Anda di halaman 1dari 5

1.

Prinsip-Prinsip dalam Co-processing Dalam pelaksanaannya, co-processing pada PT. Holcim Indonesia, Tbk.

mengikuti beberapa prinsip dasar berikut ini : 1. Co-processing harus menjunjung tinggi hierarki pemanfaatan limbah (gambar 1.1) - Co-processing tidak menghalangi usaha pemanfaatan limbah; limbah tidak dapat digunakan dalam kiln semen bila terdapat pemanfaatan lain yang lebih baik secara ekologi dan ekonomi dalam pemanfaatan kembali limbah tersebut. - Co-processing harus dipandang sebagai bagian terintegrasi dari pengelolaan limbah, yaitu sebagai pilihan bagi pengelolaan limbah dalam pemanfaatan kembali sumber daya secara ramah lingkungan

Gambar 1.1 Hirarki pengelolaan limbah

Dalam hirarki pengelolaan limbah (gambar 1.1), co-processing termasuk dalam kategori pengelolaan limbah yang lebih disukai dibanding insinerasi maupun landfill. Namun daur ulang lebih disukai daripada co-processing. Berarti, jika

suatu limbah masih dapat didaur ulang maka limbah tersebut sebaiknya tidak digunakan sebagai bahan co-processing. Pemilihan jenis limbah untuk co-processing mengikuti hirarki pengelolaan limbah yaitu co-processing hanya memanfaatkan limbah yang tidak terserap oleh kegiatan reuse dan recycle. Co-processing sendiri merupakan bagian dari 3R. Jika suatu limbah masuk ke dalam kategori reuse dan recycle, maka limbah tersebut diprioritaskan untuk reuse dan recycle. Katifitas co-processing memanfaatkan limbah B3 yang masuk kategori non-reuse dan non-recycle tetapi masih dapat dimanfaatkan kembali sedangkan limbah yang tidak layak untuk co-processing akan dilakukan pemusnahan (insinerasi dan/atau landfill). 2. Menghindari terbentuknya emisi tambahan dan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. - Mencegah atau menjaga dampak negatif yang diakibatkan oleh kegiatan coprocessing serta meminimumkan risiko terhadap kesehatan manusia dengan cara menjaga emisi selalu berada dalam batas minimum. - Secara statistik, emisi yang dikeluarkan ke udara tidak boleh melebihi emisi yang berasal dari produksi semen yang menggunakan bahan bakar konvensional. 3. Tidak mengubah kualitas dari produk semen - Produk-produk yang dihasilkan (klinker, semen, beton) harus tetap memenuhi spesifikasi semen (co-processing tidak boleh disalahgunakan sebagai tempat penimbulan logam berat) - Produk yang dihasilkan tidak boleh menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dalam bentuk apapun. 4. Perusahaan yang terlibat dalam pelaksanaan co-processing harus memnuhi persyaratan dan dapat dipercaya. - Memiliki rekam jejak yang baik berkenaan dengan kepatuhannya menaati standar-standar lingkungan hidup dan keselamatan, serta memberikan informasi yang relevan kepada masyarakat dan pihak yang berwenang. - Memberikan jaminan bahwa seluruh persyaratan dipenuhi berdasarkan hukum, peraturan, dan ketetapan yang berlaku.

- Mampu mengawasi masukan dan parameter-parameter proses untuk menjamin efektifitas pelaksanaan co-processing - Menjamin terjalinnya hubungan baik antara masyarakat dan pelaku-pelaku lainnya dalam skema pengelolaan lingkungan pada lingkup lokal, nasional, dan internasional. 5. Pelaksanaan co-processing harus mempertimbangkan situasi nasional. - Persyaratan dan kebutuhan spesifik co-processing harus diwujudkan dalam peraturan dan prosedur pemerintah. - Penerapan secara bertahap memungkinkan untuk tercapainya kapasitas yang dibutuhkan dan pengorganisasian institusi terkait. - Penerapan co-processing dilakukan secara bersamaan dengan proses perubahan pada sektor pengelolaan limbah.

1.1

Manfaat Co-processing Co-processing pada PT. Holcim Indonesia, Tbk. memiliki beberapa fitur

positif, baik dari sudut pandang masyarakat pada umumnya maupun dari sudut pandang industri. Beberapa fitur positif dari penerapan co-processing adalah : 1. Co-processing turut membantu upaya-upaya pembangunan berkelanjutan, yaitu dalam hal menyelesaikan persoalan pengelolaan limbah B3 dan dalam hal pengurangan banyaknya sumber daya tak terbarukan yang digunakan pada proses produksi; tanpa co-processing produksi semen menggunakan bahan baku alam yang diperoleh melalui eksploitasi sumber daya tak terbarukan; melalui co-processing terjadi substitusi parsial bahan bakar fosil dan/atau bahan baku dengan bahan bakar dan bahan baku alternatif (limbah) sehingga laju eksploitasi sumber daya akan dapat berkurang (gambar berikut).

2. Dari sudut pandang industri semen, co-processing merupakan salah satu solusi alternatif dalam pencarian sumber-sumber energi dan bahan baku sehingga tercipta industri semen yang kompetitif. 3. Dari sudut pandang penghasil limbah, co-processing dapat memperluas opsi metoda pengelolaan limbah selain metoda pemusnahan yang telah ada (insinerasi, landfilling, dll). 4. Dari sudut pandang lingkungan, co-processing turut meringankan beban penanganan limbah, khususnya limbah B3, turut membantu dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengurangi kebutuhan akan landfill. Jika limbah dimanfaatkan menjadi BBMA pada co-processing maka emisi gas dan limbah padat dari incinerator dapat dihindarkan; hal ini dikarenakan emisi gas yang dihasilkan pada industri semen baik dengan ataupun tanpa membakar limbah jumlahnya tidak akan berbeda; sedangkan jika limbah dibakar di incinerator, maka akan terdapat dua sumber emisi yaitu daro pabrik semen dan dari insinerator. 5. Dari sudut pandang nasional, co-processing juga mempunyai nilai positif secara ekonomi karena :

(i). Pengelolaan limbah padat dapat menggunakan fasilitas yang sudah ada, yakni kiln semen, sehingga pengeluaran untuk investasi peralatan dan biaya operasional pengelolaan limbah dapat dihemat. (ii). Co-processing berpotensi menghemat penggunaan energi di kiln semen (umumnya batubara), energi untuk penyediaan bahan baku alam semen (BBM untuk alat keruk, transportasi, dll), serta energi untuk

mengoperasikan incinerator (BBM) sehingga turut mengurangi beban penyediaan energi nasional.

Anda mungkin juga menyukai