Anda di halaman 1dari 3

Moh.

Yuli Afif Fauzi 120911013 Sastra Sufi

TAKUT MISKIN DI AKHIRAT

Mengingat harga-harga barang kebutuhan terus meningkat, seorang pemuda selalu mengeluh karena tak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Setelah berdiskusi dengan seorang kiai makrifat, pemuda itu pun mengikuti anjurannya untuk menjalankan shalat Hajat serta tetap istiqomah melaksanakan shalat wajib lima waktu. Pak Kiai, tiga tahun sudah saya menjalankan ibadah sesuai anjuran Bapak. Setiap hari saya shalat Hajat semata-mata agar Allah SWT melimpahkan rezeki yang cukup. Namun, sampai saat ini saya masih saja miskin, keluh si pemuda. Teruskanlah dan jangan berhenti, Allah selalu mendengar doamu. Suatu saat nanti pasti Allah mengabulkannya. Bersabarlah! Jawab sang kiai. Bagaimana saya bisa bersabar, kalau semua harga kebutuhan serba naik! Sementara saya masih juga belum mendapat rezeki yang memadai. Bagaimana saya bisa memenuhi kebutuhan hidup? Ya tentu saja tetap dari Allah, pokoknya sabar, pasti ada jalan keluarnya. Teruslah beribadah. Percuma saja Pak Kiai. Setiap hari shalat lima waktu, shalat Hajat, shalat Dhuha, tapi Allah belum juga mengabulkan permohonan saya. Lebih baik saya berhenti saja beribadah jawab pemuda itu dengan kesal. Kalau begitu, ya sudah. Pulang saja. Semoga Allah segera menjawab permintaanmu, timpal kiai dengan ringan. Pemuda itu pun pulang. Rasa kesal masih menggelayuti hatinya hingga tiba di rumah. Ia menggerutu tak habis-habisnya hingga tertidur pulas di kursi serambi. Dalam tidur itu, ia bermimpi masuk ke dalam istana yang sangat luas, berlantaikan emas murni, dihiasi dengan lampu-lampu terbuat dari intan permata. Bahkan beribu wanita cantik jelita menyambutnya. Seorang permaisuri yang sangat cantik dan bercahaya mendekati si pemuda.

Anda siapa? tanya pemuda. Akulah pendampingmu di hari akhirat nanti. Ohh lalu ini istana siapa? Ini istanamu, dari Allah. Karena pekerjaan ibadahmu di dunia. Ohh dan taman-taman yang sangat indah ini juga punya saya? Betul! Lautan madu, lautan susu, dan lautan permata juga milik saya? Betul sekali. Sang pemuda begitu mengagumi keindahan suasana syurga yang sangat menawan dan tak tertandingi. Namun, tiba-tiba ia terbangun dan mimpi itu pun hilang. Tak disangka, ia melihat tujuh mutiara sebesar telor bebek. Betapa senang hati pemuda itu dan ingin menjual mutiaramutiara tersebut. Ia pun menemui sang kiai sebelum pergi ke tempat penjualan mutiara. Pak Kiai, setelah bermimpi saya mendapati tujuh mutiara yang sangat indah ini. Akhirnya Allah menjawab doa saya, kata pemuda penuh keriangan. Alhamdulillah. Tapi perlu kamu ketahui bahwa tujuh mutiara itu adalah pahala-pahala ibadah yang kamu jalankan selama 3 tahun lalu. Ini pahala-pahala saya? Lalu bagaimana dengan surga saya Pak Kiai? Tidak ada, karena Allah sudah membayar semua pekerjaan ibadahmu. Mudah-mudahan kamu bahagia di dunia ini. Dengan tujuh mutiara itu kamu bisa menjadi miliader. Ya Allah, aku tidak mau mutiara-mutiara ini. Lebih baik aku miskin di dunia ini daripada miskin di akhirat nanti. Ya Allah kumpulkan kembali mutiara-mutiara ini dengan amalan ibadah lainnya sampai aku meninggal nanti, ujar pemuda itu sadar diri. Tujuh mutiara yang berada di depannya itu hilang seketika. Ia berjanji tak akan mengeluh dan menjalani ibadah lebih baik lagi demi kekayaan akhirat kelak.

Setelah membaca anekdot diatas menceritakan tentang seseorang pemuda yang mengadu nasibnya dan bertanya-tanya kepada seorang kiai yang makrifat, yang ditanyakan oleh pemuda itu adalah keluhanya akan hidupnya yang selama bertahun-tahun tidak pernah dikabulkan doanya oleh tuhanya. Akan tetapi sang kiai dengan kebijaksanaanya terus menyuruh sang pemuda untuk meneruskan berdoanya sampai didengar doanya kelak, dengan wajah kesal sang pemuda menngiuti saran yang disarankan oleh kiai dan suatu ketika ia bermimpi serta saat itulah ia merasakan bahwa doanya selama 3 tahun ini terkabul saat di alam mimpi dan seketika ketika ia bangun terdapat tujuh mutiara sebesar telor bebek di sampingnya seketika juga hatinya amat sangat gembira dan langsung mengabarkan kepada sang kiai akan tetapi sang kiai malah membuat sang pemuda kembali menjilat ludahnya sendiri katika ia diberi pernyataan oleh kiai bahwa telur-telur itu adalah hasil amal ibadahnya selama 3 tahun dan tidak ada surga buat sang pemuda kelak, seketika sang pemuda sadar dan berdoa agar telur tadi dihilangkan lagi dan diganti kelak diakhirat sehingga pada akhir cerita pemuda itu sadar dan ikhlas menjalankan dan Ia berjanji tak akan mengeluh dan menjalani ibadah lebih baik lagi demi kekayaan akhirat kelak. Melihat isi cerita di atas bahwa anekdot ini termasuk thorikot dan syariat seorang pemuda dalam menjalankan ibadahnya kepada tuhanya kelak akan dikabulkan semua doa dan harapan yang ia harapkan kepada tuhanya dengan menjalankan segala amal ibadah yang dianjurkan oleh agama yakni diantaranya menjalankan sholat lima waktu dan pada akhir cerita sudah dikatakan bahwa sang pemuda berjanji akan melaksanakan segala ibadah untuk tuhan semata dan tidak mengeluh serta ikhlas menjalankan amal ibadah yang dianjurkan oleh tuhan yang maha esa. Pesan yang dapat diambil dalam anekdot diatas bahwa janganlah kamu selalu mengeluh kepada apa yang telah diberikan oleh tuhan, kita seharusnya harus qonaah dengan apa yang telah diberikan kepada kita saat ini. Derajat manusia di sisi tuhanya bukan karena hartanya akan tetapi amal ibadah yang telah dijalankan, jika kita ikhlas melakukanya dan benar maka kita akan kelak diakhirat mendapatkan balasan yang tak bisa dibayangkan yakni berupa keindahan surga salah satunya.

Anda mungkin juga menyukai