Anda di halaman 1dari 21

Case Report

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO

(BPPV)

Oleh:

Winda Angriani,S.Ked No. BP : 07120046

Preseptor: Prof. Dr. dr. Darwin Amir,Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG 2012 BAB I TINJAUAN PUSTAKA
1

1.1. Definisi Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena dikalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.4 Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar-merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan gangguan sistim keseimbangan 4 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) didefinisikan sebagai vertigo dengan nistagmus vertikal, horizontal atau rotatoar yang dicetuskan oleh perubahan posisi kepaia. Terdapat masa laten sebelum timbulnya nistagmus, reversibilitas, kresendo, dan fenomena kelelahan (fatigue). Lama nistagmus terbatas, umumnya kurang dari 30 detik. BPPV dikenal juga dengan nama vertigo postural atau kupulolitiasis, merupakan gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. 4,5 1.2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Perifer 1,5

Gambar 1. Right membranous labyrinth 6 Alat vestibuler terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membrane. Labirin membrane terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut
2

bentuk labirin tulang. Antara labirin membrane dan labirin tulang terdapat perilimf, sedang endolimf terdapat didalam labirin membrane. Berat jenis endolimf lebih tinggi daripada cairan perilimf. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimf, yang berada pada labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari tiga kanalis semisirkularis, yaitu horizontal (lateral), anterior (superior), posterior (inferior). Selain ke tiga kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus. Labirin juga dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan, yaitu: 1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam pendengaran. 2. Labirin posterior, yang mengandung tiga kanalis semisirkularis, sakulus dan utrikulus. Berperan dalam mengatur keseimbangan. (di utrikulus dan sakulus sel sensoriknya berada di makula, sedangkan di kanalis sel sensoriknya berada di krista ampulanya) Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan disekitarnya tergantung kepada inputbsensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visial dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.1,5 Reseptor sistem ini adalah sel rambut yang terletak dalam krista kanalis semisirkularis dan makula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua jenis sel. Sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap percepatan sudut, sedangkan sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linier, khususnya percepatan inier dan terhadap perubahan posisi kepala relatif terhadap gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan percepatan linier ini disebabkan oleh geometridari kanalis dan organ otolit serta ciriciri fisik dari struktur-struktur yang menutupi sel rambut.

Sel rambut Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut pada organ otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang dijelaskan oleh posisi dari stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika suatu gerakan menyebabkan stereosilia membengkok kearah kinosilium, maka sel-sel rambut akan tereksitasi. Jika gerakan dalam arah yang berlawanan sehingga stereosilia menjauh dari kinosilium maka sel-sel rambut akan terinhibisi.

Kanalis semisirkularis Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada rotasi sel-sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak lurus satu dengan yang lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak hampir satu bidang yang sama dengan kanalis telinga satunya. Pada waktu rotasi, salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi sementara yang satunya akan terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi lurus normal dan terdapat percepatan dalam bidang horizontal yang menimbulkan rotasi ke kanan, maka serabut-serabut aferen dari kanalis hirizontalis kanan akan tereksitasi, sementara serabutserabut yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertical misalnya rotasi kedepan,
3

maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan tereksitasi, sementara kanalis posterior akan terinhibisi. Organ otolit Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang hampir horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal. Berbeda dengan sel rambut kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel rambut pada organ otolit tidak semuanya sama. Pada makula utrikulus, kinosilium terletak di bagian samping sel rambut yang terdekat dengan daerah sentral yaitu striola. Maka pada saat kepala miring atau mengalami percepatan linier, sebagian serabut aferen akan tereksitasi sementara yang lainnya terinhibisi Dengan adanya polarisasi yang berbeda dari tiap makula, maka SSP mendapat informasi tentang gerak linier dalam tiga dimensi, walaupun sesungguhnya hanya ada dua makula. Hubungan-hubungan langsung antara inti vestibularis dengan motoneuron ekstraokularis merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan mata dan refleks vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang mempunyai suatu komponen lambat berlawanan arah dengan putaran kepala dan suatu komponen cepat yang searah dengan putaran kepala. Komponen lambat mengkompensasi gerakan kepal dan berfungsi menstabilkan suatu bayangan pada retina. Komponen cepat berfungsi untuk kembali mengarahkan tatapan ke bagian lain dari lapangan pandang. Perubahan arah gerakan mata selama rangsangan vestibularis merupakan suatu contoh dari nistagmus normal. 1.3. Etiologi Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher, infeksi telinga tengah atau operasi stapedektomi dan proses degenerasi pada telinga dalam juga merupakan penyebab BPPV sehingga insiden BPPV meningkat dengan bertambahnya usia. 1,2,4,7 Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkularis posterior. Deposit ini menyebabkan bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala yang berubah.4 1.4. Perjalanan penyakit Perjalanan penyakit dari BPPV sangat bervariasi. Pada sebagian besar kasus gangguan menghilang secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu, namun dapat kambuh setelah beberapa waktu, bulan atau tahun kemudian. Ada pula penderita yang hanya satu kali mengalaminya. Sesekali dijumpai penderita yang kepekaannya terhadap vertigo posisional berlangsung lama.2,4 Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari 1 menit. Namun, bila ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirnya lebih lama sampai beberapa menit. Bila serangan vertigo datang bertubi-tubi, hal ini mengakibatkan penderitanya merasakan kepalanya menjadi terasa ringan, merarsa tidak stabil, atau rasa mengambang yang menetap selama beberapa jam atau hari.2,6,7
4

BPPV sering dijumpai pada kelompok usia menengah yaitu pada usia 40- an dan 50-an tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria. BPPV jarang dijumpai pada anak atau orang yang sangat tua. Nistagmus kadang dapat disaksikan waktu terjadinya BPPV dan biasanya bersifat torsional (rotatoar). 2 1.5. Patofisiologi Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain. Pada pangkal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan dalam kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan ke otak sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel atau debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga timbul sensasi berupa vertigo.2,4 Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori kupulolitiasis dan kanalolitiasis. Teori Kupulolitiasis Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk menjelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat pada kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik yang melekat pada kupula melalui pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya partikel ini maka kanalis semisirkularis menjadi lebih sensitif terhadap gravitasi. Teori ini dapat dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat yang melekat pada puncak sebuah tiang. Karena berat benda tersebut, maka posisi tiang menjadi sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi netral. Tiang tersebut akan lebih mengarah ke sisi benda yang melekat. Oleh karena itu kupula sulit untuk kembali ke posisi netral. Akibatnya timbul nistagmus dan pening (dizziness).2,4 Teori Kanalitiasis Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala BPPV disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam kanalis semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis posterior. Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi terendah dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90. Setelah beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila posisi kepala dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul pula nistagmus pada arah yang berlawanan. 2,4 Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi kepala dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991 memperkuat teori ini dengan
5

menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularis poster. Saat melakukan operasi kanalis tersebut. 2,4,6 Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras, otokonia yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam kanalis semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV pasca trauma kepala. 2,4,6

Gambar 2: Patofisiologi 6 1.6. Diagnosis 1. Gejala Klinis BPPV terjadi secara tiba-tiba. Kebanyakan pasien menyadari saat bangun tidur, ketika berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien merasakan pusing berputar yang lama kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat jeda waktu antara perubahan posisi kepala dengan timbulnya perasaan pusing berputar. Pada umumnya perasaan pusing berputar timbul sangat kuat pada awalnya dan menghilang setelah 30 detik sedangkan serangan berulang sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan berhari-hari hingga berbulan-bulan.2,4,6 Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di kemudian hari. Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien dapat mengalami mual dan muntah. Sensasi ini dapat timbul lagi bila kepala dikembalikan ke posisi semula, namun arah nistagmus yang timbul adalah sebaliknya. 2-4,6 Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan memprovoksi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau perasat Sidelying.1 Dix dan Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV sebagai berikut :
6

1) terdapat posisi kepala yang mencetuskan serangan 2) nistagmus yang khas 3) adanya masa laten 4) lamanya serangan terbatas; 5) arah nistagmus berubah bila posisi kepala dikembalikan ke posisi awal 6) adanya fenomena kelelahan/fatique nistagmus bila stimulus diulang 2-4,6

2. Pemeriksaan fisik dan penunjang. Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau Sidelying. Perasat Dix-hallpike lebih sering digunakan karena pada perasat tersebut posisi kepala sangat sempurna untuk canalith repositioning treatment. Pada pasien BPPV parasat Dix-Hallpike akan mencetuskan vertigo (perasaan pusing berputar) dan nistagmus.1-4,6,7 1. Pemeriksaan perasat Dix-Hallpike Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Perasat Dix-Hallpike secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu perasat Dix- Hallpike kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan dan perasat Dix- Hallpike kiri pada bidang posterior kiri. Untuk melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala pasien menggantung 20-300 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama 1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini dapat langsung dilanjutkan dengan canalith repositioning treatment (CRT). Bila tidak ditemukan respon yang abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat Dix-Hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon abnormal, dapat dilanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali.1,3,4

Gambar 3. Perasat Dix-Hallpike 2. Perasat Sidelying Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis posterior kanan pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah, dan perasat sidelying kiri yang menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah.1,3,4 Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja , kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal. Pasien kembali ke posisi duduk untuk untuk dilakukan perasat sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal. 1,3,4

Gambar 4. Perasat Sidelying RESPON ABNORMAL Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang, nmun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbul lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari 1 menit jika penyebabnya kanalitiasis, pada kupololitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari 1 menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus. 1,3,4 Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus ke depan. Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis posterior kanan Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis posterior kiri Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis anterior kanan. Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis anterior kiri. Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike/ sidelying pada bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat. 1,3,4 Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) tidak dapat memperlihatkan nistagmus jenis rotatoar yang dapat ditemukan pada penderita BPPV. ENG berguna dalam deteksi adanya nistagmus dan waktu timbulnya pada nistagmus jenis lain. Tes kalori akan menunjukkan hasil
9

yang normal. BPPV dapat dijumpai pada telinga yang tidak menunjukkan adanya respon terhadap tes kalori. Hal ini disebabkan tes kalori menguji kanalis semisirkularis (KSS) horizontal. KSS Horizontal dan posterior memiliki persarafan dan suplai pembuluh darah yang berbeda. Dengan demikian BPPV yang timbul pada pasien yang tidak memberikan respon pada tes kalori disebabkan oleh kanalit pada KSS posterior atau anterior.3,4,7 1.7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan fungsi vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan pembedahan. Dasar pemilihan tata laksana berupa observasi adalah karena BPPV dapat mengalami resolusi sendiri dalam waktu mingguan atau bulanan. Oleh karena itu sebagian ahli hanya menyarankan observasi. Akan tetapi selama waktu observasi tersebut pasien tetap menderita vertigo. Akibatnya pasien dihadapkan pada kemungkinan terjatuh bila vertigo tercetus pada saat ia sedang beraktivitas.1,2,6 Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak menghilangkan vertigo. Istilah vestibulosuppresant digunakan untuk obatobatan yang dapat mengurangi timbulnya nistagmus akibat ketidakseimbangan sistem vestibuler. Pada sebagian pasien pemberian obatobat ini memang mengurangi sensasi vertigo, namun tidak menyelesaian masalahnya. Obatobat ini hanya menutupi gejala vertigo. Pemberian obat-obat ini dapat menimbulkan efek samping berupa rasa mengantuk. Obat-obat yang diberikan diantaranya diazepam dan amitriptilin. Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Betahistin adalah golongan antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah ditelinga dalam dan mempengaruhi fungsi vestibuler melalui reseptor H3. 2,3,4 Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah CRT (Canalith repositioning Treatment ) , perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff. Reposisi kanalit dikemukakan oleh Epley. Prosedur CRT merupakan prosedur sederhana dan tidak invasif. Dengan terapi ini diharapkan BPPV dapat disembuhkan setelah pasien menjalani 1-2 sesi terapi. CRT sebaiknya dilakukan setelah perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalithiasis pada kanal anterior atau kanal posterior dari telinga yang terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk namun kepala pasien dirotasikan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi menimbulkan gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan.perasat ini dimulai pada posisi DixHallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1- 2menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar secara perlahan kekiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap kekiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat lantai . akhirnya pasien kembali keposisi duduk dengan menghadap kedepan. Setelah terapi ini pasien dilengkapi dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak merunduk, berbaring, membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari. Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalithiasis pada kanal anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri dan kanal posterior, CRT
10

kiri merupakan metode yang dapat di gunakan yaitu dimulai dengan kepala menggantung kiri dan membalikan tubuh kekanan sebelum duduk. 2,3,4

Gambar 5. CRT kanan

Gambar 6. Liberatory kanan

11

Gambar 7. Epley maneuver Perasat liberatory, yang dikembangkan oleh semont, juga dibuat untuk memindahkan otolit ( debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat. Apakah kanal anterior atau posterior. 1,3,4 Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat liberatory kanan perlu dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada meja pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap kekiri 450. pasien yang duduk dengan kepala menghadap kekiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala menggantung ke bahu kanan. Setelah 1 menit pasien digerakkan secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side lying kiri dengan kepala menoleh 450 kekiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan perlahan-lahan kembali keposisi duduk. Penopang leher kemudian dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT. 1,3,4 Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama, namun kepala diputar menghadap kekanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri harus dilakukan (pertama pasien bergerak ke posisi sidelying kiri kemudian posisi sidelying kanan) dengan kepala menghadap ke kanan. Bila kanal anterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri dilakukan dengan kepala diputar menghadap ke kiri. 1,3,4 Latihan Brandt Daroff merupakan latihan yang dilakukan di rumah oleh pasien sendiri tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan posisi duduk dengan kepala menoleh
12

450 , lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan. Posisi ini dipertahankan selama 30 detik. Selanjutnya pasien kembali ke posisi duduk 30 detik. Setelah itu pasien menolehkan kepalanya 450 ke sisi yang lain, lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan selama 30 detik. Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20 kali. 3 seri dalam sehari. 1,3,4

Gambar 8. Latihan Brandt-Daroff Tindakan bedah hanya dilakukan bila prosedur reposisi kanalit gagal dilakukan. Terapi ini bukan terapi utama karena terdapat risiko besar terjadinya komplikasi berupa gangguan pendengaran dan kerusakan nervus fasialis. Tindakan yang dapat dilakukan berupa oklusi kanalis semisirkularis posterior, pemotongan nervus vestibuler dan pemberian aminoglikosida transtimpanik.2,6

DAFTAR PUSTAKA

13

1. Bashiruddin J, vertigo posisi paroksisimal jinak. dalam : Soepardi EA, Iskandar N editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.2007. hal 104-109 2. Li J, Benign paroxysmal positioning vertigo. Diakses dari : www.emedicine.com. Pada tanggal 5 Mei 2009. 3. Lumbantobing SM. Vertigo Tujuh Keliling. Edisi pertama. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.1996 4. Riyanto B. Vertigo: Aspek Neurologi Jakarta: Cermin dunia Kedokteran no.144.2004. hal 41-46 5. Anderson JH, Levine SC, sistem vestibulari. Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler PA, editor. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi keenam. Jakarta: EGC.1997.Hal 39-44 6. Hain, Timothy C. Benign Paroxismal Positioning www.entgr.com/bppv.htm. pada tanggal 5 Mei 2009 Vertigo. Diakses dari :

7. Nurimaba N, Patofisiologi. Dalam : PERDOSSI editor. Vertigo Patofisiologi, Diagnosis, dan Terapi. Jakarta:Jansen Pharmaceutica.1999 Hal 29-31

BAB II ILUSTRASI KASUS


14

IDENTITAS PASIEN : Nama : Tn. M

Jenis kelamin : Laki-laki Umur Suku bangsa Alamat Pekerjaan : 56 tahun : Minangkabau : Lolong, Padang : Pensiunan Pegawai Pajak

Alloanamnesis : Seorang pasien, Tn. M ,laki-laki, umur 56 tahun datang ke poliklinik Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 26 April 2012 dengan: Keluhan utama : Pusing Riwayat Penyakit Sekarang :

Kepala terasa pusing berputar sejak 2 minggu yang lalu, timbul tiba-tiba waktu pasien bangun tidur. Pasien merasakan pusing seperti ruangan berputar. Kemudian pasien duduk dan mendiamkan kepalanya, pusing berlangsung sekitar 2 menit, kemudian menghilang perlahan. Pusing kemudian dirasakan kembali saat pasien mengubah posisi kepala, seperti menengadah dan menunduk, atau melihat ke kanan dan kiri. Pusing dirasakan setiap hari, hampir selalu setiap bangun tidur atau ketika pasien mengubah posisi kepala, dan kemudian menghilang ketika kepala didiamkan atau pasien berbaring. Lama keluhan 2-3 menit/kali. Pusing disertai dengan mual, tapi muntah tidak ada. Telinga berdenging (-), gangguan pendengaran (-), keringat dingin (-), dada berdebar (-), pandangan ganda(-). Kelemahan sebelah badan (-), demam (-)

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini pada tahun 2007 selama sekitar satu bulan, pasien tidak minum obat atau pergi ke dokter, dan perlahan keluhannya menghilang. Pusing yang dirasakan sama dengan sekarang.
15

Riwayat infeksi atau sakit telinga tidak ada. Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi, dan sakit DM. Tidak ada riwayat benturan atau trauma pada kepala.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit atau keluhan seperti ini sebelumnya, hipertensi atau diabetes melitus. Riwayat Pekerjaan dan Sosio Ekonomi Pasien seorang pensiunan pegawai pajak, pasien sudah berhenti merokok sejak 30 tahun yang lalu, jarang minum kopi dan tidak mengkonsumsi obat-obatan sekarang ini ataupun dalam jangka waktu lama. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Napas Suhu : tampak sakit sedang : GCS 15 (E4 M6 V5) : 130/80 mmHg : 76 x/menit : 22x/menit : 36,5 oC

Status Internus Rambut Kulit dan kuku KGB Keadaan regional Kepala Mata : tidak ditemukan kelainan : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : tidak ditemukan kelainan : tidak ditemukan kelainan : tidak ditemukan pembesaran

Hidung: tak ditemukan kelainan Telinga: tidak ditemukan kelainan Leher : JVP 5-2 cmH2O
16

PARU Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi JANTUNG Inspeksi Palpasi Perkusi : Kiri : ictus tidak terlihat : ictus teraba 1 jari medial LCMS RIC V : 1 jari medial LMCS RIC V Kanan Atas Auskultasi : linea sternalis dextra : RIC II : sonor : vesikuler N, ronkhi(-), wheezing(-) : Simetris kiri=kanan : Fremitus kanan=kiri

: bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

ABDOMEN Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : tak tampak membuncit : hepar dan lien tak teraba : timpani : bising usus (+) Normal

Status Neurologis Kesadaran CMC, GCS 15 (E4 M6 V5) Tanda Rangsangan Meningeal (-) Tanda Peningkatan Intra Kranial (-) Nervus Kranialis

: : penciuman baik : pupil isokhor, diameter 3mm, reflek cahaya +/+

Nervus I Nervus II

Nervus III,IV,VI: bola mata bisa digerakkan ke segala arah, Nistagmus (-)
17

Nervus V

: buka mulut (+), mengigit (+), menguyah (+)

Nervus VII : raut muka simetris kiri dan kanan, menutup mata +/+, mengerutkan dahi (+) Nervus VIII Nervus IX Nervus X Nervus XI Nervus XII : Rhinne +/+, scwabah N, Weber kiri = kanan : Refleks muntah (+) : menelan(+), artikulasi baik : dapat menoleh dan mengangkat bahu kiri dan kanan : kedudukan lidah normal, deviasi (-)

Koordinasi : Tes telunjuk hidung tidak terganggu, tes romberg terganggu, Stepping gait tidak terganggu, supinasi pronasi tidak terganggu, tes jari hidung tidak terganggu. Manuver dix-hallpike + Motorik : Kekuatan 555 555 555 555 Sensibilitas halus dan kasar baik Reflek fisiologis ++/++ Reflek Patologis -/Fungsi luhur tak terganggu Fungsi otonom: miksi dan defekasi terkontrol, sekresi keringat baik

Diagnosis Klinis Diagnosis Topik Diagnosis Etiologi Diagnosis Sekunder Pemeriksaan Anjuran : -

: Vertigo vestibuler perifer : Apparatus vestibuler : Idiopathic / Susp. Benign Paroxysmal Positional Vertigo :-

Konsul THT Elektronistagmografi (ENG)


18

Terapi Farmakologi Merislon 3x6 mg Sinral 2 x 5 mg Rehabilitasi Metode Brandt-Daroff

DISKUSI

Telah diperiksa seorang laki-laki, 56 tahun di poliklinik neurologi RS DR M Djamil Padang dengan diagnosis klinik vertigo vestibuler perifer, diagnosis topik apparatus vestibuler, dan diagnosis etiologi susp BPPV.

19

Pasien datang dengan keluhan pusing berputar. Pusing pada pasien ini dapat dikategorikan sebagai vertigo. Vertigo pada pasien ini tergolong vertigo vestibuler karena dipengaruhi oleh gerakan kepala dan perubahan posisi (membaik saat berbaring dan kembali ketika berubah posisi tidur). Selain itu juga terdapat gejala penyerta mual yang merujuk ke sistem vestibuler. Vertigo vestibuler diklasifikasikan berdasarkan letak lesinya menjadi dua, yaitu vertigo sentral dan vertigo perifer. Vertigo sentral dapat disingkirkan karena pada pasien ini tidak terdapat gangguan koordinasi yang merupakan gejala gangguan serebelar maupun gejala gangguan batang otak seperti diplopia, parestesia, gangguan sensorik dan motorik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada pasien ini, letak lesinya adalah di perifer. Karakteristik vertigo vestibular tipe perifer yang ditemukan pada pasien ini adalah onset yang tiba-tiba, pengaruh perubahan posisi dominan, intensitas berat, terdapat mual, tidak ada gejala sistem saraf pusat seperti parese nervus kranialis, kejang, kelumpuhan motorik. Dengan data di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami vertigo vestibularis tipe perifer. Langkah selanjutnya adalah mencari penyebab vertigo. Penyebab vertigo vestibularis perifer yang sering dijumpai adalah vertigo posisional benigna, neuronitis vestibular, penyakit Meniere, trauma kepala, fisiologis (mabuk kendaraan), obat-obatan dan tumor di fossa posterior, misalnya neuroma akustik. Neuronitis vestibular dapat disingkirkan karena tidak terapat nistagmus spontan. Ketajaman pendengaran pada neuritis vestibular tidak terganggu, sedangkan pada pasien terdapat gangguan pendengaran. Penyakit Meniere dapat disingkirkan karena pada penyakit ini, tinitus timbul sebelum serangan, dapat berminggu-minggu atau berbulan-bulan sebelumnya. Pasien juga tidak mempunyai riwayat trauma kepala sebelumnya, sehingga penyebab vertigo karena trauma kepala juga dapat disingkirkan. Demikian juga vertigo fisiologis, dapat disingkirkan karena vertigo muncul tidak saat pasien berada dalam kendaraan yang sedang berjalan. Pasien juga tidak sedang mengkonsumsi obat-obat yang vestibulotoksik, seperti aminoglikosid, antikonvulsan atau aspirin. Tumor dapat disingkirkan karena tidak terdapat gejala peningkatan tekanan intrakranial maupun keterlibatan saraf kranial. Dari gejala yang dialami pasien, yang lebih memungkinkan sebagai etiologi adalah vertigo posisional benigna. Pasien juga mengalami mual dan muntah. Vertigo posisional benigna juga sering dijumpai pada usia menengah (40 dan 50-an tahun). Beberapa kasus vertigo posisional benigna dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher, infeksi telinga tengah atau operasi stapedektomi. Pada sekitar 50%
20

kasus penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Pasien ini tidak mengalami trauma kepala, infeksi telinga tengah maupun operasi. Sehingga penyebab vertigo posisional benigna pada pasien ini masih idiopatik. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah Mertigo, Silum, Vometa, Ranitidin, Captopril. Captopril diberikan sebagai antihipertensi. Vometa dan ranitidine diberikan karena pasien mengalami mual dan muntah. Sebagai antivertigo diberikan mertigo dan silum. Mertigo merupakan senyawa betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan sirkulasi di telinga dalam dan inhibisi neuron polisinaptik pada nervus vestibularis lateralis. Silum merupakan antagonis kalsium sehingga dapat mengurangi eksitabilitas neuron. Pasien yang mengalami vertigo kadang merasa cemas dan takut dan sering memikirkan bahwa ia mungkin menderita penyakit yang berat, seperti tumor, stroke atau penyakit jantung. Karena itu kepada penderita perlu dijelaskan mengenai kelainannya serta prognosis yang umumnya baik. Namun kemungkinan bahwa serangan akan berulang perlu diinformasikan kepada penderita sehingga mereka tidak perlu takut atau cemas. Terapi yang diberikan adalah merislon 3x6 mg dan sinral 2 x 5 mg. Merislon

(betahistin mesylate), suatu analog histamin, dapat meningkatkan sirkulasi di telinga dalam sehingga dapat mengatasi gejala vertigo. Sinral (flunarizin) merupakan suatu golongan antagonis kalsium yang bersifat supresan vestibular (sel rambut vestibular banyak mengandung terowongan kalsium), bersifat antikolinergik dan antihistamin. Pada pasien juga perlu diberikan terapi rehabilitatif berupa latihan vestibuler (latihan posisional) untuk meningkatkan habituasi sehingga lama kelamaan vertigo tidak akan terulang kembali. Latihan yang digunakan adalah metode Brandt-Daroff.

21

Anda mungkin juga menyukai