayah mana. Dibalik upaya membenahi sarana dan prasarana penjaga perairan, DPR juga mencecar patroli yang dilakukan DKP. Anggota Komisi I dari Fraksi Kebangkitan Bangsa, Efendi Choirie mengungkapkan bahwa operasi DKP tanpa koordinasi dengan instansi lain mengindikasikan adanya masalah koordinasi, kalau tidak mau dikatakan persaingan diantara instansi yang bertanggungjawab menjaga perairan Indonesia.

Apa Setelah Hearing?


Setelah masa sidang dibuka pada 16 Agustus lalu, Komisi I DPR berinisiatif menggelar rapat kerja bersama Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. Pertemuan tersebut batal lantaran sedang ada rapat kabinet. Rapat kerja yang ditujukan untuk meminta penjelasan penangkapan tiga petugas DKP oleh polisi perairan diraja Malaysia berlangsung pada Rabu (25/8) siang. Menurut anggota Komisi I, Mahfudz Siddiq, ketika dihubungi mengatakan, pada rapat kerja tersebut Komisi I ingin mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya dari Menlu. Menurut Ketua Komisi I DPR ini, respon yang diberikan pemerintah Indonesia terhadap Malaysia terkait penangkapan tiga petugas dari KKP sangat lemah, sehingga terkesan menurunkan martabat bangsa Indonesia. Diapun menghimbau peristiwa tersebut harus dijadikan momentum untuk mempercepat pembahasan batas negara laut negara Indonesia dengan 10 negara tetangga, terutama dengan Malaysia. DPR juga menggali masalah geoposisi insiden Tanjung Berakit dalam teritori Indonesia, dimana pemerintah

Newsletter | Edisi III/Agustus/2010 | 3

Kabar Utama
Sementara DPR sendiri mengaku bukannya tak mau banyak berbuat dalam mengawasi penggunaan anggaran pertahanan yang banyak dipertanyakan kalangan masyarakat sipil. Mereka mengaku selalu menemui banyak kendala saat menjalankan fungsi controlling dan budgeting itu. Mantan Ketua Panitia Anggaran Komisi Pertahanan DPR RI, Happy Bone Zulkarnain memaparkan, kendala itu antara lain karena belum tersedianya kebijakan umum di bidang pertahanan negara, juga karena masalah anggaran pertahanan selama ini masih menjadi variabel dalam menentukan arah pengembangan postur pertahanan dan pemenuhan kebutuhan pertahanan berdasarkan persepsi pemerintah dan atau TNI sendiri. DPR juga kesulitan berhadapan dengan birokrasi institusi negara yang secara umum masih bersifat patrimonial, sehingga memberi andil terbukanya ruang penyimpangan dalam pengelolaan anggaran, dengan memanfaatkan karakteristik birokrasi militer yang kerapkali melakukan penugasan yang bersifat dadakan. Berdasarkan pengalaman kemitraan kerja Komisi I dengan Pemerintah maupun TNI selama ini, bisa dirasakan bahwa seolah terdapat dualisme kewenangan antara Menhan dan Panglima TNI dalam penetapan skala prioritas dalam pengelolaan anggaran. Karenanya, mari bersama-sama kita tunggu apa yang terjadi setelah Insiden Bintan itu? Akankah DPR, baik Komisi I yang membidangi Pertahanan maupun DPR secara paripurna, memanfaatkan momen ini untuk menunjukkan perannya dalam pengawasan sektor pertahanan termasuk mengontrol penggunaan anggaran untuk kepentingan menjaga kedaultan dan keutuhan negara. Tidak seperti yang sudah-sudah, justru memainkan peristiwa ini sebagai akrobat politik dan kemudian membawa mereka dalam sorotan utama media karena perannya yang hanya sibuk mengecam pemerintah tanpa ada hasil nyata dari setiap rapat kerja. perbatasan, terutama di laut. Belum lagi ketertinggalan pembangunan pertahanan laut selama ini tertinggal karena pembangunan TNI masih berorientasi pembanguan matra darat. Berkaca pada pengalaman lokal, dimana kerajaan Sriwidjaya dan Majapahit dulu yang dipandang justru berhasil karena membangun kekuatan lautnya. Sebagian kalangan di DPR tampak mengamini bila fokus pembanguan TNI ke depan diarahkan pada pembangunan TNI Angkatan Laut. Untuk itu DPR menghendaki agar Presiden refokusing pada anggaran TNI matra laut, karena Indonesia negara maritim. Kekuatan maritime ini adalah sesuatu yang telah hilang dari memori kolektif bangsa dan menurut M. Romahurmuzi pelakunya adalah pemimpinpemimpin kita sekarang ini. Dalam hal menaikkan anggaran pertahanan, sebenarnya perjuangan DPR menampakkan hasil, antara lain dengan kenaikan anggaran untuk sektor pertahanan. Dalam APBN 2011, anggaran untuk Kementerian Pertahanan naik 50% dari Rp 30 triliun menjadi Rp 45,2 triliun untuk memenuhi minimum essensial force. Persoalannya saat ini, sejauh mana anggaran sebesar itu dapat terbagi secara jujur dan adil, berapa persen yang benar-benar dimanfaatkan untuk menjaga kedaulatan Indonesia seperti penambahan kekuatan alutsista, penguatan pertahanan di wilayah perbatasan dan pulau terluar, serta juga yang tak kalah penting meningkatkan kesejahteraan prajurit sendiri. Sementara keterbatasan dukungan anggaran yang disediakan untuk TNI berdampak pada sulitnya mempertahankan kekuatan dan kemampuan yang ada. Dari alokasi anggaran TNI, sebesar 54% dipergunakan untuk belanja pegawai dan 27% diperuntukkan untuk belanja barang/jasa. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi pengembangan TNI ke depan, mengingat persentase terbesar alokasi anggaran TNI digunakan untuk belanja rutin (belanja pegawai dan belanja barang/jasa). Dan rendahnya alokasi anggaran untuk pembangunan material menyebabkan pemanfaatan pinjaman luar negeri tidak dapat dihindarkan.[]JR

Membangun Kekuatan Maritim Indonesia


Insiden Tanjung Berakit turut menyegarkan kembali pembangunan pertahanan di Indonesia. Dari sisi anggaran yang tersedia, diakui bahwa belum memadai untuk menopang penjagaan seluruh lintasan

Newsletter | Edisi III/Agustus/2010 | 4

Advokasi

Jalan Berliku DPR Memperkuat Reformasi Sektor Keamanan


Meskipun peran DPR RI dinilai sudah sejalan dengan praktek negara demokrasi, masyarakat berharap agar DPR RI mau dan dapat mengoptimalkan fungsi legislasi, pengawasan dan anggarannya. Belum tertatanya sektor keamanan sesuai dengan prinsip-prinsip tata pemerintah yang baik, salah satu penyebabnya adalah karena DPR tidak menjalankan fungsi tersebut secara optimal selama ini. Harapan yang disuarakan oleh kalangan masyarakat sipil tersebut, menurut Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf, lahir karena peran DPR RI belum cukup apalagi memadai untuk mensukseskan jalannya Reformasi Sektor Keamanan. Menurut dia, salah bila ada kalangan yang menilai harapan yang disuarakan oleh kalangan masyarakat sipil tersebut mau melupakan atau tidak mengapresiasi berbagai capaian yang telah dibuat oleh DPR RI. Dari pemberitaan media massa, hasil jajak pendapat, termasuk penelitian yang dilakukan oleh berbagai lembaga, mengungkap bahwa DPR di masa reformasi, dinilai banyak masyarakat memiliki kinerja yang buruk. Padahal sebagai lembaga yang mewadahi suara masyarakat, parlemen memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga dan menegakkan supremasi sipil terhadap aktor keamanan. Apalagi Indonesia adalah negara yang sedang melakukan transisi dari sistem yang otoriter ke demokrasi. Seharusnya menurut Al Araf, melalui penerapkan konsep tersebut dengan sungguh-sungguh, DPR dapat mewujudkan dua kondisi; kontrol yang demokratis atas aktor keamanan dan profesionalisme aktor keamanan dengan membangun objective civilian control terhadap aktor keamanan terutama militer. Jadi mengapa harus mencurigai harapan masyarakat sergahnya.

Mengurai Carut marut Fungsi DPR


Optimalisasi fungsi DPR RI sendiri, sangat terkait dengan agenda reformasi sektor keamanan yang belum tertuntaskan. Dalam bidang legislasi, parlemen harus dapat harus lebih pro aktif dan kritis atas regulasi-regulai bidang keamanan yang akan di bahas. Dalam daftar Program Legislasi Nasional 2010-2014 terdapat RUU Komponen cadangan, RUU Intelijen, RUU keamanan nasional, RUU rahasia negara yang akan dibahas di DPR. Pada pembahasan RUU tersebut, kalangan masyarakat sipil memerlukan DPR yang bisa membangun kerjasama yang terbuka dengan kelompok masyarakat sipil dan media masa di dalam mengkritisi rancangan undang-undang yang ada. Di banyak pembahasan RUU yang berkaitan dengan bidang keamanan, masyarakat sipil sudah sering dikecewakan, lantaran keterlibatan mereka sangat terbatas, bukan ikut mendrafting hanya menilai draft yang sudah dibuat oleh pemerintah. Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia Sri Yunanto, dalam bidang legislasi DPR punya kegagalan yang urgen dalam menghasilkan RUU Intelijen. Sangat jelas sekali kebutuhannya karena lembaga intelijen yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi akan dapat berfungsi sebagai mata dan telinga pembuat kebijakan, apalagi untuk mencegah persoalan berdimensi pertahanan, penegakan hukum dan ekonomi ungkapnya. Berkaitan dengan bidang pengawasan, masyarakat sipil menilai penting peran parlemen dalam menseleksi dan menyetujui Kapolri baru untuk mengatasi problem korupsi yang sudah akut di institusi kepolisian. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bahkan mensyaratkan bahwa calon Kapolri baru harus memiliki rekam jejak bersih dari praktek korupsi, pelanggaran HAM, dan nekad memutus semua masalah yang dihadapi institusi kepolian.
Newsletter | Edisi III/Agustus/2010 | 5

Advokasi
Apakah DPR akan berhasil, sementara kesan berbagai tekanan politik yang dilakukan oleh DPR, seringkali berakhir dengan kompromi politik. Menurut Sri Yunanto, di bidang pengawasan suara keras DPR terhadap berbagai kasus di media, tak ubahnya gertakan sambal, karena ujung-ujungnya aktor keamanan dan pemerintah melenggang dengan agenda sendiri. Sementara suara keras DPR, hanya untuk mencari dukungan untuk meningkatkan posisi tawar untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Pengawasan DPR terhadap sector pertahanan dan keamanan menurut Al Araf, seringkali tidak dilakukan secara sistemik dan berkelanjutan sehingga tidak membuahkan hasil. Contohnya pengawasan parlemen dalam mengawasi kondisi darurat militer di Aceh. Dalam kasus ini kendati parlemen telah mempermasalahkan penyimpangan yang dilakukan pemerintah di bidang keamanan, namun hal itu hanya sebatas pertanyaan atau teguran saja kepada pemerintah, tanpa dibarengi adanya sikap lebih lanjut yang bersifat korektif dan memperbaiki dari pengawasan yang telah dilakukan. Sementara dalam bidang anggaran, masyarakat sipil menilai hal urgen bagi parlemen untuk memikirkan pentingnya meningkatkan kesejahteraan aktor-aktor keamanan dan mengawasi proses pengadaan untuk aktor keamanan. Kegagalanyang DPR yang menonjol dalam menjalankan fungsi anggaran dapat dilihat dari dua hal; Ketidakmampuan DPR mengurai dan menjelaskan kepada masyarakat selisih antara pendapatan dan belanja. Dimana praktek penerimaan di luar APBN masih berlangsung di semua institusi keamanan. Kedua, kegagalan mencocokkan antara kerangka kerja sistem keamanan nasional yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Dari titik ini yang muncul malah DPR seakan hanya menyetujui keluhan minimnya anggaran yang disampaikan pemerintah. Namun, dengan demikian pula kenaikan anggaran dari tahun ke tahun, hasilnya makin tidak selaras dengan tingkat kepuasan publik, yang dari waktu ke waktu terus merosot terhadap kinerja semua institusi keamanan. Kebijakan anggaran masih terlihat tambal sulam, padahal masalah ini bisa diatasi bila pemerintah bersama dengan DPR mau membuat perencanaan anggaran yang lebih baik, untuk memenuhi hasil yang lebih baik dari anggaran yang kecil. Sayangnya, selain menyerah kepada kemauan pemerintah, panitia anggaran DPR tidak semuanya mengetahui dan punya kemauan keras mencegah terjadinya pemborosan anggaran sektor keamanan. Sementara untuk intelijen, fungsi legislasi, pengawasan dan angararan DPR masih carut marut sebab badan intelijen masih mewarisi sistem dan pengaturan masa lalu. Sri Yunanto mengatakan, selain tidak efektif, fungsi badan intelijen masih melampaui batas, bahkan masuk ke wilayah praktis.

Darimana Benahi Kinerja DPR


Kegagalan DPR bukan tidak punya sebab. Sri Yunanto memperhatikan paling tidak ada dua hal penyebab kegagalan. Pertama; hilangnya antusiasme DPR dan masyarakat sipil untuk menciptakan peluang politik. Kedua; kurangnya keahlian sebagian besar anggota DPR terhadap isu-isu keamanan. Konsekwensinya, DPR sebagai perwakilan rasionalitas publik yang bertugas mendengar, memperhatikan dan menyuarakan aspirasi dan kehendak rakyat tampak tidak berdaya dan tidak independen. Belum lagi adanya kepentingan personal dan partai telah mengorbankan kepentingan rakyat. Al Araf, merinci faktor lain yang menyebabkan peran DPR tidak efektif, yang meliputi; minimnya kualitas dan kuantitas staf ahli anggota DPR, faktor KKN di DPR, intervensi partai politik, banyaknya beban kerja anggota dewan, rendahnya tingkat kedisiplinan, minimnya kelompok oposisi di parlemen, terbatasnya anggaran DPR, kurang lengkapnya aturan-aturan yang mengatur masalah pertahanan-keamanan, buruknya pendokumentasian laporan pengawasan parlemen, hambatan birokrasi di pemerintahan, tidak adanya pola pengawasan yang sistemik (tidak ada framework pengawasan di DPR) sehingga follow up hasil pengawasan minim. Kalangan masyarakat sipil sendiri percaya, optimalisasi peran DPR dalam mendorong proses reformasi sektor keamanan maupun dalam memperkuat sektor keamanan dapat dilakukan dengan cara; mereformasi partai politik; menata ulang struktur komisi di dalam parlemen yang dapat meminimalisasi penumpukkan kerja; meningkatkan kuantitas dan kualitas staf ahli parlemen bidang pertahanan dan keamanan; dan meningkatkan kerjasamanya dengan masyarakat sipil. []AH
Newsletter | Edisi III/Agustus/2010 | 6

Studi

Anggota Parlemen Mendorong RSK: Parlemen Kanada


Terdapat berbagai fungsi pengawasan sektor keamanan yang merupakan kewenangan parlemen, dimana derajat signifikansinya diatur melalui hukum setempat. Di banyak negara, parlemen memiliki kuasa dan tanggung jawab untuk mendebat; menyetujui; meratifikasi dan mengawasi implementasi dari aturan serta kebijakan di sektor keamanan, bahkan di beberapa negara mereka memiliki tugas tambahan untuk memilih komandan tentara. Jika diringkas, peran parlemen adalah sebagai representasi masyarakat untuk melakukan check and balance; menjamin bahwa perumusan dan pelaksanaan kebijakan di sektor keamanan mewakili seluruh negara; berbagai prioritas dan kebutuhan ditangani; serta anggaran yang diberikan dan didistribusikan eksekutif efektif dan sesuai. Tidak semua negara menyadari pentingnya peran parlemen dalam reformasi sektor keamanan sehingga banyak yang tidak membuat hukum untuk mengatur otoritas bagi anggota dewan di bidang ini. Hal tersebut umum terjadi ketika eksekutifnya terlalu kuat dan otoriter. Untuk itu Canada Parliamentary Centre hadir. Institusi ini bekerja bersama parlemen melakukan pembangunan tata kelola pemerintahan yang baik dan akuntabilitas dalam fungsi pengawasan sejak berdiri tahun 1968. Pusat Parlemen Kanada Misi awal dari Pusat Parlemen ini adalah melakukan pembangunan kapasitas untuk anggota parlemen Kanada melalui pelatihan. Setelah lebih dari 40 tahun, kegiatan yang mereka lakukan lebih terarah dengan membaginya dalam kategori besar (a) penilaian dan perencanaan strategis, (b) pembangunan kapasitas, (c) penelitian dan publikasi, serta (d) melakukan jejaring antar parlemen di dunia, khususnya di bidang anti korupsi. Hingga kini Pusat Parlemen melakukan kerja sama untuk melakukan pengembangan diri anggota legislatif untuk menyokong parlemen di Asia, Afrika, Amerika Latin, Eropa Timur dan Timur Tengah. Kanada sendiri dikenal sebagai negara yang relatif damai. Walau tidak bisa dipungkiri mereka juga mengirim pasukan ke Afganistan dan Irak karena Kanada anggota NATO (Canadas Secret War, Common Ground, 2008) tetapi negara ini secara tradisional dihormati sebagai mediator perdamaian. Reputasi ini didapat sejak PM Kanada Lester Pearson yang juga pernah menjadi anggota parlemen, menyelesaikan sengketa Terusan Suez di tahun 1956 dan ditambah dengan aktifnya Lloyd Axworthy, seorang mantan anggota dewan sekaligus akademisi yang sukses membuat Kampanye Internasional Anti Ranjau Darat di tahun 1990-an. Anggota parlemen Kanada juga menjadi promotor pedamaian dunia melalui Parliamentarians for Global Actions (PGA) yang merupakan jejaring parlemen dari 105 negara. Selain itu, terdapat juga peran-peran anggota dewan, yakni: Inisiatif untuk mendorong kegiatan pemerintah dalam hal demokrasi dan reformasi sektor keamanan baik di dalam maupun luar negeri, antara lain dengan menyetujui anggaran bantuan pembangunan melalui Canadian International Development Agency (CIDA). Meratifikasi traktat internasional yang berkaitan dengan persenjataan maupun manajemen konflik. Berinisiatif untuk meminta perusahaan-perusahaan Kanada yang terkait dengan konflik lingkungan hidup untuk tidak melakukan kegiatan mereka yang mampu memperpanjang konflik. Secara aktif mendorong promosi penghormatan akan HAM (Darman, 2003, p. 20)

Perpustakaan Virtual dan Pembuatan UU Kontrol Senjata Perpustakaan dan data virtual adalah salah satu pendukung bagi anggota parlemen Kanada dapat bekerja secara aktif melakukan reformasi sektor keamanan. Perpustakaan virtual membuat kinerja mereka lebih efisien dan cepat karena tidak harus selalu membuat studi banding bagi anggota baru. Selain itu perpustakaan yang dibagi bersama melalui internet membuat pencarian kajian perkasus dan keterkaitannya dapat dicari lebih mudah melalui program komputasi, juga ramah lingkungan karena tidak menggunakan kertas berlebihan. Pustaka virtual parlemen Kanada juga merupakan cara diseminasi informasi yang cukup efektif bagi konstituen untuk mengetahui apa saja yang telah dan sedang dilakukan anggota dewan. Misalnya, parlemen Kanada yang mengawasi Departemen Pertahanan saat ini sedang menunggu laporan mengenai akses terhadap informasi dan privacy; mengkaji rancangan peraturan yang diusulkan oleh eksekutif mengenai bukti pada peradilan militer; dan mengevaluasi korban yang jatuh dan biaya yang dikeluarkan atas misi luar negeri tentara Kanada. Sementara terdapat aturan perundangan yang masih dalam perdebatan, seperti RUU Kontrol Senjata dan registrasinya (Bill C-391). UU tentang Senjata Api 1995 tidak memasukkan bela diri sebagai alasan kepemilikan senjata, walau KUHP Kanada mengijinkan penggunaannya untuk bela diri. Padahal sekitar 5.7% penduduk di negara itu memiliki senjata (sensus Kepolisian Kanada Juni 2010) dan rancangan perundangan ini mengatur pelaporan kepemilikan senjata dan penggunaannya. Di Kanada, proses legislasi akan melewati tiga kali proses pembacaan, satu proses pemeriksaan dan pelaporan komite, kemudian catatan untuk disahkan. Bulan November 2009, Bill C-391 telah melewati proses pembacaan kedua dan akan dibawa ke sidang umum. Namun setelah lewat beberapa bulan, oposisi dan komite yang mengkaji rancangan tersebut belum menyarankan agar pembahasan dilanjutkan karena meminta isinya diperbaiki. Voting akan keputusan tersebut akan dilakukan pada akhir 2010 dengan blok sama kuat liberal melawan konservatif. Sama seperti di setiap negara, keputusan akhir dalam pembuatan undang-undang pada akhirnya terletak pada kondisi politik.[]FBT
Newsletter | Edisi III/Agustus/2010 | 7

Friedrich-Ebert-Stiftung mendirikan kantor perwakilan Indonesia pada tahun 1968. Terutama sejak 1998, FES Indonesia telah menjalankan berbagai kegiatan untuk mendukung proses demokratisasi dan pembangunan sosial-ekonomi di Indonesia. Cakupan isu yang di tangani antara lain ialah demokratisasi, good governance, reformasi di bidang hukum, perlindungan hak asasi manusia, pencegahan dan resolusi konflik, reformasi sektor keamanan, dukungan kepada media yang bebas dan berimbang, serta isu-isu sosial, ketenagakerjaan, dan gender. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan melalui kerjasama dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat dan instansi pemerintah terkait. Kerjasama itu terjalin dalam bentuk seminar, lokakarya, diskusi, pelatihan, dan publikasi. FES Indonesia juga mendukung dialog internasional dengan mengirimkan berbagai delegasi, tenaga ahli, akademisi, dan jurnalis senior sebagai peserta di forum regional dan internasional. Secara berkala FES juga mengundang ahli-ahli dari Jerman dan negara-negara lain untuk memberikan presentasi di Indonesia. Jl. Kemang Selatan II No. 2A 12730 Jakarta-Indonesia Telp. +62 21-7193711; 71791358; 91261736 Fax. +62 21-71791358 E-mail. info@fes.or.id Website. http://www.fes.or.id _________________________________

Muara dari komitmen tersebut adalah terpenuhinya kebutuhan publik akan informasi yang obyektif. Untuk menjaga kebebasan pers, Aji berupaya menciptakan iklim pers yang sehat. Suatu keadaan yang ditandai dengan sikap jurnalis yang profesional, patuh kepada etika dan-jangan lupa mendapatkan kesejahteraan yang layak. Ketiga soal ini saling terkait. Profesionalisme-plus kepatuhan pada etika-tidak mungkin bisa berkembang tanpa diimbangi oleh kesejahteraan yang memadai. Bagi AJI, kesejahteraan jurnalis yang memadai ikut mempengaruhi jurnalis untuk bekerja profesional, patuh pada etika dan bersikap independen. Jl. Kembang Raya No.6 Kwitang-Senen, Jakarta 10420 Tel. +62 21 315 12 14 Fax. +62 21 315 12 61 Email: sekretariatnya_aji@yahoo.com; sekretariat@ ajiindonesia.org Website: www.ajiindonesia.org __________________________________

Institute for Defense, Security and Peace Studies (IDSPS) didirikan pada pertengahan tahun 2006 oleh beberapa aktivis dan akademisi yang memiliki perhatian terhadap advokasi Reformasi Sektor Keamanan (Security Sectors Reform) dalam bingkai penguatan transisi demokrasi di Indonesia paska 1998. Lembaga ini bekerja sama dengan komunitas dan kelompok masyarakat sipil yang didedikasikan bagi tumbuhnya pemerintahan dan negara yang demokratis serta berperannya masyarakat sipil dalam berbagai kebijakan sektor keamanan. IDSPS melakukan kajian kebijakan pertahanankeamanan, resolusi konflik dan hak asasi manusia (policy research) mengembangkan dialog antara berbagi stakeholders (masyarakat sipil, pemerintah, legislatif dan institusi lainnya) terkait dengan kebijakan untuk mengakselerasi proses reformasi sektor keamanan, memperkuat peran serta masyarakat sipil dan mendorong penyelesaian konflik dan pelanggaran hukum secara bermartabat. Jl. Teluk Peleng B-32 Komplek TNI AL Rawa Bambu, Pasar Minggu Jakarta Selatan, Jakarta-Indonesia Telp. +61 21-7804191 Fax. +61 21-7804191 Email. info@idsps.org/ idsps_indo@yahoo.com Website. http://www.idsps.org ____________________________

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) adalah sebuah organisasi yang mewakili para jurnalis profesional di Indonesia. Organisasi di tingkat nasional bernama AJI Indonesia, sedangkan AJI Kota merepresentasikan anggota AJI di 26 kota di seluruh Indonesia. AJI memiliki kepedulian besar terhadap isu kebebasan pers dan berekspresi di Indonesia. AJI mempunyai komitmen untuk memperjuangkan hak-hak publik atas informasi dan kebebasan pers. Untuk yang pertama AJI memposisikan dirinya sebagai bagian dari publik yang berjuang mendapatkan segala macam informasi yang menyangkut kepentingan publik.

Referensi

Darman, Rasheed. Democratizing Security for a Safer World: Parliaments as Peacebuilders. (Ontario: Parliamentary Centre, 2003) Virtual Resources for Parliamentary Researchers: Perspectives and Experiences from Around the World, (Ontario: Parliamentary Centre, 2005) Website Virtual Library parlemen Kanada, http://www2.parl. gc.ca/Sites/LOP/VirtualLibrary/index-e.asp Facts and Figures (April-June 2010): Canadian Firearms Program, Royal Canadian Mounted Police, http://www.rcmpgrc.gc.ca/cfp-pcaf/facts-faits/archives/quick_facts/2010/juneng.htm

Berita Media Indonesia, 16 Agustus 2010, www. mediaindonesia.com/.../Malaysia-Tahan-Tiga-Petugas-DKPIndonesia - Amerika Dasar Kewenangan DPR dalam Pengawasan Pengelolaan Anggaran Pertahanan, dibawakan Happy Bone Zulkarnain dalam FGD ProPatria Institute, 28 November 2007 Urgensi Peran Parlemen Dalam Reformasi Sektor Keamanan, Al Araf, bahan diskusi bulanan untuk kalangan jurnalis, Agustus 2010. Sukadis, Beni dan Eric Hendra Perjalanan Reformasi Sektor Keamanan Indonesia Lesperssi, IDSPS, HRWG, DCAF, 2008

Newsletter | Edisi III/Agustus/2010 | 8

Anda mungkin juga menyukai