Anda di halaman 1dari 12

1.1LATAR BELAKANG PERCOBAAN Tahap pengukuran dalam metode gravimetrik adalah penimbangan.

Analitnya secara fisik dipisahkan dari semua komponen lain dari sampel itu maupun dari pelarutnya. Pengendapan merupakan teknik yang paling meluas penggunaannya untuk memisahkan analit dari pengganggu-pengganggunya Analisa gravimetri merupakan suatu cara analisa kimia kuantitatif yang didasarkan pada prinsip penimbangan berat yang di dapat dari proses pemisahan analit dari zat zat lain dengan metode pengendapan. Zat yang telah di endapkan ini di saring dan dikeringkan serta ditimabang dan diusahakan endapan itu harus semurni mungkin. Untuk memisahkan endapan tersebut maka sangat dibutuhkan pengetahuan dan teknik yang cukup yang wajib dimiliki seorang enginer. Dalam dunia teknik kimia sangat dibutuhkan juga bagaimana cara analisa gravimetri ini. Seperti halnya dalam industri, untuk mendukung kinerja kita sebagai insiyur teknik cara analisa ini mungkin juga sangat penting. 1.2 TUJUAN PERCOBAAN Adapun tujuan dari percobaan ini yang hendak dicapai adalah untuk menentukan kadar Nikel ( Ni+2 ) yang diperoleh dari penimbangan endapan kering dalam bentuk Ni(C4H7O2N2)2. 1.3 RUMUSAN MASALAH Permaalahan yang di rumuskan dalam percobaan ini adalah bagaimana cara menentukan kadar Ni dengan menimbang endapan kering Ni(C4H7O2N2)2. 1.4 MANFAAT PERCOBAAN Manfaat dari percobaan in adalah : 1.Dapat mengetahui kadar Ni dengan menimbang endapan kering Ni(C4H7O2N2)2 pada ukuran sampel tertentu. 2.Mengetahui dan memahami konsep analisa gravimetri yang baik dan benar. 1.5 RUANG LINGKUP PERCOBAAN Praktikum Kimia Analisa Kuantitatif dengan modul percobaan Penetapan Nikel sebagai Dimetilglioksimat dengan Gravimetri ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara dan dalam kondisi ruangan: 1.Temperatur : 30oC. 2.Tekanan udara : 760 mmHg. Dilakukan dalam ruangan dengan menggunakan bahanbahan antara lain NiCl2, HCl 0,1N, Aquades, NH4OH 6N dan Dimetiglioksima (C4H8O2N2) 1%. Dan alat yang kami pakai pada percobaan antara lain Beaker gelas, gelas ukur, corong, kertas saring, pipet tetes, cawan porselen, penangas, penjepit tabung, termometer, batang pengaduk dan neraca digital.

BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1GRAVIMETRI Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan senyawa gravimetri meliputi transformasi unsur atau radikal senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Berat unsur dapat dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat atom unsur unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan dengan berbagai cara, seperti : metode pengendapan; metode penguapan; metode elektroanalisis; atau berbagai macam cara lainya. Pada prakteknya 2 metode pertama adalah yang terpenting, metode gravimetri memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor faktor pengoreksi dapat digunakan (Khopkar,1999). Gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara penimbangan hasil reaksi pengendapan. Gravimetri merupakan pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhaan itu kelihatan karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan cara menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai,1994). Pada dasarnya pemisahan zat dengan gravimetri dilakukan dengan cara sebagai berikut. Mulamula cuplikan dilarutkan dalam pelarutnya yang sesuai, lalu ditambahkan zat pengendap yang sesuai. Endapan yang terbentuk disaring, dicuci, dikeringkan atau dipijarkan, dan setelah itu ditimbang. Kemudian jumlah zat yang ditentukan dihitung dari faktor stoikiometrinya. Hasilnya disajikan sebagai persentase bobot zat dalam cuplikan semua (Rivai,1994). Suatu metode analisis gravimetri biasanya didasarkan pada reaksi kimia seperti aA + R AaRr dimana a molekul analit, A, bereaksi dengan r molekul reagennya R. Produknya, yakni AaRr, biasanya merupakan suatu substansi yang sedikit larut yang bias ditimbang setelah pengeringan, atau yang bisa dibakar menjadi senyawa lain yang komposisinya diketahui, untuk kemudian ditimbang. Sebagai contoh, kalsium biasa ditetapkan secara gravimetri melalui pengendapan kalsium oksalat dan pembakaran oksalat tersebut menjadi kalsium oksida, dengan reaksi: Ca2 + CaO42- CaC2O4(S) CaC2O4 CaO(S) + CO2 (g) + CO(g) Pemisahan unsur atau senyawa dari senyawa atau larutan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara atau metode analisa gravimetri. Beberapa metode analisa gravimetri sebagai berikut :

Metode pengendapan Pelarut yang dipilih harus lah sesuai sifatnya dengan sampel yang akan di larutkan, Misalnya : HCl, H2SO4, dan HNO3 digunakan untuk melarutkan sampel dari logam logam. Metode peguapan atau pembebasan ( gas ) Metode elektroanalisis Metode ekstraksi dan kromatogravi Pada percobaan yang dilakukan praktikan menggunakan cara pengendapan. 2.2GRAVIMETRI PENGENDAPAN Gravimetri pengndapan adalah merupakan gravimetri yang mana komponen yang hendak didinginkan diubah menjadi bentuk yang sukar larut atau mengendap dengan sempurna. Bahan yang akan ditentukan di endapkan dalam suatu larutan dalam bentuk yang sangat sedikit larut agar tidak ada kehilangan yang berarti bila endapan disaring dan ditimbang. Syarat syarat senyawa yang di timbang : Stokiometri Mempunyai kestabilan yang tinggi Faktor gravimetrinya kecil Adapun beberapa tahap dalam analisa gravimetri adalah sebagai berikut : 1.Memilih pelarut sampel Pelarut yang dipilih harus lah sesuai sifatnya dengan sampel yang akan di larutkan, Misalnya : HCl, H2SO4, dan HNO3 digunakan untuk melarutkan sampel dari logam logam. 2.Pengendapan analit Pengendapan analit dilakukan dengan memisahkan analit dari larutan yang mengandungnya dengan membuat kelarutan analit semakin kecil, dan pengendapan ini dilakukan dengan sempurna. Misalnya : Ca+2 + H2C2O4 => CaC2O4 (endapan putih) 3.Pengeringan endapan Pengeringan yang dilakukan dengan panas yang disesuaikan dengan analitnya dan dilakukan dengan sempurna. Disini kita menentukan apakah analit dibuat dalam bentu oksida atau biasa pada karbon dinamakan pengabuan. 4.Menimbang endapan Zat yang ditimbang haruslah memiliki rumus molekul yang jelas Biasanya reagen R ditambahkan secara berlebih untuk menekan kelarutan endapan (Day and Underwood, 2002). Dalam menentukan keberhasilan metode gravimetri ada beberapa persyaratan yang harus

dipenuhi, yaitu : 1.Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit yang tak terendapkan secara analitis tak dapat dideteksi (biasanya 0,1 mg atau kurang dalam menentukan penyusunan utama dalam suatu makro) 2.Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan hendaknya murni, atau sangat hampir murni. Bila tidak akan diperoleh hasil yang galat. Persyaratan yang kedua itu lebih sukar dipenuhi oleh para analis. Galat-galat yang disebabkan faktor-faktor seperti kelarutan endapan umumnya dapat diminimumkan dan jarang menimbulkan galat yang signifikan. Masalahnya mendapatkan endapan murni dan dapat disaring itulah yang menjadi problema utama. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai pembentukkan dan sifatsifat endapan, dan diperoleh cukup banyak pengetahuan yang memungkinkan analis meminimumkan masalah kontaminasi endapan (Day and Underwood, 2002). Dalam analisa gravimetri penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini didapatkan sisa bahan suatu gas yang dibentuk dari bahan yang dianalisa. Dalam cara pengendapan, zat direaksikan dengan menjadi endapan dan ditimbang. Atas dasar membentuk endapan, maka gravimetrik dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : endapan dibentuk dengan reaksi antara zat dengan suatu pereaksi dan endapan yang dibentuk dengan elektrokimia. Untuk memisahkan endapan dari larutan induk dan cairan pencuci, endapan dapat disaring. Endapan grevimetri yang disaring kertas tidak dapat dipisahkan kembali secara kuantitatif. Sudah dijelaskan bahwa dalam analisa gravimetri, penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan. Dalah hal ini, penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini dapat berupa sisa bahan atau suatu gas yang terjadi, atau suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisa tersebut. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang itu dibedakan cara-cara gravimetri yaitu cara evolusi dan cara pengendapannya (Hardjadi, 1993). Endapan murni adalah endapan yang bersih, artinya tidak mengandung molekul-molekul lain (zat-zat lain yang biasanya disebut pengotor atau kontaminan). Pengotor oleh zat-zat lain mudah terjadi, karena endapan timbul dari larutan yang berisi macam-macam zat. Sedangkan endapan kasar adalah endapan yang butir- butirnya tidak kecil, halus melainkan besar. Hal penting untuk kelancaran penyaringan dan pencucian endapan. Adapun tujuan dari pencucian endapan adalah untuk menyingkirkan kotoran yang teradsorpsi pada permukaan endapan maupun yang terbawa secara mekanis (Harjadi, 1993). Gravimetri dengan cara pengendapan, analat direaksikan sehingga terjadi suatu pengendapan dan endapan itulah yang ditimbang. Atas dasar cara membentuk endapan, maka gravimetri dibedakan

menjadi 2 macam : (1) Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan sutau pereaksi, endapan biasanya berupa senyawa. Baik kation maupun anion dari analat mungkin diendapkan, bahan pengendapnya anorganik mungkin pula organik. Cara inilah yang biasa disebut dengan gravimetri. (2) Endapan dibentuk dengan cara elektrokimia, dengan perkataan lain analat dielektrolisa, sehingga terjadi logam sebagai endapan. Cara ini biasa disebut dengan elektrogravimetri. Salah satu masalah yang paling sulit dihadapi oleh para analis adalah menggunakan endapan sebagai cara pemisahan dan penentuan gravimetrik adalah memperoleh endapan tersebut dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Zat-zat yang normalnya mudah larut dapat diturunkan selama pengendapan zat yang diinginkan dengan suatu proses yang disebut kopresipitasi. Misalnya, bila asam sulfat ditambahkan pada barium klorida yang mengandung sejumlah kecil ion nitrat, endapan barium sulfat yang diperoleh mengandung barium nitrat. Maka dikatakan bahwa nitrat tersebut terkorosipitasi dengan sulfat (Day and Underwood, 2002). Kontresipitasi merupakan suatu fenomena yang ahli-ahli kimia analitik biasanya coba hindari. Namun, fakta bahwa endapan cenderung mengabsorpsi zat-zat asing tidak selalu mengganggu; kopresipitasi telah digunakan secara luas untuk mengisolasi runut isotop-isotop radio aktif. Ketika isotop-isotop ini dibentuk dalam reaksi uklir. Jumlah yang terbentuk bisa sangat kecil, dan prosedur pengendapan umumnya gagal pada konsentrasi yang sangat kecil. Untuk meminimalisirkan kopresipitasi dapat digunakan beberapa prosedur dibawah ini, yaitu : 1. Metode penambahan pada kedua reagen, jika diketahi bahwa baik sampel maupun enapan mengandung suatu ion yang mengotori, larutan yang megandung ion tersebut dapat ditambahkan pelarut lain, dengan cara ini konsentrasi pencemaran dijaga serendah mungkin selama tahap awalawal pengendapan 2. Pencucian 3. Pencernaan 4. Pengendapan kembali Suatu endapan kristalin, seperti BaSO4, kadang-kadang mengabsorpsi pengotor (impurities) bila partikel-partikelnya kecil. Dengan bertumbuhnya ukuran partikel, pengotor tersebut bisa tertutup dalam kristal. Kontaminasi jenis ini disebut dengan pengepungan (acclusian). Untuk membedakan dari kasus dimana padatan tidak tumbuh di sekitar pengotor. Pengotor yang terkepung tidak dapat dipindahkan dengan mencuci endapan tersebut, tetapi mutu endapan tersebut seringkali dapat disempurnakan dengan pencernaan (Day and Underwood, 2002). Dalam hal ini penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang direaksikan dianalisa. Hasil reaksi ini

dapat : sisa bahan, atau suatu gas yang terjadi, atau suatu endapan yang terbentuk dari bahan yang diananlisa itu. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang itu dibedakan cara-cara gravimetri; cara evolusi dan cara pengendapan (Harjadi, 1993). Banyak sekali reaksi yang digunakan dalam analisis kualitatif melibatkan endapan. Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan. Endapan mungkin berupa kristalin atau koloid, dan dapat dilakukan dengan penyaringan atau pemusingan (centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan (s) suatu endapan, menurut definisi adalah sama dengan konsentrasi molar larutan jenuhnya. Kelarutan suatu zat tergantung pada berbagai kondisi, seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan- bahan lain dalam larutan itu, dan komposisi pelarutnya (Svehla, 1990). Dalam prosedur gravimetrik yang lazim suatu endapan ditimbang dan darinya nilai analit dalam sampel dihitung. Maka persentase analit A adalah: %A = Bobot A x 100 % Bobot sample atau, jika kita tentukan faktor gravimetrik endapan, yaitu: fg = BA atom A x 100 % BM endapan Maka, persentase analitnya: %A = Berat endapan x faktor gravimetri (fg) x 100% berat sampel Dalam cara evolusi bahan direaksikan sehingga timbul suatu gas; caranya dapat dengan memanaskan bahan tersebut, atau mereaksikan dengan suatu pereaksi. Pada umumnya yang dicari ialah banyaknya gas yang terjadi. Cara mencari jumlah gas tersebut adalh sebagai berikut : 1. Tidak langsung Dalam hal ini analatlah yang ditinbang setelah bereaksi; berat gas diperoleh sebagai selisih berat analat sebelum dan sesudah reaksi. 2. Langsung Gas yang terjadi ditimbang setelah diserap oleh suatu bahan yang khusus untuk gas yang bersangkutan. Sebenarnya yang ditimbang ialah bahan penyerap itu yaitu sebelum dan sesudah penyerapan sedangkan berat gas diperoleh dari selisih kedua penimbangan (Harjadi, 1993). Dalam cara pengendapan, analat sekarang direaksikan sehingga terjadi suatu endapan dan endapan itulah yang ditimbang. Atas dasar cara membentuk endapan, maka gravimetric dibedakan menjadi dua macam: 1. Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan suatu pereaksi endapan biasanya berupa

senyawa. Baik anion dan kation dari analat mungkin diendapkan. Bahan pengendapnya mungkin organik atau anorganik. 2. Endapan dibentuk secara elektrokimia, dengan perkatan lain analat dielektrolisa, sehingga terjadi logam sebgai endapan. Cara ini disebut dengan elektrogravimetri (Harjadi, 1993). 2.3 ZAT PENGENDAP ORGANIK Reagensia organik merupaka bahan untuk membantu proses pemisahan satu atau lebih ion anorganik dari campuran, yang mana ion ion ini biasanya mengghasilkan senyawaan yang angat sedikit dapat larut dan sering kali berwarna. Reagensia organik disebut juga zat pengendap organik. Zat pengendap organik yang digunakan haruslah ideal, artinya pengendap organik tersebut bersifat spesifik, yaitu harus membari endapan dengan hanya satu endapan tertentu. 2.4 DIMETILGLIOKSMAT Pengendap organik ini ditemukan oleh L. Thusgaeff dan digunakan oleh O. Brunck untuk penetapan nikel dalam baja. Zat ini memberi endapan merah cerah bila direaksikan dengan larutan nikel dengan garamnya. Sedikit berlebih reagensia ini tidak memberi reaksi apa apa terhadap endapan, tapi ada juga kelebihannya yang harus dihindari, yaitu : 1.Kemungkinan dimetilglioksimat ikut mengendap karena semakin kecil kelarutannya 2. Dapat menyebabkan bertambahnya kelarutan endapan dalam campuran air-etanol CH3 C = N OH | CH3 C = N OH Gambar 2.1 Struktur Dimetilglioksima Dimetilglioksimat hanya sedikit larut dalam air sehingga dipakai sebagai larutan 1 % dalam etanol. 2.5 APLIKASI Pengelolaan Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbahpadat dan cairan, gas, ataupun sisa pakan Pengelolaan limbah yang kurang baik akan menjadi masalah serius pada usaha peternakan sapi perah. Sebaliknya bila limbah ini dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah adalah mengintegrasikan usaha tersebut dengan beberapa usaha lainnya, seperti penggunaan suplemen pada pakan, usaha pembuatan kompos, budidaya ikan, budidaya padi sawah, sehingga menjadi suatu sistem yang saling sinergis. Upaya memadukan tanaman, ternak dan ikan di lahan per-tanian memiliki manfaat ekologis dan ekonomis. Laju pertumbuhan produktivitas usaha pertanian merupakan interaksi di antara

berbagai faktor yang ada dalam sistem usahatani. Sebagai upaya bagi peningkatan sistem usahatani diperlukan teknologi alternatif untuk memperbaiki produkti-vitas lahan dan meningkatkan pendapatan petani, antara lain melalui teknologi sistem usaha peternakan yang menerapkan konsep produksi bersih. Bapedal (1998) menyatakan bahwa produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan terus menerus pada proses produksi dan praproduksi, sehingga mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan. Produksi bersih tidak hanya menyangkut proses produksi, tetapi juga menyangkut pengelolaan seluruh daur hidup produksi, yang dimulai dari pengadaan bahan baku dan pendukung, proses dan operasi, hasil produksi dan limbahnya sampai ke distribusi serta konsumsi. Gambar 2.2 Konsep Penggunaan Analisis dalam bidang Peternakan Penggunakan dari pada Gravimetri disini adalah pada konsep Analisis. Seperti menganalisa zat padat terlarut, ataupun zat padat tersuspensi. Berdasarkan permasalahan dan konsep produksi tersebut, maka penelitian ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui manfaat daur hidup sistem usahatani tersebut dan mengetahui berapa besar zat pencemar yang dihasilkan dapat diminimisasi. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran tentang sistem usaha peternakan yang menerapkan produksi bersih, sekaligus sebagai informasi dan masukan bagi pemerintah dan swasta dalam pengembangan sistem usaha peternakan yang ramah lingkungan. BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Bahan dan Fungsinya 1. Sampel (yaitu Ni dalam garamnya, NiCl2), sebagai bahan yang akan dianalisis. 2. Asam Klorida (HCl) 0,1 N, sebagai katalis dalam reaksi 3. Aquades , sebagai pelarut dan mengencerkan sampel. 4. Amonium Hidroksida (NH4OH) 6 N , sebagai pembentuk suasana basa. 5. Dimetilglioksima 1% , sebagai reagensia spesifik.

3.2. Peralatan dan Fungsinya 1. Beaker gelas 500 ml, Fungsinya : sebagai wadah berlangsungnya proses pencampuran sample dengan zat lainnya. 2. Gelas ukur 50 ml, Fungsinya : sebagai wadah ukur dari zat atau larutan yang akan digunakan. 3. Corong , Fungsinya : sebagai alat bantu dalam pemindahan larutan dari satu beaker glass ke beaker glass

lainnya. 4. Kertas saring , Fungsinya : sebagai alat pemisah endapan dengan larutannya. 5. Pipet tetes, Fungsinya : sebagai alat untuk mengambil zat dengan volume yang kecil dan meneteskannya ke larutan yang dikehendaki. 6. Penangas , Fungsinya : sebagai alat pemanas atau menaikkan suhu larutan 7. Penjepit tabung, Fungsinya : sebagai alat untuk menjepit dan memindahkan beaker glass dan cawan porselin pada proses pemanasan dan pengeringan. 8. Termometer, Fungsinya : sebagai alat pengukur suhu larutan. 9. Batang Pengaduk, Fungsinya : sebagai alat untuk mengaduk campuran ataupun larutan sehingga bercampur dengan rata. 10. Neraca massa digital, Fungsinya : sebagai pengukur massa dari sampel dan endapan. 11. Cawan Porselen Fungsinya : sebagai tempat untuk pengeringan 12. Bunsen Fungsinya : sebagai alat pengering dan alat penganas 3.3Rangkaian Gambar Peralatan Gambar 3.1 Gambar Rangkaian Peralatan Analisa Gravimetri Keterangan Gambar : 1.Beaker glass 2.Gelas Ukur 3.Corong 4.Kertas saring 5.Pipet Tetes 6.Penganas Air 7.Penjepit Tabung 8.Termometer 9.Pengaduk

10.Neraca Massa digital 11.Porselen 12.Bunsen 3.4 PROSEDUR PERCOBAAN 1.Sampel NiCl2 ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan kedalam beaker gelas. 2.Sampel didalam beaker gelas ditambah aquades hingga keseluruhan sample tenggelam. 3.Ditambahkan 5 ml asm klorida ( HCl ) 0,1 N dan diencerkan hingga volume 200 ml. 4.Larutan dipanaskan di atas penangas hingga bersuhu 70-80 oC dan ditambahkan dimetilglioksimat ( C4H8O2N2 ) 1% sebanyak 120 ml, kemudia segera ditambahkan larutan ammonia 1 M sebanyak 2 tetes langsung pada larutan bukan pada dinding gelas. 5.Didiamkan diata penangas selama 20- 30 menit atau hingga terbentuk endapan yang sempurna. 6.Larutan diangkat dari penangas dan didinginkan di dengan menyelupkan beaker gelas kedalam air dingin lalu disaring. 7.Endapan yang telah disaring dicuci kembali dengan aquades agar bebas klorida lalu dipindahkan ke dalam cawan porselen yang telah kering dan ditimbang sebelumnya. 8.Endapan didalam cawan dipanaskan diatas penangas selama 50 menit atau hingga endapan membentuk serbuk. 9.Endapan didinginkan lalu ditimbang bersama dengan cawan, dan diulangi pengeringan 3 kali untuk mendapatkan hasil konstan. 10.Dihitung persentase Nikel. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1HASIL a.Pelarut sample Berat sample : 0,75 gram Volume pelarut : 165 ml Didapat dari : Jika Ar Ni = 58,75 Mr C4H8O2N2 = 237,75 Maka, (Ar Ni / Mr NiCl2) x m S = m Ni Ni = (58,75 / 129.75) x 0,75 Ni = 330 mg Jika 5 ml dimetilglioksima per 10 mgram Ni, maka m1 / v1 = m2 / v2

10 / 5 = 330 / v2 V2 = 165 ml dimetilglioksima untuk 0,75 gram sampel b. pengeringan berat cawan kosong : 25,236 gram berat cawan + sample : 34,921 gram Berat cawan + sample setelah, Pengeringan I : 30,615 gram Pengeringan II : 27,492 gram Pengeringan III : 25.931 gram Berat rata - rata : 28,01 gram Berat endapan = 28.01 25.236 Ni = 2.654 gram c . Persentase Nikel (Ni) %Ni = 145,8 % 4.2 PEMBAHASAN Gravimetri merupakan cara analisa yang berdasarkan prinsip penimbangan berat endapan yang telah kering dan diubah dalam bentuk yang semurninya. Proses pemisahan yang kami lakukan cukup sempurna sehingga terbentuknya endapan yang sempurna dan sesuai dengan teori. Ada beberapa kesulitan yang kami hadapi saat praktikum, salah satunya saat pengeringan analit. Dimana ketika memanaskan tahap II , analit yang kami panaskan tersebut berasap, mungkin ini terjadi karena praktikan memanaskan analit tersebut pada api Bunsen yang seperti kita tahu bahwa api Bunsen itu memiliki suhu yang tidak dapat diatur konstan. Karena seharusnya penangaslah yang praktikan gunakan sebagai pemanas larutan. Hasil dari praktikum yang telah dilaksanakan tersebut menetapkan bahwa persentase Nikel yang praktikan dapatkan adalah sekitar 145,8 % Perolehan nilai persentase nikel yang tidak sesuai dengan nilai yang sebenarnya dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 1.Ketika melakukan penambahan zat pelarut (dimetilglioksima), hendaknya dilakukan penghitungan volume pengendap yang teliti dan hati-hati, karena hal ini mempengaruhi jumlah endapan yang akan dibentuk sehingga berdampak juga dalam perhitungan persentase nikel. 2.Pencucian endapan hendaknya dilakukan dengan hati-hati sehingga tidak ada endapan yang terbuang. 3.Proses pemanasan larutan yang dilakukan juga harus sempurna dan sesuai dengan analit (nikel)

sehingga proses pelarutan nikel oleh dimetilglioksima dapat terjadi dengan sempurna. Dengan pelarutan yang sempurna, endapan yang terbentuk juga akan sempurna. 4.Proses penimbangan endapan juga hendaknya dilakukan dengan hati-hati dan teliti sehingga proses pengukuran berat endapan benar-benar akurat. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Adapun kesimpulan yng dapat diambil dari percobaan ini ialah : 1.Berat Nikel yang didapat dari 0,75 gram NiCl2 adalah seberat 0,33 gram 2.Kadar nikel yang di peroleh dari penimbangan endapan kering dalam bentuk Ni(C4H7O2N2)2 adalah 2,654 gram 3.Kadar nikel (Ni) yang terkandung dalam NiCL2 adalah 145.8 %

Anda mungkin juga menyukai