Anda di halaman 1dari 9

Tugas Mata kuliah : Pengelolaan Utang 2012

Utang: Sebuah Candu

untuk
Pembiayaan APBN
DIAN MEILINDA 3C / 06 KEBENDAHARAAN NEGARA 093010003729

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

Utang: Sebuah Candu untuk Pembiayaan APBN

I.

Pendahuluan Kebijakan defisit APBN yang diambil pemerintah Indonesia setiap

tahunnya, mau tak mau menjadikan utang sebagai candu yang selalu digunakan untuk menutupi kekurangan pembiayaan yang ada. Secara teoretis, sebenarnya pembiayaan defisit APBN dapat dilakukan melalui utang dan non-utang. Dengan pembiayaan non-utang, sumber yang tersedia saat ini antara lain berasal dari penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman, saldo anggaran lebih (SAL), hasil pengelolaan aset, dan hasil privatisasi BUMN. Namun, sumber pembiayaan non-utang ini menjadi semakin terbatas dan pada saat ini memang tidak bisa menjadi sumber yang dominan untuk menutup defisit. SAL, misalnya. SAL merupakan akumulasi dari selisih lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) tahun-tahun sebelumnya. Sampai tahun 2011, SAL pemerintah diperkirakan akan mencapai Rp96,6 triliun. Besaran ini terhitung cukup besar, namun untuk penggunaannya akan difokuskan pada pembangunan infrastruktur. Melihat kondisi-kondisi yang ada, saat ini utang menjadi pilihan utama dalam pembiayaan APBN. Sumber pembiayaan utang berasal dari penerbitan SBN (surat berharga negara), penarikan pinjaman luar negeri, dan pinjaman dalam negeri. Satu pertanyaan yang muncul saat menyadari ketergantungan kita terhadap utang ini adalah, mengapa pemerintah masih juga menerapkan kebijakan anggaran defisit? Kebijakan defisit ini diambil sebagai langkah kebijakan fiskal yang diarahkan untuk memberikan stimulus perekonomian nasional melalui peningkatan belanja pemerintah. Langkah ini dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, sebagai respon dalam menyelamatkan perekonomian nasional, dan juga meminimalisir dampak krisis ekonomi dan keuangan global terutama terhadap masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Defisit anggaran memang masih diperlukan. Persoalannya adalah bagaimana dapat menjaga defisit anggaran pada tingkat yang aman sehingga defisit tersebut masih dapat dicarikan pembiayaannya (Haryo Kuncoro, 2011). Dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pada penjelasan Pasal 12 ayat 3 disebutkan bahwa defisit anggaran dibatasi maksimal

3% dan besaran utang maksimal 60% dari PDB (produk domestik bruto). Ketaatan pada peraturan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya risikorisiko fiskal yang dapat menimbulkan beban berat bagi anggaran negara dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Penetapan besaran defisit anggaran diupayakan sesuai dengan kemampuan sumber pembiayaan dan kebutuhan belanja prioritas, dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi

perekonomian pada tahun bersangkutan.

II.

Penerbitan SBN: Instrumen Utama Seperti tercantum dalam nota keuangan RAPBN 2012, utang yang

bersumber dari dalam negeri merupakan prioritas utama untuk pembiayaan defisit karena beberapa kelebihannya, yaitu biaya dan risikonya relatif lebih rendah daripada sumber lainnya dan mempunyai multiplier effect yang positif pada perekonomian nasional. Berdasarkan data Dirjen Pengelolaan Utang (Juli 2010), pada tahun 2006 bahkan utang dalam negeri melebihi kebutuhan untuk menutup defisit APBN. Dari 27 triliun rupiah defisit APBN, pemerintah telah menarik utang dalam negeri sebesar 36 triliun rupiah. Keadaan ini terus berlangsung sampai tahun 2009, dimana utang dalam negeri sebesar 99 triliun rupiah digunakan untuk membiayai defisit 87 triliun rupiah. Data tersebut dapat dilihat pada grafik:

Yang fantastis dari grafik di atas adalah data pada tahun 2008, ketika pemerintah mendulang utang dalam negeri sebesar 86 triliun rupiah sementara defisit APBN hanya 4 triliun. Tetapi tentu saja tujuan penerbitan SBN tidak hanya untuk pembiayaan APBN. SBN terdiri atas SUN (surat utang negara) dan SBSN (surat berharga syariah negara). Ada tiga tujuan penerbitan SUN, yaitu untuk membiayai defisit APBN, menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari RKUN dalam satu tahun anggaran, dan mengelola portofolio utang negara. SUN juga bermanfaat sebagai instrumen fiskal, yaitu sebagai penggali potensi sumber pembiayaan APBN yang lebih besar dari investor pasar modal. Sedangkan SBSN diterbitkan dengan tujuan sebagai pembiayaan APBN termasuk membiayai pembangunan proyek. Menilik data-data yang ada, perkembangan SBN begitu pesat dan mempunyai peranan sangat penting dalam APBN sebagai instrumen utama pembiayaan defisit. Bagaimana sejarahnya hal ini bisa terjadi? Mari sejenak menengok ke belakang. Pada masa orde baru, pemerintah menerapkan kebijakan berimbang, dimana jumlah seluruh pendapatan sama dengan jumlah pengeluaran. Tetapi dalam praktiknya, keseimbangan tersebut terjadi karena pemerintah menerima bantuan luar negeri untuk menutupi defisit. Nah, sejak terjadinya krisis moneter, pemerintah mengurangi bantuan luar negeri dan menerbitkan obligasi-obligasi seperti obligasi berbunga tetap, berbunga mengambang, obligasi yang diindeks dengan inflasi, maupun obligasi yang diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. Konsekuensi dari penerbitan obligasi ini, adalah pemerintah harus membayar utang pokoknya. Namun karena beban pembayarannya yang teramat berat, pemerintah dan DPR menempuh jalan lain yaitu dengan mengeluarkan obligasi baru sebagai pengganti obligasi yang jatuh tempo. Untuk keperluan gali lubang tutup lubang ini, pemerintah mengesahkan undang-undang tentang SUN. SUN ini akan terus dapat diandalkan oleh pemerintah sepanjang rentabilitas penggunaannya masih lebih besar dari biaya bunga. Meskipun SBN ini seakan menjadi primadona, namun tak serta merta bisa diterbitkan dalam jumlah banyak. Besaran penerbitan SBN domestik dilakukan setelah secara saksama memperhitungkan daya serap pasar keuanga

domestik dan mempertimbangkan kebutuhan dana pihak swasta agar tidak terjadi crowding out effect. Kemudian untuk melengkapi penerbitan SBN domestik, pemerintah juga menerbitkan SBN dalam mata uang asing (SBN valas) di pasar internasional. Tujuan penerbitannya antara lain untuk

menghindari crowding out effect, menyediakan benchmark asset financial Indonesia di pasar internasional, dan pengelolaan portofolio utang pemerintah. Selain mengandalkan SBN, pemerintah juga telah melakukan

pengembangan instrumen pinjaman dalam negeri dengan mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008. Peraturan ini memfasilitasi pemerintah untuk memiliki alternatif pembiayaan yang bersumber dari Pemda, BUMN dan Perusahaan Daerah. Namun sampai saat ini implementasinya masih terbatas pada BUMN saja. Belum ada pemda atau perusahaan daerah yang sanggup menjadi sumber pinjaman dalam negeri pemerintah. BUMN yang ada pun hanya dari kalangan perbankan, yaitu antara lain BPD Jawa Barat, Bank Mandiri, BNI, dan BRI.

III.

Penarikan Pinjaman Luar Negeri: Belum Bisa Dilepaskan Ya, pembiayaan yang berasal dari luar negeri masih mempunyai peranan

cukup besar dalam keseimbangan APBN. Porsinya masih lebih besar daripada pinjaman dalam negeri, dapat dilihat pada grafik perkembangan pembiayaan melalui utang di bawah ini:

Pada tahun 2005-2011, penarikan pinjaman luar negeri dilakukan melalui pinjaman tunai dan pinjaman proyek yang berasal dari sumber multilateral, bilateral, dan komersial. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pembiayaan APBN, kurangnya kesempatan pemerintah untuk memperoleh pinjaman lunak karena peringkat kredit yang semakin membaik dan meningkatnya risiko nilai tukar mengakibatkan pembiayaan melalui pinjaman luar negeri porsinya semakin diturunkan dan dialihkan ke sumber pembiayaan dari SBN. Sumber pembiayaan melalui penarikan pinjaman luar negeri ini ada tiga, yaitu pinjaman program, pinjaman proyek, dan penerusan pinjaman luar negeri. Pinjaman kegiatan atau pinjaman proyek pada dasarnya merupakan sumber pembiayaan yang earmarked dengan belanja negara, sehingga tidak dapat serta merta digunakan untuk memenuhi pembiayaan umum (general financing) APBN. Pinjaman program diperhitungkan dengan melakukan penjajakan terhadap kemampuan pemberi pinjaman, konsistensi dengan kebijakan jangka menengah pemberian pinjaman yang telah dibahas antara pemerintah dengan lender, dan kesesuaian dengan matriks kebijakan (policy matrix) yang dipersyaratkan. Alternatif pembiayaan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan umum APBN adalah pinjaman program. Dalam nota keuangan RAPBN tahun 2012 disebutkan bahwa selama enam tahun terakhir ini total pinjaman program yang terbesar bersumber dari World Bank, yaitu mencapai USD 5,9 miliar atau mencapai 48,1% dari seluruh pinjaman program. Pinjaman program ini umumnya ditujukan untuk mendorong reformasi dalam rangka mendukung efektivitas dan efisiensi pemerintahan serta peningkatan tata kelola pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada publik. . IV. Peran Utang: Bagaikan Pisau Bermata Dua Menurut Boediono (2009), krisis ekonomi telah membuat pemerintah Indonesia terbelit utang yang berat untuk menutup defisit APBN. Utang pemerintah telah bertambah menjadi tiga sampai empat kali lipat dari kondisi sebelum krisis, dan hampir tiga perempat dari pertambahan ini merupakan utang dalam negeri yang harus dibayar untuk restrukturisasi perbankan (dalam Kuncoro, Haryo, 2011).

Secara konseptual, APBN dikatakan berkesinambungan apabila dapat membiayai seluruh belanjanya. Namun bila dalam perencanaannya ternyata belanja tersebut tidak mampu ditutupi seluruhnya oleh penerimaan, maka timbullah defisit. Seperti dikatakan dalam pendahuluan sebelumnya, bahwa saat ini utang menjadi elemen utama dalam pembiayaan APBN. Dalam buku Strategi Pengelolaan Utang untuk tahun 2010-2014 yang dikeluarkan oleh DJPU, diuraikan bahwa utang memiliki peran yang cukup besar dalam penyusunan APBN, karena banyaknya keterkaitan utang pada postur APBN, yaitu pada: 1) Belanja negara melalui pembayaran bunga utang 2) Pendapatan negara melalui penerimaan perpajakan dan PNBP 3) Pembiayaan negara melalui penerbitan SBN neto, penarikan pinjaman luar negeri neto, dan penarikan pinjaman dalam negeri.

Secara umum, peran utang dalam APBN dapat dibagi per periode waktu, yaitu: 1) Dalam jangka panjang: mengamankan kebutuhan pembiayaan APBN melalui utang dengan biaya minimal pada tingkat risiko terkendali sehingga kesinambungan fiskal dapat terpelihara, dan mendukung upaya untuk menciptakan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid. 2) Dalam jangka pendek: memastikan tersedianya dana untuk menutup defisit dan pembayaran kewajiban pokok untuk menutup defisit dan pembayaran kewajiban pokok utang secara tepat waktu dan efisien. Dalam perkembangannya, realisasi besaran defisit dan pembiayaan tidak selalu sama dengan yang telah direncanakan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya SiLPA (sisa lebih pembiayaan anggaran) bila terjadi kelebihan pembiayaan, atau SiKPA (sisa kurang pembiayaan anggaran) apabila

pembiayaannya masih kurang untuk menutup defisit. Untuk mengatasi persoalan tersebut, karena sebagian besar pembiayaan berasal dari utang, maka diperlukan pengelolaan dan perencanaan APBN yang lebih tepat dan akurat. Ini penting karena pengelolaan APBN semakin efisien tidak akan membebani anggaran pada masa yang akan datang. Meskipun saat ini dalam nominalnya utang mengalami peningkatan, rasio terhadap PDB cenderung menurun dan saat ini telah mencapai batas yang aman. Berbagai rasio utang dan rasio biaya utang menunjukkan trend yang membaik

dan bahkan dibandingkan rasio-rasio yang sama di negara lain, termasuk negara maju. Selain berbagai peran positif di atas, dari sisi lain utang juga membebani fiskal dan mengurangi diskresi untuk pembangunan dan pelayanan masyarakat (Utang dan Keberlanjutan Fiskal, 2010). Utang membebani warga negara dalam hitungan rata-rata perkapita. Dari tahun ke tahun, selalu ada jumlah dana yang besar untuk membayar utang, sementara pokok utang tidak kunjung habis bahkan terus bertambah. Jumlah utang pemerintah yang cenderung meningkat tersebut akan membebani APBN karena mengakibatkan adanya lonjakan dalam pembayaran cicilan pokok utang dan bunga setiap tahunnya. Bahkan jumlah pembayaran cicilan pokok utang dan bunga telah lebih besar dibandingkan dengan jumlah penambahan utang baru (Arief Tri Hardiyanto, n.d.). Utang juga mengandung hal-hal negatif yang bisa timbul apabila tidak dikelola dengan baik. Seperti yang kita tahu, utang mempunyai risiko-risiko yang berakibat buruk, antara lain risiko pasar (risiko nilai tukar, risiko tingkat bunga), dan risiko refinancing. Untuk mengendalikan risiko-risiko tersebut telah diupayakan dengan baik oleh pemerintah. Meskipun demikian, melihat kondisi perekonomian global yang tidak menentu saat ini, pemerintah harus terus meningkatkan dan mengembangkan kualitas pengelolaan utang agar tidak menimbulkan kerugian negara. V. Simpulan Untuk jangka waktu entah berapa lama, kita masih belum bisa lepas dari utang. Ketergantungan akan utang sebagai sumber pembiayaan APBN masih akan terus berlanjut sampai dicapainya kebijakan lain yang lebih efektif. Namun untuk saat ini, penggunaan utang dirasa masih aman karena tidak ada indikasi bahwa Indonesia akan terjebak dalam debt trap. Peran utang masih sangat besar, masih sangat dibutuhkan, namun pemerintah juga harus menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential principle) dan berkelanjutan untuk menghindari risiko debt trap yang bisa membebani APBN, serta agar utang-utang ini nantinya tidak menjadi bumerang bagi kedaulatan dan keberlangsungan hidup republik ini.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Kuncoro, Haryo, 2011, Ketangguhan APBN dalam Pembayaran Utang, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April. Utang dan Keberlanjutan Fiskal, (n.d.) diakses pada 1 Februari 2012, dari http://www.theprakarsa.org/uploaded/New%20Folder/Utang%20dan%20kebe rlanjutan%20fiskal.pdf Hardiyanto, Tri Arief, (n.d.), Pengelolaan Utang Negara: Analisis Risiko dan Strategi Utang. Nota Keuangan RAPBN Tahun 2012. Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2010-2014. Slide materi-materi kuliah pengelolaan utang.

Anda mungkin juga menyukai

  • Esai
    Esai
    Dokumen9 halaman
    Esai
    Dian Meilinda Uchiha
    Belum ada peringkat
  • Resume Pu
    Resume Pu
    Dokumen18 halaman
    Resume Pu
    Dian Meilinda Uchiha
    Belum ada peringkat
  • Creep
    Creep
    Dokumen2 halaman
    Creep
    Dian Meilinda Uchiha
    Belum ada peringkat
  • Creep
    Creep
    Dokumen2 halaman
    Creep
    Dian Meilinda Uchiha
    Belum ada peringkat
  • Analisis LRA
    Analisis LRA
    Dokumen7 halaman
    Analisis LRA
    Dian Meilinda Uchiha
    Belum ada peringkat