Anda di halaman 1dari 21

DEMOKRATISASI PEMERINTAHAN GAMPONG DALAM MENDUKUNG OTONOMI KHUSUS PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Ringkasan Dengan adanya konsep otonomi Khusus yang diwujudkan dengan mengesahkan UU 18/2001 tentang Pemerintahan Daerah, merupakan langkah yang diambil pemerintah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang responsif ' dan aspiratif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Otonomi Khusus dipandang sebagai bagian dari demokratisasi yang lebih menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. UU 18 Tahun 2001 merupakan jawaban atas adanya perubahan besar dan cepat dalam paradigma pemerintahan. Birokrasi pemerintah dituntut dalam kondisi unggul, handal dan terpercaya, artinya mampu mewujudkan perubahan berskala besar dan bekerja penuh motivatif dan proaktif terhadap tuntutan masyarakat Aceh. Kelembagaan pemerintah gampong yang dikembalikan sesuai dengan keanekaragaman, partisipasi, otonomi Khusus, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan asal usul gampong, ataupun diserahkan kepada daerah untuk mengaturnya. Dan dalam pengaplikasiannya di Kec. Matang Sijuek Tengoh Kab. Aceh Utara terdapat kendala, yakni kebingungan dari masyarakat dan aparat tentang kelembagaan dan kurangnya daya inovasif dari aparat birokrasi Pemerintah gampong, dan adanya perilaku birokrasi yang kurang memperhatikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Hal tersebut disebabkan lemahnya kualitas sumber daya

manusia dari aparat birokrasi pemerintahan gampong. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui birokrasi pemerintahan gampong beserta perilaku birokrasi pemerintah gampong dalam kelembagaan baru sesuai dengan UU 18/2001 beserta implikasi penerapannya. Fokus penelitian ini adalah birokrasi pemerintah gampong beserta implikasinya. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan mengambil lokasi di Kecamatan Baktya Timur Kabupaten Aceh Utara. Analisa data menggunakan model "Alir" serta teknik keabsahan data yang meliputi : kepercayaan, keteralihan, ketergantungan dan kepastian. Hasil penelitian ini menunjukkan balwa kelembagaan birokrasi pemerintah gampong di tingkat gampong yang disebabkan kurangnya kualitas sumber daya manusia penyelenggara pemerintahan gampong dalam inovasi menyebabkan kelembagaan birokrasi belum sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Perilaku birokrasi pemerintahan gampong secara umum telah mampu mengakomodir aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam setiap kegiatan yang menyangkut pembuatan kebijakan, pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan prograrn program serta cara-cara dan sikap dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Namun terdapat kecenderungan birokrasi pemerintah gampong lamban dan kurang tanggap, lebih menunggu perintah dari atas sehingga menimbulkan pengawasan dari masyarakat berupa tindakan korektif. Implikasi dari kelembagaan baru tersebut yang positif adalah

peningkatan responsivitas; produktivitas dan transparansi dari birokrasi pemerintahan gampong. Sedangkan dampak negatif adalah tumpangtindihnya tugas dan wewenang, penyalahgunaan wewenang dan kurangnya fleksibilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan gampong disebabkan oleh tekanan pihak Gerakan Aceh Mardeka (GAM). Summary With the autonomy concept realized by authenticating The Constitution Number 18 Year 2001 about Otonomy Specials, it is the way step taken by government in order to realizing responsive and aspiratif governance to fulfill society requirement. Autonomous viewed as the part of democratization which more emphasizing principles democratize, role and care of society, even distribution and equity, and also paying attention in potency and variaty area. The Constitution Number 18 Year 2001 is the answers to existence of big and quick change in governance paradigm. Governmen tal bureaucracy is claimed to eYeed, rely on and trustworthy condition, its meaning able to realize the big scale change and work full of inovatif mid proaktif to its environment demand. The Institution of Village Government Bureaucracy returned as according to diversity, participation, autonomous genuiness, democratization and society empowerment according to history of the village, or arranged by local government. And in its application SubRegency of Matang Sijuek Tengoh Regency of Aceh Utara, there are constraint, the confusing of society arid government officer about new institution and lack of inovatif effort from village governmental bureaucracy officer, and the existence of bureaucracy behavior which less paying attention for requirement and society aspiration. The mentioned caused the human resources quality' of village government bureaucracy officer is weak.

The research is done to know die institution of village government bureaucracy with bureaucracy behavior of the village government in new institute as according to Constitution Number 18 Year 2001with its applying implication. Focus this research is the institution of village government bureaucracy and bureaucracy behavior of the village government along with its implication. The type of research is descriptive qualitative which take the location in Sub-Regency of Matang Sijuek Tengoh Regency of Aceh Utara. Analyse the data use "A flow" model and also the authentic of data covering confidence,transverability, dependence, and certainly. Result of this research indicate that the institution of village government bureaucracy in village level caused by the lack of the quality of human resource of organizer of village governance in innovation cause the bureaucracy institute haven't as the according of the requirement and condition of cultural social of local society. Bureaucracy behaviour of the village government in general have been able to accomodate the aspiration and society requirement in every activity which is concerning policy making, decision making, planning and program execution and also the way of and attitude in giving service to society. But there are tendencious of the village governmental bureaucracy appear slow and unattention, more awaiting command from the top of causing observation from society in the form of corectional action. The positive side of the new institute is improvement of responsivitas, productivity and transparency from te:he village government bureaucracy. While the negative side is the overlaping of duty and authority, authority deviation and lack of flexibility in management of village government.

PENDAHULUAN Latar Betakang Masalah Seiring dengan pesatnya kemajuan dan tingginya tuntutan masyarakat, maka diperlukan adanya birokrasi sebagai institusi yang mampu menduduki posisi organik yang netral di dalam struktur sosial dan berfungsi sebagai penghubung antara negara yang memanifestasikan kepentingan umum, dan masyarakat sipil. Sehingga terhindarkan adanya konotasi negatif mengenai birokrasi seperti yang diuraikan oleh Zauhar (2001 : 88), yakni birokrasi masih sering dikonotasikan sebagai perwujudan dan kesemrawutan dan ketidak beresan administrasi, seperti prosedur yang berbelit-belit dalam menyelesatkan urusan di suatu kantor. Kemudian untuk negara berkembang seperti halnya Indonesia, birokrasi digambarkan penuh dengan ketidak-mampuan, disfungsi dan kegagalan dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang menjadi bidang tugasnya. Uraian diatas seharusnya tidak perlu ada dan memberikan fenomena yang negatif terhadap makna birokrasi. Karena pada dasarnya birokrasi diharapkan menjadi alat pembaharuan (jokroamidjojo, 1994 : 74) hal ini dapat terlaksana jika tujuan-tujuan organisasi memang diarahkan bagi suatu strategi pembaharuan dan pembangunan, elit birokrasi bersikap mudah menerima pemikiran-pemikiran pembaharuan dan pembangunan. Dengan demikian birokrasi dapat dijadikan alat untuk merealisasi pembangunan dalam segala bidang. Selanjutnya dalam menghadapi perubahan besar dan cepat, aparatur birokrasi pemerintah harus dalam kondisi unggul, handal dan terpercaya. Artinya mampu mewujudkan perubahan berskala besar dan bekerja penuh inovatif dan proaktif terhadap tuntutan lingkungannya (Siagian, 1996 : 49). Konsep Otonomi Khusus merupakan langkah yang diambil oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan

pemerintah yang responsif dan aspiratif untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat Aceh yang dilanda konflik yang berkepanjangan Otonomi Khusus dipandang sebagai bagian dari proses besar demokratisasi, yang lebih menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah (Juliantara, 2000 : ix) Kemudian mengenai penyelenggaraan pemerintahan gampong yang merupakan unit terkecil dalam pemerintahan dan ujung tombak dalam public service harus benarbenar menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Namun dalam perjalanannya, gampong tidak serta merta mendapatkan hak tersebut, akan tetapi melalui perjalanan yang sangat panjang sejak kemerdekaan Republik Indonesia. Pemerintahan Desa dalam perkembangannya banyak mengalami perubahan, baik dari struktur organisasi, pola hubungan maupun dalam pelaksanaan tugas oleh aparatnya, perubahan tersebut seiring dengan perkembangan jaman. Pada awal kemerdekaan Indonesia, desa belum diatur tersendiri, sedangkan daerah diatur dengan UU 22/1948, kemudian diganti dengan UU 1/1957, dalam undang-undang ini pun desa belum diatur tersendiri. Baru pada tahun 1965 dengan ditetapkannya UU 19/1965 tentang Desa Praja. Desa praja yang dibentuk tersebut merupakan peningkatan desa atau dengan nama lain menjadi Daerah Tingkat III, dalam mengurusi rumah tangganya sendiri desa diserahi urusan dari Tingkat II. Desa Praja dipimpin oleh Kepala Desa Praja. Selanjutnya pada tahun 1979 dikeluarkan UU 5/1979 tentang Pemerintahan Desa. UU. 5/1979 merupakan undang-undang yang pertama kali mengatur penyelenggaran pemerintahan desa secara seragam yang berlaku di seluruh Indonesia sebagai pelaksanaan pasal 88 UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan di Daerah (Manila, 1996 : 130). Dalam kebijakan otonomi khusus daerah yang termuat dalam UU 18/2001 termuat suatu kebijakan lain, yakni otonomi gampong, yang mememiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, seperti termuat dalam UU 22/1999 pasal 1 ayat (1). Kelembagaan pemerintah desa yang semula dengan adanya UU 5/1979 bentuk dan fungsinya diseragamkan diseluruh Indonesia, dengan adanya UU 22/1999 yang disertai dengan kelembagaan pemerintah desa yang dikembalikan sesuai dengan keanekaragaman, partisipasi, otonomi Khusus, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan asal usul desa, ataupun diserahkan kepada daerah untuk mengaturnya. Begitu juga dengan gampong gampong di Kecamatan Baktya Timur Kabupaten Aceh Utara, selanjutnya Sampoinet merupakan Ibukota kecamatan yang berada dikawasan kota, sehingga untuk gampong yang lebih dekat dengan ibukota kecamatan dan kabupaten memperoleh arus informasi dari Pemerintah Kabupaten Aceh Utara lebih cepat terakses daripada gampong - gampong lainnya. Kemudian kompleksitas permasalahan yang lebih tinggi dengan tingkat heterogensi masyarakatnya tinggi, hal itu dapat dilihat dengan adanya komplek perumahan di wilayahnya yang dihuni oleh berbagai kalangan, baik penduduk asli, pendatang maupun pegawai-pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara. Penduduk yang heterogen dan dengan adanya unsur aparat pemerintahan yang tinggal di wilayah tersebut sedikit banyak akan berpengaruh terhadap birokrasi pemerintah gampong. Kelembagaan permerintah gampong yang mengalami perubahan ini, kemudian dalam pengaplikasiannya di Kecamatan Baktya Timur terdapat permasalahan-permasalahan yang menyertainya. Dimana susunan organisasi dan tata kerja gampong

yang disodorkan oleh pemerintah daerah yang diatur dalam peraturan daerah Kabupaten Aceh Utara bukan saja dijadikan pedoman penyusunan susunan organisasi dan tata kerja gampong, akan tetapi sama persis tanpa memperhatikan kebutuhan dan kondisi sosial-budaya masyarakat atau warga gampong. Kemudian masyarakat banyak yang masih bingung terhadap mekanisme untuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan, serta terhadap proses pembuatan policy, pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan program-program, cara-cara dan sikap pelayanan yang diberikan oleh birokrasi pemerintahan gampong kepada masyarakat sesuai dengan kelembagaan birokrasi pemerintah gampong yang baru. Melihat fenomena-fenomena mengenai birokrasi, khususnya kelembagaan pemerintah gampong yang ada dan fenomena yang terjadi di Kecamatan Baktya Timur maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kelembagaan birokrasi pemerintah gampong di era otonomi Khusus di Kec. Baktya Timur Kab. Aceh Utara. Perumusan Permasalahan l. Bagaimanakah kelembagaan birokrasi. dan perilaku birokrasi dalam kelembagaan birokrasi pemerintahan gampong di era otonomi Khusus di Kec. Baktya Timur Kabupaten Aceh Utara ? 2. Apakah implikasi dari penerapan kelembagaan birokrasi pemerintah gampong di era otonomi Khusus di Kec. Aceh Utara Kab. Baktya Timur? Tujuan Penelitian 1. Mendiskripsikan kelembagaan birokrasi pemerintah gampong dan perilaku birokrasi dalam kelembagaan birokrasi pemerintah gampong di Kecamatan Baktya

2.

Timur Kabupaten Aceh Utara di era otonomi Khusus. Mendiskripsikan implikasi kelembagaan birokrasi pemerintahan gampong di era otonomi Khusus di Kecamatan Baktya Timur Kabupaten Aceh Utara.

d.Cara-cara dan sikap dalam memberikan pelayanan. 2. Implikasi dari kelembagaan birokrasi pemerintah gampong di era otonomi Khusus di Kec. Baktya Timur Kab. Aceh Utara. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja yakni di Kecamatan Baktya Timur Kabupaten Aceh Utara tepatnya di Gampong Matang Sijuek Tengoh.

Manfaat Penelitian l. Memberikan kontribusi ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam Ilmu Administrasi Negara khususnya Birokrasi Pemerintahan. 2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dalam rangka meningkatkan peran serta aparatur dalam birokrasi pemerintahan gampong dalam pelaksanaan otonomi Khusus. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dalam hal ini peneliti bermaksud untuk memperoleh gambaran yang luas mengenai birokrasi pemerintahan gampong di era Otonomi daerah. Fokus Penelitian 1.Gambaran nyata mengenai kelembagaan birokrasi pemerintah gampong beserta penerapan perilaku birokrasi dalam kelembagaan birokrasi pemerintah gampong di era otonomi khusus di Kec. Baktya Timur Kab. Aceh Utara, yang meliputi : a.Proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan. b.Proses perencanaan agenda dan program-program. c.Proses pelaksanaan programprogram yang .dikembangkan dalam pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Sumber Data 1. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden (dalam hal ini informan) melalui teknik wawancara dan pengamatan langsung (observasi) dari obyek yang diteliti. 2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari laporan. tertulis yang berupa data nilai program, data jenis dan bentuk program, data sasaran program, data pelaksana program dan data sistem pelaksanaan program. Pengumpulan Data Dalam rangka pengumpulan data, terdapat 3 (tiga) proses kegiatan yang dilakukan peneliti, meliputi Getting In (mendatangi lokasi penelitian), Getting Along (kondisi ketika berada dilokasi penelitian), hogging The Data (teknik pengumpulan data), yang terdiri dari In Depth Interview (wawancara mendalam), Analisa Dokumentasi, Observasi (Partisipasi Pasif). Analisa Data Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisa data Model "Alir", yakni sebagai berikut :

Masa Pengumpulan Data

Keabsahan Data Dalam penelitian kualitatif harus memiliki kriteria atau standar validitas dan reliabilitas, namun demikian mengingat adanya perbedaan paradigma mendasar antara keduanya, standar validitas dan reliabilitas dalam penelitian kualitatif memiliki spesifikasi tersendiri. Menurut Nasution (1988 : 114-122) dan Moleong (1997 : 179) untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan pada 4 (empat) kriteria, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteraihan (trans ferability), ketergantungan (dependenability) dan kepastian (confirmability).

REDUKSI DATA Antisipasi. Selama Pasca PENYAJIAN DATA Selama Pasca ANALISIS Penarikan kesimpulan/verivikasi Selama Pasca

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Reduksi Data, dimaksudkan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakkan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. 2.Penyajian Data, dimaksudkan sebagai sekumpulan infomasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajianpenyajian kita dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. hal ini dilakukan untuk memudahkan bagi peneliti melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian bagian tertentu dari data penelitian, sehingga dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan. 3.Menarik Kesimpulan/Verifikasi, merupakan satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh selama penelitian berlangsung. Sedangkan verifikasi merupakan kegiatan pemikiran kembali yang melintas dalam pemikiran penganalisis selama peneliti mencatat, atau suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan atau peninjauan kembali serta tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan "kesempatan inter-subyektif dengan kata lain makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya (validitasnya).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kelembagaan Birokrasi Pemerintah Desa. Sebelum berlakunya UU 18/2001 tentang Otonomy Khusus di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Pemerintah Desa di Kec. Baktya Timur yang mempunyai tanggung jawab terhadap pelaksanaan pemerintahan dan rumah tangga desa adalah Kepala Desa dengan bantuan orang-orang sebagai anggotanya yang diistilahkan dengan pamong desa. Saat sebelum adanya ketentuan ketentuan seperti peraturan perundang undangan tentang Pemerintahan Desa diatur dalam IG.O, yang mengatur tentang pelaksanaan pemerintahan desa, adapun mengenai beberapa jumlah anggota pamong serta perincian tugas kewajibannya ditetapkan oleh Kepala Daerah dan sesuai dengan adat kebiasaan setempat berjumlah kurang lebih enam atau tujuh orang. Demikian juga perihal pengangkatan dan pemberhentiannya. Dalam perkembangannya lahir UU 5/1979 tentang Pemerintahan Desa, maka terjadilah perubahan yang mendasar terhadap struktur organisasi pemerintahan desa di Kec. Baktya Timur. Hal ini dimaksudkan agar pemerintahan desa semakin mampu, menggerakkan masyarakat dalam

partisipasinya dalam pembangunan dan menyelenggarakan administrasi desa yang makin luas dan efektif. Kemudian dengan adanya otonomi daerah dan dengan ditetapkannya UU 18/2001 yang selanjutnya ditindak lanjuti dengan Qanun Kab. Aceh Utara 14/2002 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Gampong, maka terjadi perubahan terhadap struktur kelembagaan pada pemerintah Gampong di Kecamatan Baktya Timur. Adapun perubahan struktur kelembagaan adalah terdiri dari Keuchik (Kepala Desa) dan Tuha Peut (Perangkat Desa), Perangkat Gampong terdiri dari Tuha Peut, Keuchik/Imuem Menasah, Unsur Staf, Unsur Pelaksana dan Unsur Wilayah. Susunan Organisasi Pemerintah Gampong di Kec. Baktya Timur berdasarkan Qanun Kab. Aceh Utara 14/2002, yakni : 1. Tuha Peut, 2. Keuchik/Imuem menasah, 3. Sekretaris Gampong, 4.Kaur-kaur, 5. Unsur Pelaksana, 6. Unsur Wilayah. Selanjutnya Susunan Organisasi dan Tata Kerja yang disesuaikan dengan sosial, budaya dan kebutuhan Gampong ditetapkan dalam Peraturan Gampong. Sesuai dengan bunyi pasal 5 Kep. Bupati Aceh Utara 52/2001, bahwa : Gampong dapat menetapkan jumlah dan sebutan perangkat Gampong sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya Gampong setempat. Letak perbedaan dari struktur organisasi berdasarkan UU 5/1979 dengan UU 18/2001 secara prinsip terletak pada adanya unsur pelaksana dalam struktur organisasi yang baru yang diatur dalam Perda Kab. Aceh Utara 14/2002. Dan hal tersebut digambarkan bahwa hirarkinya unsur pelaksana bertanggungjawab langsung kepada Keuchik Gampong, sedangkan pada struktur yang berpedoman pada UU, l8/2002, perangkat Gampong yang menangani bidang pemerintahan, pembangunan dan kesejahteraan

sosial merupakan unsur staf yang secara hirarki dibawah Sekretaris Gampong sebagai Kepala Sekretriat Gampong. Berdasarkan pemikiran Osborne dan Gaebler (dalam Supriama, 1999:103), bahwa bentuk organisasi birokrasi pada masa-masa sekarang sudah seharusnyaya ditinjau kembali dan diarahkan kepada bentuk orgarasasi yang terbuka atau fleksibel, ramping atau efisien dan rasional serta terdesentralisasi. Kemudian pengembangan organisasi birokrasi pemerintah desa merupakan upaya yang dilakukan dalam era otonomi daerah untuk meningkatkan efisiensi organisasi birokrasi pemerintah desa dalam memecahkan masalah dan pencapaian sasaran dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa, seperti yang diungkapkan oleh Obolensky (1996 : 94), bahwa pengembangan organisasi adalah suatu pendekatan yang sistematik, terpadu dan terencana untuk meningkatkan organisasi, la dirancang untuk memecahkan masalah masalah yang merintangi efisiensi pengoperasian organisasi pada semua tingkatan. Berbagai masalah tersebut mencakup kurangnya kerjasama, desentralisasi yang berlebihan dan kurang cepatnya komunikasi. Struktur kelembagaan birokrasi pemerintah Gampong tersebut dimaksudkan agar birokrasi pemerintah Gampong lebih mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efisien kepada masyarakat/warga Gampong. Seperti uraian Suryono (dalam Jurnal Administrasi Negara, 2001 : 53), bahwa birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralisasi, inovatif, fleksibel dan responsif. Dengan struktur yang terdesentralisasi diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi kebetuhan dan kepentingan yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi pemerintah desa dapat menyediakan pelayanannya sesuai

dengan harapan masyarakat sebagai pelangganrya. Meskipun juga yang perlu diperhatikan adalah kualitas dan kuantitas dari aparat pemerintah desa itu sendiri, yakni aparatur pemerintah desa yang rnempunyai kemampuan (capabelity), memiliki loyalitas kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistency atau coherency). Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat diperoleh verifikasi sebagai berikut : karena kurangnya kualitas sumber daya manusia dalam hal kemampuan inovatif maka kelembagaan birokrasi pemerintah desa benarbenar sama dengan struktur organisasi yang disodorkan dalam peraturan daerah tanpa adanya pengembangan yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Proses Pembuatan Kebijakan dan Pengambilan Keputusan Untuk mengetahui proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan dalam birokrasi pemerintahan Gampong dapat dilihat dalam proses pembuatan peraturan Gampong. Pengaturan mengenai hal tersebut terdapat dalam Qanun Kab. Aceh Utara tentang Peraturan Gampong yang di dalamnya berisi mengenai pedoman mulai dari proses penyusunan sampai dengan penetapan Qagun. Qanun tersebut dibuat bukan untuk membatasi kreatifitas pemerintahan Gampong, bukan pula adanya ketidakpercayaan pemerintah kabupaten terhadap sumber daya manusia pada pemerintahan di tingkat Gampong, akan tetapi peraturan ini lebih sebagai pedoman dalam rangka pembuatan peraturan gampong oleh aparat birokrasi pemerintah Gampong. Sehingga peraturan-peraturan yang dibuat birokrasi pemerintahan gampong prosesnya sesuai dengan prosedur dan tidak bertentangan dengan peraturanperaturan yang lebih atas. Lagi pula jangan sampai peraturan yang mereka buat sendiri menimbulkan permasalahan di kemudian hari

terutama akibat prosesnya yang cacat hukum. Untuk membuat suatu rancangan suatu peraturan Gampong, Keuchik dengan dibantu oleh perangkat Gampong memperoleh masukan hal hal yang perlu dibuat peraturan dari lembaga lembaga kemasyarakatan Gampong, seperti halnya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Lembaga tersebut memberikan masukan kepada aparatur pemerintah berdasarkan aspirasi yang mereka kumpulkan dari masyarakat. Setelah draf atau rancangan peraturan Gampong yang dibuat oleh Keuchik tersebut diserahkan kepada Tuha Puet Gampong yang akan melaksanakan rapat guna membahas peraturan Gampong tersebut. TPG yang terbentuk dari proses pemilihan langsung oleh masyarakat Gampong tidak dengan serta merta menerima rancangan yang disodorkan oleh Keuchik akan tetapi dengan musyawarah/mufakat, sehinggga peraturan Gampong yang ditetapkan nanti sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat gampong. Antusiasme antara Gampong yang mempunyai kualitas SDM sangatlah berbeda, Gampong dengan kualitas SDM secara Umum tinggi dibandingkan dengan Gampong yang lebih rendah kualitas SDMnya. Rancangan peraturan Gampong yang disusun oleh Keuchik bersama perangkat Gampong (pemerintah desa) kemudian disodorkan kepada Tuha Puet Gampong untuk diadakan rapat membahas rancangan tersebut. Pengambilan keputusan terhadap materi dalam peraturan Gampong tersebut didasarkan pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang telah ditampung oleh anggota Tuha Peut Gampong sebagai wewenang dan tanggung jawabnya. Adanya semangat demokrasi dalam hal ini menunjukkan demokratisasi telah merambah segi kehidupan di Gampong sesuai dengan semangat reformasi dan otonomi . Khusus. Bahwa demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan yang ditata

dan diorganisir berdasarkan prinsipprinsip kedaulatan rakyat (popular sovereignity), kesamaan politik (political equality), konsultasi atau dialog dengan rakyat (popular consultation), dan berdasarkan pada aturan suara mayoritas (Ranny dalam Thoha, 2003 : 99). Birokrasi harus mampu berinteraksi secara internal, birokrasi juga harus mampu berinteraksi dengan lingkungan di luar birokrasi demi mewujudkan birokrasi organis adaptif. (Taufik dalam Pikiran Rakyat, 2003 : 1): Hal tersebut ditunjukan birokrasi di Gampong Matang Sijuek Tengoh Kecamatan Baktya Timur yang memiliki tingkat heterogensi yang lebih tinggi dengan tingkat kualitas sumber daya manusia baik aparatur pemerintahan gampong maupun warganya dibandingkan dengan gampong gampong lain di Kecamatan Baktya Timur memiliki tingkat antusiasme yang tinggi hal tersebut dibuktikan dengan keikutsertaan warga dalam proses pembuatan kebijakan tersebut. Peran serta dari masyarakat seharusnya ada demi mewujudkan kepemerintahan yang baik dimana peran citizen yang besar dalam good governance ialah menjaga agar tetap crocoountable, tanggung gugat, (Tjokroamidjojo, 2001:96). Akan tetapi adalah sebaliknya di gampong Matang Sijuek Tengoh, masyarakat/warga gampong lebih memberikan kepercayaan kepada lembagalembaga gampong untuk melaksanakannya dan mereka lebih disibukkan dengan kebutuhan mereka masing masing. Sehingga apapun dan bagaimanapun peraturan-peruturan di gampong adalah otoritas sepenuhnya lembaga lembaga gampong tersebut tanpa adanya inisiatif dari koreksi langsung dari masyarakat. Hal tersebut dikarenakan juga karena tingkat sumber daya manusia dari warga gampong yang kurang. Dan peraturanperaturan yang dibuat juga cenderung sedikit yang dipengaruhi adanya tingkat kompleksitas permasalahan yang rendah. Hal tersebut juga menunjukkan kurangnya interaksi antara birokrasi dengan lingkungan di

luar birokrasi dan kurang mengerakkan inisiatif masyarakat daripada mengelola sendiri, (Djunaedi, 2003:3). Berdasarkan uraian diatas dapat diperoleh verifikasi sebagai berikut : untuk gampong yang kualitas sumber daya manusia lebih tinggi mulai beranjak kearah prinsip-prinsip demokrasi akan tetapi terjadi sebaliknya untuk gampong yang mempunyai kualitas sumber daya manusia yang Iebih rendah. Proses perencanaan Agenda dan Program program. Dalam melaksanakan tugas sebagai unsur pemerintah Gampong, Geuchik Gampong yang dibantu oleh perangkat gampong dalam merencanakan agenda dan programprogram dari pemerintah kabupaten juga dalam melaksanakan agenda dan program-program berdasarkan penjabaran dari peraturan gampong yang telah ditetapkan dengan persetujuan dari Badan Perwakilan gampong setempat kemudian juga dengan keputusan Geuchik gampong. Selanjutnya dapat dibandingkan dua gampong yang mempunyai perbedaan kompleksitas permasalahan dan heterogensi masyarakatnya. Untuk gampong Matang Sijuek Tengoh yang memiliki tingkat permasalahan dan heterogensi masyarakatnya yang tinggi mempunyai program atau proyek yang akan dilaksanakan yang lebih banyak karena adanya aspirasi dan kebutuhan masyarakat terhadap hal-hal yang di programkan serta adanya keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan gampongnya melalui swadaya masyarakat. Untuk gampong cot Hasan, program pembangunan fisik yang bertujuan jangka panjang dan memerlukan dana besar masih merupakan program dari pihak Pemerintah Kabupaten, dan keikutsertaan masyarakat dapat dilihat ; atas swadaya yang berhasil dikumpulkan : dalam membantu proses pelaksanaan program dari

pemerintah gampong meskipun masih minimal. Transparansi atau keterbukaan merupakan kata kunci dalam kehidupan yang demokratis, (Affandi dalam Santoso, 2002 :37). Adanya transparansi oleh penyelenggara pemerintahan di gampong Matang Sijuek Tengoh ditunjukkan dengan mengikutsertakan tokoh-tokoh dan pemuka masyarakat dalam proses perencanaan agenda dan programprogram, sehingga segala sesuatu yang menyangkut hal tersebut selain menjadi tanggung jawab pemerintahan gampong, masyarakat juga ikut andil dan peran serta guna terakomodirnya kebutuhan dan aspirasi dari warga. Menurut Manila (1995 :25), bahwa perencanaan merupakan aktifitas menyusun hal-hal atau apa saja yang akan dikerjakan atau dilakukan di masa yang akan datang, sekaligus menentukan bagaimana cara melaksanakannya. Perencanaan dapat juga dimaknai sebagai proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sesuatu, tujuan tertentu. Sedangkan untuk gampong Cot Hasan, warga gampong lebih mempercayakannya kepada penyelenggara pemerintahan gampong dan menunjukkan kurang antusiasme dari masyarakat terhadap proses pembangunan di gampongnya, hal menunjukkan kurang dekatnya birokrasi pemerintah gampong dengan masyarakat, Bahwa ciri dari birokrasi yang terdesentralisir adalah birokrasi yang dekat dengan masyarakat selaku pelanggan (Suryono, 2001 : 53). Kemudian program-program yang akan dilaksanakan secara umum masih merupakan tindak lanjut dari program-program pemerintah yang lebih atas yakni pemerintah kabupaten, hal tersebut karena sumber daya manusia dan sumber dana yang terbatas yang dimiliki oleh gampong Cot Hasan.

Kemudian verifikasi yang dapat dikemukakan sebagai berikut : terjadi adanya keterbukaan dan keterlibatan masyarakat/ warga gampong akan tetapi untuk gampong dengan sumber daya manusia yang lebih rendah lebih mengedepankan pada perintah atasan. Proses Pelaksanaan Programprogram Sebagian besar program dari Pemerintah gampong Matang sijuek Tengoh telah dilaksanakan dalam kurun waktu tahun 2003 sampai dengan bulan Oktober 2004. Selanjutnya untuk gampong Cot Hasan Kecamatan Baktya Timur program-program yang telah dilaksanakan sampai dengan bulan Oktober, 2004 sebagian besar masih merupakan program dari Pemerintah Kabupaten Baktya Timur, hal tersebut di karenakan sumber pendapatan asli gampong yang belum mencukupi untuk melaksanakan suatu program yang memerlukan dana yang cukup besar. Untuk gampong Matang Sijuek Tengoh proses pelaksanaan programprogram mendapat pengawasan juga dari masyarakat dimana mereka juga dilibatkan dalam proses perencanaan, sehingga timbul transparansi dalam hal ini. Dan mereka merasa ikut handarbeni terhadap program program yang dilaksanakan di gampong mereka. Sedangkan untuk gampong Cot Hasan, pelaksana program adalah unsur birokrasi pemerintahan gampong dan masyarakat terkesan hanya menunggu hasil tanpa adanya sumbangan yang berarti terhadap proses ini tanpa adanya kehendak dan keterlibatan masyarakat (partisipalion), sedangkan partisipasi merupakan salah satu unsur penting dan utama dalam konsepsi kepemerintahan yang amanah atau good governance, (Djunaedi, 2003 : 6). Kurangnya partisipasi masyarakat atau warga gampong dalam proses pelaksanaan programprogram di gampongnya mengakibatkan lemahnya kontrol dari masyarakat

10

terhadap penyelenggaraan pemerintahan di gampong yang mengakibatkan terlupakannya kepentingan kepentingan masyarakat/warga gampong dan menurut Dwiyanto (2002 : 44), bahwa lemahnya kontrol publik terhadap birokrasi mengakibatkan dalam birokrasi tidak dijumpai pendistribusian kewenangan secara memadai (diskresi) kepada instansi atau aparat di tingkat bawah, dampak lebih jauh yang terjadi adalah birokrasi menjadi lebih mementingkan kepentingan pimpinan daripada masyarakat selaku pengguna jasa. Hal tersebut tentunya bertolak belakang dengan tujuan utama otonomi asli gampong dalam pelaksanaan otonomi daerah. Kemudian dapat diperoleh veriifikasi sebagai berikut : adanya partisipasi warga, akan tetapi untuk gampong dengan kualitas sumber daya manusia rendah lebih mempercayakan kepada birokrasi pemerintahan gampong. Cara dan Sikap dalam Memberikan Pelayanan. Pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah gampong Matang Sijuek Tengoh lebih banyak baik secara kualitas maupun kuantitas dibandingkan dengan pelayanan yang diberikan Pemerintah gampong Cot Hasan. Hal tersebut terkait tingkat kompleksitas permasalahan dan heterogensi yang berbeda, maka pelayanan di gampong Matang Sijuek tengoh juga sedikit berbeda dengan tingkat kebutuhan dari masyarakat dan tingkat kepedulian mengenai tertib administrasi oleh warga gampong. Oleh sebab itu dalam memberikan pelayanan, aparatur pemerintah gampong terdapat perbedaan mengenai cara, sikap dan waktu pemberian pelayanan kepada masyarakat. Dari uraian diatas dapat diperoleh verifikasi sebagai berikut : pelayanan publik yang diberikan mulai beranjak kepada orientasi pasar dengan adanya peningkatan mutu dan produktifitas dalam pelaksanaan tugas.

Implikasi Kelembagaan Birokrasi Pemerintah gampong sesuai dengan UU 22/1999. a. Dampak Positif - Meningkatkan responsivitas aparatur pemerintah gampong. Dengan adanya kelembagaan birokrasi pemerintah gampong berdasarkan UU 22/1999 yang kemudian ditindak lanjuti dengan Perda Kab. Aceh Utara 34/2000, dalam pelaksanaannya di gampong-gampong di wilayah Kecamatan Baktya Timur mampu meningkatkan kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program-program. dari pemerintah gampong yang akan dilaksanakan, dimana unsur pemerintah gampong yang dalam susunan organisasinya terdapat unsur pelaksana yang di jabat oleh kepala seksi-kepala seksi, yang secara hirarkhi langsung berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Geuchik gampong, unsur pelaksana ini mcmpunyai fungsi melaksanakan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, ekonomi dan pembangunan, dan kesejahteraan rakyat. Sehingga jalur hirarkhinya lebih efektif dan efisien karena dalam struktur kelembagaan yang lama unsur-unsur tersebut berada di bawah dan bertanggung jawab kepada sekretaris gampong. Dengm adanya unsur-unsur pelaksana maka kegiatan teknis di lapangan dapat berjalan dengan lebih baik, lebih efektif dan. efisien karena unsur pelaksana langsung menangani tugas untuk pengumpulan, penelaahan dan analisis data serta penyajian data dan informasi dalam rangka penyiapan bahan perumusan kebijaksanaan, teknis koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan teknis bidang pemerintahan,

11

ekonomi pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Dengan adanya unsur-unsur pelaksana maka kegiatan teknis di lapangan dapat berjalan dengan lebih baik, lebih efektif dan efisien karena unsur pelaksana langsung menangani tugas untuk pengumpulan, penelaahan dan analisis data serta penyajian data dan informasi dalam rangka penyiapan bahan perumusan kebijaksanaan, teknis koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian bimbingan teknis bidang pemerintahan, ekonomi pembangunan dan kesejahteraan rakyat. , Serta dalam proses penyusunan peraturanperaturan di gampong unsur pelaksana ini memberikan masukan kepada Geuchik Gampong mengenai segala sesuai tentang wilayah kerjanya untuk peyusunan rancangan peraturanperaturan gampong. Kemudian keberadaan Badan Perwakilan gampong yang dalam hal ini merupakan lembaga perwakilan masyarakat gampong mampu menampung serta menyampaikan segala macam bentuk aspirasi dari warga sehingga terakomodir ke dalam peraturan yang akan ditetapkan bersama, hal tersebut sesuai dengan semangat demokrasi seperti yang dinyatakan Santoso (2002 : 16), bahwa agenda pengembangan otonomi daerah perlu dimaknai sebagai kesatuan agenda dalam pengembangan sistem pengambilan kebijakan yang demokratis. Meningkatkan produktifitas aparatur pemerintah gampong. Dengan adanya unsur teknis pelaksana dalam struktur organisasi pemerintah gampong sesuai dengan Perda Kab. Aceh Utara 34/2000, dimana unsur pelaksana membantu tugas Geuchik Gampong dalam menjalankan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan gampong sesuai dengan bidang tugasnya masing masing yakni pemerintahan, ekonomi dan pembangunan, dan kemasyarakatan. Hal tersebut mampu meningkatkan

hasil kinerjanya berupa programprogram atau agenda yang disusun oleh pemerintah gampong dalam memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki oleh gampongnya dalam mengakomodir, semakin tingginya tingkat kebutuhan masyarakat/warganya. Dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, baik kualitas maupun kuantitas juga meningkat seiring dengan pelaksanaan agenda kegiatan dan program dari pemerintah gampong. Produktifitas yang meningkat ini juga seiring dengan peningkatan pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintah gampong kepada masyarakat baik secara kualitas maupun kuantitas, serta terjadinya efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan, hal tersebut disebabkan bidang-bidang dalam penyelenggaraan pemerintahan gampong yang meliputi bidang pemerintahan, bidang ekonomi dan pembangunan, dan bidang kemasyarakatan ditangani secara langsung oleh unsur pelaksanan sebagai unsur teknis di lapangan. Meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan gampong. Dalam rangka akuntabilitas setiap tingkatan pada hirarkhi organisasi, setiap aparatur pemerintah diwajibkan untuk akuntabel kepada atasannya dan kepada yang mengontrol pekerjaannya, dan pelaksanaan tugas-tugasnya sesuai dengan posisinya masing-masing. Dengan adanya unsur pelaksana dalam struktur kelembagaan pemerintah gampong sesuai dengan Perda Kab. Aceh Utara 34/2000, membawa dampak bahwa geuchik gampong selaku pimpinan pemerintah gampong dapat memantau pekerjaan secara langsung terhadap aparatur pemerintah gampong yang duduk sebagai kepala seksi-kepala seksi, karena hirarkinya langsung berada dibawahnya dan bukan lagi sebagai

12

unsur staf dibawah sekretaris gampong. Akuntabilitas merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian hasil pada pelayanan publik, (LAN, 2000:22). Selanjutnya akuntabilitas secara ekstern seseorang adalah akuntabilitas orang tersebut kepada lingkungannya, baik lingkungan formal (atasan-bawahan) maupun lingkungan masyarakat. Menurut Islamy (dalam Suryono, 2001 : 54) menyatakan salah satu prinsip yang seharusnya dipahami oleh aparat birokrasi adalah prinsip akuntabilitas, yaitu proses, produk dan mutu pelayanan yang telah diberikan harus bisa dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Dalam kelembagaan pemerintah gampong yang baru rangka akuntabilitas setiap tingkatan pada hirarkhi organisasi, setiap aparatur pemerintah diwajibkan untuk ukuntabel kepada atasannya atau kepada yang mengontrol pekerjaannya, dan pelaksanan tugastugasnya sesuai dengan posisinya masing-masing. Dengan adanya unsur pelaksana dalam struktur kelembagaan pemerintah gampong yang baru tersebut geuchik gampong selaku pimpinan pemerintah gampong dapat memantau pekerjaan secara langsung terhadap aparatur pemerintah gampong yang duduk sebagai kepala seksi-kepala seksi, dan kepala seksi-kepala seksi bertanggung jawab langsung kepada geuchik gampong. Transparansi penyelenggaraan pemerintahan gampong. Dengan adanya struktur kelembagaan baru mempunyai dampak yakni semakin transparannya proses penyelenggaraan pemerintahan gampong. Hal ini terbukti dengan keterlibatan berbagai unsur dalam masyarakat gampong dalam proses penyusunan rencana, pelaksanaan sampai pada pengawasan terhadap agenda kegiatan dan program-program yang disusum dan dijalankan oleh pemerintah gampong, dimana unsur

pelaksana dalam struktur pemerintah gampong membantu geuchik gampong dalam proses pengumpulan, penelaahan dan analisis data serta penyajian data dan informasi dalam rangka penyiapan bahan perumusan kebijaksanaan teknis dalam bidang pemerintahan, bidang ekonomi dan pembangunan, dan bidang kemasyarakatan. Hal tersebut juga dengan adanya Badan Perwakilan gampong sebagai wadah penampung aspirasi masyarakat/warga gampong, sehingga mampu mengakomodir kebutuhan dan kepentingan warga gampong untuk selanjutnya diaktualisasikan dalam program program gampong dalam proses penyelenggaraan pemerintahan gampong. Transparansi tersebut dapat terjadi dan berjalan dengan harmonis apabila setiap unsur didalam proses penyelenggaraan pemerintahan gampong memahami betul akan hak dan wewenangnya dengan tidak adanya tumpang-tindihnya kewenangan serta pemahaman terhadap tugas dan fungsi masingmasing, Hal tersebut berbeda dengan sebelumnya, dimana geuchik gampong seolah-olah sebagai penguasa tunggal dan tidak memperhatikan aspirasi dan kebutuhan dari warga desanya sehingga segala sesuatu adalah hak dan wewenang dan Geuchik gampong dan juga perintah atau instruksi dari pemerintah yang lebih atas tanpa memperdulikan keanekaragaman kebutuhan gampong dan masyarakatnya. b. Dampak Negatif - Tumpang tindihnya tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan pemerintahan gampong. Dalam kelembagaan baru mempunyai dampak yang negatif dalam proses pelaksanaannya di gampong-gampong wilayah Kecamatan Baktya Timur, salah satunya adalah adanya tumpang

13

tindihnya tugas dan wewenang di dalam proses penyelenggaraan pemerintahan gampong, hal tersebut berdasarkan pengamatan dilapangan lebih dikarenakan unsur aparatur pemerintah gampong kurang memahami betul tentang tugas pokok dan fungsinya masing-masing sesuai dengan peraturan daerah dan telah dijabarkan ke dalam peraturan gampong masing-masing , yang memuat mengenai susunan organisasi dan tata kerja pemerintah gampong. Akibat adanya kualitas sumber daya manusia yang kurang menyebabkan kurangnya tingkat pemahaman oleh aparatur pemerintah gampong terhadap tugas pokok dan fungsinya serta wewenang yang dimiliki dalam jabatannya, dari hal tersebut dapat mengakibatkan proses pelayanan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat/warga gampong selaku pelanggan dapat terabaikan, sebenarnya untuk mengatasi hal-hal demikian ini Pemerintah Kabupaten Baktya Timur telah melakukan pendidikan dan pelatihan bagi aparat gampong, akan tetapi karena keterbatasan dana, maka kuantitas pendidikan dan pelatihan yang diberikan masih jauh dari cukup. Tumpang tindihnya pelaksanaan tugas dan wewenang ini juga tidak hanya di dalam intern unsur pemerintah gampong saja akan tetapi keberadaan Badan Perwakilan gampong juga mempunyai andil dalam kejadiankejadian tersebut, yakni ikut campurnya Badan Perwakilan gampong dalam pelaksanaan tugas aparat pemerintah gampong, hal tersebut dikarenakan Badan Perwakilan gampong merasa bahwa mereka adalah unsur penyelenggaraan pemerintahan gampong yang mempunyai hak untuk mengontrol segala bentuk kegiatan oleh pemerintah gampong sehingga terjadi semacam over laping dalam pelaksanaan tugas masing-masing. Hal tersebut terjadi karena antara unsur-unsur penyelenggara pemerintahan gampong kurang memahami tugas pokok dari fungsi serta wewenang dari masing-masing unsur/lembaga, ini terjadi dikarenakan adanya faktor kualitas sumber daya

manusia yang kurang, dan adanya kepentingan kepentingan tertentu yang mempengaruhinya. Dengan dalih bahwa apa yang dilakukan adalah amanat dari masyarakat atau warga gampong menyebabkan lembaga yang seharusnya menjadi wadah terbentuknya demokratisasi gampong malah keberadaan dari anggotanya yang kurang memahami tugasnya mengakibatkan terdapat anggota yang mencampuri urusan yang seharusnya bukan menjadi tanggung jawabnya. Kembali lagi hal tersebut karena adanya faktor kualitas sumber daya yang dimiliki, sehingga masing-masing unsur dalam penyelenggaraan pemerintahan gampong kurang memahami tugas dan wewenang masing masing. Sebenarnya hal tersebut dapat diminimalisir dengan mengadakan pembinaan, pendidikan dan pelatihan secara intensif baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga aparatur pemerintahan gampong mampu menyesuaikan dari dengan keadaan yang mengalami perubahan. tersebut, bahwa birokrasi hendaknya menyesuaikan diri dengan lingkungan yang selalu mengalami perubahan. (Anonymous, 2003 : 4). Penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan pemerintahan gampong. Terjadinya penyalah-gunaan wewenang dalam proses penyelenggaraan pemerintahan gampong dapat dilakukan oleh aparatur pemerintah gampong dan juga oleh anggota anggota yang duduk dalam lembaga perwakilan seperti Badan Perwakilan gampong. Penyalahgunaan wewenang oleh aparatur pemerintah gampong dapat terjadi akibat dari lemahnya fungsi kontrol dan pengawasan dari lembaga perwakilan gampong yang kurang maksimal. Fungsi aparatur pemerintah gampong adalah menjalankan kewajiban sesuai dengan pembagian tugas yang telah ditetapkan dalam struktur organisasi pemerintah gampong. Akan tetapi tidak semua aparatur pemerintah gampong yang

14

paham akan tugas dan fungsinya, hal ini disebabkan tingkat kualitas sumber daya manusia yang kurang memadai juga terhadap perilaku dan aparatur pemerintah gampong itu sendiri dalam penyelengaraan birokrasi pemerintah gampong. Kemudian mengenai lemahnya pengawasan dari Badan Perwakilan gampong lebih disebabkan karena orang-orang yang duduk dalam kelembagaan tersebut adalah orangorang dari Geuchik Gampong dan perangkat gampong setempat sehingga bagaimanapun dan apapun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah gampong disetujui oleh lembaga perwakilan gampong tersebut tanpa memperhatikan tingkat aspirasi dan kepentingan masyarakat/warga gampong. Adanya komentar bahwa letak kesalahan dalam kasus terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan pemerintahan gampong bukan pada sistem atau aturannya, akan tetapi lebih kepada perilaku dari aparatur pemerintahan gampong itu sendiri, aturan di masa lalu yang mempunyai kecenderungan bahwa kepemimpinan tunggal oleh geuchik gampong di tingkat gampong telah diadakan perubahan dengan adanya lembaga penyeimbang yakni Badan Perwakilan gampong sebagai mitra pemerintah gampong yang mempunyai fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah gampong. Dengan adanya Badan Perwakilan gampong yang mempunyai fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan di gampong secara toeri proses tersebut seharusnya dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku namun penyalah-gunaan wewenang tersebut terjadi akibat perilaku dari orang-orang yang duduk dalam kelembagaan pemerintahan itu sendiri yang belum siap dan tidak mampu dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya.

Menurut Suryono (2001 : 53), bahwa Birokrasi seharusnya lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada pengayoman dan pelayanan masyarakat dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan. Apabila hal tersebut dipahami oleh unsurunsur dalam birokrasi maka penyalahgunaan wewenang dalam tugas dapat terhindarkan. Kurang fleksibel dalam penyelenggaraan pemerintahan di gampong. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan kurangnya inisiatif aparat pemerintah gampong dan lebih banyak menonjolkan sikap berdiam diri dan menunggu perintah atau instruksi dari pemerintah yang lebih atas dalam setiap pekerjaan yang menyangkut penyelenggaraan pemerintahan di gampong. Meskipun dalam kelembagaan pemerintah gampong telah temuat unsur staf, unsur pelaksana dan unsur walayah yang masing masing mempunyai tanggung jawab dan wewenang sesuai dengan bidang tugasnya. Akan tetapi terdapat kesan kaku dalam menjalankan peraturan daerah mengenai kelembagaan pemerintah gampong tersebut. sehingga seolah-olah terkotak-kotak sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat selaku pelanggan kurang maksimal. Begitupun juga dalam proses penyusunan peraturan gampong mengenai susunan organisasi dan tata kerja pemerintah gampong, dalam Perda Kab. Aceh Utara 34/2000, Kep.Bupati Aceh Utara 52/2001, dan lnstruksi Bupati Aceh Utara 03/2001, telah termuat bahwa jumlah dan sebutan perangkat gampong disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat gampong setempat. Hal tersebut dimaksudkan agar aspirasi dan tingkat kebutuhan masyarakat gampong setempat dapat diakomodir yang kemudian pelaksanaanya dengan

15

penetapan peraturan gampong mengenai susunan organisasi dan tata kerja pemerintah gampong yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat gampong setempat. Akan tetapi dalam kenyataannya, unsur unsur yang menentukan hal tersebut hanya menggunakan peraturan daerah sebagai dasarnya secara tanpa adanya inisiatif dari gampong, sehingga jumlah dan penyebutannya sesuai dengan bunyi yang terdapat dalam peraturan daerah, padahal sebenarnya jumlah dan penyebutan perangkat gampong di Kecamatan Baktya Timur yang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat gampong setempat bukan lagi demikian. Sikap tersebut menyebabkan kondisi yang kurang fleksibel dalam menjalankan peraturan yang lebih atas dan terkesan kaku dalam penerapannya, padahal sebenarnya tidaklah demikian. Dalam Undang-Undang :Nomor 22 tahun 1999 telah disebutkan bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya atau mengurus rumah tangganya sendiri, akan tetapi dalam prakteknya pemerintah gampong kurang mempunyai sikap inisiatif dan inovatif sehingga lebih banyak menonjolkan sikap berdiam diri dan menunggu perintah atau instruksi dari pemerintah yang lebih atas dalam setiap pekerjaan yang menyangkut penyelenggaraan pemerintahan di gampong. Meskipun dalam kelembagaan pemerintah gampong telah temuat unsur staf, unsur pelaksana dan unsur wilayah yang masing-masing mempunyai tanggung jawab dan wewenang sesuai dengan bidang tugasnya. Akan tetapi terdapat kesan kaku dalam menjalankan peraturan daerah mengenai kelembagaan pemerintah gampong tersebut. sehingga seolah-olah terkotak kotak sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat selaku pelanggan kurang maksimal.

Seharusnya birokrasi pemerintah gampong mampu memanfaatkan hal tersebut untuk lebih eksis dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana tujuan dibentuknya pemerintahan, seperti uraian Ratih (2000 : 104) bahwa birokrasi harus mampu mengarahkan dan memanfaatkan bakat. potensi seperti inovasi, kecepatan merespon, fleksibilitas ketujuan, visi, sasaran strategik dan misi organisasi melalui pemberdayaan organisasi. Dari uraian diatas dapat diperoleh verifikasi sebagai berikut : adanya dampak positif karena tingkat kualitas penduduk dan penyelenggara pemerintahan gampong yang yang lebih tinggi dan adanya dampak negatif pada kondisi sebaliknya. Kesimpulan dan saran Berdasarkan uraian-uraian dalam hasil penelitian dan pembahasan yang disajikan mengenai kelembagaan birokrasi pemerintah gampong di era otonomi daerah di Kecamatan Baktya Timur, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : Dikarenakan kurangnya kualitas sumber daya manusia penyelenggara pemerintahan gampong dalam inovasi mengakibatkan kelembagaan birokrasi di era otonomi daerah di Kecamatan Baktya Timur yang didasarkan pada UU 22/1999, yang seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya . masyarakat setempat dalam prakteknya tetap memakai kelembagaan yang disodorkan pemerintah kabupaten melalui peraturan daerah, keputusan bupati dan instruksi bupati, bukan hanya sebagai dasar dan pedoman penyusunan saja akan tetapi tanpa adanya pengembangan untuk penyesuaian dengan kebutuhan dan kondisi sosial masyarakatnya. Secara umum perilaku birokrasi pemerintah gampong dalam kelembagaan birokrasi pemerintah gampong di era otonomi daerah telah mampu mengakomodir aspirasi dan kebutuhan masyarakat, namun untuk

16

gampong dengan tingkat kompleksitas permasalahan yang rendah dengan kualitas sumber daya manusia baik intern maupun ekstern penyelenggara pemerintahan di gampong menunjukan sikap apatisme dan lebih menunggu perintah atau desakan dari pemerintah yang lebih atas. Penerapan kelembagaan birokrasi pemerintah gampong berdasarkan UU 22/1999 secara umum membawa dampak positif berupa meningkatnya responsivitas, produktivitas, akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan di tingkat gampong. Akan tetapi kelembagaan baru tersebut juga membawa dampak negatif terutama bagi gampong yang arus infomasinya lebih lambat dengan tingkat kualitas sumber daya yang rendah didukung adanya sikap apatisme dan sinisme masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan gampong dan sikap birokrasi yang kurang mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakatnya adalah berupa tumpang tindihnya tugas dan wewenang, penyalahgunaan wewenang dan kurangnya fleksibilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan gampong. Saran Dengan melihat uraian-uraian dalam hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan, penulis memberikan altenatif pemecahan berupa saran sebagai berikut : - Penyempurnaan sistem dalam sosialisasi serta diadakan evaluasi mengenai hasil sosialisasi yang telah diberikan sehingga diharapkan tidak terjadi penafsiran yang salah bagi yang menerima materi sosialisasi, juga mengenai obyek sosialisasi bukan hanya unsur aparatur pemerintahan saja akan tetapi melibatkan unsur tokoh-tokoh atau pemuka masyarakat dengan tujuan untuk menumbuhkan sikap kepedulian dan kemampuan inovatif baik bagi aparatur pemerintah maupun masyarakat sebagai

pengguna jasa pelayanan yang. diberikan oleh pemerintah. Dalam upaya meningkatkan kualitas perilaku birokrasi pemerintahan gampong untuk lebih responsif, produktif, akuntabel dan transparan dengan sumber daya aparatur yang profesional, kreatif disiplin jujur dan lain-lain dapat dilakukan melalui peningkatan baik secara kualitas maupun kuantitas terhadap pemberian pendidikan dan pelatihan serta pembinaan oleh pemerintah kabupaten atau melalui pihak kecamatan, langkah tersebut dalam pelaksanaanya didasarkan pada semangat menanamkan rasa tanggung jawab dan kemajuan seiring dengan perkembangan paradigma pemerintahan sekarang ini, dan bukan hanya untuk memenuhi target secara formalitas saja. Untuk mengetahui seberapa jauh hasil pelaksanaan pendidikan dan pelatihan serta pembinaan yang diberikan perlu dilakukan pengamatan, pengawasan dan evaluasi terhadap proses penyelenggaraan pemerintahan di gampong terutama aparaturnya. pemberian materi atau narasumber dalam pendidikan dan pelatihan serta diambilkan dari tenaga-tenaga aparatur birokrasi yang menguasai dan berpengalaman dalam bidangnya dengan harapan materi yang diberikan sesuai dengan semangat reformasi dan otonomi daerah atau perkembangan situasi dan kondisi. Disamping itu materi yang diberikan tidak hanya menyangkut materi saja yang sifatnya berupa wacana akan tetapi juga harus diberikan petunjukpetunjuk teknis dan contoh-contoh kongkret di lapangan. Perlu dilakukan pengawasan sekaligus pembinaan langsung ke lapangan yang meliputi mekanisme pemerintahan, kelembagaan birokrasi pemerintah gampong, tata kerja, dan administrasi gampong, hal tersebut dimaksudkan apabila dijumpai adanya pemahaman yang kurang, penyimpangan penyimpangan dari ketentuan atas aturan yang berlaku dapat segera diluruskan untuk pembenahan berikumya. Bagi pemerintahan yang lebih atas yakni kecamatan dan kabupaten

17

permasalahan - pemasalahan atau segala bentuk penyimpangan yang ada perlu dilakukan inventarisir sebagai dasar pedoman dalam merumuskan kebijakan selanjutnya dan merupakan tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Oleh sebab itu perlu dilakukan pendekatan yang komprehensif dengan dukungan dari unsur unsur di luar pemerintahan serta penumbuhan partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahaan di gampong demi mewujudkan cita-cita otonomi khusus. Daftar Pustaka Abdul Wahab, Solichin, 1999, Re formasi Pelayanan Publik, Kajian dari perspektif Teori Governance, PT. Danar Wiajaya, Malang Abdullah, Syukur, 1991, Budaya Birokrasi di Indonesia, dalam Alfiana dan Nazaruddin Syamsudin, Profil Budaya politik Indonesia, Pustaka Utama, Jakarta Albrow, Martin, 1996, Birokrasi, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta Anwari,2003, Birokrasi Indonesia, Hegelian atau Marxis, The Amin Rais Center, www.google.com Anonymous, 2003, Perilaku Birokrasi dalam Era Globalisasi, www.google.com Benveniste, GUY, 1997, Birokrasi, terjemahan oleh Sahat S, Rajawali Press, PT. Gravindo Persada, Jakarta Blau, Peter M., dan Marshal W. Meyer, 2000, Birokrasi dalam Masyarakat Modern, terjemahan Slamet Rijanto, Penerbit Prestasi Pustaka, Jakarta Cjokroanudjojo, Bintoro, 2001, Good Governance (Paradigma Baru Manajemen Pembangunan), Jakarta Cjokrowinoto, Moeljarto, 2001, Birokrasi da/am Polemik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Dwiyanto, Agus dkk, 2002, Reforrrrasi Birokrasi Publik Indonesia, PSKK Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Djunaedi, 2003, Birokrasi yang Amanah, www.google.com Dwijowijoto, Riant Nugroho, 2001, Reinventing Indonesia, Menata Ulang Manajemen Pemerintahan untuk Membangun Indonesia Baru dengan Keunggulan Global, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta Faisal, S., 1981, Dasar dan Teknik Penelitian Keilmuan Sosial, Usaha Nasional, Surabaya Faisal, S., 1992, Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi, Rajawali Press, Jakarta Gerth, HH, dan C. Wright Mills, 1958, from Max Weber Essay in Sociology, Oxford University Press, New York Idris, Moch., 2002, Birokrasi pemerintahan Desa dalam Pembangunan, tesis Universitas Brawijaya, Malang Juliantara, Dadang, 2000, Aru.s Baivah Demokrasi dan penrberdayaan desa, Lapera, Yolryakarta Kaho, Josef Riwu, 2001, prospek Utonomi + Daerah di Negara republik Indonesia, Identifikasi. Beberapa faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya, PT. Raja Gravindo, Jakarta Kjellberg, Francesco, 1995, 1985 The Changing Values of Local Government, ANNALS, AAfSS Lembaga Administrasi Negara (LAN), 2000, Akuntabilitas dan Good Governance, Modul Sosialisasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (AKIp), Jakarta Liang Gie, The, 1969, pertumbuhan Pemeritahan Daerah di Negara republik Indonesia Jilid II, Gunung Agung, Jakarta

18

Luthan, Fres, 1981, Organization Behaviour, Third Edition, International Student Edition, Mc. Graw-Hill International Book Company Manila, LGK., 1996, paktek Manajemen Pemerintahan Dalamr negeri, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Mardimin, Johanes, 1996, Dimensi Kritis Proses Pembangunan di Indonesia, Penerbit Kanisius, Yogyakarta Milles, M.E3. dan Huberman A.M. 1992, Analisis Dalam Kualitatif; terjemahan, Universitas Indonesia Press, Jakarta Mufiz, Ali, 1985, Administrasi Negara, Studi tentang Birokrasi, Buku Materi Pokok UT, Jakarta Moleong, Lexy J., 1997, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Nasution, S., 1988, Metodologi penelitian Kualitatif, 'Usaha Nasional,Surabaya. Ndraha, Taliziduhu, 1997, Budaya Organisasi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta Obolensky, Nick, 1996, Practical Business Re-Enginering, terjemahan oleh Soesanto Budidarmo, Elex Media Komputindo, Jakarta Pide, Andi Mustari,. 1999. Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki A bad XXI, Gaya medya pratama, Jakarta. Rasyid, M. Ryaas, 2002, Makna Pemerintahan, PT. Mutiara Sumber Widya, Jakarta. Surbakti,Ramlan,1999, Alternatif Masa Depan Pemerintahan Daerah, Artikel Harian Jawa Pos, Surabaya.

Suryaningrat, Bayu. 1981. Desentralisasi dan Dekonsentrasi Pemerintahan di Indonesia Suatu Analisa, Dewaruci Press, Jakarta Suryono, Agus, 2001, Budaya Birokrasi _Pelayanan Publik, dalam Jurnal Administrasi Negara, Vol. I Edisi 2, Maret 2001, Malang Syaukani, Affan Gaffar, Ryaas Rasyid, 2002, Otonorni Daerah dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Setiono, Budi, 2002, Jaring Birokrasi, tinjauan dari Aspek Politik dan Administrasi, PT. Gugus Press, Bekasi Siagian, Sondang P., 1994, Pathologi Birokrasi, Analisis Identifikasi dan Terapinya, Ghalia Indonesia, Jakarta Simainora, 1986, Administrasi pembangunan, Batas-batas, Strategi, Pembangunan, Kebijakan dan Pembaharuan Administrasi, CV. Rajawali, Jakarta Singarimbun, Masri dan Sofian effendi, 1995, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta STPDN, 1999, Profil Desa di Indonesia Wilayah Barat, Kajian terhadap Desa Swadaya, Swakarsa dan Swasembada, Tim Penyusun STPDN, Jatinangor -------, 1999, Sistem Pemerintahan Desa Adat di Indonesia, Tim Penyusun STPDN, Jatinangor Taufik, Gunawansyah, 2003. Bangun Format Ideal Birokrasi, Jadikan Rakyat sebagai Klien, dalam Pikiran Rakyat, tanggal 15 Februari 2003, Bandung Tenue, Henry, 1995, Local Government and Democratic Political Development, ANNALS, Pensylvania University

19

Thoha, Miftah, 2002, Reformasi Birokrasi pemerintah, Makalah Seminar Good Governance tanggal 24 Oktober 2002 di Bappenas, Jakarta -------, 2002, Perspektif Perilaku Birokrasi, dimensi-dimensi Prima ilmu Administrasi Negara Jilid II, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta -------, 2003, Birokrasi dan Politik di Indonesia, PT. Raja Grafndo Persada, Jakarta Widodo, Joko, 2001, Good Governance, Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendekia, Surabaya Yin, R.K., 1987, The Case Study ay A Seriozcs Research Strategy, Rond Corporation, Santa Monica, CA Yulianto, 1996, Pengaruh Kepemimpinan Kepada Desa dan Kualitas .Sumber Daya Aparat Desa terhadap Keberhasilan Pembangunana Desa, tesis Unversitas Gajah Mada, Yogyakarta Zauhar, Susilo, 1994, Desentralisasi, Otonomi Daerah dan pembangunan nasional pelopor, Jakarta -------, 2001, Administrasi publik, Penerbit Universitas Negeri Malang, Malang Peraturan Perundang-undangan : Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Kuangan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan

Pengawasan Penyelenggaraan Daerah.

atas Pemerintahan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan mengenai Desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 1999 tentang Pedoman Umum mengenai Desa. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 115 Tahun 1991 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kelurahan. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 1993 tentang Pedoman Orgainisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa.

Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Utara Nomor 31 Tahun 2000 tentang Badan Perwakilan Gampong. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Utara Nomor 32 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentan Geuchik Gampong. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Utara Nomor 33 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pencalonan, Pengangkatan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Perangkat gampong. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Utara Nomor 34 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah gampong. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Utara Nomor 42 Tahun 2000 tentang Lembaga Tuha puet gampong.

20

Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Utara Nomor : 002 Tahun 2001 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, Kecamatan dan Kelurahan dalam Kabupaten Aceh Utara. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Utara Nomor : 003 Tahun 2001 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Aceh Utara. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Utara Nomor : 004 Tahun 2001 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kabupaten Aceh Utara. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Utara Nomor : 005 Tahun 2001 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Utara Rancangan Qanun Provinsi NAD Tahun 2002 Tentang Susunan, Kedudukan dan Kewenangan Sagoe atau Banda dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Rancangan Qanun Provinsi NAD Tahun 2002 Tentang Susunan Organisasi, Kedudukan, Tugas dan Fungsi Pemerintah Sagoe

Cut dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Rancangan Qanun Provinsi NAD Tahun 2002 Tentang Pemerintahan Mukim dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.. Rancangan Qanun Provinsi NAD Tahun 2002 Tentang Pemerintahan Gampong dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

21

Anda mungkin juga menyukai