Anda di halaman 1dari 6

Dari Media Indonesia Sebuah alternatif yang lebih menguntungkan layak dicoba.

Biogas dari sampah dapur bisa lebih efisien dan murah daripada kotoran hewan yang kita kenal selama ini. PERSOALAN energi nasional terus berpacu dengan waktu. Sumber-sumber minyak bumi diperkirakan habis pada 2020. Masih disayangkan upaya-upaya pemerintah mengurangi ketergantungan kepada minyak bumi belum sepenuhnya mulus. Di negara kepulauan seperti Indonesia, terlebih yang rentan bencana alam, pasokan energi tidak seharusnya tergantung satu jalur distribusi. Masa depan seharusnya diletakkan pada kemandirian energi terbarukan yang bisa dihasilkan mandiri oleh masyarakat. Energi angin, sel surya mungkin terlalu mahal dengan tingkat teknologi yang sulit dikuasai masyarakat awam. Paradigma itu penting ditekankan karena banyak temuan energi terbarukan hanya jadi wacana terkendala teknologi dan modal. Bagi Arif Fiyanto, pengampanye bidang iklim dan energi Greenpeace Indonesia, salah satu jawaban energi masa depan kita adalah biogas. Biogas sebenarnya bukan hal baru. Namun, hingga kini perkembangannya lambat. Biogas kotoran hewan hanya berkembang di daerah-daerah peternak sapi seperti Lembang dan Cisarua, Jawa Barat serta Loktabat, Kalimantan Selatan. Sementara itu, biogas kotoran manusia di antaranya baru ada di Petojo, Jakarta dan Tegal. Sebenarnya ada bahan baku lain biogas yang lebih bisa umum diterapkan, yakni biogas dari sampah dapur atau sisa makanan. Biogas ini sudah populer di India. Di sana biogas sampah dapur dirintis komunitas lingkungan bernama ARTI, sejak 2003. Dalam situs www.arti-india.org, instalasi biogas yang dibuat Presiden ARTI, DR Anand Karve memproses bahan-bahan organik seperti sayur, buah, dan sisa nasi. Gas dari tangki berkapasitas 1 m3 ini akan menghasilkan gas setelah proses fermentasi sekitar 3-4 minggu. Jika gas sudah terbentuk, tiap harinya kemudian hanya perlu ditambahkan limbah sekitar 2kg. Dalam 24 jam, dapat dihasilkan 500 gram gas metana. Jumlah yang cukup memenuhi kebutuhan masak satu hari. Gas metana yang dihasilkan biogas ARTI ini menghasilkan api biru layaknya gas elpiji. Tentu saja, seperti juga biogas dari kotoran, biogas ini tidak berbau. Kini biogas limbah dapur ini sudah dimanfaatkan sekitar 130 ribu rumah tangga di Gujarat dan Maharastra, India. Dipopulerkan Biogas limbah dapur sekualitas biogas dengan bahan baku hasil ekskresi. Limbah dapur bagus karena banyak mengandung makanan bakteri penghasil gas metana, kata Yaya Sudrajat Sumarna, peneliti biotek di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bakteri penghasil gas metana, yakni Methanococus dan Methanosarcina akan mencerna protein, lemak, dan karbohidrat pada limbah dapur. Hasil fermentasi secara anaerob itulah yang menghasilkan gas metana (CH4). Selain untuk memasak, biogas bisa diubah menjadi listrik. Untuk itu, gas yang dihasilkan disalurkan ke generator pengubah gas menjadi listrik. Agar biogas bisa memasyarakat, tentunya harus didukung teknologi murah. ARTI menyebutkan modal untuk instalasi tersebut sekitar Rs10 ribu (Rp2,03 juta). Biaya tersebut mencakup dua tangki fiber serta kompor biogas. Peneliti independen bidang energi Nasrullah Salim menambahkan, Indonesia sebenarnya bisa membuat instalasi biogas semurah yang dihasilkan India. Yang pasti dengan menggunakan biogas itu, penghematan bahan bakar minyak dan perbaikan lingkungan bisa dilakukan bersama. Dengan hitungan kasar, sehari rata-rata rumah tangga mengonsumsi 2 liter minyak atau Rp6.000. Maka dalam sebulan rata-rata dapat menghemat sekitar Rp180 ribu. Dengan investasi sekitar

Rp1,5 juta-Rp2 juta untuk membuat instalasi, investasi akan kembali dalam waktu kurang dari tujuh bulan. Belum lagi, pemanfaatan metana bisa mengurangi pemanasan global. Pasalnya, di atmosfer gas ini akan teroksidasi hingga menciptakan CO2 dan air. Metana juga dapat memerangkap panas 20 kali lebih besar daripada CO2 Agar biogas bisa memasyarakat, tentunya harus didukung teknologi murah. ARTI menyebutkan modal untuk instalasi tersebut sekitar Rs10 ribu (Rp2,03 juta). Biaya tersebut mencakup dua tangki fiber serta kompor biogas. Peneliti independen bidang. +++++ SUMEDANG,KOMPAS Semakin banyak warga di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, memanfaatkan biogas dari kotoran sapi untuk memasak. Penggunaan biogas ini bisa menghemat pengeluaran keluarga. Menurut Kepala Desa Haurngombong Adang, Minggu (18/10), jika tahun 2008 baru ada 115 keluarga yang memanfaatkan biogas, tahun ini jumlah keluarga yang memanfaatkan biogas sudah sekitar 400 keluarga. Adapun total keluarga di desa itu sekitar 1.300 keluarga. Pemanfaatan biogas di desa itu dimulai sejak 2003. Semakin banyak warga berminat memanfaatkan biogas karena mereka bisa mengurangi pengeluaran setiap bulan yang sebelumnya untuk membeli minyak tanah atau elpiji. Dedeh, warga Haurngombong yang baru dua bulan lalu memanfaatkan biogas, misalnya, sebelum memanfaatkan biogas menghabiskan Rp 24.500 setiap bulan untuk membeli 7 liter minyak tanah. Namun, sekarang tidak sepeser pun uang dikeluarkan karena sudah memakai biogas, ujarnya. Saat Dedeh memperoleh paket kompor gas beserta tabung elpiji 3 kilogram sebagai bagian dari program konversi minyak tanah ke elpiji, dia jarang menggunakannya. Kompor gas baru dipakai saat biogas bermasalah, tetapi itu pun tidak setiap hari sehingga tabung elpiji 3 kilogram itu biasanya baru habis setelah satu bulan, katanya. Biogas yang dimanfaatkan 400 keluarga itu berasal dari kotoran sapi dari lebih kurang 600 sapi milik 150 peternak. Setiap peternak yang terbagi dalam tiga kelompok peternak, yaitu Kelompok Harapan Jaya, Harapan Sawargi, dan Wargi Saluyu, itu telah memiliki instalasi pengolah kotoran sapi menjadi biogas. Selain untuk memasak, biogas juga menghasilkan tenaga listrik yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan penerangan dan peralatan elektronik rumah tangga. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan genset dengan bahan bakar khusus kotoran sapi. Bantuan PLN Di Haurngombong terdapat sepuluh genset yang semua merupakan bantuan dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada 2007. Sepuluh genset itu baru bisa menghasilkan sekitar 5.000 watt listrik yang cukup untuk menerangi 50 rumah. Adang mengatakan, sebetulnya biogas yang dihasilkan di desa itu bisa lebih besar dari yang dihasilkan sekarang, terutama jika melihat masih ada kotoran sapi dari sedikitnya 200 sapi milik 62 peternak yang belum dimanfaatkan. Namun, untuk memanfaatkan seluruh potensi biogas yang ada tidak mudah. Kendala utama adalah mahalnya biaya instalasi pengolahan kotoran sapi menjadi biogas dan genset. Biaya pembuatan instalasi mulai Rp 750.000 sampai Rp 4 juta, sedangkan biaya pembelian genset mencapai Rp 3,5 juta. Peternak sapi Haurngombong sepakat menyisihkan uang Rp 7.500 setiap bulan dari penjualan susu sapi untuk masuk ke kas kelompok peternak. (APA)

+++

Kompor Berbahan Bakar Sampah Jumat, 13 November 2009 | 02:55 WIB Nawa Tunggal Gas metana memiliki dampak pemanasan global 21 kali lipat dahsyatnya dibandingkan dengan karbon dioksida. Gas ini banyak dihasilkan dari proses pelapukan biomassa di sekitar kita. Namun, daya rusaknya terhadap lapisan ozon mudah dikurangi dengan cara mengubahnya menjadi energi yang dikenal sebagai biogas atau gas bio. Soelaiman Budi Sunarto, pendiri PT Agro Makmur di Kabupaten Karangnyar, Jawa Tengah, melakukan hal tersebut. Baru-baru ini ia berhasil merancang alat yang diberi nama albakos, singkatan dari alat biogas konsumsi sampah. Sampah dikonsumsi untuk menghasilkan energi. Albakos berupa tungku pembakaran tertutup atau tidak sempurna (anaerob). Bahan bakarnya harus berupa sampah organik atau disebut biomassa yang kering, seperti jerami, sekam padi, ranting pohon, kayu, ataupun limbah organik lain (seperti kulit durian, kertas, atau potongan rambut dari tukang pangkas rambut). Albakos, karya inovator yang pernah dianugerahi Usaha Kecil dan Menengah Award (2008), Enterpreneur Award (2006), Agrobisnis Award 2004 tingkat nasional, ini ukurannya tidak terlampau besar. Tinggi albakos 95 sentimeter, berdiameter 50 sentimeter, dan berbobot 60 kilogram. Alat albakos mudah diaplikasikan. Bukan hanya untuk skala rumah tangga di pedesaan, melainkan juga warga perkotaan juga dapat mengadopsinya. Biomassa di pedesaan sangat melimpah, seperti jerami dan sekam padi. Namun, di perkotaan juga mudah ditemui biomassa kering, seperti ranting pepohonan, kertas, atau rambut dari pemangkas rambut. Sampah berupa potongan rambut manusia itu sangat bagus menghasilkan biogas, kata Suryadi, peneliti dari Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), yang turut membantu kegiatan riset PT Agro Makmur. Produksi listrik Budi mengatakan, albakos dapat digunakan dengan cepat untuk menghasilkan biogas. Hanya menunggu sekitar tujuh menit, biogas dapat diperoleh dari albakos. Yaitu setelah sumber panas dirambatkan (bukan dibakar) pada biomassa kering di dalam albakos yang ditutup rapat-rapat. Biogas yang dihasilkan lalu dialirkan melalui pipa. Sampah kering 6 kilogram di albakos menghasilkan biogas yang dapat menyalakan kompor selama dua jam, ujar Budi. Selain itu, biogas dari albakos bisa menyalakan generator listrik berkapasitas 1.000 watt. Namun, untuk membangkitkan listrik dengan generator, kandungan metana di dalam biogas harus dimurnikan terlebih dahulu dengan alat purifikasi. Purifikasi itu juga mudah dibuat sendiri, kata Suryadi. Pembuatan alat purifikasi dengan cara mengaktifkan batuan bentonit atau zeolit supaya dapat mengikat senyawa selain metana di dalam biogas.

Senyawa di dalam biogas selain metana (46-50 persen), juga terdapat karbon dioksida (25-45 persen), hidrogen (1-5 persen), hidrogen sulfida (0-3 persen), nitrogen (0-0,3 persen), dan oksigen (0,1-0,5 persen). Cara mengaktifkan bentonit atau zeolit dengan cara memanaskannya sampai suhu 300 derajat celsius. Bahan itu kemudian didinginkan dan dikemas dalam wadah tertentu sehingga menjadi alat purifikasi yang dihubungkan dengan pipa saluran biogas dari albakos. Biogas yang melewati alat purifikasi ini menjadi metana yang mendekati kadar murni untuk menggerakkan generator listrik. Untuk menunjang penyaringan metana murni, dibutuhkan membran kasa mikron yang mudah dibeli di toko-toko bahan kimia, ujar Suryadi. Budi mengatakan, penggunaan biomassa, seperti sekam padi, dapat memberi pendapatan samping berupa abu bahan pupuk organik. Menurut Suryadi, biogas dapat dihasilkan dengan albakos secara terus-menerus. Caranya adalah dengan selalu mengisikan biomassa kering secara berkesinambungan. Albakos yang dirancang Budi sudah dipasarkan dengan harga Rp 4 juta. Satu unit albakos dilengkapi dengan dua kompor dan kipas angin kecil yang digerakkan dengan baterai berkapasitas 25 watt di bawah tungku. Supaya lebih sederhana, bisa dibuat dengan drum bekas. Ukuran yang lebih besar juga memungkinkan produksi biogas lebih banyak lagi, kata Suryadi. ++++++++++++++ Senin, 21/02/2011 14:47 WIB Industri Kecil Butuh Dukungan Teknologi Biogas Romika Junaidi detikFinance Jakarta Industri Kecil dan Menengah (IKM) membutuhkan pemanfaatan aplikasi biogas sebagai sumber energi utama sektor ini. Penerapan biogas bisa menjadi solusi dalam penggunaan energi yang efisien bagi sektor IKM untuk menopang proses produksi. Perlu dukungan dari permerintah untuk merealisasikan hal ini, serta perlu adaptasi teknologi penggunaan serta instalasi yang kompleks, kata Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Euis Saedah dalam acara Seminar Series on Green Productivity Theme: Biogas is the best renewal energy alternative for Indonesia? di Jakarta, Senin (21/02/11) Menurutnya dengan kondisi wilayah Indonesia yang terdiri dari kepulauan, mempersulit transmisi dan distribusi listrik maupun BBM. Hal ini membuat jangkauan antar pulau menjadi sebuah masalah dalam bidang energi. Ditambah lagi interkoneksi jaringan listrik hanya bisa ekonomis untuk pulau-pulau besar dan sejumlah pulau-pulau relatif kecil di dekatnya. Untuk itulah gunanya biogas agar menghemat efisiensi daya masyarakat, tambahnya. Ia juga mengatakan sejumlah besar pulau harus bisa menghasilkan dan memenuhi kebutuhan bahan bakar dan listriknya sendiri. Biogas adalah solusi yang tepat, efisien, serta ramah lingkungan. Hal ini karena banyak propinsi dan pulau tak memiliki cadangan bahan bakar fosil yang memadai sedangkan biomassa tersedia di semua pulau.

Perlu adanya sosialisai lebih lanjut dalam rangka memasarkan produk biogas yang ramah lingkungan kepada masyarakat khususnya IKM sehingga tercipta desa mandiri, tandasnya Biogas menjadi solusi pengehematan bahan bakar alternatif ramah lingkungan. Ia juga menambahkan isu Hemat Energi untuk IKM menjadi titik sentral pemenuhan melalui Biogas menjadi penting dan tak terbantahkan. Pengembangan Biogas belum diarahkan kepada dukungan terhadap pemenuhan eksistensi dan peningkatan 3,8 juta IKM , Padahal pengembangan Biogas sangat sesuai dengan karakter IKM yang terpisah-pisah pada skala kecil dan berdiri sendiri, tuturnya. Jumlah IKM saat ini lebih dari 3,8 juta unit usaha yang menyerap sekitar 8,75 juta tenaga kerja. Komposisi skala IKM masih 90% adalah industri kecil dan sisanya industri menengah dengan pengelompokan sektor pangan, kimia bahan bangunan, sandang, kerajinan dan logam serta elektronika. IKM sub-sektor pangan, kimia bahan bangunan dan logam merupakan kelompok IKM yang pemakaian energi atau BBM dalam kapasitas besar atau lahap energi. Adapun jenis energi BBM yang banyak digunakan oleh IKM adalah minyak tanah, batu bara, elpiji dan kayu bakar. Langkah substitusi minyak tanah ke gas dan batubara telah dilakukan mulai tahun 2008 dan diikuti penyesuaian teknologi dan investasi. Secara khusus, IKM belum mengggunakan biogas untuk produksi, masih dalam penggunaan keperluan rumah tangga. Penggunaan biogas oleh IKM lebih mudah diterapkan pada sentra IKM di pedesaan dengan populasi ternak sebagai pasokan bahan baku biogas, tambahnya. Di sentra IKM produk sapi dan olahan daging sapi yaitu abon, dendeng dan susu dapat menggunakan biogas hasil olahan kotoran ternak sapi di Bandung dan Boyolali. Sentra penyulingan minyak atsiri di biasanya di daerah pedesaan dapat menggunakan biogas dari kotoran ternak di sekitar lokasi Garut, Kuningan dan Banyumas. Pembangunan unit biogas di sentra IKM dilaksanakan dengan sistem pemanfaatan bersama. Kemudian pemanfataan biogas secara simultan akan menumbuhkan IKM pupuk organik, tegasnya. (hen/hen) ++++++++++++ Dari Kontan online Link: http://industri.kontan.co.id/v2/read/industri/59585/Indonesia-bercita-cita-bisa-produksibiogas-10-juta-meter-kubik-pada-2014 TEKNOLOGI BIOGASIndonesia bercita-cita bisa produksi biogas 10 juta meter kubik pada 2014 JAKARTA. Penerapan teknologi biogas di Indonesia saat ini masih dalam tahap uji coba. Padahal di negara-negara maju, teknologi ini sudah digunakan dalam sektor industri. Untuk mendorong pengembangan teknologi biogas, Kamar Dagang Indonesia (Kadin) bekerjasama dengan China untuk transfer teknologi. karena pihak China berpendapat temperatur di Indonesia cocok untuk penerapan teknologi biogas ini, kata Suryo Bambang Sulisto Ketua Umum Kadin, Senin (21/2).

Selain itu, China juga menginvestasikan pabrik biogas di Indonesia. Selama tiga tahun ke depan, Kadin menargetkan membangun 1 juta unit instalasi biogas yang berkapasitas total 10 juta meter kubik dengan perhitungan per kubik biogas dapat menghasilkan 1,5 kwh. Sebab, tiga instalasi biogas bisa memproduksi sekitar 4,5 kwh. Satu keluarga hanya membutuhkan sekitar satu kwh. Itu artinya instalasi 10 juta meter kubik biogas bisa memenuhi kebutuhan energi yang ramah lingkungan bagi 10 juta rumah tangga. Delima Asri Hazri, Dirjen Pengelolahan dan Pemasaran bidang penelitian umum agribisnis Kementerian Pertanian menambahkan, tahun ini pihaknya akan menerapkan teknologi ini ke daerah-daerah yang memiliki potensi sumber ternak terbesar seperti wilayah Jawa, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatra Barat, Bali, dan NTB. Bahan penggunaan biogas akan diambil dari kotoran sapi, kerbau, kuda, babi, dan unggas. Jika sudah berjalan lancar, pasalnya akan diterapkan ke kalangan industri rumah tangga, UKM, dan industri besar, kata Delima. Mereka mengharapkan dukungan pemerintah dengan memberi insentif supaya pengembangan biogas dapat tersosialisasikan dengan baik. Jika lancar, diperkirakan tahun 2014 baru bisa berproduksi, kata Suryo.

Anda mungkin juga menyukai