Anda di halaman 1dari 25

BAB I

DEMOKRASI DAN MUSYAWARAH (ISLAM)

a. Demokrasi
Isitilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara. Kata Demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan rakyat) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Semenjak kemerdekaan 17 Agustus 1945, Undang-Undang Dasar 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan sebagai

pemenang Pemilu.

b. Musyawarah
Secara etimologis, musyawarah berasal dari kata syawara yang pada mulanya bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang, sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain, termasuk pendapat. Musyawarah dapat juga berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu. Kata musyawarah pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya. Karena kata musyawarah adalah bentuk mashdar dari kata kerja syawara yang dari segi jenisnya termasuk kata kerja mufaalah (perbuatan yang dilakukan timbal balik), maka musyawarah haruslah bersifat dialogis, bukan monologis. Semua anggota musyawarah bebas mengemukakan pendapatnya. Dengan kebebasan berdialog itulah diharapkan dapat diketahui kelemahan pendapat yang dikemukakan, sehingga keputusan yang dihasilkan tidak lagi mengandung kelemahan. Musyawarah atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna menciptakan peraturan di dalam masyarakat mana pun. Setiap negara maju yang menginginkan keamanan, ketentraman, kebahagiaan dan kesuksesan bagi rakyatnya, tetap memegang prinsip musyawarah ini. Tidak aneh jika Islam sangat memperhatikan dasar musyawarah ini. Islam menamakan salah satu surat Al-Quran dengan Asy-Syura, di dalamnya dibicarakan tentang sifat-sifat kaum mukminin, antara lain, bahwa kehidupan mereka itu berdasarkan atas musyawarah, bahkan segala urusan mereka diputuskan berdasarkan musyawarah di antara mereka. Sesuatu hal yang menunjukkan betapa pentingnya musyawarah adalah, bahwa ayat tentang musyawarah itu dihubungkan dengan kewajiban shalat dan menjauhi perbuatan keji. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surat Asy-Syura 42: 37-38 : Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan-Nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antar mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Dalam ayat di atas, syura atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi masyarakat Islam dituturkan sesudah iman dan shalat. Menurut Taufiq asy-Syawi, hal ini memberi pengertian bahwa musyawarah mempunyai martabat sesudah ibadah terpenting, yaitu shalat, sekaligus memberikan pengertian bahwa musyawarah merupakan salah satu ibadah yang tingkatannya sama dengan shalat dan zakat. Maka masyarakat yang mengabaikannya dianggap sebagai masyarakat yang tidak menetapi salah satu ibadah. Abdul Karm Zaidan menyebutkan bahwa musyawarah adalah hak ummat dan kewajiban imam atau pemimpin. Dalilnya adalah firman Allah SWT yang memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk bermusyawarah dengan para sahabat.

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imran 3: 159) Ayat di atas turun dalam konteks Perang Uhud, di mana pasukan Islam nyaris mengalami kehancuran gara-gara pasukan pemanah yang ditempatkan Nabi di atas bukit tidak disiplin menjaga posnya. Akibatnya posisi strategis itu dikuasai musuh dan dari sana mereka balik menyerang pasukan Islam. Namun demikian Nabi tetap bersikap lemah-lembut dan tidak bersikap kasar kepada mereka. Sebenarnya sebelum perang Uhud Nabi sudah bermusyawarah terlebih dahulu dengan para sahabat tentang bagaimana menghadapi musuh yang akan datang menyerang dari Mekkah, apakah ditunggu di dalam kota atau disongsong ke luar kota. Musyawarah akhirnya memilih pendapat yang kedua. Dengan demikian, perintah bermusyawarah kepada Nabi ini dapat kita baca sebagai perintah untuk tetap melakukan musyawarah dengan para sahabat dalam masalah-masalah yang memang perlu diputuskan bersama. Mengomentari perintah musyawarah kepada Nabi dalam ayat di atas Muhammad Abdul Qadir Abu Faris menyatakan: Jika Rasulullah SAW yang mashum dan mendapatkan penguat wahyu, sampai tidak pernah berbicara dengan nafsu telah diperintahkan dan diwajibkan oleh Allah SWT agar bermusyawarah dengan para sahabatnya, sudah tentu, bagi para hakim dan umara, musyawarah sangatlah ditekankan. Bahkan Rasulullah SAW yang memiliki kedudukan yang sangat mulia itu banyak melakukan musyawarah dengan para sahabat beliau seperti tatkala mencari posisi yang strategis dalam perang Badar, sebelum perang Uhud untuk menentukan apakah akan bertahan di dalam kota atau di luar kota, tatkala Nabi berencana untuk berdamai dengan panglima perang Ghathafan dalam perang Khandaq, dan kesempatan lainnya. Memang, musyawarah sangat diperlukan untuk dapat mengambil keputusan yang paling baik di samping untuk memperkokoh persatuan dan rasa tanggung jawab bersama. Ali ibn Ab Thalib menyebutkan bahwa dalam musyawarah terdapat tujuh hal penting yaitu mengambil kesimpulan yang benar, mencari pendapat, menjaga kekeliruan, menghindarkan celaan, menciptakan stabilitas emosi, keterpaduan hati.

1. OPINI DAN PERMASALAHAN


Kita hidup di dunia ini tak akan pernah lepas dari kejaran masalah-masalah, baik itu masalah pribadi maupun masalah yang menyangkut kesejahteraan rakyat. Sebagai makhluk sosial, kita tak akan bisa hidup tanpa orang lain yang membantu kita, karena kita diciptakan oleh Allah SWT berpasangpasangan dan diwajibkan untuk saling membantu serta saling melengkapi. Kenapa kita harus saling

melengakpi dalam hidup ini? Karena manusia itu kan tidak ada yang sempurna, oleh karena itu kita harus saling melengkapi agar ketika kita ditimpa musibah, kita dapat menyelesaikannya bersama. Demokrasi saat ini sudah banyak diperbincangkan bahkan diagung-agungkan yang katanya sebagai solusi dari suatu permasalahan. Katanya sich, demokrasi itu sebuah kebebasan berpendapat setiap individu. Tapi pendapat yang bagaimana nich! menurut pengetahuan yang saya dapat, memang benar demokrasi itu sebuah kebebasan setiap individu, meskipun individu tersebut orang awam artinya orang tersebut tidak mengerti masalah yang sedang dihadapi, dan dia seakan-akan dipaksa untuk memberikan pendapatnya, secara otomatis pasti dia memberikan pendapat sesuka hatinya, meskipun pendapatnya itu bertentangan dengan agama. Kalo udah kayak gitu, apakah demokrasi itu sejalan dengan ajaran agama kita yakni agama Islam? Dan apakah demokrasi akan membawa kejayaan untuk Islam? Pemungutan suara atau biasa disebut dengan voting sering digunakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi baik dalam sebuah negara maupun dalam sebuah perkumpulan biasa, di dalam mengambil sebuah sikap atau dalam memilih seorang pimpinan dan lain-lain. Cara ini sudah menjadi sesuatu yang gak asing lagi di mata kita, karena semua permasalahan diselesaikan dengan cara mengambil suara mayoritas atau dengan pemungutan suara itu. Dengan pemungutan suara secara otomatis siapa saja / masyarakat umum bisa dilibatkan di sini. Padahal kan banyak diantara masyarakat itu gak tau. Dan dalam memilih seorang pemimpin umat pun cara itulah yang digunakan, walaupun orang itu tidak tahu apa dan bagaimana kriteria seorang pemimpin umat menurut konsep Islam. Pemungutan suara atau voting boleh digunakan dalam pengambilan sebuah sikap atau keputusan, tapi tidak untuk menentukan pemimpin umat. Sebab, ini menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara yang cakupannya sangat luas. Kenapa saya menganggap voting itu dibolehkan dalam pengambilan sebuah keputusan atau sikap? Karena pada zaman Nabi Muhammad SAW banyak sekali bentuk praktek voting di zaman nabi Muhammad SAW, yang intinya memang menggunakan jumlah suara sebagai penentu dalam pengambilan keputusan. Misalnya, ketika musyawarah menentukan sikap dalam menghadapi perang Uhud. Sebagian kecil shahabat punya pendapat sebaiknya bertahan di Madinah, namun kebanyakan shahabat, terutama yang muda-muda dan belum sempat ikut dalam perang Badar sebelumnya, cenderung ingin menyongsong lawan di medan terbuka. Maka Rasulullah SAW pun ikut pendapat mayoritas, meski beliau sendiri tidak termasuk yang mendukungnya. Sebelumnya dalam perang Badar, juga Rasulullah SAW memutuskan untuk mengambil suara terbanyak, tentang masalah tawanan perang. Umumnya pendapat menginginkan tawanan perang, bukan membunuhnya. Hanya Umar bin Al-Khattab saja berpendapat bahwa tidak layak umat Islam minta tebusan tawanan, sementara perang masih berlangsung. Tetapi, kesemuanya itu tetap dilakukan dengan cara musyawarah terlebih dahulu, tidak seenaknya menentukan keputusan. Setelah kita melihat contoh-contoh pada zaman Rasulullah SAW, menggunakan voting sebagai pemutusan sebuah sikap, tetapi bukan untuk menentukan seorang pemimpin umat. Apa yang terjadi di Negara kita? Negara ini menggunakan voting sebagai penentu untuk menentukan siapa pemimpin Negara, Daerah, dll. Jadi, voting hanya boleh dipakai untuk menentukan sikap atau keputusan yang tidak bersinggungan dengan syariah (aqidah). Arti dari Pemungutan suara (PEMILU) itu sendiri adalah

pemilihan pemimpin dengan cara mencatat nama yang dipilih atau dengan mencoblos salah satu calon yang diinginkan (disuka) atau dengan kata lain voting. Pemungutan suara ini, meskipun memiliki arti: pemberian hak pilih, tapi gak perlu digunakan dalam pemilihan pemimpin, apalagi ini dalam menentukan pemimpin umat yang cakupannya lebih besar, bahkan besar banget!! Cara itulah yang digunakan oleh negara demokrasi seperti Indonesia. Dengan pemungutan suara (demokrasi) menentukan seorang pemimpin dengan pelaksanaannya yang dinamakan dengan PEMILU (Pemilihan Umum), seperti yang telah dijelaskan di atas. Dengan pemilu, seluruh rakyat memilih calon pemimpin negara (yang dikasih nama Presiden itu). Jadi, seluruh warga baik yang awam maupun yang cerdas atau yang berpendidikan, berhak menentukan pemimpinnya yang nantinya dia yang menjalankan roda pemerintahan di negara tersebut. Kekuasaan / kedaulatan itu semuanya berada di tangan rakyat secara mutlak. Dengan cara dan praktek kayak gini bisa aja seorang yang gak layak menjadi pemimpin (Pemabuk, Koruptor, Pemerkosa, dll) keluar menjadi pemenangnya, terus gimana nasib negara ini kalo yang jadi pemimpin itu pemabuk, koruptor, pemerkosa, dll. Adapun yang pantas dan berhak menjadi pemimpin malah tersingkir atau malahan gak dipandang sama sekali ! Sedangkan dalam Islam metode pemungutan suara ini tidak dibenarkan (penentuan seorang pemimpin ummat), yang digunakan adalah metode musyawarah (syuro) dan mengajarkan bahwa kedaulatan itu bukan berada di tangan manusia, tetapi berada di tangan Allah SWT dan Rasul-Nya dan berpegang teguh kepada Al-Quran dan Hadits. Allah SWT pun berfirman: Surat Al-Ahzab: 36 yang artinya: Dan tidaklah patut laki-laki yang mumin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mumin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya maka sungguh di telah sesat, sesat yang nyata. Surat An-Nisaa: 58 yang artinya: Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil. Surat An-Nisaa itu pun menjelaskan bahwa dalam menentukan pemimpin atau memberi amanat itu hanya kepada yang mampu menerima dan melaksanakan amanat tersebut, artinya dia mampu dan termasuk dalam kriteria seorang pemimpin yang dimaksudkan Islam tadi. Kepemimpinan adalah sebuah amanat yang sangat agung, yang menyangkut tentang selukbeluk kehidupan manusia. Oleh karena itu amanat ini harus diserahkan kepada yang berhak menerimanya menurut pandangan syariat. Proses pemungutan suara bukanlah cara yang tepat untuk penyerahan amanat tersebut. Karena cara itu tidak bisa menjamin kalo amanat itu tersampaikan kepada yang berhak. Bahkan di lapangan pun telah terbukti kalo yang menerima amanat itu bukan orang-orang yang berhak menerimanya, misalnya saja seorang pemimpin yang selalu ragu-ragu dalam mengambil sebuah kebijakan, sebab di dalam Islam itu seorang pemimpin itu harus tegas dalam menentukan kebijakan atau keputusan-keputusan; dan bisa saja pemimpin tersebut adalah seorang KORUPTOR.

Pemimpin Negara (Kepala Negara), menurut Al-Baqillani, harus berilmu pengetahuan yang luas, karena ia memerlukan para hakim yang berlaku adil. Dengan ilmunya itu ia dapat mengetahui apakah putusan hakim sesuai dengan ketentuan hukum atau tidak dan apakah sesuai dengan asas keadilan. Syarat lain, kepala negara harus bertindak adil dalam segala urusan, berani dalam peperangan, dan bijaksana dalam mengorganisir militer yang bertugas melindungi rakyat dari gangguan musuh. Dan dalam segala tindakannya itu harus bertujuan untuk melaksanakan Syariat Islam. Artinya dalam mengatur kepentingan umat harus sesuai dengan Syariat Islam. Tidak berbeda dari Al-Baqillani, Al-Baghdadi menyatakan: Kelompok kami berpendirian bahwa orang yang berhak memegang jabatan khalifah (Pemimpin Negara) harus memiliki kualitas berikut: 1) berilmu pengetahuan, minimal untuk mengetahui apakah undang-undang yang dibuat para mujtahid sah menurut hukum agama dan peraturan-peraturan lainnya; 2) bersifat jujur dan saleh; 3) bertindak adil dalam menjalankan segala tugas pemerintahan dan berkemampuan. Jadi, sudah jelas dari kedua kelompok di atas tadi menjelaskan bahwa syarat menjadi seorang pemimpin negara itu adalah harus orang yang memiliki ilmu pengetahuan, minimalnya dia harus tahu apakah undang-undang yang dibuatnya tidak keluar dari batas-batas hukum agama Islam yang berpedoman kepada Al-Quran dan Hadits. Kita lihat di Indonesia, apakah undang-undang kita masih dalam batas-batas yang telah dibatasi oleh pedoman agama kita yakni Al-Quran dan Hadits? Menurut kaca mata saya, undang-undang yang diterapkan di negara ini sudah melenceng dari Al-Quran dan Hadits, contohnya saja penjualan minuman keras masih merajalela bahkan dibiarkan beroperasi. Dan yang lebih parah lagi, pemilihan seorang pemimpin (kepala negara) dilaksanakan dengan cara pemungutan suara, padahal Islam tidak mengajarkan seperti itu. justru islam mengajarkan bahwa dalam penentuan seorang pemimpin itu dilaksanakan dengan cara bermusyawarah. Sebenarnya bukan keluar dari Al-Quran dan Hadits saja, demokrasi pun sudah tidak sesuai lagi dengan pedoman hidup negara kita yakni Pancasila. Seperti yang tercantum dalam sila ke 4 : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah, kebijaksanaan dalam permusyawaratan, perwakilan. Disini dikatakan bahwa kebijaksanaan dalam permusyawaratan bukanlah kebijaksanaan dalam demokrasi. Jadi, jelas sekali ternyata demokrasi bukan hanya tidak sesuai dengan pedoman agama kita (Al-Quran dan Hadits), tetapi dengan Pancasila pun sudah tidak sesuai. Sebenarnya Pancasila yang ada di negara kita ini sudah benar, sebab isi silanya itu merupakan isi yang sesuai dengan ajaran agama Islam, isinya itu tidak keluar dari pagar pembatas Al-Quran dan Hadits. Kalo dalam demokrasi itu sich nash-nash syariat dan hukum-hukum Allah itu gak dianggap, tapi yang dianggap dan dijadikan acuan dalam demokrasi ini adalah Hukum Rakyat. Jadi rakyat adalah sumber hukum dalam setiap permasalahan ummat. Oleh karena itu, orang-orang mendefinisikan demokrasi itu dalam undang-undang dengan sebutannya Kedaulatan sepenuhnya berada di tangan Rakyat, sehingga demokrasi bisa disebut dengan nama hukum mayoritas rakyat (suara terbanyak). Di dalam Islam dalam menentukan seorang pemimpin ummat tidak menggunakan demokrasi (suara mayoritas), tapi Islam menyelesaikan masalah ummat atau bahkan menentukan pemimpin umat itu dengan cara Musyawarah (Syuro). Jadi setiap permasalahan yang ada, diselesaikan dengan

Musyawarah. Kan musyawarah itu didefinisikan dengan mengeluarkan pendapat setiap anggota musyawarah itu. Nanti dulu donk? Kita selidiki dulu, siapa yang berhak mengeluarkan pendapat itu? Dan anggota musyawarah itu, siapa? Nah, yang berada di Majelis Syuro itu adalah ahl al-hall wa al-aqd dan ahl al-ikhtiyar, yang artinya orang yang berkompeten untuk melepas dan mengikat. Nah, sekarang udah jelas nich, siapa yang berada di Majelis Syuro itu, yakni orang-orang yang berkompeten di bidangnya masing-masing, seperti Ulama, Kepala Negara, dan para pemuka masyarakat yang berusaha mewujudkan kemaslahatan rakyat. Kalo gitu, Islam tidak mengenal yang namanya Hak Asasi Manusia (HAM) donk? Jangan salah, Islam mengenal yang namanya HAM, lihat salah satu anggota musyawarah di atas, Para Pemuka Masyarakat. Nah, sebelum ada para pemuka masyarakat itu, dia meminta pendapat masyarakatnya terlebih dahulu, dan selanjutnya ditampung oleh tokoh masyarakat itu dan disampaikan di Majelis Syuro itu. Kenapa hanya Tokoh Masyarakat saja yang dibawa ke majelis syuro? Karena pada dasarnya manusia itu gak semuanya berkompeten. Dan menurut teori Mc. Gregor, jika manusia diberi kebebasan, mereka akan melakukannya menurut cara mereka sendiri / sesuaka hati meskipun itu melanggar peraturan. Jadi, di dalam Islam yang berada di dalam majelis Syuro adalah para wakil rakyat. Ada yang mengatakan bahwa pemungutan suara adalah bagian dari musyawarah. Tentu saja amat berbeda jauh

Musyawarah mufakat menurut Islam dengan pemungutan suara ala Demokrasi, yakni perbedaan itu diantaranya:
antara

1. Dalam musyawarah mufakat, keputusna ditentukan oleh dalil-dalil walaupun suaranya minoritas 2. Anggota musyawarah adalah ahli ilmu (ulama) dan orang-orang shalih, adapun di dalam pemungutan suara anggotanya bebas siapa saja 3. Musyawarah hanya perlu dilakukan jika tidak ada dalil yang jelas dari Al-Quran dan As-Sunnah. Adapun dalam pemungutan suara, walaupun sudah ada dalil yang jelas seterang matahari, tetap saja dilakukan karena yangberkuasa adalah suara terbanyak, bukan Al-Quran dan As-Sunnah. Mengenai masalah para wakil rakyat, Islam punya kriteria tersendiri bagi orang-orang yang duduk di Majelis Syuro. Ada tiga syarat, yaitu: 1. Sifat adil terhadap siapa saja dan senantiasa memelihara wibawa dan nama bik; 2. Mempunyai pengetahuan yang memadai tentang seluk-beluk negara (ketatanegaraan) sehingga mampu menentukan pilihan dengan membedakan siapa yang paling berhak untuk diangkat menjadi Imam (Kepala Negara); dan 3. Wawasan luas dan kebijaksanaan sehingga mampu menilai berbagai alternatif serta memilih yang terbaik untuk umat sesuai dengna kemaslahatannya dan menjauhkan yang dapat membahayakannya. Dan disamping hal tersebut juga perlu diperhatikan bahwa ia juga harus senantiasa memperhatikan tradisi yang ada di masyarakat itu sendiri. Jadi, para wakil rakyat harus memperhatikan

tradisi atau budaya yang terdapat dalam masyarakat yang sedang diwakili oleh wakil rakyat itu. Dengan adanya ketiga syarat itu, diharapkan para wakil rakyat itu akan dapat mewakili kamuan dan kehendak rakyat yang diwakilinya. Pada buku yang saya baca dengan judul Demokrasi Sejalan dengan Islam?, saya setuju dengan apa yang dikatakan di dalam buku ini, mengenai perbedaan demokrasi dengan syuro yang diibaratkan bagaikan langit dan bumi, yang perbedaannya itu, ialah: v Syuro adalah aturan dan manhaj rabbaniy, sedangkan demokrasi adalah hasil karya manusia yang serba kekurangan yang selalu diombang-ambing oleh hawa nafsu dan emosi. v Syuro adalah bagian dari syaraiat Allah SWT, dien-Nya dan hukum-Nya, sedangkan demokrasi adalah penentangan terhadap hukum Allah SWT. v Syuro dilakukan dalam masalah yang tidak ada nash di dalamnya, adapun dalam masalah yang sudah ada nashya maka tidak ada syuro. Jadi, di point ke tiga disebutkan bahwa syuro itu sendiri digunakan jika dalam suatu masalah itu tidak ada nash di dalamnya, baru diadakan syuro. Dan orang-orang yang berada di dalamnya itu pun harus orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Dan jika masalah itu sudah ada nash nya, maka syuro itu pun tidak berlaku. Jadi, penyelesaiannya itu dengan cara mengikuti hukum yang udah diturunkan oleh Allah SWT yakni Al-Quran dan Hadits. Karena yang menentukan hukum itu bukanlah manusia, tetapi manusia lah yang wajib mentaati aturan yang diturunkan oleh Allah SWT, Rasul-Nya dan kemudian kepada pemimpin kaum muslimin.

2. HASIL DISKUSI
Pendapat orang itu berbeda-beda, jadi kalo ada yang berbeda pendapat jangan marah ya? Setelah saya berdiskusi dengan keluarga, saudara serta teman-teman saya, banyak yang didapat dari diskusi tersebut. Pertama-tama saya bertanya terlebih dahulu, Apakah demokrasi itu menurut mereka? Dan apakah musyawarah menurut mereka (Islam)? Kenapa saya bertanya seperti itu? Untuk pertanyaan yang pertama, karena sebelum berdiskusi terlalu jauh, kita harus sepakat dulu, satukan pikiran, apakah demokrasi itu? Sebab yang sedang kita bahas adalah demokrasi, dan apakah musyawarah itu? kenapa saya bertanya musyawarah? Karena di dalam Islam yang dipakai bukan demokrasi (menurut saya), tetapi Musyawarah? Jadi, saya pun harus bertanya tentang musyawarah itu, agar kita semua tahu apa musyawarah itu, apa bedanya dengan demokrasi? Apakah berbeda, ataukah sama dengan demokrasi? Jika yang saya tanya itu tidak tahu atau pun tidak sepaham dengan saya, saya mencoba untuk meluruskannya. Pertama, lawan diskusi saya menjawab, bahwa demokrasi adalah kebebasan berpendapat yang dikenal dengan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dan demokrasi yang diterapkan di Indonesia itu adalah Demokrasi Pancasila. Lalu, definisi musyawarah pun dijawab, bahwa musyawarah katanya sama dengan demokrasi, kedua-duanya sama-sama mengeluarkan pendapat. Jadi, menurut mereka musyawarah dan demokrasi itu gak ada bedanya. Kemudian saya pun sepakat dengan jawaban dia yang pertama, mengenai demokrasi itu, tetapi saya terus menambahkan

jawaban dia tentang kebebasan berpendapat tadi, bahwa demokrasi merupakan kebebasan berpendapat yang dimiliki oleh setiap Individu, itu menurut pengamatan saya berdasarkan apa yang telah terjadi di negeri ini. Nah, individu disini berarti kan setiap manusia memiliki hak untuk mengeluarkan pendapatnya, walaupun pendapatnya itu keluar dari batasan. Yang namanya manusia itu kan tidak semuanya pintar, paham, serta berwawasan luas. Manusia itu ada yang pintar dan ada pula yang bodoh, ada yang baik dan ada pula yang jahat. Nah, bagaimana dengan orang jahat itu, apakah dia akan mengeluarkan pendapat yang benar? Nah, tentang demokrasi yang dianut oleh negara Indonesia itu, kata dia adalah Demokrasi Pancasila, tetapi menurut saya demorkasi itu sendiri sudah bertentangan dengan Pancasila, yakni pada sila ke 4, yang mana isinya Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah, kebijaksanaan dalam permusyawaratan, perwakilan kita lihat, disitu dibilang bahwa permusyawaratan bukan dalam Demokrasi, Perwakilan. Lalu, dia pun diam. Dan saya juga gak sepakat dengan jawaban mereka yang kedua tentang musyawarah? Lalu, saya pun menjawab tentang musyawarah tadi, bahwa musyawarah memang betul bebas mengeluarkan pendapat, tetapi bebas disini tidak sebebas yang mereka kira, menurut ajaran islam kebebasan berpendapat dalam bermusyawarah itu memiliki batas-batas tertentu yaitu dengan tidak keluar dari syariah yakni Al-Quran dan Hadits. Lalu, saya bertanya : Jika demokrasi itu sejalan dengan Islam, bagaimana dengan pemilu? Pemilu itu kan pemilihan umum yang dilaksanakan untuk memilih seorang pemimpin negara dan ummat, dan yang ada dalam pemilu itu kan cara pemilihannya dengan cara voting, artinya dengan penentuan suara terbanyak / suara mayoritas? Dia pun menjawab: Memang menurut saya voting itu memang tidak sesuai dengan islam, karena itu seperti kita bermain judi / gambling, artinya dalam pemilihan seorang Kepala Negara itu ditentukan dengan cara perjudian (untung-untungan). Menurut dia, demorkasi yang diterapkan di Indonesia sudah mengacu kepada demokrasi liberal, yang mana demokrasi liberal itu sistem yang diterapkan oleh negara Amerika. Amerika menerapkan demokrasi liberal, yang mana disana kebebasan berpendapat atau mengeluarkan aspirasi atau apapun itu, dibebaskan disana sebebas-bebasnya. Ah, ternyata dia gak setuju juga dengan yang namanya voting, dimana voting ini sudah diterapkan di Indonesia sebagai cara pemilihan seorang pemimpin. Kan saya bilang pada dia, bahwa pemilihan seorang pemimpin, apalagi pemimpin ummat di dalam islam itu menggunakan sistem musyawarah (syuro), dimana orang-orang yang ada di dalam majelis syuro itu bukan orang sembarangan, yakni mereka adalah orang-orang yang memiliki potensi di bidangnya masing-masing, seperti ulama, kepala negara, tokoh masyarakat, dimana mereka yang mewakili dan dipercayai oleh masyarakat untuk mewakilinya. Mereka mengeluarkan pendapatnya masing-masing dan diseleksi apakah pendapatnya itu benar ataukah keluar dari Al-Quran dan Hadits. Nah, lalu saya bilang lagi pada dia, bahwa yang diterapkan di Indonesia itu bukannya mengeluarkan pendapat untuk memilih seorang presiden, tetapi hanya mencoblos poster atau nama presiden yang dia sukai, yang mana di suka itulah yang dipilih, apakah pilihannya itu benar atau tidak, itu lain urusan? Terus, dia menjawab: Jika seluruh rakyat Indonesia disuruh untuk mengeluarkan pendapatnya di gedung rakyat, apa yang terjadi? Dan kalau gitu Islam tidak memberi kebebasan kepada rakyat untuk memberikan pendapatnya donk? Katanya. Nah, saya pun

menjawab: Tenang cuy, kita lihat yang pernah diterpakan oleh presiden Soeharto, waktu zaman dia, pemilu itu tetap dilaksanakan dan rakyat pun tetap mengeluarkan hak pilihnya. Tetapi, bedanya hasil pilihan rakyat di setiap daerah itu, pertama ditampung terlebih dahulu oleh wakil rakyat dan kemudia dimusyawarahkan kembali di gedung rakyat, kurang lebih seperti itu lah? Nah, di dalam Islam pun kurang lebih kayak gitu, pertama pilihan masyarakat ditampung kepada tokoh masyarakat atau pun wakil rakyat tadi, kemudian dimusyawarahkan dengan tokoh-tokoh yang lainnya yang tergabung dalam majelis syuro itu, jadi, gak sembarang orang yang terdapat dalam majelis syuro itu menurut saya. Menurut saya antara pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono dengan pemerintahan Presiden Soeharto, lebih bagus Soeharto, itu saya lihat dari sistem pemilihan umumnya, yang tidak sepenuhnya diserahkan kepada rakyat, tetapi tetap ada proses pengolahan di gedung rakyat itu. Setelah itu, saya pun bertanya kembali kepadanya. Bagaimana? Apakah demorkasi itu masih sesuai atau sejalan dengan Islam? Tetapi, dia menjawab: Aah. saya tetap dalam pendirian saya, bahwa demokrasi itu memang sejalan dengan Islam. Dia tetap kekeh, ya udah lah, saya gak memaksa dia (saudara), keluarga dan teman saya tadi. Saya tetap menghargai pendapat mereka, kan namanya juga manusia, memiliki pemikiran yang berbeda-beda.

3. KESIMPULAN
Yang namanya negara itu pasti memerlukan seorang pemimpin, karena tanpa adanya seorang pemimpin, maka akan dibawa kemana negara ini. Setiap pemimpin negara itu pasti memiliki tujuan masing-masing, dimana tujuan itu tidak lain yaitu ingin mencapai sebuah kesejahteraan untuk rakyatnya. Apakah dengan demokrasi, tujuan negara ini akan terwujud? Dan apakah dengan sembarang pilih pemimpin, tujuan negara akan terwujud? Untuk menentukan seorang pemimpin terutama pemimpin ummat dan negara itu jangan sembarangan untuk memilihnya, karena jika kita salah pilih, maka akibatnya akan fatal yang akan berdampak kepada rakyat dan negara itu sendiri. Apakah kita mau dijajah kembali, oleh Belanda misalnya?. Tentu tidak, kan? Oleh karena itu mari kita mulai perubahan ini dimulai dari diri kita sendiri, karena hanya kita yang dapat membuat sebuah perubahan itu untuk negara ini. Mungkin kita pun bingung, bagaimana cara merubahnya? Jika saya harus merubah sistem demokrasi, itu sangat tidak mungkin, karena apa? Karena saya hanyalah seorang Mahasiswa yang tidak mampu untuk melakukan itu, saya tidak punya wewenang dan saya tidak punya kemampuan untuk melakukannya, saya hanya Mahasiswa ecek-ecek, hehe..hehe Setiap ideologi yang ada di setiap negara itu pasti memiliki tujuan yang baik, tetapi tak dapat dipungkiri juga, bahwa kemampuan manusia itu sangat terbatas. Terus, apa sebenarnya yang harus kita rubah? Orangnya kah? Atau sistemnya yang kita rubah?, yang sudah saya bilang tadi, bahwa sistem itu tidak mungkin saya rubah. Menurut saya, mungkin dari orangnya tadi yang perlu kita rubah. Mulai dari yang pertama, jika dalam PEMILU 2009 nanti, jangan sampai kita terpengaruh oleh bujukan-bujukan setan yang hanya memberikan kenikmatan sesaat, misalnya jangan sampai kita mudah untuk disogok

oleh para oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, sebab itu akan berakibat kepada negara dan kita sebagai rakyatnya nanti. Kita harus berfikir ke depan, jangan hanya berfikir konsumtif yang hanya memikirkan kejadian pada saat itu juga, tetapi kita harus berfikir panjang. Bagaimana negara ini akan berubah, jika kita hanya mampu menerima Uang Suap yang memberi kenikmatan sesaat kepada kita. Mari kita berfikir panjang!! Nah yang kedua, kita dalam memilih seorang pemimpin rakyat, kita harus mampu mengenal calon pemimpin kita terlebih dahulu. Jangan memilih presiden secara subjektif, artinya kita memilih, jangan karena calon presiden itu sodara kita atau mungkin calon presiden itu ganteng. Mari kita pilih pemimpin kita berdasarkan apa yang dimiliki oleh calon tersebut. Artinya, apakah orang tersebut mampu memimpin negara dan rakyatnya kelak? Kita pilih berdasarkan kriteria seorang pemimpin yang telah diberikan oleh Islam, yakni apa yang telah dipaparkan oleh Al-Baghdadi, yang menyatakan: Kelompok kami berpendirian bahwa orang yang berhak memegang jabatan khalifah (Pemimpin Negara) harus memiliki kualitas berikut: 1) berilmu pengetahuan, minimal untuk mengetahui apakah undang-undang yang dibuat para mujtahid sah menurut hukum agama dan peraturan-peraturan lainnya; 2) bersifat jujur dan saleh; 3) bertindak adil dalam menjalankan segala tugas pemerintahan dan berkemampuan. Walaupun begitu tetaplah syariat islam yang nomor 1 (satu), hanya dengan syariat Islam, negara ini akan merasakan kesejahteraan. Setelah saya berkicau kesana-kemari, walaupun dari tadi gak ada yang mau ngalah, semuanya tetap pada pendiriannya masing-masing dan saya juga tetap pada pendirian saya. Nah, akhirnya saya memberi kesimpulan bahwasanya Demokrasi itu tidak sejalan dengan Islam yang mana di dalam islam itu tidak ada demokrasi, tetapi yang ada hanyalah musyawarah (syuro), untuk menentukan seorang pemimpin ummat khususnya. Mari kita bersama-sama untuk menerapkan kembali musyawarah yang sebenarnya sudah menjadi pedoman hidup kita yakni yang terdapat dalam Pancasila, sila ke 4. Hanya dengan bermusyawarah, kita akan mendapatkan sebuah jawaban yang mendekati kebenaran bahkan kebenaran, karena kita bermusyawarah tidak hanya mengeluarkan pendapat sesuka kita, tetapi musyawarah dalam Islam itu adalah berpendapat yang tidak keluar dari Al-Quran dan Hadits. Yang mana Al-Quran adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, yang isinya sudah tidak diragukan lagi dan isinya pun mencakup segala seluk beluk kehidupan yang terdapat di dunia dan di akhirat. Dan Hadits yakni ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW pada saat Baginda kita masih hidup di dunia ini. Ingat kawan!! Ideologi Islam adalah yang terbaik daripada ideologi-ideologi yang terdapat di dunia ini, karena ideologi Islam bukan manusia yang sengaja membuatnya, tetapi Allah SWT yang menurunkannya dan diamanhkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk meng-syiarkannya ke seluruh penjuru dunia. Jadi, jangan sekali-kali menyamakan demokrasi dengan musyawarah (syuro) yang terdapat dalam Islam. Keduanya itu memiliki perbedaan yang sangat jauh sekali. Bagaikan langit dan bumi.

BAB II Iman Kepada Malaikat


Definisi/Pengertian Malaikat, Sifat dan Fungsi Iman Kepada Malaikat Allah SWT - Pendidikan Agama Islam
A. Arti Definisi dan Pengertian Malaikat Allah SWT Malaikat adalah kekuatan-kekuatan yang patuh, tunduk dan taat pada perintah serta ketentuan Allah SWT. Malaikat berasal dari kata malak bahasa arab yang artinya kekuatan. Dalam ajaran agama islam terdapat 10 malaikat yang wajib kita ketahui dari banyak malaikat yang ada di dunia dan akherat yang tidak kita ketahui yaitu antara lain : 1. Malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu Allah kepada nabi dan rasul. 2. Malaikat Mikail yang bertugas memberi rizki / rejeki pada manusia. 3. Malaikat Israfil yang memiliki tanggung jawab meniup terompet sangkakala di waktu hari kiamat. 4. Malaikat Izrail yang bertanggungjawab mencabut nyawa. 5. Malikat Munkar yang bertugas menanyakan dan melakukan pemeriksaan pada amal perbuatan manusia di alam kubur. 6. Malaikat Nakir yang bertugas menanyakan dan melakukan pemeriksaan pada amal perbuatan manusia di alam kubur bersama Malaikat Munkar. 7. Malaikat Raqib / Rokib yang memiliki tanggung jawab untuk mencatat segala amal baik manusia ketika hidup. 8. Malaikat Atid / Atit yang memiliki tanggungjawab untuk mencatat segala perbuatan buruk / jahat manusia ketika hidup. 9. Malaikat Malik yang memiliki tugas untuk menjaga pintu neraka. 10. Malaikat Ridwan yang berwenang untuk menjaga pintu sorga / surga.

B. Malaikat Yang Ingin Kita Temui


Yang pasti semua manusia ingin bertemu dengan malaikat izrail yang mencabut nyawa kita dengan lemah lembut tanpa rasa sakit, malaikat munkar dan nakir dengan penampakan yang baik serta lemah lembut dalam menginterogasi kita, malaikat rakib yang memiliki catatan amal baik kita yang tebal, malaikat atid yang hanya memiliki beberapa catatan buruk kita dan malaikat ridwan yang mempersilahkan masuk ke dalam surga yang kekal dan abadi. Jika anda mau seperti itu, saya yakin anda tahu apa yang anda harus lakukan di dunia. C. Sifat-Sifat Dasar Malaikat Allah SWT : 1. Pasti selalu patuh pada segala perintah Allah dan selalu tidak melaksanakan apa yang dilarang Allah SWT. 2. Tidak sombong, tidak memiliki nafsu dan selalu bertasbih.

3. Dapat berubah wujud dan menjelma menjadi yang dia kehendaki. 4. Memohon ampunan bagi orang-orang yang beriman. 5. Ikut bahagia ketika seseorang mendapatkan Lailatul Qadar. D. Iman Kepada Malaikat Allah Iman kepada Malaikat adalah yakin dan membenarkan bahwa Malaikat itu ada, diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya / nur.

Fungsi iman kepada Malaikat Allah :


1. Selalu melakukan perbuatan baik dan merasa najis serta anti melakukan perbuatan buruk karena dirinya selalu diawasi oleh malaikat. 2. Berupaya masuk ke dalam surga yang dijaga oleh malaikat Ridwan dengan bertakwa dan beriman kepada Allah SWT serta berlomba-lomba mendapatkan Lailatul Qodar. 3. Meningkatkan keikhlasan, keimanan dan kedisiplinan kita untuk mengikuti / meniru sifat dan perbuatan malaikat. 4. Selalu berfikir dan berhati-hati dalam melaksanakan setiap perbuatan karena tiap perbuatan baik yang baik maupun yang buruk akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. E. Perbedaan Malaikat dengan Jin, Setan / Syetan dan Iblis Malaikat terbuat dari cahaya atau nur sedangkan jin berasal dari api atau nar. Malaikat selalu tunduk dan taat kepada Allah sedangkan jin ada yang muslim dan ada yang kafir. Yang kafir adalah syetan dan iblis yang akan terus menggona manusia hingga hari kiamat agar bisa menemani mereka di neraka. Malaikat tidak memiliki hawa nafsu sebagaimana yang dipunyai jin. Jin yang jahat akan selalu senantiasa menentang dan menjalankan apa yang dilarang oleh Tuhan Allah SWT. Malaikat adalah makhluk yang baik dan tidak akan mencelakakan manusia selama berbuat kebajikan, sedangkan syetan dan iblik akan selalu mencelakakan manusia hingga hari akhir.

Penjelasan Rukun Iman (2): Iman kepada Malaikat Allah


Malaikat adalah makhluk yang hidup di alam ghaib dan senantiasa beribadah kepada Allah Subhanahu wa taala. Malaikat sama sekali tidak memiliki keistimewaan rububiyah dan uluhiyah sedikit pun. Diciptakan dari cahaya dan diberikan kekuatan untuk mentaati dan melaksanakan perintah dengan sempurna. Rasulullah Shallahualaihi wa sallam pernah bersabda,

Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang menyala-nyala, dan adam Alaihissalam diciptakan dari apa yang telah disifatkan kepada kalian.i Allah Subhanahu wa taala berfirman, Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.ii

Beriman kepada malaikat mengandung empat unsur:


1. Mengimani wujud mereka, bahwa mereka benar-benar ada bukan hanya khayalan, halusinasi, imajinasi, tokoh fiksi, atau dongeng belaka. Dan mereka jumlahnya sangat banyak, dan tidak ada yang bisa menghitungnya kecuali Allah. Seperti dalam kisah miraj-nya Nabi Muhammad Shallahualaihi wa sallam, bahwa ketika itu Nabi Shallahualaihi wa sallam diangkat ke Baitul Mamur di langit, tempat para malaikat shalat setiap hari, jumlah mereka tidak kurang dari 70.000 malaikat. Setiap selesai shalat mereka keluar dan tidak kembali lagi.iii 2. Mengimani nama-nama malaikat yang kita kenali, misalnya Jibril, Mikail, Israfil, Mautiv. Adapun yang tidak diketahui namanya, kita mengimani keberadaan mereka secara global. Dan penamaan ini harus sesuai dengan dalil dari al-Quran dan Hadist Rasulullah Shallahualaihi wa sallamyang shahih. 3. Mengimani sifat-sifat malaikat yang kita kenali, misalnya: Memiliki sayap, ada yang dua, tiga atau empat. Dan juga khususnya Malaikat Jibril, sebagaimana yang pernah dilihat oleh Nabi Shallahualaihi wa sallamyang mempunyai 600 sayap yang menutupi seluruh ufuk semesta alam.

Allah berfirman,
Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Malaikat bisa menjelma menjadi seorang laki-laki, seperti saat diutus oleh Allah kepada Maryam, Nabi Ibrahim, Nabi Luth. Juga saat diutusnya Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Shallahualaihi wa sallam ketika beliau berkumpul dengan para sahabat dalam satu mejelis untuk mengajarkan agama kepada para sahabat Nabi Shallahualaihi wa sallam. Mengimani tugas-tugas yang diperintahkan Allah kepada mereka yang sudah kita ketahui, seperti membaca tasbih dan beribadah kepada Allah Azza wa Jalla siang dan malam tanpa merasa lelah. Sebagian mereka ada yang memiliki tugas khusus. Sebagai contoh,

Malaikat Jibril bertugas untuk menyampaikan wahyu Allah kepada para Nabi dan Rasul. Dan ini bukanlah satu-satunya tugas Malaikat Jibril, sehingga ada anggapan bahwa telah selesai tugas Malaikat Jibril dan nganggur setelah selesainya wahyu yang disampaikan kepada rasul terakhir Nabi Muhammad Shallahualaihi wa sallam. Padahal selain tugas utama tersebut Malaikat Jibril juga mempunyai tugas lain, seperti yang pernah disabdakan oleh Rasulullah Shallahualaihi wa sallam: Jika Allah mencintai seorang hamba-Nya, maka dipanggillah Jibril, Sesungguhnya Aku telah mencintai fulan, maka cintailah dia! Lalu Jibril mencintainya, kemudian Jibril menyeru penghuni langit, sesungguhnya Allah mencintai si fulan maka cintailah dia! Lalu seluruh penghuni langit mencintainya, kemudian djadikan dirinya dapat di terima di muka bumi. Malaikat Mikail yang diserahi tugas menurunkan hujan dan meunmbuhkan tumbuhtumbuhan. Malaikat Isrofil yang diserahi tugas meniup sangkakala tatkala terjadi peristiwa hari kiamat dan manusia dibangkitkan dari alam kubur. Malaikat Maut yang diserahi tugas untuk mencabut nyawa seseorang. Malaikat Ridwan dan Malik yang diserahi tugas menjaga Surga dan Neraka. Malaikat yang ditugaskan meniupkan ruh pada janin dalam rahim, yaitu ketika janin telah mencapai usia 4 bulan di dalam rahim, maka Allah Azza wa Jalla mengutus malaikat untuk menuliskan rizki, ajal, amal, celaka, dan bahagianya, lalu meniupkan ruh padanya.xi Para malaikat (dg sifat Rokib dan Atid) yang diserahi menjaga dan menulis semua perbuatan manusia. Setiap orang yang dijaga oleh dua malaikat, yang satu pada sisi kanan dan yang satunya lagi pada sisi kiri. Allah Azza wa Jalla berfirman: (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat Pengawas yang selalu hadir.xii Para Malaikat Mungkar dan Nakir yang diserahi tugas menanyai mayit, yaitu apabila mayit telah dimasukkan ke dalam kuburnya, maka akan datanglah dua malaikat yang bertanya kepadanya tentang Rabb-nya, agamanya dan Nabinya. Malaikat yang mencatat amal orang yang hadir paling awal saat shalat Jumat. Rasulullah Shallahualaihi wa sallam bersabda:

Tatkala hari jumat tiba, malaikat berada di setiap pintu masjid mencatat amal orang yang hadir paling awal, lalu yang datang kemudian, jika imam naik ke mimbar di tutuplah buku catatan tersebut. Lalu mereka masuk mendengarkan nasihar (dzikir). Siapakah Malaikat itu? Malaikat adalah makhluk (ciptaan Allah swt.) cahaya, tidak makan, tidak minum, tidak tidur, dan tidak berjenis kelamin. Mereka adalah alam lain yang berdiri sendiri dan berbeda fisik dan jasadnya. Allah swt telah menciptakan malaikat dari cahaya. Ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.,

).

Malaikat telah diciptakan dari cahaya. (Muslim). Lantas apa tugas (pekerjaan) mereka? Mereka mengurus alam semesta ini sesuai iradah dan masyiah (kehendak) Allah swt. Dia mendayagunakan malaikat untuk melaksanakan perintah-Nya, dan mereka, para malaikat, tidak akan melakukan sesuatu kecuali dengan perintah Allah swt. Allah swt. mengatakan dengan gamblang tentang hal ini. Dan mereka berkata, Tuhan yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak. Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintahperintahNya. (Al-Anbiya: 26-27) Diantara amal mereka adalah bertasbih dan tunduk secara total dan sempurna kepada Allah swt., turun membawa wahyu, dan mencatat semua amal. Allah swt. menerangkan tentang hal ini kepada kita sebagai mana ayat berikut. Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Infithar: 10-12)

Ada juga malaikat yang bertugas mewafatkan dan mencabut nyawa.


Apakah beriman kepada malaikat adalah kewajiban bagi kita? Jawabnya tentu saja ya. Allah swt. telah mengabarkan kepada kita tentang mereka dalam Kitab-Nya. Jadi, iman kepada malaikat itu wajib dan menjadi salah satu rukun iman. Perhatikan firman Allah swt. berikut ini. Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), Kami tidak membedabedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya, dan mereka mengatakan, Kami dengar dan kami taat. (Mereka berdoa), Ampunilah kami, Ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali. (Al-Baqarah: 285)

Ar-Razi dalam At-Tafsiirul Al-Kabiir juz 2 halaman 160 menulis tentang definisi malaikat menurut Islam, nasrani, dan penyembah berhala. Menurut mayoritas ulama Islam, malaikat adalah makhluk halus yang diciptakan dari cahaya dan mampu berubah-ubah bentuk yang berbeda. Sedangkan menurut sekte nasrani, malaikat adalah roh yang telah terpisah dari tubuhnya, dapat berbicara, dan memiliki sifat bersih dan baik. Lain lagi menurut golongan penyembah berhala. Mereka berpendapat bahwa malaikat adalah bintang yang bertugas memberi kebahagiaan atau kesengsaraan. Malaikat pemberi kebahagiaan disebut malaikat rahmah, dan malaikat yang memberi kesengsaraan disebut malaikat azab. Dengan demikian bintang, menurut mereka, adalah makhluk hidup yang dapat berbicara.

Dalil Iman Kepada Malaikat


Sebagaimana telah kita pahami bahwa jalan menuju iman kepada malaikat adalah melalui periwayatan yang shahih dari dalil-dalil Al-Quran dan sunnah. Akal dalam hal ini tidak memiliki peran, kecuali tunduk kepada apa yang telah dijelaskan oleh wahyu, sedangkan wahyu itu sendiri tidak bertentangan dengan akal.

Hukum Beriman Kepada Malaikat


Keberadaan malaikat diperkuat dengan dalil Al-Quran, Sunnah dan ijma, maka iman kepada malaikat hukumnya wajib. Dan barangsiapa yang mengingkari keberadaan mereka, maka ia telah kafir.

Berikut ini dalil Al-Quran dan Hadits bertalian dengan iman kepada malaikat.

Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orangorang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasulNya. (Mereka mengatakan), Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasulrasul-Nya, dan mereka mengatakan, Kami dengar dan kami taat. (Mereka berdoa), Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali. (Al-Baqarah: 285)
Di Al-Quran juga terdapat surat yang diberi nama surat Malaikat, yaitu surat Faathir. Sedangkan di antara hadits yang paling populer berkaitan dengan tema ini adalah Hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah r.a. (teks lengkapnya bisa dilihat di hadits kedua Arbain Nawani).

Rasulullah saw. pada suatu hari bersama para sahabat, lalu seorang laki-laki datang padanya kemudian berkata; Ya Rasulullah, apakah iman itu? Rasul menjawab, Iman adalah kamu beriman pada Allah, malaikat, kitabNya, bertemu denganNya, para Rasul, dan beriman kepada hari kebangkitan.
Jadi, jelaslah bahwa iman kepada malaikat adalah salah satu rukun akidah Islam. Tidak akan diterima iman seorang muslim, tanpa mengimani rukun ini. Jika masih terlintas di pikiran Anda sebuah pertanyaan, kenapa iman kepada malaikat menjadi salah satu rukun iman?

Pertanyaan Anda itu dijawab oleh Imam Muhammad Abduh dalam Tafsir Al-Manar juz 2 halaman 110, Bahwa iman kepada malaikat adalah pokok iman kepada wahyu. Karena, malaikat penyampai wahyu adalah roh yang berakal yang memiliki ilmu yang luas dengan izin Allah. Malaikat menyampaikan wahyu kepada roh Nabi sebagai pokok agama. Karenanya, penyebutan iman kepada malaikat didahulukan atas penyebutan iman kepada kitab dan para nabi. Sebab, merekalah yang datang kepada para nabi membawa kitab. Jadi, mengingkari malaikat berarti mengingkari wahyu, kenabian, dan ruh. Dan itu berarti mengingkari hari akhir. Orang yang mengingkari hari akhir tujuan utama hidupnya adalah kenikmatan dunia, syahwat, dan segala tuntutannya. Hal ini adalah sumber kesengsaraan di dunia sebelum di akhirat.

Sifat-sifat Malaikat
Kita telah paham bahwa pengetahuan kita tentang malaikat hanyalah berdasar pada dalil wahyu. Maka, wahyu juga yang menjelaskan kepada kita dari apa malaikat diciptakan dan seperti apa tabiat mereka. Allah swt. telah menciptakan malaikat dari cahaya berbeda dengan Adam diciptakan dari tanah, dan jin diciptakan dari api. Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, Malaikat diciptkan dari cahaya, jin diciptakan dari api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah diceritakan pada kamu (tanah). Para ulama mengatakan bahwa para malaikat adalah jawahir basithah yang diberi akal, tidak memerlukan tempat, ada yang berhubungan dengan benda konkret seperti otak, ada pula yang berhubungan dengan yang abstrak seperti jiwa. Malaikat memiliki kemampuan logika akal yang tidak sempurna. Mereka tidak terhalang dari cahaya Allah. Dan tidak dilarang berada bersamanya pada suatu waktu, pada suatu keadaan dengan tidur, lalai atau syahwat. Bahkan mereka menikmati dengan apa yang mereka saksikan. Ketaatan mereka adalah karakter dan kemaksiatan mereka adalah tugas. Ini berbeda dengan manusia yang ketaatannya adalah tugas dan mengikuti hawa nafsu adalah karakter (lihat Al-Kulliyat karya Abul Baqa, halaman 854, penerbit Ar-Risalaat).

Simak beberapa firman Allah swt. berikut ini:


Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka). (An-Nahl: 50) Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintahperintahNya. (Al-Anbiya: 27) Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahriim: 6)

Kedudukan dan Keutamaan Malaikat

Para ulama berbeda pendapat dalam hal menjadikan manusia lebih utama daripada malaikat. Ada yang berpendapat bahwa para rasul dari golongan manusia lebih utama dari para rasul dari golongan malaikat dan para wali dari golongan manusia lebih utama dari para wali golongan malaikat. Sementara yang lain berpendapat bahwa malaikat lebih utama dari manusia selain para rasul. Malaikat Bukan Lelaki dan Bukan Perempuan Orang-orang musyrikin Arab Jahiliyah beranggapan bahwa malaikat adalah anak-anak perempuan Allah. Mereka telah melakukan kebodohan besar ketika mengatakan bahwa Allah memiliki anak dan anak-anaknya adalah para wanita (malaikat). Sementara di sisi lain mereka tidak senang dengan anak-anak perempuan. Lihat gambaran ini di surat An-Nahl ayat 58. Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Tentang kebohongan mereka, Allah menjelaskan di dalam surat Az-Zukhruf ayat 19. Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaika-malaikat itu? Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung-jawaban. Perhatikan juga surat Al-Isra ayat 40 di bawah ini. Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki sedang dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para malaikat? Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya). Bukan sesuatu yang aneh keyakinan yang salah ini masih mempengaruhi akal dan hati banyak orang. Contoh yang paling jelas adalah menyerupakan malaikat dengan perempuanperempuan berkostum putih dan membuat patung atau gambar malaikat pada bentuk anak-anak perempuan dan wanita-wanita cantik yang memiliki sayap. Gambar-gambar itu dijual di pasarpasar dalam bentuk ucapan selamat pada hari bahagia dan hari raya. Bahkan ada yang membuat boneka malaikat dengan wujud anak perempuan atau wanita cantik. Tentu hal ini adalah kekufuran yang jelas. Barangsiapa yang meyakini bahwa suara perempuan adalah suara malaikat atau para perempuan merupakan potret malaikat rahmah, ia adalah kafir. Begitu pendapat AlBani dalam buku Arkanul Iman. Ada juga ulama berpendapat tidak sekeras Al-Bani. Mereka berpendapat, menggambar bentuk malaikat adalah bidah yang sangat berbahaya dan dapat mengeluarkan seorang muslim dari iman. Namun, dalam percakapan sehari-hari, orang banyak kadang mengasosiasikan sesuatu yang sempurna dalam penglihatan dengan malaikat. Misalnya para wanita bangsawan yang terkesima dengan ketampanan Nabi Yusuf. Mereka mengasosiasikan Nabi Yusuf dengan malaikat (lihat surat Yusuf: 31). Tapi, mereka tidak menyakini bahwa Nabi Yusuf itu malaikat.

Malaikat Tidak Makan, Tidak Minum


Dalil bahwa malaikat tidak makan dan tidak minum adalah Al-Quran yang menceritakan tentang para tamu Nabi Ibrahim dari golongan malaikat yang diutus oleh Allah untuk menghancurkan perkampungan kaum Luth. Lihat surat Adz-Dzaariyaat ayat 24-28. 24. Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikatmalaikat) yang dimuliakan? 25. (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan, Salaamun. Ibrahim menjawab, Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. 26. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk. 27. Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata, Silakan Anda makan. 28. (Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata, Janganlah kamu takut. Dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak). Malaikat Tidak Dapat Dilihat Dalam Bentuk Aslinya Pada kisah tamu Ibrahim di atas, malaikat dapat dilihat di saat berbentuk pada wujud selain aslinya. Sedangkan pendapat yang shahih bahwa malaikat tidak dapat dilihat oleh manusia biasa, dalilnya adalah firman Allah swt. di surat Furqan ayat 21-22. 21. Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya) dengan Kami, Mengapakah tidak diturunkan kepada kita malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita? Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas (dalam melakukan) kezaliman. 22. Pada hari mereka melihat malaikat di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa mereka berkata, Hijraan mahjuuraa. Ibnu Hazm di Al-Fashl juz 4 halaman 57, mengomentari ayat ini dengan kalimat, Allah telah menjadikan permintaan manusia akan diturunkannya malaikat sebagai suatu masalah besar, yang dianggap sebagai kesombongan dan melampaui batas; dan Allah menjelaskan kepada kita bahwa kita sebagai manusia tidak akan pernah dapat melihat malaikat sampai hari kiamat. Jika manusia biasa tidak dapat melihat malaikat, tapi ada kekhususan bagi Rasulullah saw. Rasulullah saw sebagai seorang nabi bisa melihat malaikat jibril dalam bentuk aslinya ketika di malam Isra Miraj. Hal ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari Masruq, dia berkata: aku pernah bersama Aisyah, beliau berkata, Bukankah Allah telah berfirman di surat At-Takwiir ayat 23, Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. Dan surat An-Najm ayat 13, Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya

yang asli) pada waktu yang lain. Lalu Aisyah berkata, Aku orang pertama dari umat ini yang bertanya kepada Rasulullah tentang ayat di atas, maka Rasulullah saw. menjawab, Sesungguhnya dia adalah malaikat Jibril. Rasul tidak melihatnya dalam bentuk aslinya, kecuali dua kali. Rasul melihatnya pertama kali di saat Malaikat Jibril turun ke bumi dan sayapnya menutupi antara langit dan bumi. (lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz 4 halaman 251-252). Walaupun kita, manusia, tidak dapat melihat malaikat, namun ada sebagian makhluk yang diberi kelebihan khusus sehingga dapat melihat malaikat. Bukhari dan Muslim dalam shahihnya meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, Jika kamu mendengar suara ayam jago, maka mintalah kepada Allah sebagian dari karunianya, karena ayam jago itu dapat melihat malaikat; dan bila kamu mendengar suara ringkik keledai, maka berlindunglah kepada Allah dari setan karena ia melihat setan. Sebagian orang menganggap hadits seperti ini aneh, bagaimana mungkin burung-burung dan binatang dapat menyaksikan apa-apa yang tidak dapat kita saksikan. Jawabnya sederhana. Benda mati saja dapat memperlihatkan kepada kita sesuatu yang kita tidak dapat melihatnya dalam kondisi biasa. Contohnya televisi. Benda ini dapat memperlihatkan gambar-gambar yang entah di mana adanya ke hadapan kita yang sedang duduk di dalam kamar. Padahal kita tahu isi televisi itu adalah rangkaian komponen elektronik saja. Malaikat Mampu Berubah-ubah Bentuk Dalam kisah tamu Nabi Ibrahim, para malaikat datang dengan menjelma sebagai laki-laki dewasa. Karena itu, Nabi Ibrahim langsung menjamu mereka dengan makanan. Contoh lain adalah ketika malaikat datang kepada Maryam ibu Nabi Isa a.s. Perhatikan surat Maryam ayat 16-17 ini. 16. Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al-Quran, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, 17. Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu kami mengutus roh Kami (Jibril a.s.) kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Malaikat Jibril datang menjumpai Rasulullah dalam bentuk manusia yang berbeda-beda bentuknya. Kadangkala menyerupai seorang shahabat yang bernama Dahyah bin Khalifah AlKalbi karena Dahyah seorang pemuda tampan dan memiliki postur yang ideal. Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan di dalam shahihnya dari Umar bin Khaththab, ia berkata, Ketika kami sedang duduk di sisi Rasulullah tiba-tiba muncul seorang laki-laki dengan mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambut yang sangat hitam, lalu menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Rasulullah dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas paha Rasul, dan ia berkata, Wahai Muhamad, beritahu saya tentang Islam. Kemudian bertanya lagi tentang iman, ihsan, dan hari kiamat. Kemuian meninggalkan tempat itu. Lalu Rasulullah saw. bertanya kepada Umar, Wahai Umar, apakah kamu tahu siapa yang bertanya tadi? Umar menjawab, Allah dan RasulNya lebih tahu. Kemudian Rasulullah saw. menjelaskan, Dia adalah Malaikat Jibril yang telah datang kepadamu mengajarkan kami tentang agamamu.

Malaikat Memiliki Kemampuan Yang Luar Biasa Malaikat memiliki kemampuan yang luar biasa yang tidak dapat dibayangkan. Misalnya, 8 malaikat pemikul Arsy. Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan malaikat menjunjung Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka. (Al-Haaqqah: 17) Jika kursi Allah swt. luasnya seluas tujuh lapis langit dan bumi, coba bayangkan sebesar apa Arsy dan bayangkan betapa dahsyatnya kekuatan yang dimiliki para malaikat pemikul Arsy. Coba bayangkan bagaimana kekuatan malaikat peniup sangkakala dimana saat sangkakala ditiupkan seluruh makhluk yang ada di langit dan bumi mati seketika. Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing). (Az-Zumar: 68) Bisakah kita bayangkan apa yang dilakukan malaikat terhadap kaum Nabi Luth seperti yang digambarkan Allah swt. dalam firman-Nya di surat Hud ayat 82 ini? Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan, red.), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. Itulah gambaran yang menakutkan tentang kekuatan malaikat. Adapun kecepatan malaikat lebih cepat dari apa yang dibayangkan manusia. Allah berfirman di dalam surat Al-Maarij ayat 4. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. Cukup untuk diketahui bahwa malaikat Jibril memirajkan Rasulullah saw. ke langit tertinggi kemudian kembali lagi ke bumi, hanya dalam satu malam, bahkan sebagian dari malam. Kita tahu bahwa langit yang paling dekat ke bumi memerlukan jutaan tahun kecepatan cahaya. Artinya, kita perlu hidup jutaan tahun untuk sampai ke sana bila kita jalan dengan kecepatan cahaya yang 300 km per detik. Pertanyaannya, siapa yang dapat melakukannya? Dari mana kita mendapat umur yang panjang untuk perjalanan itu? Malaikat Diciptakan Untuk Taat Dan Bertasbih Ketaatan dan ibadah bagi malaikat adalah sifat asli mereka (jibillah) sebagaimana Allah mensifati mereka di surat At-Tahrim ayat 6. Tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintahperintahNya. (Al-Anbiya: 27) ayat Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. (Al-Anbiya: 20) Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisiNya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. (Al-Anbiya: 19) Para ulama berbeda pendapat tentang cara bertasbihnya malaikat. Ibnu Masud dan Ibnu Abbas berkata, tasbih mereka adalah shalat. Ini berdasarkan firman Allah duskamid gnay ,hibsatreb ulales gnay gnaro nakub ai ayniadnaes dengan bertasbih di sini adalah shalat. Qotadah berkata, tasbih malaikat adalah sebagaimana dipahami dari bahasa. AlQurthubi mendukung pendapat ini. Dalilnya adalah hadits riwayat Abu Dzar r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya, Ucapan apa yang paling afdlal? Rasulullah saw. menjawab, Ucapan yang paling afdlal adalah kata-kata yang telah dipilihkan oleh Allah untuk malaikat, yaitu ( milsuM) Dan Abdurrahman bin Qarth bahwa Rasulullah saw. pada malam Isra dan Miraj mendengar suara tasbih di langit yang paling atas:( . Al-Baihaqi, Tafsir Al-Qurthubi juz 1/267). Dan shalatnya malaikat adalah berdiri dan sujud. Dari Hakim bin Hizam, ia berkata, ketika Rasulullah saw. bersama para sahabat, beliau bersabda, Apakah kalian mendengar apa yang saya dengar? Mereka menjawab, Kami tidak mendengar sesuatu. Rasulullah saw. berkata, Sesungguhnya aku mendengar hentakan langit. Tidak ada satu jengkal pun bagian langit yang terhentak melainkan di atasnya malaikat sedaang sujud atau sedang berdiri. (At-Tabrani, Mujam Al-Kabir, Al-Asyqar Alamul Malaikah Al-Abrar, halaman.31,1989) Keadaan malaikat diciptakan untuk beribadah sehingga sebagian ulama meyakini bahwa malaikat bukan makhluk mukallaf. Yang sahih bahwa taklif mereka tidak sama dengan taklif kita. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa mereka bukan makhluk mukallaf adalah pendapat yang salah karena mereka diperintahkan untuk beribadah dan taat. Allah swt. berfirman: Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka). (An-Nahl: 50) Khauf adalah di antara tingkatan ubudiyah dan ketaatan yang paling tinggi. (Al-Asyqar halaman 29,1989).

Dalil yang paling kuat bahwa malaikat makhluk mukallaf adalah kisah tentang perintah Allah kepada mereka untuk susjud kepada Adam. Allah swt. berfirman di dalam surat Al-Baqarah ayat 34: Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, Sujudlah kamu kepada Adam. Maka sujudlah mereka, kecuali Iblis; ia enggan dan takabur, dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. Malaikat Terjaga Dari Salah Dari paparan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa malaikat terhindar dari kesalahan dan perbuatan dosa. Namun, jumhur ulama berpendapat, malaikat tidak mashum. Dalil-dalil sebagai berikut. Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang mereka tidak jemu-jemu. (Fushilat: 38) Di ayat 30 surat Al-Baqarah, malaikat berkata, Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Malaikat mencela terjadinya maksiat yang dilakukan Adam dan keturunannya, dan ini berarti menunjukkan bahwa mereka (malaikat) bebas dari dosa. Sikap mereka itu diperkuat dengan katakata, Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau. Yang berarti mereka senantiasa bertasbih dan mensucikan Allah tanpa henti. Sedangkan dalil yang mengatakan bahwa malaikat tidak mashum adalah seperti yang dikemukakan Imam Ar-Razi dalam tafsirnya yang juga bantahan atas pendapat malaikat terbebas dari salah. Menurut Ar-Razi, firman Allah swt., Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata, Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? adalah dalil yang mencela para malaikat bukannya sebagai dalil tentang bebasnya malaikat dari kesalahan. Hal itu ditinjau dari beberapa sisi: 1. Bahwa perkataan malaikat, Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata, Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah adalah bantahan mereka terhadap Allah dan sikap ini di antara dosa yang paling besar. 2. Bahwa para malaikat telah melakukan ghibah Adam dan keturunannya dengan mempertanyakan tentang mereka, sementara ghibah adalah salah satu dosa besar. 3. Bahwa malaikat telah memuji diri mereka sendiri setelah mempertanyakan keturunan Adam dengan perkataan, Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau. Bukankah memuji diri sendiri adalah tercela dan dapat mengakibatkan ujub atau bangga terhadap diri sendiri, dan ini adalah sikap tercela sebagaimana Allah berfirman dalam surat An Najm ayat 32?

4. Bahwa perkataan mereka, Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. adalah sikap minta permakluman dan itu tidak terjadi kecuali karena telah melakukan kesalahan. 5. Bahwa firman Allah swt., Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar! Dapat dipahami bahwa mereka telah berdusta pada apa yang mereka katakan. 6. Bahwa firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 33, Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan? Dapat dipahami bahwa mereka meragukan bahwa Allah mengetahui segala hal. 7. Bahwa tuduhan mereka terhadap manusia hanya berdasar dugaan (dzhan) dan ini tidak dibenarkan sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Israa ayat 36. Buah Iman Kepada Malaikat Allah Beriman kepada Malaikat membuahkan pengaruh yang mulia diantaranya: Mengetahui dengan benar keagungan, kebesaran, kekuasaan malaikat, dan kebesaran makhluk menjadi bukti atas kebesaran Penciptanya. Bersyukur kepada Allah atas perhatianNya yang diberikan kepada anak Adam dengan menugaskan beberapa malaikat yang menjaga, mencatat amal mereka dan tugas-tugas lainnya dalam kemaslahatan hidup manusia. Kecintaan kita kepada para malaikat atas tugas-tugas yang mereka tunaikan dalam rangka mengabdi dan taat kepada Allah. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

Anda mungkin juga menyukai