Anda di halaman 1dari 13

Fobia adalah suatu ketakutan irasional yang jelas, menetap dan berlebihan terhadap suatu objek spesifik, keadaan

atau situasi. Berasal dari bahasa Yunani yaitu Fobos yang berarti ketakutan. Fobia merupakan suatu gangguan jiwa yang merupakan salah satu tipe dari gangguan ansietas dan dibedakan kedalam tiga jenis objek atau situasi ketakutan yaitu agoraphobia, fobia spesifik, dan fobia sosial.1 Agorafobia adalah ketakutan terhadap ruang terbuka, orang banyak serta adanya kesulitan untuk segera menyingkir ke tempat aman. Menurut DSM-IV- TR agorafobia berhubungan erat dengan gangguan panik, namun ICD I0 tidak mengaitkan gangguan panik dengan agorafobia dan kasuskasus agorafobia didapati dengan atau tanpa serangan panik.1 Agorafobia dapat timbul pada penderita yang tidak mengalami serangan panik akan tetapi sebagian besar penderita yang datang untuk pengobatan mempunyai riwayat serangan panik ataupun gangguan fobia sosial yang sangat berat yang menimbulkan simptom yang mirip dengan serangan panik. Penderita agorafobia pada umumnya menghindari tempat ramai karena takut terjadi serangan panik dan merasa malu jika ada orang yang melihat usahanya untuk melarikan diri dari situasi tersebut. Akibatnya, orang yang menderita agorafobia mengalami masalah kehidupan yang sangat berat karena tidak mampu pergi dari rumah (tempat yang dirasanya aman) baik untuk bekerja, membeli kebutuhan hariannya maupun untuk bersosialisasi.1,2 1. II. DEFENISI Agorafobia adalah ketakutan terhadap ruangan terbuka, orang banyak serta adanya kesulitan untuk segera menyingkir ke tempat aman. Pasien takut keluar sendiri, bersosial, berbelanja, melancong dan berada dalam ruangan yang tertutup. Disertai ansietas umum, serangan panik perasaan dizzisness dan unsteadiness serta sering ada depresi atau depersonalisasi.2,3 1. III. EPIDEMIOLOGI Agorafobia maupun gangguan panik dapat berkembang pada setiap usia dengan usia rata-rata timbulnya adalah kira-kira 25 tahun. Prevalensi seumur hidup agorafobia dilaporkan terentang antara 0,6-6%. Pada penelitian yang dilakukan pada lingkungan psikiatrik dilaporkan sebanyak tiga perempat pasien yang terkena agorafobia juga menderita gangguan panik. Hasil yang berbeda ditemukan pada lingkungan masyarakat dimana separuh dari pasien yang menderita agorafobia tidak menderita gangguan panik, perbedaan hasil penelitian dan rentang prevalensi yang lebar diperkirakan karena kriteria diagnostik yang bervariasi dan metode penilaian yang berbeda.2 1. IV. ETIOLOGI Etiologi agorafobia belum diketahui secara pasti tapi pathogenesis fobia berhubungan dengan faktor biologis, genetik, dan psikososial.2 1. Faktor Biologi Sistem neurotransmiter utama yang terlibat adalah neuroepinefrin, serotonin, dan gammaaminobutyric acid (GABA). Keseluruhan data biologis telah menyebabkan suatu perhatian kepada

batang otak (khususnya neuron noradrenergik di lokus sereleus dan neuron seretonergik di nucleus raphe medialis), system limbic (kemungkinan bertanggung jawab untuk terjadinya kecemasan yang terjadi lebih dahulu (anticipatory anxiety) dan korteks prafrontalis (kemungkinan bertanggung jawab untuk terjadinya penghindaran fobik).4 1. Faktor genetik Agorafobia diperkirakan dipicu oleh gangguan panik. Data penelitian menyimpulkan bahwa gangguan ini memiliki komponen genetik yang jelas, juga menyatakan bahwa gangguan panik dengan agorafobia adalah bentuk parah dari gangguan panik dan lebih mungkin diturunkan. Beberapa penelitian menemukan bahwa adanya peningkatan resiko gangguan panik empat hingga delapan kali lipat pada sanak keluarga derajat pertama pasien dengan gangguan psikiatrik lainnya.1 1. Faktor Psikososial Fobia menggambarkan interaksi antara diatesis genetika-konstitusional dan stressor lingkungan. Penelitian menyimpulkan bahwa anak-anak tertentu yang ada predisposisi konstitusional terhadap fobia memiliki temperamen inhibisi perilaku terhadap yang tak dikenal dengan stres lingkungan yang kronis akan mencetuskan timbulnya fobia, misalnya perpisahan dengan orang tua, kekerasan dalam rumah tangga dapat mengaktivasi diathesis laten pada anak-anak yang kemudian akan menjadi gejala yang nyata.1 Keberhasilan farmakoterapi dalam mengobati fobia sosial dan penelitian yang lain yang menunjukkan adanya disfungsi dopaminergik pada fobia sosial mendukung adanya faktor biologis. Agorafobia diperkirakan dipicu oleh gangguan panik. Data penelitian menyimpulkan bahwa gangguan panik memiliki komponen genetik yang jelas, juga menyatakan bahwa gangguan panik dengan agorafobia adalah bentuk parah dari gangguan panik dan lebih mungkin menurun melalui genetik.2 1. V. GAMBARAN KLINIS Pasien agorafobia secara kaku menghindari situasi dimana akan sulit untuk mendapatkan bantuan. Mereka lebih suka disertai oleh seorang teman atau anggota keluarga ditempat-tempat tertentu seperti jalanan yang sibuk, toko yang padat, ruangan yang tertutup (seperti terowongan, jembatan, dan elevator), dan kendaraan tertutup (seperti kereta bawah tanah, bus, dan pesawat udara). Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani tiap kali mereka keluar rumah. Perilaku tersebut dapat menyebabkan pertengkaran dalam perkawinan yang dapat keliru didiagnosis sebagai masalah primer. Pasien yang menderita secara parah mungkin semata-mata menolak keluar dari rumah. Khususnya sebelum didiagnosis yang benar dibuat, pasien mungkin ketakutan bahwa mereka akan gila.4 Beragam rasa takut dan hipokondriasis dapat muncul juga, demikian pula beberapa gejala lain termasuk pingsan, pikiran obsesif, depersonalisasi, dan derealisasi. Depresi merupakan hal yang lazim muncul dan hal ini paling banyak menimbulkan ketidak mampuan kepada pasien gangguan fobia.5

1. VI. DIAGNOSIS 2. Kriteria diagnostik menurut DSM-IV TR 3. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi darinya kemungkinan dirinya meloloskan diri, merasa malu, atau dimana kemungkinan tidak terdapat pertolongan jika mendapat serangan panik atau gejala mirip panik yang tidak diharapkan atau secara situasional. Ketakutan agorafobia biasanya mengenai kelompok karakteristik, situasi, seperti di luar ruah sendirian; berada ditempat ramai atau berdiri di sebuah barisan, berada diatas jembatan atau bepergian dengan bis, kereta, atau mobil. Catatan: pertimbangkan diagnosis fobia spesifik jika penghindaran adalah terbatas pada satu atau beberapa situasi spesifik atau penghindaran terbatas pada situasi sosial.6
1. Situasi dihindari (misalnya jarang berpergian) atau jika dilakukan dengan penderitaan yang

jelas atau dengan kecemasan mendapat serangan panic atau gejala panik atau perlu didampingi teman.6 2. Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain seperti fobia sosial (misalnya penghindaran terbatas pada situasi sosial karena takut dipermalukan), fobia spesifik misalnya penghindaran terbatas situasi seperti lift, gangguan obsesif-kompulsif misalnya menghidari kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang kontaminasi, gangguan stress pasca trauma misalnya menghindari stimuli yang berhubungan dengan stressor yang berat, dan gangguan cemas perpisahan misalnya menghindari meninggalkan rumah atau sanak keluarga. Catatan: Agorafobia bukanlah suatu gangguan yang diberi kode. Catatlah diagnosis yang spesifik saat agorafobia terjadi misalnya gangguan panik dengan agorafobia atau agorafobia tanpa riwayat gangguan panik.6 1. Kriteria diagnostik menurut Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa Edisi ke III (PPDGJ-III), diagnosis pasti agorafobia harus memenuhi semua kriteria dengan adanya gejala ansietas yang terbatas pada kondisi yang spesifik yang harus dihindari oleh penderita. Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk kriteria pasti: 1. Gejala psikologis perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari ansietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif 2. Ansietas yang timbul harus terbatas pada (terutama harus terjadi dalam hubungan dengan) setidaknya dua dari situasi berikut banyak orang/keramaian, tempat umum, berpergian keluar rumah, dan berpergian sendiri, dan 3. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol. VII. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding untuk agorafobia tanpa suatu riwayat gangguan panik adalah semua gangguan medis yang dapat menyebabkan kecemasan atau depresi. Diagnosis banding psikiatrik adalah gangguan depresif berat, skizofrenia, gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian menghindar, dimana pasien tidak ingin keluar rumah dan gangguan kepribadian dependan karena pasien harus selalu ditemani keluar rumah.2 Perlu diingat bahwa sebagian penderita agorafobia hanya mengalami sedikit ansietas karena mereka secara konsisten dapat menghindari objek atau situasi fobik. Adanya gejala lain seperti depresi, depersonalisasi, obsesi, dan fobia sosial, tidak mengubah diagnosis tersebut. Asalkan gejala ini tidak mendominasi gambaran klinisnya. Namun demikian, bila mana pasien tersebut jelas sudah mengalami depresi pada saat fobik tersebut pertama kali timbul, maka lebih tepat untuk mendiagnosis sebagai episode depresif; hal ini lebih lazim terjadi pada kasus dengan onset lambat.7 VIII. PENATALAKSANAAN 1. A. Terapi Kognitif dan Perilaku Fokus dari terapi kognitif adalah intruksi mengenai keyakinan salah pasien dan informasi mengenai serangan panik.2 1. Aplikasi relaksasi Tujuan aplikasi relaksasi (contohnya pelatihan relaksasi Herbert Benson) adalah memberikan pasien rasa kendali mengenai tingkat ansietas dan relaksasi. 2 1. Terapi Keluarga. Keluarga pasien dengan gangguan panik dan agorafobia juga mungkin telah dipengaruhi oleh gangguan anggota keluarga. Terapi keluarga yang ditujukan pada edukasi dan dukungan sering bermanfaat.4 1. Psikoterapi berorientasi tilikan Terapi ini dapat memberi keuntungan di dalam terapi gangguan panik dan agorafobia. Terapi berfokus membantu pasien mengerti ansietas yang tidak disadari yang telah dihipotesiskan, simbolisme situasi yang dihindari, kebutuhan untuk menekan impuls, dan keuntungan sekunder gejala tersebut. Suatu resolusi konflik pada masa bayi dini dan oedipus dihipotesiskan berhubungan dengan resolusi stres saat ini.4 1. Psikoterapi kombinasi dan farmakoterapi. Walaupun farmakoterapi efektif menghilangkan gejala primer gangguan panik dan agorafobia, psikoterapi dapat dibutuhkan untuk menterapi gejala sekunder. Intervensi psikoterapeutik membantu pasien menghadapi rasa takut keluar rumah. Disamping itu beberapa pasien akan menolak obat karena mereka yakin bahwa obat akan menstigmatisasi meraka sebagai orang sakit

jiwa sehingga intervensi terapeutik dibutuhkan untuk membantu mereka mengerti dan menghilangkan resistensi mereka terhadap farmakoterapi.4
1. Terapi kognitif-perilaku amat penting pada ketiga tipe fobia. Kunci pengobatan adalah

dilakukannya pemajanan pada objek atau situasi yang ditakuti disertai dengan pembalikan dari kepercayaan (kognisi) bahwa sesuatu yang menakutkan dan tidak diharapkan akan terjadi di masa datang antara lain :5 1. Desensitisasi sistematik (dengan inhibisi resiprokal) menggunakan hierarki bertingkat di dalam pemberian stimulus yang menakutkan, mulai dari yang kurang ditakuti hingga yang paling ditakuti, melatih pasien meningkatkan keberaniannya untuk menghadapi objek yang ditakuti. 2. Teknik pembanjiran (flooding) pasien menghadapi objek atau situasi yang ditakuti secara langsung. 3. Teknik pemberondongan (implosion) pemajanannya berupa ide dari objek yang ditakuti atau gambaran jelas mengenai konsekuensi buruk yang akan terjadi dari objek atau situasi tersebut. Latihan keterampilan sosial mungkin diperlukan bagi mereka yang canggung dalam kehidupan sosialnya. 1. B. Farmakoterapi Terapi agorafobia adalah sama seperti pada gangguan panik, terdiri dari anti-depresan, antiansietas, dan psikoterapi khususnya terapi kognitif. 4 1. 1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengobati gangguan panik karena agorafobia pada umumnya disebabkan oleh gangguan panik. Diharapkan dengan perbaikan gangguan panik maka agoraobia juga akan semakin membaik. Semua golongan obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) efektif untuk gangguan panik. Paroksetin memiliki efek sedatif dan cenderung membuat pasien tenang sehingga menimbulkan kepatuhan yang lebih besar serta putus minum obat yang lebih sedikit. Jika efek sedasi paroksetin tidak dapat ditoleransi, maka dapat diganti dengan fluoxetin. Obat yang lain biasa digunakan adalah dari golongan benzodiazepin karena memiliki awitan kerja untuk panik yang paling cepat. Dapat digunakan dalam untuk periode waktu yang lama tanpa timbul toleransi terhadap antipanik.1,2 Data dari penelitian menunjukkan bahwa SSRI memiliki kemajuan yang terbatas. Penelitian terkontrol pada fluoxamine menyatakan bahwa pada obat tersebut cukup efektif dalam pengobatan gangguan panik. Tetapi pasien dengan gangguan panik peka terhadap overstimulasi yang disebabkan oleh SSRI sehingga dosisnya harus diturunkan secar perlahan. Dosis awal 2-4 mg/hari dan harus dinaikkan 2-4mg/hari setiap 2-4 hari. Tujuannya untuk mencapai dosis terapeutik penuh pada sekurangnya 20 mg/hari.4

1). Fluvoxamine

Suatu uji klinik buta ganda yang membandingkan fluvoxamine dengan plasebo melaporkan bahwa setelah 12 inggu terapi dengan fluvoxamine (150 mg), 7 dari 15 pasien fobia sosial mendapat perbaikan sedangkan dengan plasebo hanya 1 dari 15 pasien yang mengalami perbaikan. Absorbsinya tidak dipengaruhi oleh makanan dan konsentrasi maksimal dicapai 3-8 jam setelah pemberian. Terikat dengan protein serum terutama albumin. Keberadaannya dalam ASI tidak diketahui. Metabolisme terutama melalui demetilasi oksidasi dan deaminasi di hepar. Metabolit utamanya asam fluvoxamine, kurang kuat menghambat ambilan serotonin. Waktu paruh pada orang tua lebih panjang yaitu rata-rata 17,4 hari (dosis 50 mg) dan rata-rata 25,9 hari untuk dosis 100 mg. Disfungsi hepar menurunkan klirens 30%, tetapi gangguan fungsi ginjal tidak menyebabkan penurunan klirens. 3

Pengaruh Terhadap Organ dan Sistem : 3 a) Sistem Pernafasan Tidak terlihat pengaruh yang berarti terhadap sistem pernafasan. Interaksi obat antara theophylline dengan fluvoxamine perlu diperhatikan terutama pada penderita asthma dan penyakit paru obstruktif. Peningkatan batuk dan sinusitis pernah dilaporkan b) Kardiovaskuler Tidak ada pengaruh terhadap tekanan darah, denyut nadi, dan EKG. c) Darah Tidak ada pengaruh terhadap indeks hematologi atau kimia darah. d) Sistem Pencernaan Sama dengan SSRI lain, dapat menimbulkan mual, terutama pada awal pemberian. Diare atau konstipasi lebih jarang terjadi daripada pada SSRIs lain. e) Kulit Peningkatan keringat pernah dilaporkan. f) Susunan Saraf Pusat Dapat ditemukan insomnia, mengantuk, mulut kering, kegelisahan, pusing, tremor, dan anksietas. Nyeri kepala terjadi pada 22% kelompok yang diobati dengan fluvoxamine dan pada plasebo 20%.

g) Interaksi Obat Ikatannya dengan protein kurang dibandingkan dengan SSRI lain. Metabolisme theophylline, aminophylline, propanolol dan kafein dihambat oleh fluvoxamine melalui CYP 1A2. Benzodiazepin seperti alprazolam, clonazepam, triazolam, midazolam dimetabolisme melalui oksidasi hepatik via isoenzim CYP 3A4. Terdapat peningkatan dua kali lipat konsentrasi serum alprazolam setelah pemberian fluvoxamin. Begitu pula konsentrasi carbamazepine, clozapine, metadon, propranolol, amitriptyline, clomipramine, dan imipramine. h) Dosis dan Pemberian Tersedia dalam tablet 25, 50, dan 100 mg. Dosis efektif untuk fobia sosial berkisar antara 50 dan 150 mg per hari. Orang tua dosisnya lebih rendah. 2). Fluoxetine Fluoxetine diabsorbsi secara oral. Metabolisme utama di hepatosit hati. Konsentrasi plasma maksimum dicapai setelah 6-8 jam pemberian (dosis 40 mg). Makanan tidak mengganggu penyerapannya. Distribusi fluoxetine sangat luas dan terdapat dalam ASI. Fluoxetine didemetilasi dalam hati menjadi norfluoxetine dan beberapa metabolit lain yang belum teridentifikasi. Metabolit inaktif melalui metabolisme hati dikeluarkan melalui ginjal. Waktu paruh eliminasi fluoxetine, setelah pemberian jangka pendek, 1-3 hari dan setelah pemberian jangka panjang adalah 4-6 hari. Sedangkan waktu paruh norfluoxetine lebih panjang yaitu 4-6 hari. Waktu paruh yang panjang, baik fluoxetine maupun norfluoxetine, dapat menyebabkan interaksi farmakokinetik obat sampai beberapa saat setelah obat dihentikan. Gangguan fungsi hati dikaitkan dengan gangguan metabolisme. Waktu paruh pada pasien dengan gangguan fungsi hati meningkat menjadi rata-rata 7,6 hari dan norfluoxetine menjadi rata-rata 12 hari. Oleh karena itu, perlu penurunan dosis pada pasien dengan gangguan hati. Metabolisme fluoxetine atau norfluoxetine dosis tunggal tidak terganggu pada pasien dengan gangguan ginjal. Untuk pemakaian dosis berulang, penelitiannya belum ada. Oleh sebab itu, diperlukan penurunan dosis pada pasien gangguan ginjal. 8 Kemampuan fluoxetine menghambat ambilan serotonin 23 kali lebih kuat bila dibandingkan dengan kemampuannya menghambat ambilan norepinefrin (NE). Afinitasnya juga kurang terhadap saluran ion sodium jantung sehingga pasien aman dari toksisitas jantung. Tidak ada pengaruhnya terhadap aktivitas monoamine oxidase (MAO). 8

Pengaruh Terhadap Organ Atau Sistem : 8 a) Sistem Pernafasan

Kadang-kadang dapat terjadi alergi sistem pernafasan dan dispneu. Anafilaktoid pernah pula dilaporkan (kasus sangat jarang). b) Jantung dan Pembuluh Darah Pada uji klinik prapemasaran didapatkan penurunan denyut jantung 3 kali per menit. Tidak ditemukan adanya perubahan hantaran jantung sampai dengan pemberian dosis 80 mg. Uji klinik yang membandingkan pengaruh fluoxetine dengan pengaruh doxepin terhadap jantung tidak menemukan perubahan EKG pada fluoxetine sedangkan pada doxepin memperlihatkan peningkatan denyut jantung 12 kali per menit dan pemanjangan interval QT. c) Darah Tidak ada laporan perdarahan. Kemampuan SSRIs mengurangi agregasi trombosit mungkin dapat digunakan ntuk intervensi pada pasien dengan koronaria oklusif atau pasien dengan gangguan pembuluh darah serebri. d) Sistem Pencernaan Dapat menimbulkan mual yang sangat dipengaruhi dosis. Pemberian obat bersama makanan dan mengurangi dosis dapat mengurangi rasa mual. Bila diandingkan dengan plasebo, penderita yang menggunakan fluoxetine lebih sering mengalami diare dan anoreksia. Kadang-kadang ditemukan penurunan berat badan. Walaupun demikian, hal yang sebaliknya dapat pula terjadi. e) Kulit Ada laporan terdapat gatal-gatal dan banyak keringat f) Susunan Saraf Pusat Ketegangan, insomnia, mengantuk, pusing, tremor, dan keletihan pernah dilaporkan. Kadangkadang penderita mengalami mimpi-mimpi. Pada tahun 1990, ada perdebatan yang menyatakan bahwa fluoxetine meningkatkan ide-ide bunuh diri. Dari uji klinik ternyata bahwa bila dibandingkan dengan trisiklik munculnya ide-ide bunuh diri pada pemakaian fluoxetine jauh lebih rendah. Fluoxetine dapat menimbulkan gejala-gejala mirip akatisia yang dilaporkan oleh pasien sebagai kegelisahan. g) Interaksi Obat Fluoxetine dapat berinteraksi secara farmakodinamik dan farmakokinetik dengan obat lain. Potensial terjadi sindrom serotonin terutama bila digabung dengan MAOIs. Sindrom serotonin ditandai dengan instabilitas otonom, nyeri perut, mioklonus, hiperpireksia, syok kardiovaskuler, dan kematian. Fluoxetine dapat diberikan dua minggu setelah terapi MAOI dihentikan sedangkan untuk memulai terapi MAOI diperlukan waktu 5 minggu setelah penghentian fluoxetine karena waktu paruh norfluoxetine yang panjang. Fluoxetine dapat menimbulkan hipoglikemia pada

penderita diabetes yang mendapat terapi insulin; oleh karena itu, diperlukan penurunan dosis insulin. h) Dosis dan Pemberian Tersedia dalam bentuk tablet 20 dan 40 mg. Selain itu, juga tersedia dalam bentuk larutan, 20 mg per ml. Dosis awal 10 mg pada anak-anak, remaja dan orang tua. Penyesuaian dosis bergantung pada respons klinik dan toleransi efek samping.

1. 2. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOI) Inhibitor monoamine oksidase (MAOI) juga efektid didalam pengobatan gangguan panik, sebagian besar menggunakan phenelzine (nardil), walaupun beberapa penelitian telah menggunakan tranylcypromine (parnate). Beberapa penelitian menyatakan bahwa pada sat pasien tidak berespon terhadap obat trisiklik kemungkinan berespon terhadap MAOI. Jika diberikan pengobatan dengan MAOI, pasien gangguan panic tampaknya tidak mengalami efek samping awal overstimulasi yang biasanya terjadi pada saat mengkonsumsi obat trisiklik.4 Beberapa obat yang termasuk golongan MAOI antara lain iproniazide. Obat ini ditarik dari peredaran karena toksik terhadap hepar. Tranylcypromine dan phenelzine juga ditarik dari peredaran karena berinteraksi dengan tyramine (the cheese reaction) dan dapat menyebabkan krisis hipertensi. Karena harus membatasi diet dan efek samping yang berbahaya, MAOI tidak lagi menjadi pilihan. Enzim MAO memiliki dua bentuk isoenzim (A dan B) yang memetabolisme neurotransmiter berbeda. MAO tipe A memetabolisme serotonin dan norepinefrin sedangkan dopamin di metabolisme MAO tipe A dan B. 8 Saat ini tersedia RIMA (reversible inhibitor of monoamine oxidase A) yaitu obat yang juga memblok MAO tetapi bersifat reversibel. Moclobemide merupakan contoh golongan RIMA. Moclobemide ditoleransi dengan baik dan pada pemakaiannya tidak perlu diet pembatasan tiramin.
8

Dosis moclobemide 450 mg/hari. Efektif dan aman. Efek samping yang kadang-kadang (20% pasien) ditemui yaitu nyeri kepala, pusing, mual, insomnia dan mulut kering. Moclobemide tidak menimbulkan ketergantungan. Mengganti moclobemide dengan obat lain mudah atau dapat langsung tanpa menunggu jeda waktu. Dosis moclobemide mesti dikurangi setengahnya jika digunakan dengan obat yang menghambat CYP2D6, misalnya cimetidine. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hambatan metabolisme tiramin, dianjurkan menggunakan moclobemide setelah makan. Insiden insomnia, disfungsi seksual dan penambahan berat badan sangat jarang terjadi pada pemakaian moclobemide. 8 1. 3. Benzodiazepin Pemakaian Benzodiazepin terbatas terhadap pengobatan gangguan panik karena dapat menimbulkan ketergantungan, gangguan kognitif, dan penyalahgunaan walaupun benzodiazepine

lebih efektif dibandingkan dengan farmakoterapi lainnya. Ketergantungan dapat terjadi pada pasien yang diobati selama beberapa bulan jadi memerlukan penurunan dosis secara perlahan, khususnya alprazolam.8 Farmakokinetik Benzodiazepin diabsorbsi melalui sistem pencernaan, dan mencapai kadar plasma puncak dalam 30 menit sampai beberapa jam. Onset kerjanya bergantung dari solubilitas lemak. Solubilitas lemak mempengaruhi absorbsi dan masuknya benzodiazepin ke dalam otak. Sebagian besar benzodiazepin terikat kuat dengan protein. Diazepam mempunyai solubilitas lemak sangat tinggi sehingga mencapai otak dengan cepat. Solubilitas lemak mempengaruhi durasi kerja benzodiazepin. Kerja benzodiazepin tidak hanya bergantung dari cepatnya mencapai otak tetapi juga klirens dari otak dan area lain. Obat-obat dengan solubilitas lemak rendah akan diekskresi lebih lambat dan durasi kerjanya lebih panjang. Waktu paruh benzodiazepin juga berperan dalam durasi kerja obat. Selain itu, waktu paruh metabolit aktif juga menentukan. Misalnya, waktu paruh lorazepam 2 jam, tetapi metabolit utamanya, desalkillorazepam, waktu paruhnya 25 kali komponen induknya. Diazepam mempunyai waktu paruh hampir 100 jam. Bila diazepam digunakan untuk anksietas, dapat memberikan efek positif karena lupa makan obat tidak begitu berpengaruh atau penghentian obat tidak begitu sulit. Untuk benzodiazepin dengan waktu paruh pendek diperlukan frekuensi pemberian obat lebih sering (3 atau 4 kali per hari). Gejala-gejala dapat muncul kembali pada penggunaan benzodiazepin durasi kerja pendek. Benzodiazepin, sebagian besar, dapat melalui sawar plasenta dan juga ditemukan dalam ASI. Bayi yang lahir dari ibu yang menggunakan benzodiazepin dalam jangka lama dapat mengalami letargi, gangguan pernafasan, atau bahkan gejala-gejala putus obat. Metabolisme Hampir semua benzodiazepin dimetabolisme melalui hati, Sebagian besar mengalami beberapa biotransformasi dan membentuk metabolit aktif. 8 Hampir semua dibiotransformasi dengan oksidasi (juga dikenal dengan metabolisme fase pertama) seperti diazepam, chlordiazepoxide, chlorazepate, yang masing-masing membentuk berbagai metabolit aktif. Beberapa benzodiazepin mengalami biotransformasi dengan konyugasi glukuronidasi (fase 2) menjadi glukuronida tak aktif, atau sulfat, atau zat asetilasi. Diazepam dimetabolisme melalui fase 1 dan fase 2. Bentuk metabolisme memiliki arti klinis penting. Pasien dengan gangguan fungsi hati atau pasien lansia lebih diuntungkan oleh metabolisme fase 2 karena obat mengalami biotransformasi sederhana menjadi bentuk tidak aktif. Oleh karena itu, untuk orang tua atau pasien dengan gangguan hepar, benzodiazepin yang dikonyugasi (temazepam, oxazepam, dan lorazepam) lebih aman daripada yang dioksidasi (diazepam dan alprazolam). 8

Farmakodinamik Benzodiazepin bekerja pada sistem -aminobutirat (GABA). Sekitar 30% terdapat pada sistem inhibitorik talamik dan korteks. Ikatan benzodiazepin dengan GABA dapat meningkatkan aktivitas reseptor GABA terutama GABA A. Ada dua tipe reseptor utama GABA yaitu GABA A dan GABA B. Reseptor GABA A, terutama bekerja menghambat transmisi sinaps di otak. Ia merupakan ligand-gate ion channel. Neurotransmiter yang terikat di tempat ini

mempunyai efek pada kanal ion. Karena kanal dalam reseptor GABA selektif terhadap Cl , aktivasi reseptor GABA menyebabkan hiperpolarisasi neuron sehingga menghambat aktivitas firing. Karena peran inhibisinya di otak. Reseptor GABA A menjadi target obat-obat sedatif atau anksiolitik. Benzodiazepin meningkatkan frekuensi dan jumlah pembukaan kanal chlorida sehingga terjadi penurunan eksitabilitas seluler. Ataksia terjadi karena adanya efek terhadap neuron GABA di serebelum, sedasi di formasio retikularis, dan memori di hipokampus, serta relaksasi otot di medula spinalis. 8 Reseptor GABA B2 merupakan glikoprotein oligometrik dengan 4 membran terdiri dari 2030 asam amino hidrofobik pada masing-masing subunit. Ada sekitar 16 subunit. Paling sedikit ada 15 jenis protein dalam respetor. Ada dugaan bahwa lebih dari 500 variasi reseptor benzodiazepin. Efek farmakologi benzodiazepin bergantung dari bentuk subunit ini. Reseptor-reseptor ini terletak di berbagai regio otak. Pemberian kronik obat-obat benzodiazepin dapat menimbulkan toleransi, terutama dosis sedasi dan antikonvulsi. Walaupun demikian, toleransi dengan dosis anksiolitik jarang terjadi. Secara klinik efek anksiolitik didapat dengan pemberian benzodiazepin dosis rendah, sedangkan efek sedasi didapat pada pemakaian dosis besar. Kelebihan dosis bisa menyebabkan ataksia atau pembicaran tidak jelas (slurred). Benzodiazepin dengan potensi tinggi juga dapat menimbulkan ketergantungan dan penghentian bisa menyebabkan sindroma putus obat, baik gejala pisik maupun psikologik seperti mengantuk, cemas, kesemutan. Pada beberapa kasus dapat terjadi kejang. 8 Durasi Kerja Durasi kerja terapeutik ditentukan terutama oleh kecepatan (rate) dan luas distribusi obat bukan oleh kecepatan eliminasi. Distribusi benzodiazepin ditentukan oleh lipofilitasnya. Diazepam yang mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada lorazepam ternyata durasi kerjanya lebih pendek (setelah dosis tunggal). Hal ini karena solubilitas lipid diazepam lebih besar dan distribusinya ke perifer lebih ekstensif terutama ke jaringan lemak. Akibatnya, ia lebih cepat pindah dari otak dan darah ke dalam tempat penyimpanan inaktif sehingga efek pada saraf pusat (SSP) lebih cepat berakhir. Benzodiazepin yang kurang lipofilik bertahan efektif dalam otak lebih lama karena didistribusikan ke perifer kurang ekstensif. 8 Eliminasi Kecepatan eliminasi pengaruhi kecepatan dan luas akumulasi serta waktu pencapaian steady state; juga mempengaruhi waktu habisnya obat setelah pemberian. Bila waktu paruh panjang, akumulasi lebih lama. Karena eliminasi obat dari tubuh sangat lama, kekambuhan juga muncul berangsurangsur dan gejalanya tidak intens serta fenomena rebound tidak terjadi. Walaupun demikian, efek samping akibat penggunaan benzodiazepin dengan waktu paruh panjang (misalnya sedasi dan bingung) juga berlangsung lebih lama bila dibandingkan dengan benzodiazepin yang waktu paruhnya pendek. Oleh karena itu, orang tua dianjurkan menggunakan benzodiazepin dengan waktu paruh pendek atau sedang. 8

Alprazolam dapat digunakan untuk terapi fobia sosial. Rata-rata dosis per hari 1 mg. maksimum sekitar 3 mg per hari untuk orang dewasa. Rata-rata waktu paruh 6-20 jam. Obat ini berpotensi menimbulkan ketergantungan sehingga penghentiannya dapat membangkitkan kembali gejala awal penyakit. Selain itu, obat ini juga menimbulkan rasa kantuk di siang hari. Meskipun relatif kurang menimbulkan toksisitas pada keadaan kelebihan dosis, penggunaan bersama dengan alkohol dapat fatal. Benzodiazepin lebih dianjurkan untuk menghilangkan anksietas berat dalam penggunaan jangka pendek. 8

1. IX. PROGNOSIS Belum banyak diketahui tentang prognosis agorafobia, namun kecenderungannya adalah menjadi kronis dan dapat terjadi kormobiditas dengan gangguan lain seperti depresi, penyalahgunaan alcohol dan obat bila tidak mendapat terapi. Menurut National Institute of Mental Health, 30% hingga 40% akan bebas dari gejala untuk waktu yang lama dan 50% masih ada gejala ringan yang secara bermakna tidak mengganggu kehidupan sehari-hari. Hanya 10% hingga 20% yang tidak membaik. Gangguan fobik mungkin disertai dengan lebih banyak morbiditas dibandingkan yang diketahui sebelumnya. Tergantung pada derajat mana perilaku fobik mengganggu kemammpuan seseorang untuk berfungsi, pasien yang terkena mungkin memiliki ketergantungan finansial pada orang lain serta timbulnya berbagai gangguan dalam kehidupan sosial, pekerjaan, dan akademik.1

1. KESIMPULAN Agorafobia adalah ketakutan terhadap ruangan terbuka, orang banyak serta adanya kesulitan untuk segera menyingkir ke tempat aman. Agorafobiadapat terjadi pada setiap usia, dengan rata-rata usia 25 tahun. Etiologi agorafobia belum diketahui secara pasti tapi patogenesis fobia berhubungan dengan faktor biologis, genetik, dan psikososial.Penegakan diagnosa dapat menggunakan kriteria PPDGJ-III maupun DSM IV TR. Pasien agorafobia secara kaku menghindari situasi dimana akan sulit untuk mendapatkan bantuan. Mereka lebih suka disertai oleh seorang teman atau anggota keluarga ditempat-tempat tertentu seperti jalanan yang sibuk, toko yang padat, ruangan yang tertutup (seperti terowongan, jembatan, dan elevator), dan kendaraan tertutup (seperti kereta bawah tanah, bus, dan pesawat udara). Diagnosis banding untuk agorafobia tanpa suatu riwayat gangguan panik adalah semua gangguan medis yang dapat menyebabkan kecemasan atau depresi. Diagnosis banding psikiatrik adalah gangguan depresif berat, skizofrenia, gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian menghindar, dimana pasien tidak ingin keluar rumah dan gangguan kepribadian dependan karena pasien harus selalu ditemani keluar rumah. Terapi yang paling baik bagi penderita agorafobia adalah mengobati gangguan paniknya dengan farmakoterapi dengan SSRI, MAOI, dan benzodiazepine, serta terapi perilaku dan kognitif.

DAFTAR PUSTAKA
1. Elvira, SD.; Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit FakultasKedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta:2010. h.242-2492.


2. Wen Pau Min. Agorafobia. 22 September 2011 guidelines. [online] 2011. Available from

URL: http://www.scribd.com/doc/58300398/Agoraphobia
1. Ingram, IM. Timbury, GC. Mowbray, RM. Catatan Kuliah Psikiatri. Edisi 6. Penerbit

Buku Kedokteran EGC, Jakarta: h.65.


2. Kaplan HI,Sadock BJ, dan Grebb JA. Sinopsis Psikiatri. Jilid II. BinarupaAksara.

Tangerang: 2010. h.33-465.


3. Tomb, DA. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta; 2000.

h.102 4. Diagnostic Criteria From DSM IV TR. Penerbit American Psychiatric Association, Washingtob, DC; 2000. H.210-211 5. Wasistomph, broto. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Penerbit Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Jakarta; 1993. h.173-175. 6. Amir N. Diagnosis dan Penggunaan Psikofarmaka Fobia Sosial. Available From : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/156_10DiagnosisPenggunaanPsikofarmakaFobiaSosi al.pdf/156_10DiagnosisPenggunaanPsikofarmakaFobiaSosial.html

Anda mungkin juga menyukai