Direktur Operation Wallacea Trust, Jl. Labalawo No. 25, Baubau, Sulawesi Tenggara,
Hal - 2
wilayah ini berada di Kabupaten Buton (Kecamatan Kapontori, Lasalimu, Lasalimu Selatan, Siontapina, Wolowa, dan Pasarwajo). Berdasarkan statusnya dapat dibedakan menjadi tiga; (1) Suaka Margasatwa (SM) Lambusango ( 28.510 ha); (2) Cagar Alam (CA) Kakenauwe ( 810 ha). Keduanya saat ini berada dibawah pengelolaan Departemen Kehutanan (Balai Konservasi Sumberdaya Hutan, Sulawesi Tenggara/BKSDA); (3) Kawasan hutan lindung dan produksi yang berada di sekitar kawasan konservasi ( 35.000 ha) yang dikelola oleh Pemerintah daerah Kabupaten Buton (Dinas Kehutanan Kabupaten Buton). Pertanyaannya, mengapa Operation Wallacea Ltd dan para bule itu begitu tertarik berwisata ilmiah di Hutan Lambusango? Mengapa mereka rela meluangkan waktu dan biaya yang tidak sedikit (ribuan dollar, pululan juta rupiah), serta melakukan perjalanan jauh (ribuhan kilometer) untuk berwisata ilmiah di HL? Perlu kita ketahui bahwa selama ini, kegiatan wisata ilmiah yang mampu menyedot bule dalam jumlah ratusan orang hanya semata dilakukan oleh Operation Wallacea Ltd, dan itu hanya terjadi di Hutan Lambusango dan Kepulauan Wakatobi. Padahal Indonesia dikenal memiliki hutan tropis yang begitu luas (sekitar 100 juta ha) dan kaya keragaman hayati. Lalu, mengapa para bule itu tidak memilih datang ke Sumatera, Kalimantan atau Papua, yang notabene hutannya tidak kalah bagus dan luas, tetapi mereka menentukan pilihannya di Hutan Lambusango. Nah ini dia .. Ada apa dengan Hutan Lambusango? Jawabannya antara lain diuraikan di bawah ini.
Hal - 3
Sedangkan yang dimaksud dengan keragaman hayati endemik adalah keragaman jenis tumbuhan dan satwa yang hanya dijumpai di wilayah tertentu saja. Misalnya, Gajah Sumatera hanya terdapat di Pulau Sumatera. Dengan demikian Gajah Sumatera (Elephas maximus) adalah satwa endemik hutan tropis di Sumatera, namun bukan satwa endemik hutan tropis di WayKambas (Lampung Timur), karena di hutan lain di Lampung Barat, Utara dan Selatan, bahkan di Provinsi Riau, dan Sumatera Utara-pun dijumpai gajah dengan ciri biologis dan genetis yang sama. Dengan demikian dapat disebut bahwa Gajah Sumatera adalah satwa endemik Pulau Sumatera, namun bukan satwa endemik Way-Kambas atau Riau. HL memiliki kekayaan satwa endemik Sulawesi, artinya sebagian besar satwa endemik (yang hanya dijumpai) Sulawesi dapat ditemukan di Hutan Lambusango. Lalu mengapa Pulau Sulawesi dikenal memiliki keragaman hayati endemik yang tinggi? Ceritanya menurut teori geologi, kira-kira 40 juta tahun silam, lempeng Benua Australia bergerak kearah utara kemudian menabrak lempeng Benua Asia dan menciptakan Sulawesi bagian timur. Sulawesi bagian timur ini kemudian bergerak kearah utara kemudian menabrak Sulawesi bagian barat dan mengawali penyatuan antara keduanya, konon hal ini terjadi sekitar 15 juta tahun yang lalu. Tabrakan tektonik ini menghasilkan bentuk Pulau Sulawesi sebagaimana kini, dengan puncak-puncak gunung disegala penjuru serta lembah-lembah yang dalam. Mengingat kedua bagian Sulawesi berasal dari benua yang berbeda, konsekuensinya, masing-masing bagian membawa campuran tumbuhan dan satwa yang berbeda. Dengan kata lain, tumbuhan dan satwa Pulau Sulawesi merupakan campuran dari dua benua, yaitu Benua Asia dan Australia. Sebagaimana difahami bahwa Sulawesi merupakan pulau terbesar di Zona Wallacea. Yang dimaksud dengan Zona Wallacea adalah suatu wilayah peralihan (transisi) atara Benua Asia dan Australia. Disebut sebagai Wallaceae karena yang menemukan fenomena peralihan tersebut adalah seorang ilmuwan Inggris bernama Alfred Wallacea, dimana pada abad 19 melakukan penelitian biologi di Indonesia. Yang perlu dicatat bahwa Pulau Sulawesi selalu dalam kondisi terisolasi sejak terbentuknya, mengingat pulau ini dikelilingi oleh palung-palung laut yang dalam. Besarnya ukuran pulau dan lamanya terisolasi telah membuat jenis tumbuhan dan satwa Sulawesi tidak dipengaruhi oleh sumber genetik dari Asia maupun Australia dalam jangka lama. Singkatnya, kenapa Sulawesi memiliki keragaman hayati endemik tinggi, karena tumbuhan dan satwa Sulawesi berasal dari dua benua, kemudian berevolusi dalam kondisi terisolasi dalam jangka waktu yang lama (jutaan tahun!). Hutan Lambusango memiliki lima satwa kebanggaan (flagship species), yaitu Anoa (Bubalus sp.), Kuskus (Phalanger ursinus), Julang Sulawesi (Burung Halo, Aceros cassidix), Andoke (Macaca ochreata brunnescens) dan Tangkasi (Tarsius sp.). Kelima satwa tersebut merupakan satwa endemik Sulawesi yang dapat ditemukan di HL. Endemisitas yang tinggi ini telah terbukti mampu memacu rasa keingintahuan para ahli konservasi biologi, sehingga mereka tidak merasa rugi jauh-jauh, dan menghabiskan banyak uang untuk berwisata ilmiah di HL, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang telah datang berkali-kali. Alasan utamanya, karena HL memiliki keunikan dan eksotisitas yang tinggi!
Hal - 4
Dari jenis burung saja, HL memiliki kekayaan burung endemik lebih dari 30 jenis! Berbagai jenis burung yang berwarna-warni begitu sangat mudah dilihat dan diamati, karena HL memiliki tajuk pohon yang tidak begitu tinggi. Burung Halo yang begitu langka misalnya, begitu mudahnya dilihat terbang berpasangan pada saat kita melintas jalur jalan antara Desa Wakangka dan Kakenauwe (Labundo-Bundo) yang menembus Cagar Alam Kakenauwe dan Suaka-Margasatwa Lambusango. Apabila kita melintas jalur jalan tersebut pada pagi hari (antara jam 5.30 sampai jam 7.00), selain bisa merasakan segar dan bersihnya udara hutan tropis, kita akan begitu terhibur oleh ocehan Pelanduk Sulawesi (Sulawesi Babler, Trichastoma celebese), jumlahnya cukup melimpah dan sering terlihat bertengger di lapisan bawah hutan. Dan tentunya masih banyak hal lain yang menarik dari hutan ini.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar. 3 Anoa adalah satwa yang masuk kategori langka (red-list) menurut World Conservation Union (IUCN), Convention on International Trade of Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES), Appendix 1 (tidak boleh diperdagangkan). 4 Sebagian besar habitat Anoa berada di Taman Nasional (TN) Lore Lindu, TN Bogani Nani-Wartabone, TN Rawa Aopa-Watumhai, Cagar Alam (CA) Lambusango, CA Buton Utara.
Hal - 5
tentunya tidak ingin hal tersebut terjadi, karena itu sudah saatnya kita berusaha keras untuk mengendalikan dan kalau bisa menghentikan perburuan Anoa. Mari kita pertahankan keberadaan HL agar masih dan tetap menjadi rumah yang aman dan nyaman bagi Anoa!
Hal - 6
Sungguh beruntung bahwa masyarakat yang berada disekitar HL memiliki budaya bersih. Rumah, halaman, kebun dan tempat-tempat umum ditata begitu rapi dan bersih. Kondisi seperti ini antara lain dapat kita amati di Desa Kakenauwe (Labundo-Bundo), desa yang bersih dan permai ini dapat menyediakan sebagian rumah tinggalnya menjadi home-stay yang tertata apik dan rapi sehingga sangat layak dihuni oleh para tamu bule itu. Dari uraian diatas jelaslah bahwa sedikitnya ada lima pesona utama yang menyebabkan para bule itu masuk kampung Lambusango. Singkatnya, selain aman, nyaman dan mudah untuk dikunjungi, Hutan Lambusango memiliki pesona keindahan dan menjadi benteng terakhir bagi berbagai jenis satwa endemik Sulawesi. Dengan demikian, adalah wajar bila para bule itu begitu tertarik untuk datang ke Lambusango. Lebih dari itu, dan ini sebetulnya yang terpenting, bahwa HL adalah benteng kehidupan masyarakat Buton itu sendiri. Bisa dibayangkan bagaimana gersang dan sulitnya hidup, apabila pulau karang yang gersang ini tidak ditumbuhi oleh hutan tropis yang lebat sebagaimana kini. Berbagai permasalahan akan segera timbul, yaitu sulitnya mendapat air bersih di musim kemarau, terjadi banjir dan tanah longsor di musim hujan, turbin pembangkit listrik yang tidak lagi berputar (karena seretnya pasokan air), tingginya sedimentasi sungai dan lenyapnya kekayaaan dan keindahan ekosistem pantai, karena tertimbun oleh sedimen dari wilayah pegunungan yang telah telanjang tanpa kehijauan hutan. Berbagai hama dan penyakit akan merajalela karena hilangnya musuh-musuh alami (biologis) yang selama ini berada di hutan. Wajah dan kehidupan pulau ini akan semakin kusam dan sulit, sehingga mungkin tidak ada satupun bule yang tertarik lagi untuk berkunjung ke kampung Lambusango. Dengan demikian melestarikan Hutan Lambusango bukan hanya penting agar bule nyaman masuk kampung, tetapi yang terpenting adalah agar kita dan anak cucu kita bisa tetap hidup nyaman di kampung halaman kita sendiri !