Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Untuk mendapatkan produk pertanian yang berkulitas baik sampai pada tangan konsumen, maka dibutuhkan penanganan yang baik pula pada bahan hasil pertaniannya. Pengetahuan dan pemahaman mengenai karakteristik termal khususnya kapasitas kalor dari bahan hasil pertanian sangat penting untuk dipelajari agar penanganan bahan hasil pertanian bisa dilakukan dengan baik. Dengan pengetahuan tetang kapasitas kalor tersebut maka bahan hasil pertanian yang berhubungan dengan penggunaan termal, misalnya untuk perencaan, pengendalian, dan operasi dalam perlakuan pemanasan, penggorengan dengan vacuum frying, pengeringan, pendinginan dan pembekuan dan lain-lain dapat diperlakukan secara tepat baik hingga menghasilkan produk pertanian dengan nilai jual yang tinggi. Salah satu karakteristik termal bahan hasil pertanian adalah panas spesifik suatu bahan (Cp). Dengan diketahuinya Cp suatu bahan, maka hal itu sangat membantu untuk membangun sebuah sistem pengolahan bahan hasil pertanian yang berhubungan dengan penggunaan termal. Maka pada praktikum teknik penanganan hasil pertanian kali ini kami melakukan praktikum tentang karakteristik termal bahan pertanian agar dapat dimengerti lebih dalam.

1.2 Tujuan Percobaan Tujuan percobaan pada praktikum kali ini adalah untuk menentukan panas spesifik (Cp) dari beberapa jenis bahan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam pemanasan dan pengeringan produk pertanian, adalah sangat penting untuk mengetahui berapa suhu harus diberikan dan untuk waktu berapa lama supaya tidak terjadi kerusakan. Karakteristik termal bahan hasil pertanian sangat penting diketahui

untuk membangun sebuah sistem pengolahan bahan hasil pertanian yang berhubungan dengan panas. Tujuan perlakuan panas pada umumnya adalah pengawetan atau pencegahan terhadap pengecambahan.Pemanasan dan pendinginan bahan dapat dilakukan dengan konveksi, konduksi atau radiasi. Untuk menghitung proses-proses tersebut, pengetahuan tentang sifat panas seperti: panas spesifik, koefisien konduksi panas, koefisiendifusi, koefisien absopsi atau emisi, sangat diperlukan.

2.1 Panas Spesifik Panas spesifik adalah jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg bahan sebesar 1oC. Pengetahuan tentang panas spesifik sangat diperlukan untuk perhitungan prosesproses pemanasan atau pendinginan. Panas spesifik bahan-bahan pertanian sangat tergantung pada lengas bahan. Produk yang mempunyai lengas rendah, cenderung memiliki panas spesifik yang rendah. Persamaan umum dari panas spesifik adalah sebagai berikut : Cp = Dimana : Cp q m T = panas spesifik (J/kg K) = energi panas (J) = massa bahan (kg) = perbedaan suhu (K)

Satuan C

= kj

kg 0 K

; k.cal

kg 0 K

; Btu

16 0 K

Konversi

1k.cal

kg K

= 4,18 kj

kg 0 K

= Btu

16 0 K

Nilai C tergantung temperatur C turun dengan turunnya temperatur Contoh : - air t : 590F C : 4,18 kj

kg 0 K

- es

t : 320F

: 2,04 kj

kg 0 K

- susu di atas T beku

: 3,89 kj

kg 0 K

- susu di bawah T beku

: 2,05 kj

kg 0 K

Air dipakai sebagai cooling medium karena C-nya besar Panas spesifik bahan hasil pertanian dapat diukur secara langsung dengan menggunakan bomb calorimeter atau dengan pendekatan menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut : 1. Persamaan Siebel Siebel (1918) dalam Toledo (1991), menyatakan bahwa panas spesifik untuk buahbuahan, sayuran dan konsentrat yang berasal dari tunbuhan yang tidak mengandung lemak memiliki nilai yang bervariasi sesuai dengan kadar airnya sehingga dengan demikian panas spesifik bahan merupakan rata-rata dari panas spesifik air dan panas spesifik padatannya. Persamaan panas spesifik bahan jika suhu bahan di atas titik beku adalah : Cp = 3349M + 837.36

Sedangkan jika suhu bahan di bawah titik beku, persamaannya adalah : Cp = 1256M + 837.36 Dimana : Cp M = panas spesifik bahan (J/kg K) = fraksi massa air

Apabila bahan mengandung lemak maka panas spesifik bahan ditentukan oleh fraksi massa lemak (F), fraksi massa padatan non lemak (SNF), dan fraksi massa air (M). Dengan demikian persamaannya adalah sebagai berikut : Suhu di atas titik beku : Cp = 1674.72 F + 837.36 SNF + 4186.8 M Suhu di bawah titik beku : Cp = 1674.72 F + 837.36 SNF + 2093.4 M 2. Persamaan Choi dan Okos (Toledo,1991) Berbeda dengan Siebel, Choi dan Okos lebih detail lagi dengan memasukkan komposisi bahan non lemak. Panas spesifik (dalam J/kg.K) merupakan fungsi suhu (0C). Berikut ini panas spesifik berbagai komponen bahan. Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu : Cpp = 2008.2 + (1208.9 x 10-3 T) (1312.9 x 10-6 T2) : Cpf = 1984.2 + (1437.3 x 10-3 T) (4800.8 x 10-6 T2) : Cpc = 1584.8 + (1952.5 x 10-3 T) (5939.9 x 10-6 T2) : Cpfl = 1845.9 + (1930.6 x 10-3 T) (4650.9 x 10-6 T2) : Cpd = 1902.6 + (1889.6 x 10-3 T) (3681.7 x 10-6 T2)

Air di atas titik beku : Cpp = 4176.2 + (9.0682 x 10-5 T) (5473.1 x 10-6 T2) Panas spesifik campuran di atas titik beku adalah : Cp = P(Cpp) + F(Cpf) + C(Cpc) + Fi(Cpfi) + A(Cpa) + M(Cwaf) dimana P, F, C, Fi, A, dan M merupakan fraksi massa dari protein, lemak, karbohidrat, serat, abu, dan air. 3. Persamaan Charm Charm (1978) menyatakan bahwa persamaan empiris untuk panas spesifik yang tergantung dari komponen penyusunnya. Cp = 2.093 Xf + 1.256 Xs + 4.178 Xw Dimana : Cp Xf Xs Xw = panas spesifik bahan (J/kg K) = fraksi lemak = fraksi padatan bukan lemak = fraksi air

4. Persamaan Heldman dan Singh Cp = 1.424 Xc + 1.549 Xp + 1.675 Xf + 0.937 Xa + 4.187 Xw Dimana : Cp Xc Xp Xf = panas spesifik bahan (J/kg K) = fraksi karbohidrat = fraksi protein = fraksi lemak Xa Xw = fraksi abu = fraksi air

2.2 Konduktivitas Termal Konduktivitas Termal adalah jumlah energi panas yang dialirkan per satuan luas dan satuan ketebalan dari suatu bahan dalam satuan waktu dengan perubahan sebesar satu satuan suhu. Menurut Choi dan Okos (1987) dalam Toledo (1991), konduktivitas termal bahan hasil pertanian ditentukan dengan persamaan: k = (ki.Xvi) dimana: k ki xvi = konduktivitas termal (W/m.K) = komponen penyusun bahan = fraksi volume setiap komponen Nilai konduktifitas termal dari komponen penyusun bahan yaitu air murni (kw), es (kic), protein (kp), lemak (kf) karbohidrat (kc), serat (kfi), dan abu (ka) dipengaruhi oleh suhunya (C), yaitu: kw kic kp kf kc kfi ka = 0,57109 + (0,0017625 T) (6,7306 x 10-6 T2) = 2,2196 + (0,0062489 T) (1,0154 x 10-6 T2) = 0,1788 + (0,0011958 T) (2,7178 x 10-6 T2) = 0,1807 + (0,0027604 T) (1,7749 x 10-6 T2) = 0,2014 + (0,0013874 T) (4,3312 x 10-6 T2) = 0,18331 + (0,0012497 T) (3,1683 x 10-6 T2) = 0,3296 + (0,001401 T) (2,9069 x 10-6 T2)

Nilai fraksi volume (Xvi) setiap komponen dapat ditentukan dengan mengunakan persaman berikut: Xvi = (Xi) / (i) = 1 / [( Xi / i)] dimana: Xi i = fraksi massa komponen = densitas komponen penyusun bahan = densitas bahan Adapun nilai dari densitas komponen penyusun bahan (i) dapat diketahui dengan menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut: w ic p f c fi a = 997,18 + 0,0031439 T 0,0037574 T2 = 916,89 + 0,13071 T = 1329,9 + 0,51814 T = 925,59 + 0,41757 T = 1599,1 + 0,31046 T = 1311,5 + 0,36589 T = 2423,8 + 0,28063 T Persamaan konduktivitas termal produk, pada umumnya menganggap bahwa produk merupakan sistem dengan dua fase dan memasukan pengaruh konduktivitas termal air dan bahan padat pada produk. Persamaan tersebut telah digunakan secara meluas untuk menduga perubahan konduktivitas termal produk selama perubahan fase, misalnya selama pembekuan. Konduktivitas termal air berubah nyata sebagai hasil perubahan cair menjadi padat.

Riedel (1949) telah mengajukan persamaan empiris untuk sari buah dan larutan gula, yaitu: k = (326.575 + 1.0412 T 0.00337 T2) (0.196 + 0.009346 (%air)) 10-3 dimana suhu (T) dalam C. Sweat (1974) menentukan konduktivitas termal beberapa buah dan sayuran melalui percobaan. Sweat memberikan persamaan regresi untuk menduga konduktivitas termal buah dan sayuran dengan kadar air lebih besar dari 60%. Persamaan ini menduga konduktivitas termal di dalam selang 15% dari nilai percobaan. Persamaan ini tidak berlaku untuk produk yang memiliki densitas rendah dan ruang void, seperti apel. k = 0.148 + 0.00493 (%air) Kopelman (1966) menyajikan tiga model untuk meneliti konduktivitas termal produk pangan, yaitu: 1. Sistem isotropik- dua komponen- tiga dimensi. Dua komponen dapat membentuk dua fase. Satu komponen secara acak terdispersi dalam komponen lainnya untuk membentuk fase yang tidak kontinyu. Contoh mentega (air terdispersi dalam lemak) atau es krim (udara terdispersi dalam cairan). 2. Sistem anisotropik berserat- dua komponen- dua dimensi. Dua komponen membentuk dua fase. Serat paralel satu sama lain dan terdistribusi secara acak. Komponen terdispersi kontinu pada satu arah dan dispersi acak bersifat dua dimensi. Model ini khas bagi semua sistem berserat seperti daging, kayu atau sayuran berserat. Sistem ini memiliki ciri, yaitu dua konduktivitas termal, kII. Konduktivitas termal sejajar dengan arah serat k I adalah konduktivitas termal pada arah tegak lurus terhadap serat. 3. Sistem lapisan anisotropik- dua atau lebih komponen- satu dimensi. Komponen memiliki kemungkinan untuk membentuk labih dari satu fase. Komponen diatur dalam lapisan paralel untuk membentuk lapisan lemak di atas daging (Heldman, 1981). Laju atau kecepatan pemanasan dan pendinginan suatu bahan, sangat tergantung pada konduktivitas termal atau penghantaran panas. Konduktivitas termal tergantung pada kandungan lengas dan suhu, dan untuk bahan-bahan berongga (porous). Bahan-bahan berserat memiliki arah aliran panas, sejajar atau memotong serat.

BAB III METODELOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan a. Alat yang digunakan yaitu : Timbangan analitik Termos Water heater Thermometer Stopwatch

b. Bahan yang digunakan yaitu : Tomat Jeruk Air

3.2 Prosedur Percobaan 1. Menimbang termos (Mt) dan bahan objek praktikum dengan menggunakan timbangan analitik (Mb) dan ukurlah suhu bahan awal (Tb1) dengan asumsi Tb1 = T ruangan. 2. Memanaskan air menggunakan water heater. 3. Air panas ditimbang dengan menggunkan timbangan analitik (ma). 4. Memasukkan air panas ke dalam termos dan mengukur suhunya dengan thermometer (Ta1). 5. Setelah suhu bahan awal dan air awal diukur, bahan dimasukkan kedalam termos. 6. Tutup termos dan biarkan selama 15 menit. 7. Setelah 15 menit, ukur kembali suhu air (Ta2) dan suhu bahan objek praktiku (Tb2). 8. Menghitung Cp bahan dengan menggunakan persaman berikut: qa = qb ma . Cpa . asumsi panas hilang diabaikan, dimana : ma = massa air panas (kg) = mb . Cpb .

mb Cpa Cpb Ta Tb

= massa bahan (kg) = panas spesifik air (kJ/kgK) = panas spesifik bahan (kJ/kgK) = perbedaan suhu air (K) = Ta1 Ta2 = perbedaan suhu bahan (K) = Tb2 Tb1

BAB IV HASIL PERCOBAAN

4.1 Pengukuran nilai kapasitas kalor Parameter mb (kg) Tb1 (K) Tb2 (K) (K) Ta1 (K) Ta2 (K) (K) mt (kg)
321,59.10

Jeruk1 9,06.10-3 299 348,4 49,4 362 355 7


*kuning -3 3 3

Jeruk2 9,79.10-3 299 326,3 27,3 351 344,1 6,9


*merah 3

Jeruk3 6,8.10-3 299 341,2 42,2 362 348 14


*merah

Tomat1 4,22.10-3 299 350,8 51,8 362 356 6


*biru 3 3

Tomat2 7,17.10-3 299 350,7 51,7 364 357 7


*kuning 3

Tomat3 7,80.10-3 299 346 47 282,1 281,3 0,8


*biru 3 3 3

329,20.10540,65.10211,45.10-

329,20.10551,67.10222,47.10-

326,64.10538,98.10212,34.10-

321,59.10602,13.10280,54.10-

326,6410-

mt+a (kg) ma (kg) Cpb (kJ/kg K)

570,10.10258,51.10-

3 3

3 3

3 3

3 3

560,70.10234,06.10-

16,246

22,818

45,368

24,36

22,14

0,16

Tabel 1. Data pengukuran nilai kapasitas kalor Keterangan : m bahan Tb1 Tb2 Tb Ta1 Ta2 Ta m termos m termos + air m air = massa bahan (kg) = suhu bahan 1 (C) = suhu bahan 2 (C) = delta suhu bahan = suhu air 1 (C) = suhu air 2 (C) = delta suhu air = massa termos (kg) = massa termos + air (kg) = massa air (kg)

Jeruk 1 qa ma.Cpa.Ta
-3

= qb = mb.Cpb.Tb

258,51.10 kg x 4,18 kJ/kg K x 7 K = 9,06.10-3kg x Cpb x 49,4 K Cpb Jeruk 2 qa ma.Cpa.Ta 211,45.10-3kg x 4,18 kJ/kg K x 6,9K Cpb Jeruk 3 qa ma.Cpa.Ta 222,47.10-3kg x 4,18 kJ/kg K x 14 K Cpb Tomat 1 qa ma.Cpa.Ta = qb = mb.Cpb.Tb = qb = mb.Cpb.Tb = 6,8.10-3kg x Cpb x 42,2K = 45,368 kJ / Kg. K = qb = mb.Cpb.Tb = 9,79.10-3kg x Cpb x 27,3K = 22,818 kJ / Kg. K = 16,246 kJ/kg K

212,34.10-3kg x 4,18 kJ/kg K x 6 K = 4,22.10-3 kg x Cpb x 51,8 K Cpb Tomat 2 qa ma.Cpa.Ta 280,54.10-3 kg x 4,18 kJ/kg K x 7 K Cpb Tomat 3 qa ma.Cpa.Ta = qb = mb.Cpb.Tb = 7,80.10-3 kg x Cpb x 47 K = qb = mb.Cpb.Tb = 7,17.10-3 kg x Cpb x 51,7 K = 22,14 kJ / Kg. K = 24,36 kJ / Kg. K

234,06.10-3 kg x 4,18 kJ/kg K x 0,8 K Cpb

= 0,16 kJ/kg. K

BAB V PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, kami 6 kelompok mencoba untuk mengukur dan menentukan panas spesifik (Cp) dengan bahan yang digunakan sebagai objek adalah tomat dan jeruk. Setelah mengikuti berbagai petunjuk prosedur percobaan, didapatkan hasil sebagai berikut : No Komoditas 1 2 3 Jeruk 1 Jeruk 2 Jeruk 3 Panas Spesifik 16,246 kJ/kg K 22,818 kJ/kg K 45,368 kJ/kg K 24,36 kJ/kg K 22,14 kJ/kg K 0,16 kJ/kg K 15,53 kJ/kg.K 25,20 kJ/kg.K Rata-rata Literatur 3,77 kJ/kg C 3,77 kJ/kg C 3,77 kJ/kg C 3,98 kJ/kg C 3,98 kJ/kg C 3,98 kJ/kg C

4 Tomat 1 5 Tomat 2 6 Tomat 3

Dari data tersebut dapat dilihat terdapat perbedaan mencolok antara rata-rata panas spesifik jeruk 25,20 kJ/kg.K dan tomat 15,53 kJ/kg.K, dengan literatur yang kami dapatkan yaitu nilai panas spesifik dari jeruk nilainya adalah 3,77 kJ/kg.K, dan panas spesifik tomat yang terdapat pada literatur adalah sebesar 3,98 kJ/kg.K. Ini mungkin disebabkan karena keteledoran dari kami mahasiswa yang meneliti karena prosedur yang kami lakukan tidak sesuai dengan prosedur penelitian yang seharusnya. Contohnya seperti saat pengukuran suhu bahan dengan thermometer tidak dilakukan dengan cermat sehingga suhu yang didapat tidak terlalu akurat. Kurangnya ketelitian dalam pengukuran berat masa dari alat-alat praktikum seperti masa termos, air, jeruk dan tomat juga memungkinkan terjadinya perbedaan jauh rata-rata panas spesifik objek penelitian dengan literatur yang telah ditentukan. Tapi disamping berbagai kesalahan tersebut, dapat diambil beberapa pelajaran seperti perpindahan kalor yang terjadi dari air panas menuju objek (jeruk dan tomat) saat keduanya berada dalam termos selama 15 menit. Di dalam termos berisi air panas, Jeruk mengalami peningkatan suhu rata-rata sebesar 39,6K sementara tomat mengalami peningkatan suhu yang lebih besar sebesar 50,1K.

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum kali ini adalah: 1. Nilai panas spesifik dari tiap bahan berbeda-beda tergantung pada karakteristik bahan penyusunnya. 2. Peningkatan temperature pada bahan setelah dimasukkan ke dalam termos yang berisi air panas menunjukkan bahwa bahan menyerap kalor. 3. Penurunan temperature pada air panas di dalam termos menunjukkan bahwa air melepas kalor. 4. Tb yang lebih besar dibandingkan Ta menunjukkan bahwa kalor yang disimpan bahan lebih banyak dibandingkan dengan kalor yang dilepaskan air. 5. Perbedaan rata- rata panas spesifik pada saat perhitungan dengan yang terdapat pada literatur sangat jauh berbeda disebabkan berbagai kesalahan dalam pelaksanaan praktikum. 6. Panas spesifik tomat yang terdapat pada literatur adalah 3,89 kJ/kgK, sedangkan ratarata hasil penelitian 15,53 kJ/kg.K 7. Panas spesifik jeruk yang terdapat pada literatur adalah 3,77 kJ/kgK, sedangkan ratarata hasil penelitian 25,20 kJ/kg.K 6.2 Saran 1. Penjelasan dan pembimbingan dalam pelaksanaan praktikum masih dirasa kurang. Quis yang dilaksanakan pada awal dirasa hanya sebagai suatu aktivitas pengasah ingatan, tidak terlalu menjadi pemahaman saat praktikum dilaksanakan. 2. Alat praktikum sebaiknya disiapkan dengan kondisi yang baik 3. Jumlah alat seharusnya disesuaikan denga jumlah kelompok sehingga praktikum berjalan dengan efektif dan kondusif 4. Pendampingan untuk setiap kelompok agar tidak terjadi banyak kesalahan

DAFTAR PUSTAKA

Sahay K. M., and KK Singh. 1994. Unit Operation of Agriculture Processing. New Delhi : Vikas Publishing Housedut LTD Jangpura. Rusendi, Dadi. Sudaryanto. Nurjanah, Sarifah. Widyasanti, Asri. 2010. Penuntun Praktikum Mk. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Padjadjaran. Sudaryanto dkk. 2005. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Bandung : Pustaka Giratuna. Syarief, Rizal. 986. Pengetahuan Bahan Pangan Untuk Industri Mediyatama Sarana Perkasa. Pertanian. Bogor :

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai