ANALISA FARMASI
TITRASI ALKALIMETRI Tujuan : Untuk identifikasi zat dalam suatu sampel serta mampu menetapkan kadarnya menggunakan prinsip reaksi asam basa atau netralisasi. Prinsip reaksi : netralisasi. Pustaka : Farmakope Indonesia IV : Timbang seksama labu bersumbat kaca yang berisi 20 ml air,masukkan lebih kurang 1 ml zat uji, timbang lagi untuk mendapatkan bobot zat uji, encerkan dengan lebih kurang 25 ml air, dinginkan & tambahkan JINGGA METIL LP, titrasi dengan natrium hidroksida 1N LV. Alat dan bahan : Alat : Erlenmeyer Buret Pipet volume Beaker glass Bulb Statip dan klem buret bahan : KHP 400mg NaOH 1N H2SO4 1 gram Indikator JINGGA METIL
Gelas ukur Reaksi : H2SO4 + NaOH Prosedur : PEMBUATAN LARUTAN BAKU PRIMER
1. Ukur air secukupnya di beaker glass lalu ditutup dengan kaca arloji, kemudian panaskan
Na2SO4 + 2H2O
JINGGA METIL titrasi dengan NaOH dari merah jambu hingga kuning.
PENETAPAN KADAR 1. Timbang 1 gram H2SO4 masukkan kedalam bekker glass,tambahkan 25 ml aq.dest diaduk ad homogen.
2. Pipet 5 ml larutan H2SO4 masukkan ke dalam Erlenmeyer, tambahkan indicator JINGGA
METIL lalu titrasi dengan NaOH dari merah jambu hingga kuning. 3. Catat volume dan hitung kadar yang diperoleh. Perhitungan :
a. Pembakuan
N KHP
1000
Bm/val
0,4 204,22/1
1000 75
0,0261 N
= = =
0,0414 N
b. Penetapan kadar
~ = =
0,4885 mgrek mgrek x BE(BM/Val) 0,4885 x 98,07/2 23,9535 mmol mmol x BM 23,9535 x 98,07 2349,1197 Mgram 2.3491 g
% kadar
46,982 %
Pembahasan : Reaksi asam basa atau alkalimetri penetapan kadar berdasarkan pada perpindahan proton dari zat yang bersifat asam atau basa, baik dalam lingkungan air ataupun dalam lingkungan bebas air ( TBA). Larutan standar ada dua macam yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku primer mempunyai kemurnian yang tinggi sedangkan larutan baku sekunder harus dibakukan dengan larutan baku primer suatu proses dimana larutan baku sekunder dibakukan dengan larutan baku primer yang disebut dengan standarisasi. Suatu senyawa digunakan sebagai baku primer jika memenuhi syarat syarat sebagai berikut :
a. Mudah didapat, dimurnikan, dikeringkan dan disimpan dalam keadaan murni. b. Mempunyai kemurnian yang sangat tinggi (1000,02)% atau dapat dimurnikan dengan penghabluran kembali. c. Tidak berubah selama penimbangan ( zat yang higroskopis bukan merupakan baku primer).
d. Tidak teroksidasi oleh O2 dari dan tidak berubah oleh CO2 dari udara.
e. Susunan kimia tepat sesuai jumlahnya. f. Mempunyai berat ekivalen yang tinggi, sehingga kesalahan penimbangan akan menjadi lebih kecil.
g. Mudah larut dan reaksi dengan zat yang ditetapkan harus stoikiometri, cepat, dan terukur.
Indicator adalah suatu senyawa organic komplek dalam bentuk asam (HIn) atau dalam bentuk basa (InOH) yang mampu berada dalam keadaan 2 macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari berntuk satu ke bentuk lain dalam konsentrasi H+ atau pada pH tertentu. Pemilihan indikato MM pada titrasi alkalimetri dikarenakan indicator MM terjadi perubahan warna pada Ph 5-10 sehingga dapat digunakan indicator MM yang dititrasi dengan NaOH sehingga menghasilkan warna jingga. Factor kesalahan dalam titrasi :
1. Kesalahan yang disebabkan karena cara pelaksanaan dari analisis bukan dari metode.
2. Kesalahan pengamatan titik akhir titrasi. 3. Kesalahan karena pereaksi kurang murni, 4. Alat yang kurang valid. 5. Pemakaian alat yang kurang tepat walaupun alat dalam kondisi baik. 6. Kesalahan pengambilan sampel. 7. Kesalahan akibat reaksi kimia yang tidak sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Mursyidi, A., & Rohman, A.,2006, Pengantar Kimia Analisis : Volumetri dan Gravimetri, Yayasan Farmasi Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Anonim,1979, Farmakope Indonesia edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim,1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.