Anda di halaman 1dari 19

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA


NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diberlakukannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan seiring dengan laju perkembangan jaman serta pembangunan, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga Nomor 8 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Gangguan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 18 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga Nomor 18 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Gangguan perlu ditinjau kembali dan disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Gangguan; Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie) Staatblad . 1926 Nomor 226 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatblad.1940 Nomor 14 dan 450; 2. UndangUndang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Tengah (Berita Negara Nomor 42 Tahun 1950); 3. UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685); 5. UndangUndang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran 1.

Mengingat

Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 6. UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888); 7. UndangUndang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 8. UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 9. UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 10. UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 11. UndangUndang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 12. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); 13. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3551); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang

18.

19. 20. 21.

22.

23.

24.

25.

Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan izin Gangguan di Daerah; Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga Nomor 18 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Gangguan (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga Nomor 8 Tahun 1998 Seri B Nomor 9); Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 22 Tahun 2003 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kabupaten Purbalingga (Lembaran Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun 2003 Seri D Nomor 10); Peraturan Bupati Purbalingga nomor 26 Tahun 2009 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Gangguan (HO) tertentu Kepada Camat di Kabupaten Purbalingga. Peraturan Bupati nomor 42 Tahun 2009 tentang Pembebasan Kewajiban Registrasi Ulang izin Gangguan (Berita Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 42 Tahun 2009); Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 14 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (Lembaran Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun 2010 Nomor 14); Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA DAN BUPATI PURBALINGGA MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Purbalingga.

Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah. 3. Bupati adalah Bupati Purbalingga. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah DPRD Kabupaten Purbalingga sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah. 5. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. 6. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta badan usaha lainnya. 7. Retribusi Izin Gangguan yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pembayaran atas Izin Gangguan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan. 8. Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. 9. Pemohon adalah pemohon Izin Gangguan. 10. Pemegang Izin adalah Pemegang Izin Gangguan. 11. Perizinan tertentu adalah kegiatan Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang atau badan usaha yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 12. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Purbalingga. 13. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi. 14. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah. 15. Perhitungan Retribusi Daerah adalah perincian besarnya retribusi yang harus dibayar oleh Wajib Retribusi (WR) baik pokok retribusi, bunga, kekurangan pembayaran retribusi, kelebihan pembayaran retribusi maupun sanksi administrasi. 16. Pembayaran Retribusi Daerah adalah besarnya kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib retribusi sesuai dengan SKRD dan STRD ke Kas Daerah atau ketempat lain yang ditujuk dengan batas waktu yang telah ditentukan. 17. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda; 18. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya. 19. Surat Pendaftaran Obyek Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPORD adalah surat yang digunakan oleh Wajib Retribusi untuk melaporkan data obyek retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi terhutang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 20. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah Retribusi yang terutang. 21. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Besar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena kredit retribusi yang lebih besar dari retribusi terutang atau tidak seharusnya terutang. 22. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Yang Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKRDKBT adalah Surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan. 2.

Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD, SKRDLB atau terhadap pemotongan atau pungutan oleh pihak ketiga yag diajukan oleh Wajib Retribusi. 24. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah. 25. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya. 26. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan. 27. Penyidikan tindakan pidana di bidang retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindakan pidana di bidang retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya. 28. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PPNS, adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Pemerintah Daerah. 23. BAB II BAGIAN PERTAMA IZIN GANGGUAN KEWAJIBAN Pasal 2 (1) Semua tempat usaha di daerah wajib memiliki Izin Gangguan yang dikeluarkan oleh Bupati atau Pejabat yang diberi kewenangan untuk itu; (2) Untuk memiliki Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, yang dilakukan oleh Subyek Retribusi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Peraturan Daerah ini, pemohon mengajukan permohonan secara tertulis kepada bupati dengan cara mengisi formulir yang disediakan. (3) Jenis-jenis tempat usaha sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah sebagai berikut : a. Jenis usaha yang dijalankan dengan alat kerja kekuatan uap air dan gas, demikian pula dengan electrometer dan tempat usaha lainnya yang mempergunakan uap air gas atau uap bertekanan tinggi. b. Jenis usaha yang dipergunakan untuk memperoleh, menjalankan dan menyimpan mesiu dan bahan peledak lainnya, termasuk pabrik dan tempat penyimpanan petasan; c. Jenis usaha yang dipergunakan untuk membuat ramuan kimia, termasuk juga pabrik korek api; d. Jenis usaha yang dipergunakan untuk memperoleh, mengerjakan dan menyimpan benda-benda yang mudah menguap;

e. Jenis usaha yang dipergunakan untuk penyulingan kering dari benda-benda tumbuhan dan hewani yang diperoleh daripadanya termasuk pabrik gas; f. Jenis usaha yang dipergunakan untuk mengerjakan lemak-lemak dan damar; g. Jenis usaha yang dipergunakan untuk menyimpan dan mengerjakan sampah; h. Pengepingan kecambah, pabrik bir, pembakaran, perusahaan penyulingan, pabrik spiritus dan cuka dan perusahaan penyaringan, pabrik tepung dan perusahaan roti serta pabrik stroop buah-buahan. i. Tempat Pemotongan Hewan, tempat pengulitan, perusahaan pembersihan jeroan, tempat penggaraman, bahan-bahan asal dari hewan, begitu pula tempat penyamakan kulit; j. Pabrik porselen dan tembikar, tempat pembuatan batu merah, genteng, ubin dan tegel, tempat pembuatan barang dari gelas, tempat pembakaran kapur, gipsa dan tempat pembasahan kapur; k. Tempat pencairan logam, tempat pengecoran, tempat pertukangan besi, tempat penempaan logam, tempat pemipihan logam, tempat pertukangan kuningan dan blik dan tempat pembuatan ketel. l. Tempat penggilingan tras, kayu dan minyak; m. Tempat pembuatan kapal, tempat pembuatan barang dari batu dan penggergajian, pembuatan penggilingan dan pembuatan kereta, tempat pembuatan tong dan pertukangan kayu; n. Tempat persewaan kendaraan dan perusahaan susu; o. Tempat latihan menembak; p. Tempat penggantungan tembakan; q. Pabrik tapioka; r. Pabrik untuk mengerjakan karet, getah perca atau bahan-bahan yang berkejal (mengandung unsur karet); s. Gudang kapuk, perusahaan batik; t. Bentuk usaha yang menggunakan mesin penggerak; u. Warung dalam bangunan tetap, begitu juga tempat usaha lainnya yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan. (4) Disamping jenis tempat usaha yang sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini adalah tempat usaha yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan. (5) Prosedur permohonan izin gangguan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dan jangka waktu penerbitan izin gangguan selambat-lambatnya 32 (tiga puluh dua) hari kerja terhitung sejak permohonan tersebut diterima secara lengkap dan benar. KRITERIA GANGGUAN Pasal 3 Kriteria gangguan dalam penetapan izin terdiri dari: lingkungan; sosial kemasyarakatan; dan ekonomi. (2) Gangguan terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi gangguan terhadap fungsi tanah, air tanah, sungai, laut, udara dan gangguan yang bersumber dari getaran dan/atau kebisingan. (3) Gangguan terhadap sosial kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi terjadinya ancaman kemerosotan moral dan/atau ketertiban umum. (4) Gangguan terhadap ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi ancaman terhadap: a. penurunan produksi usaha masyarakat sekitar; dan/atau b. penurunan nilai ekonomi benda tetap dan benda bergerak yang berada di sekitar lokasi usaha.
(1) a. b. c.

Pasal 4 (1) Izin Gangguan diberikan kepada orang atau badan berlaku selama usaha bersangkutan masih berjalan atau beroperasi dan tidak perlu melakukan pendaftaran ulang atau registrasi ulang. (2) Pembebasan pendaftaran ulang atau registrsi Izin Gangguan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak berlaku apabila usaha telah mengalami perkembangan jenis dan kapasitas produksi paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus), mengalami perubahan alamat atau perubahan kepemilikan. (3) Untuk pelaksanaan perpajangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini dikenakan retribusi sebesar 75% (tujuh puluh lima per seratus) dari retribusi izin gangguan yang ditetapkan bagi perusahaan yang bersangkutan. (4) Prosedur pelaksanaan perpanjangan Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Bupati.

PENGAWASAN DAN SANKSI Pasal 5 Bagi usaha yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diwajibkan memiliki dokumen pengelolaan lingkungan hidup berupa UKL-UPL atau AMDAL maka dokumen UPL-UKL dimaksud menjadi salah satu syarat menerbitan Izin Gangguan. Dokumen UPL-UKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapakan rekomendasi dari Kantor Lingkungan Hidup atau perangkat aparat daerah yang diberikan kewenangan untuk itu. Pengawasan dan pengendalian atas diterbitkannya Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggungjawab dan kewenangan KPMPT dan Kantor Lingkungan hidup dengan berkoordinasi dengan Intansi terkait. Pasal 6 Bupati dapat mencabut Izin Gangguan dan rekomendasi UPL-UKL atau AMDAL yang dimiliki perorangan atau badan apabila yang bersangkutan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Izin Gangguan, UPL-UKL atau AMDAL. Pasal 7
(1) Setiap pelaku usaha wajib mengajukan permohonan perubahan izin dalam hal

1)

2)

3)

melakukan perubahan yang berdampak pada peningkatan gangguan dari sebelumnya sebagai akibat dari: a. perubahan sarana usaha; b. penambahan kapasitas usaha; c. perluasan lahan dan bangunan usaha; dan/atau d. perubahan waktu atau durasi operasi usaha. (2) Dalam hal terjadi perubahan penggunaan ruang di sekitar lokasi usahanya setelah diterbitkan izin, pelaku usaha tidak wajib mengajukan permohonan perubahan izin. (3) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi oleh pelaku usaha, Pemerintah Kabupaten/Kota atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat mencabut Izin Usaha.

Pasal 8 (1) Terhadap tempat usaha yang sudah memiliki gangguan dan dipindah-tangankan wajib untuk balik nama. (2) Untuk pelaksanaan balik nama sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenakan retribusi sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari retribusi izin gangguan yang ditetapkan bagi perusahaan yang bersangkutan. (3) Prosedur pelaksanaan balik nama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Bupati. KEGIATAN DAN/ATAU USAHA YANG TIDAK WAJIB IZIN Pasal 9 Setiap kegiatan usaha wajib memiliki izin kecuali: a. kegiatan yang berlokasi di dalam Kawasan Industri, Kawasan Berikat, dan Kawasan Ekonomi Khusus; b. kegiatan yang berada di dalam bangunan atau lingkungan yang telah memiliki izin gangguan; dan c. usaha mikro dan kecil yang kegiatan usahanya di dalam bangunan atau persil yang dampak kegiatan usahanya tidak keluar dari bangunan atau persil. BAB III NAMA SUBYEK, OBYEK DAN GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 10 Dengan nama retribusi izin gangguan dipungut retribusi atas pemberian izin gangguan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan. Pasal 11 Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menikmati pelayanan Izin Gangguan. Pasal 12 Obyek retribusi adalah pemberian, pelayanan izin gangguan. Pasal 13 Retribusi Izin Gangguan digolongkan retribusi perizinan tertentu. BAB IV CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 14

(1) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis usaha, tempat usaha, lokasi gangguan yang diakibatkan. (2) Luas ruang tempat usaha, sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah luas bangunan yang dihitung sebagai jumlah luas setiap lantai dan tempat yang digunakan untuk fasilitas perusahaan. (3) Lokasi tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Desa, jalan setapak atau jalan lingkungan. BAB V PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 15 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan serta menutup biaya penyelenggaraan pemberian izin. (2) Biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini meliputi biaya pengecekan dan pengukuran ruang tempat usaha, biaya pemeriksaan dan biaya transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian. Pasal 16 (1) Struktur tarif berdasarkan atas lokasi tempat usaha, golongan jenis usaha dan jasa dikenakan retribusi yang besarannya sebagaimana tercantum dalam tabel atau tarif ditentukan sebagai berikut : Golongan Jenis Usaha Perdagangan Industri (Rp./m2) Rp./m2 Dalam Luar Kawasan Kawasan B M K JALAN KABUPATEN B M 1.300,1.100,900,700,600,500,900,800,700,900,800,700,1.500,1.300,1.100,900,800,700,1.000,900,800,Jasa (Rp./m2)

Lokasi Tempat Usaha (Jalan) JALAN PROPINSI

1.100,900,800,-

K JALAN DESA B M K JALAN SETAPAK B M K 900,700,600,500,400,300,600,500,400,700,600,500,1.100,900,700,600,500,400,700,600,500,800,700,600,-

(2) Jenis usaha yang menggunakan tenaga mesin di dalam kawasan industri sebesar Rp. 1.500,- (seribu lima ratus rupiah)/PK. (3) Jenis usaha yang menggunakan tenaga mesin di luar kawasan industri sebesar Rp.2.000,- (dua ribu rupiah)/PK. (4) Biaya pemeriksaan apangan dibebankan kepada pemohon. Pasal 17 (1) Seluruh hasil retribusi sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 disetor ke Kas Daerah. (2) Penggunaan hasil retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati. BAB VI TATA CARA PENGHITUNGAN RETRIBUSI Pasal 18 Tata cara penghitungan retribusi adalah perkalian luas ruangan tempat usaha, lokasi tempat usaha, jenis tempat usaha dan hasil perkalian dengan tarif.

WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 19 Retribusi Izin Gangguan dipungut di wilayah daerah. TATA CARA PENETAPAN RETRIBUSI

10

Pasal 20 Saat retribusi terutang adalah pada saat ditetapkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Pasal 21 Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah Retribusi yang terutang, maka dikeluarkan SKRD baru.

TATA CARA PEMBAYARAN DAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 22 (1) Pembayaran Retribusi Izin Gangguan dilakukan di Kas Daerah atau di tempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD, SKRD Jabatan dan SKRD Tambahan. (2) Dalam hal pembayaran dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan retribusi daerah harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati. (3) Apabila pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua perseratus) dengan menerbitkan STRD.

Pasal 23 (1) Pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai/lunas. (2) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat memberi izin kepada Wajib Retribusi untuk mengangsur retribusi terutang dalam jangka waktu tertentu dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Tata cara pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh bupati. (4) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat mengizinkan Wajib Retribusi untuk menunda pembayaran sampai batas waktu yang ditentukan dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 24 (1) Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diberikan tanda bukti pembayaran. (2) Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan. (3) Bentuk, isi dan kualitas, ukuran buku dan tanda bukti pembayaran retribusi ditetapkan oleh Bupati.

TATA CARA PEMUNGUTAN

11

Pasal 25 Retribusi dipungut dipersamakan. dengan menggunakan Pasal 26 (1) Besarnya penetapan dan penyetoran Retribusi dihimpun dalam buku Retribusi Izin Gangguan. (2) Atas dasar buku Retribusi Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini dibuat daftar penerimaan dan tunggakan. (3) Berdasarkan daftar penerimaan dan tunggakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini dibuat laporan realisasi dan tunggakan Retribusi Izin Gangguan sesuai dengan masa retribusi. INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 27 (1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu setinggi-tingginya 5% (lima perseratus) dari jumlah bruto retribusi yang dipungut. (2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. SKRD atau dokumen lain yang

TATA CARA PENAGIHAN RETRIBUSI Pasal 28 (1) Peringatan surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan Retribusi Izin Gangguan dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi Retribusi yang terutang. (3) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Bupati. Pasal 29 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika:

12

c. d. e.

a. diterbitkan Surat Teguran; atau b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung. dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut. Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi. Pasal 30 (1) Piutang Pajak dan/atau Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Keputusan Penghapusan Piutang Pajak dan/atau Retribusi provinsi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (3) Bupati/walikota menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak dan/atau Retribusi kabupaten/kota yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Tata cara penghapusan piutang Pajak dan/atau Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 31 Bentuk-bentuk Formulir yang dipergunakan yang untuk pelaksanaan penagihan Retribusi Izin Gangguan sebagaimanaa dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.

BAB VII TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 32 (1) (2) (3) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan retribusi. Pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi. Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati. BAB XVIII KETENTUAN PIDANA

13

Pasal 33 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah). (2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. (4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau Badan selaku Wajib Retribusi, karena itu dijadikan tindak pidana pengaduan. BAB XIX KETENTUAN PENYIDIK Pasal 34 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi; meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi; memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi; melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi; menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi;

a. b. c. d. e. f. g. h.

14

i. j.

memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; menghentikan penyidikan; dan/atau melakukan melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pasal 35 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar supaya setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Purbalingga. BAB XX KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Pelaksanaan Peraturan daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal 37 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga Nomor 8 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Gangguan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 18 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga Nomor 18 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Gangguan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 38 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Purbalingga.

Ditetapkan di Purbalingga. pada tanggal

2011.

BUPATI PURBALINGGA

15

Drs. HERU SUJATMOKO, MSi

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR : TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN I. PENJELASAN UMUM. Sesuai dengan Pasal 157 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130) Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sumber pendapatan lainnya yang sah merupakan sumber pendapatan Daerah. Untuk melaksanakan otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung-jawab, perlu ditopang dengan pembiayaan yang cukup memadai agar mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

16

Sumber pendapatan Daerah tersebut diharapkan mempu menjadi sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan ketentuan yang dapat menjadi pedoman dan arahan bagi Daerah khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Purbalingga. Dengan telah ditetapkan dan dikeluarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga Nomor 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Gangguan yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga Nomor 4 Seri B Nomor 3 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 18 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga Nomor 18 Tahun 1998 tentang Retribusi Izin Gangguan, maka Peraturan Daerah yang mengatur tentang Retribusi Izin Gangguan perlu disesuaikan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Guna pengaturan dalam pelaksanaannya maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 ayat (1) ayat (2) ayat (3) ayat (1) ayat (2) ayat (1) ayat (2) ayat (1) ayat (2) ayat (3) ayat (4) ayat (5) : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas.

Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 ayat (1) ayat (2) ayat (3) Pasal 15 ayat (1) ayat (2) Pasal 16 ayat (1) ayat (2) ayat (3) ayat (4) Pasal 17 ayat (1) ayat (2) Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20

17

Pasal 21 Pasal 22 ayat (1) ayat (2) ayat (3) Pasal 23 ayat (1) ayat (2) ayat (3) ayat (4) Pasal 24 ayat (1) ayat (2) ayat (3) Pasal 25 Pasal 26 ayat (1) ayat (2) ayat (3) Pasal 27 ayat (1) ayat (2) ayat (3) Pasal 28 ayat (1) ayat (2) ayat (3) Pasal 29 ayat (1) ayat (2) ayat (3) Pasal 30 ayat (1) ayat (2) ayat (3) Ayat (4) Pasal 31 Pasal 32 ayat (1) ayat (2) ayat (3) Pasal 33 ayat (1) ayat (2) ayat (3) Ayat (4) Pasal 34 ayat (1) ayat (2) ayat (3) Ayat (4) Pasal 35 ayat (1) Pasal 36 ayat (1) Pasal 37 ayat (1) Pasal 38 ayat (1)

: cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas. : cukup jelas.

18

19

Anda mungkin juga menyukai