Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Salah satu prinsip negara Hukum Rechtstaat adalah adanya perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Membicarakan hak asasi manusia (HAM) berarti membicarakan dimensi kehidupan manusia. HAM , ada bukan karena diberikan oleh masyarakat dan kebaikan dari negara , melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Pengakuan atas eksistensi manusia menandakan bahwa manusia sebagai makhluk hidup adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa , Allah SWT patut memperoleh apresiasi secara positif. Namun penting bagi kita , yang hidup pada saat konsepsi HAM telah berkembang sedemikian rupa bahwa dewasa ini HAM menjadi objek kajian yang menarik.HAM terus berkembang seiring dengan perkembangan wajah dan tuntutan diri manusia itu sendiri yang cenderung dipengaruhi oleh lokalitas lingkungan diri dan masyarakat. Dalam konteks Indonesia , wacana HAM masuk kedalam pemikiran anak bangsa. HAM diterima , dipahami selanjutnya diaktualisasikan dalam bingkai formulasi kebijakan dan perkembangan sosio historis dan sosio politis. Dalam konteks reformasi , tidak jarang juga fenomena euforia demokrasi menjadikan HAM sebagai kendaraan untuk menjerat dan menjatuhkan seseorang. HAM kerap mengalami reduksi dan deviasi makna . HAM berubah menjadi dua buah mata pisau yang pada satu sisi mengedepankan humanisme manusia , tetapi pada sisi lain ia terlalu menakutkan bagi setiap orang terlebih bagi pengambil kebijakan karena didalamnya sarat dengan hegemoni dan kooptasi. Dalam dan atas nama HAM , hak asasi yang sejatinya adalah untuk mengamini dimensi otoritas manusia sebagai makhluk hidup yang bermartabat , berubah menjadi HAM yang dinilai sarat dengan dimensi antroposentrisme, egosentrisme, dan individualisme yang semu. Pada tetaran inilah , kemudian terdapat kecenderungan bahwa HAM telah mengalami distorsi dan deviasi pemahaman.

II.

Permasalahan Gelombang reformasi yang melanda indonesia pada tahun 1998 telah membawa

banyak perubahan yang cukup signifikan terhadap permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Setelah lebih dari 32 tahun hidup dalam kekuasaan yang otoriter Indonesia memasuki babak baru kehidupan bernegara, namun hal ini masih banyak menyisakan pekerjaan rumah bagi pemerintah sekarang. Masa 32 tahun pemerintahan orde baru disinyalir telah melakukan berbagai tindakan pelanggaran HAM. Kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, seperti, kasus pembunuhan, penculikan, penahanan sewenang-wenang terhadap ratusan ribu orang yang disangka mempunyai kaitan dengan PKI, kasus Talangsari, dan lain sebagainya sampai hari ini belum memperoleh penanganan yang adil. Mereka yang diduga keras terlibat melakukan pelanggaran HAM berat (kejahatan terhadap kemanusiaan) tetap bebas berkeliaran tanpa pernah tersentuh oleh hukum. Kalaupun ada sejumlah pelaku pelanggaran HAM yang diajukan ke pengadilan, biasanya para terdakwa itu akan dikenakan pasal pidana ringan, misalnya, antara lain, kasus penembakan para petani oleh Polisi, di Manggarai, biasanya para terdakwa itu akan dikenakan pasal pidana ringan, dan akhirnya dikenakan hukuman ringan, antara 1, 2 tahun atau beberapa bulan saja, atau bahkan dibebaskan samasekali, seperti, dalam kasus-kasus pelanggaran HAM di Timor-Timur pasca-jajak pendapat 1999, dan kasus Tanjung Priok 1984. Hal inilah yang kemudian menjadi budaya pembiaran (culture of impunity) yang terus menjangkiti sistem hukum dan aparaturnya, seperti polisi, jaksa dan hakim, terutama ketika aparat penegak hukum harus menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang melibatkan polisi dan tentara. Budaya pembiaran inilah yang melumpuhkan setiap upaya penegakan hukum. Budaya impunitas itu bila dibiarkan terus berkembang dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama akan menghancurkan kedaulatan hukum, dan pada gilirannya akan menghancurkan sistem demokrasi itu sendiri. Membaca hak asasi manusia di Indonesia memang begitu melelahkan, sebab meskipun rezim pemerintahan Soeharto telah tumbang, akan tetapi kasus pelanggaran HAM masih saja terjadi ,bahkan jika dulu yang sering melakukan pelanggaran hak asasi manusia adalah aparat pemerintah, dalam hal ini TNI, maka pada era sekarang, hak asasi manusia dilanggar secara bersama-sama. Dalam konteks ini, pelanggaran hak asasi manusia merupakan hal yang biasa terjadi di tengah masyarakat atau oleh masyarakat
2

sendiri. Misalnya saja seperti kasus kekerasan yang terjadi di Pandeglang Banten Kasus Ahmadiah , dan Kasus Makam Mbah Priok. Pertanyaannya, bagaimana penegakan dan perkembangan HAM di Indonesia pasca Orde Baru atau di masa Reformasi, apakah penegakan HAM semakin baik atau justru semakin banyak terjadi pelanggaran HAM ,dan bagaimana langkah yang seharusnya dilakukan agar hal tersebut tidak terjadi, hal inilah yang akan penulis bahas.

BAB II LANDASAN TEORI


I. Definisi HAM

Secara harafiah , hak azasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang dipunyai seseorang karena ia tak lain adalah manusia .Gagasan yang terlihat sederhana ini memiliki konsekuensi sosial dan politik yang sangat besar.1 HAM , karena sandarannya semata-mata keberadaan seseorang sebagai manusia , bersifat universal , sederajat ,dan tak bisa dicabut .Mereka dimiliki oleh semua manusia secara universal. Setiap orang memiliki HAM , kalau tidak punya pastilah bukan manusia.Selama seseorang masih hidup , ia mempunyai hak-hak ini tak peduli betapapun tak manusiawinya perlakuan yang mungkin dideritanya . Orang berhak atas HAM dan diberdayakan oleh hak-hak ini. Pengertian lain HAM adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.2 Definisi lain dari Prof. Darji Darmodiharjo, S.H. mengatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak- hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.Hak asasi ini menjadi dasar daripada hak- hak dan kewajiban-kewajiban yang lain.3 Secara Umum pengertian HAM adalah hak dasar atau pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa , bukan pemberian penguasa . Hak ini sifatnya sangat mendasar dan fundamental bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan hak kodrati,yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.4

Prof Theodore Orlin (Utica College of Syracuse University) . Pengantar Hak Asasi Manusia , terjemahan , penerjemah : Yusi A Pareanom. (hal 3) 2 http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia 3 Darji Darmodiharjo. 1978. Santiaji Pancasila ( suatu tinjauan filsafat historis dan yuridis) ( konstitusional). Malang : Lab. IKIP , h. 87. 4 H.A.W.Widjaja. 2000. Penerapan NIlai- Nilai Pancasila dan HAM di Indonesia. Jakarta : PT Rineka Cipta ,h.64.

Hak asasi dapat dikelompokan antara lain : 1. Hak asasi pribadi ( Personel Rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak dan sebagainya. 2. Hak Asasi ekonomi (Property Rights) yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli dan menjualnya serta memanfaatkannya. 3. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (Rights of Legal Equality). 4. Hak asasi politik (Political Rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan , hak pilih ( memilih dan dipilih) dalam pemilihan umum hak untuk mendirikan partai politik dan sebagainya. 5. Hak asasi sosial budaya (Social and Cultural Rights) yaitu, misalnya hak untuk memilih pendidikan , mengembangkan kebudayaan, dan sebagainya. 6. Hak Asasi untuk mendapatkan tata cara peradilan dan perlindungan ( Procedural Rights ) , misalnya peraturan dalam hak penangkapan, penggeledahan , peradilan dan sebagainya.5

II.

Hubungan Negara Dengan Hak Asasi Manusia Kalau persoalan hak asasi manusia menjadi cukup kompleks aplikasinya , karena

hak asasi manusia dimasuki unsur-unsur politik , karena itu topik tersebut akan selalu menarik dibicarakan oleh sebagian manusia , baik bagi negara negara yang telah benarbenar menghormati hak asasi manusia secara formal dan material, atau bagi Negara yang kurang atau tidak menghormati , bagi negara- negara yang sudah menghormati hak asasi manusia akan dijadikan contoh kebaikannya, sebaliknya bagi Negara yang kurang atau tidak menghormatinya akan juga dijadikan contoh atas ketidak penghormatannya; dari sini akan diteliti terus oleh manusia apa sebab-sebabnya , baik dari segi system atau struktur politiknya , struktur pemerintahannya, dasar negaranya , malah sampai pemimpinpemimpinnya. Karena itu berbahagialah suatu Negara yang mempunyai pimpinanpimpinan yang memiliki jiwa kerakyatan dan menghayatinya, mengerti serta melaksanakan inspirasi dan aspirasi rakyat yang ingin diakui sebagai manusia yang mempunyai hak atau kewajiban sama didepan hukum , disamping Negara yang mempunyai dasar, system dan jaringan (struktur) pemerintahan yang dapat menggambarkan aspirasi tersebut , serta memiliki mekanisme pemerintahan yang tertib dan teratur.

H.A.W.Widjaja. 2000. Penerapan NIlai- Nilai Pancasila dan HAM di Indonesia. Jakarta : PT Rineka Cipta ,h. 77.

Persoalan hak asasi manusia pada dasarnya bukan persoalan politik ; namun dalam praktek bernegara , terlaksananya hak asasi manusia selain tergantung kepada kemauan politik ( political will) dari pimpinan-pimpinan negara sebagai satu kesatuan , juga tergantung beberapa hal. 1. Bagaimana bentuk / system pemerintahan yang berlaku ( bersifat otoriter atau tidak), 2. Alasan alasan politis tertentu dalam mencapai cita citanya dengan mengurangi hak asasi manusia warga negaranya, 3. 4. Pemerintah dalam keadaan darurat, Mekanisme / jaringan pemerintahan antara pusat dengan bawahannya apakah terlepas karena berbagai factor ( krisis kewibawaan , korupsi , penyalahgunaan wewenag dan lain-lain) , 5. Sebagian besar rakyat masih dalam keadaan serba kurang ( pendidikan ,kebutuhan hidup) , 6. Belum atau tidak adanya hukum / peraturan positif aplikatif dalam kehidupan bernegara.6

A. Masyhur Effendi . 1980. Tempat Hak-hak azasi manusia dalam hukum Nasional / Internasional.Bandung : Alumni ,h. 19.

III.

Ham Dalam Amandemen UUD 1945 Dalam sejarah UUD 1945 , perubahan UUD merupakan sejarah baru bagi masa

depan konstitusi Indonesia. Perubahan UUD 1945 dilakukan sebagai buah dari amanat reformasi pembangunan nasional sejak turunnya rezim Soeharto (1967-1998).Terdapat empat kali perubahan yang bertutut turut telah dilakukan sejak tahun 1999 sampai 2002. Khusus mengenai pengaturan HAM , dapat dilihat pada perubahan Kedua UUD 1945 Tahun 2000. Perubahan dan kemajuan signifikan adalah dengan dicantumkannya persoalan HAM secara tegas dalam sebuah bab tersendiri, yakni Bab XA ( Hak Asasi Manusia) dari mulai Pasal 28A sampai 28J.Penegakan HAM kelihatannya menjadi semakin eksplisit , sebagaimana ditegaskan pada pasal 28 A yang berbunyi, Semua orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.Kemajuan lain dapat juga dilihat pada pasal 28I yang berbunyi : Hak hidup , hak untuk tidak disiksa , hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani , hak beragama , hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum , dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangiu dalam keadaan apapun. Berdasarkan ketentuan dari seluruh konstitusi yang berlaku di Indonesia dapat dikatakan bahwa konseptualisasi HAM di Indonesia telah mengalami proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan HAM dalam konstitusi menggambarkan komitmen atas upaya penegakan hukum dan HAM . Selain itu , beragamnya muatan HAM dalam konstitusi secara maksimal telah diupayakan untuk mengakomodasi hajat dan kebutuhan perlindungan HAM , baik dalam konteks pribadi , keluarga , masyarakat dan sebagai warga negara Indonesia.7

Majda El-Muhtaj, M.Hum. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia : Dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 tahun 2002 ,hal.64, terbitan Kencana Prenada Media Group . Jakarta , 2007.

IV.

Hak-Hak Sipil - Politik Rene Cassin menyatakan bahwa ada beberapa kata kunci yang memayungi pasal-

pasal dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yaitu biarkan saya menjadi diri saya sendiri untuk pasal hak sipil, jangan campuri urusan kami untuk pasal hak sosial, biarkan kami turut berpartisipasi untuk pasal hak politik, beri kami mata pencaharian untuk pasal hak ekonomi dan budaya. Hal ini juga diakui dalam hukum domestik Indonesia. Dalam Pasal 28I Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 secara gamblang mencantumkan jaminan mengenai hal ini dengan kata-kata berikut, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah. Sedangkan dalam Undang-Undang No 23 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, jaminan ini juga diperkuat dalam Pasal 71 yang menyatakan, Pemerintah wajib dan bertanggungjawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang ini (UU 39 Tahun 1999), peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh Negara Republik Indonesia. Indonesia pada 30 September 2005 meratifikasi dua perjanjian internasional tentang hak-hak manusia, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights ICESCR) dan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights ICCPR). Pada 28 Oktober 2005, pemerintah Indonesia mengesahkan ICESCR menjadi UU No. 11/2005 dan ICCPR menjadi UU No. 12/2005. Dengan demikian, selain menjadi bagian dari sistem hukum nasional maka kedua kovenan ini sekaligus melengkapi empat perjanjian pokok yang telah diratifikasi sebelumnya, yaitu CEDAW (penghapusan diskriminasi perempuan), CRC (anak), CAT (penyiksaan), dan CERD (penghapusan diskriminasi rasial). Ratifikasi ini menimbulkan konsekuensi terhadap pelaksanaan hak-hak manusia, karena negara Indonesia telah mengikatkan diri secara hukum. Antara lain pemerintah telah melakukan kewajiban untuk mengadopsi perjanjian yang telah diratifikasi ini ke
8

dalam perundang-undangan, baik yang dirancang maupun yang telah diberlakukan sebagai UU. Yang lain adalah pemerintah memiliki kewajiban mengikat untuk mengambil berbagai langkah dan kebijakan dalam melaksanakan kewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fullfil) hak-hak manusia. Kewajiban ini juga diikuti dengan kewajiban pemerintah yang lain, yaitu untuk membuat laporan yang bertalian dengan penyesuaian hukum, langkah, kebijakan dan tindakan yang dilakukan Dalam hak-hak sipil dan politik, ada batas antara hak-hak yang tak dapat ditangguhkan (non-derogable rights) dengan hak-hak yang dapat ditangguhkan. Yang termasuk dalam kategori hak-hak yang tidak dapat ditangguhkan adalah hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk tidak diperbudak, hak atas kebebasan berpikir dan beragama serta berkeyakinan, hak untuk diperlakukan sama di muka hukum, hak untuk tidak dipenjara karena kegagalan memenuhi kewajiban kontraktual, serta hak untuk tidak dipidana berdasarkan hukum yang berlaku surut (retroactive). Berikut adalah rincian hak-hak sipol sebagaimana tercantum dalam UU No 12 Tahun 2005 yang merupakan ratifikasi terhadap kovenan internasional tentang hak sipilpolitik.8

NO PASAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK 1 Pasal 6 Hak untuk hidup (tidak dibunuh/dihukum mati setidaknya bagi anak di bawah 18 tahun) 2 Pasal 7 Hak untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara keji, tak manusiawi atau merendahkan martabat manusia (termasuk tidak diculik/dihilangkan secara paksa, diperkosa) 3 Pasal 8 Hak untuk tidak diperbudak (larangan segela bentuk perbudakan, perdagangan orang, dan kerja paksa,) 4 Pasal 9 Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi (tidak ditangkap atau ditahan dengan sewenang-wenang, didasarkan pada ketentuan hukum acara pidana) 5 Pasal Hak sebagai tersangka dan terdakwa (diperlakukan manusiawi, anak 10 dipisahkan dari orang dewasa, sistem penjara bertujuan reformasi dan rehabilitasi) 6 Pasal Hak untuk tidak dipenjara atas kegagalan memenuhi kewajiban kon11 traktual (utang atau perjanjian lainnya) 7 Pasal Hak atas kebebasan bergerak dan berdomisili (termasuk meninggalkan 12 dan kembali ke negerinya sendiri)

http://sejuk.org/?p=37

8 9

Pasal 13 Pasal 14

10

Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27

11 12

13 14

15 16 17 18 19

20 21 22

Hak sebagai orang asing (dapat diusir hanya sesuai hukum atau alasan yang meyakinkan mengenai kepentingan keamanan nasional) Hak atas kedudukan yang sama di muka hukum (dibuktikan kesalahannya oleh pengadilan yang berwenang dan tidak memihak, jaminan minimal, dapat ditinjau kembali, tidak diadili dua kali dalam perkara yang sama) Hak untuk tidak dipidana berdasarkan hukum yang berlaku surut (jika keluar ketentuan hukum sebelum tindak pidana, si pelaku harus mendapatkan keringanannya) Hak sebagai subyek hukum (hak perdata setiap orang seperti kewarganegaraan) Hak pribadi (tidak dicampuri atau diganggu urusan pribadi seperti kerahasiaan, keluarga atau rumah tangga, kehormatan, surat-menyurat atau komunikasi pribadi) Hak atas kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan (menganut ideologi atau orientasi politik, memeluk agama dan kepercayaan) Hak atas kebebasan berpendapat (termasuk mencari, menerima dan menyebarkan informasi, dalam bentuk karya seni/ekspresi atau melalui sarana lainnya) Hak untuk bebas dari propaganda perang dan hasutan rasial (kebencian atas dasar kebangsaan, ras, agama atau golongan) Hak atas kebebasan berkumpul (mengadakan pertemuan, arak-arakan atau keramaian) Hak atas kebebasan berserikat (bergabung dalam perkumpulan, partai politik atau serikat buruh) Hak untuk menikah dan membentuk keluarga (tidak dipaksa, termasuk tanggung jawab atas anak) Hak anak untuk mendapatkan perlindungan dan jaminan (setiap kelahiran anak didaftarkan dan memperoleh kewarganegaraan tanpa diskriminasi) Hak untuk berpartisipasi dalam politik (termasuk memilih, dipilih dan tidak memilih) Hak untuk bebas dari diskriminasi dalam hukum (semua orang dilindungi hukum tanpa diskriminasi) Hak kelompok minoritas (perlu mendapatkan perlindungan khusus)

10

BAB III
I. Pembahasan

Perkembangan HAM di Indonesia Pengaturan HAM di Indonesia dapat dilihat dari berbagai peraturan perundangundangan, khususnya dalam pembukaan dan batang tubuh Undang-undang Dasar 1945 serta peraturan perundangan lain diluar UUD 1945, misalnya HAM yang berhubungan dengan proses peradilan dalam UU No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan sebagainya. Sedangkan konsepsi HAM bangsa Indonesia dapat dilihat dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan tercantum dalam Bidang Pembangunan Hukum yang menyatakan bahwa : "HAM sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa adalah hak-hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia dan Meliputi : hak untuk hidup layak, hak memeluk agama dan beribadat menurut agama masing-masing, hak untuk berkeluarga dan memperoleh keturunan melalui perkawinan yang sah, hak untuk mengembangkan diri termasuk memperoleh pendidikan, hak untuk berusaha, hak milik perseorangan, hak memperoleh kepastian hukum dan persamaan kedudukan dalam hukum, keadilan dan rasa aman, hak mengeluarkan pendapat, berserikat dan berkumpul." Pada Sidang Istimewa MPR 1998 ditetapkan Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang merupakan Piagam HAM bagi Indonesia, melengkapi ketentuan HAM dalam UUD 1945 yang pada saat itu belum diubah. Hal ini dilanjutkan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang memberikan landasan bagi jaminan penghormatan, perlindungan, dan pemajuan HAM, serta landasan keberadaan Komnas HAM yang semula keberadaannya hanya berdasarkan Keputusan Presiden. Satu tahun setelah itu, berhasil pula ditetapkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang mengatur mekanisme hukum penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Upaya lebih mendasar dan sangat monumental untuk menjamin perlindungan dan penegakan HAM, adalah melalui Perubahan UUD 1945. Perubahan konstitusi mengenai hak asasi manusia dibahas dan disahkan pada 2000, yaitu pada perubahan ke dua UUD 1945. Perubahan tersebut menghasikan ketentuan mengenai hak asasi manusia dan hak konstitusional warganegara, yang semula hanya terdiri dari tujuh butir ketentuan, yang
11

juga tidak seluruhnya dapat disebut sebagai jaminan konstitusional hak asasi manusia, sekarang telah bertambah secara sangat signifikan, yaitu menjadi 37 butir ketentuan. Ketentuan baru yang diadopsikan ke dalam UUD 1945 secara khusus diatur dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, mulai Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J, ditambah beberapa ketentuan lainnya yang tersebar di beberapa pasal lainnya dalam UUD 1945. Karena itu, perumusan tentang hak asasi manusia dalam konstitusi Indonesia saat ini dapat dikatakan sangat lengkap dan menjadikan UUD 1945 sebagai salah satu konstitusi di dunia yang paling lengkap memuat ketentuan perlindungan hak-hak asasi manusia. Sejak reformasi berbagai produk hukum dilahirkan guna memperbaiki kondisi hak asasi manusia di Indonesia, khususnya hak sipil dan politik. Sebagian dari UU tersebut berhubungan langsung dengan HAM, tapi sebagian lain mempunyai efek tak langsung bagi penegakan maupun penghormatan prinsip HAM. Antara lain, Tap MPR tentang HAM, UU Pers, UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat (UU Unjuk Rasa), UU HAM (UU No. 39 Tahun 1999), UU Pemilu, UU Parpol, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Otonomi Daerah, UU ratifikasi Konvensi PBB Menentang Penyiksaan, atau perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, UU ratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi Rasial. Dari sisi politik, selama hampir 12 tahun terakhir ini, kita dapat menyaksikan rakyat Indonesia telah menikmati kebebasan politik yang luas. Empat kebebasan dasar, yaitu hak atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, hak atas kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan berorganisasi, dan hak untuk turut serta dalam pemerintahan, yang vital bagi bekerjanya sistem politik dan pemerintahan demokratis telah dinikmati oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia melalui media saat ini dapat mengekspresikan perasaan dan pendapatnya tanpa rasa takut atau was-was seperti pada jaman Orde Baru. Rakyat Indonesia relatif bebas mengkomunikasikan gagasan dan informasi yang dimilikinya. Perorangan atau kelompok-kelompok masyarakat, seperti, buruh, petani, seniman, dan lain sebagainya yang ingin melakukan demonstrasi atau unjuk rasa di depan kantor atau pejabat publik tidak memerlukan izin, tapi mereka sebelum menjalankan unjuk rasa diwajibkan untuk memberitahu polisi. Sudah hampir 12 tahun terakhir ini rakyat Indonesia menikmati pula kebebasan berorganisasi. Rakyat tidak hanya bebas mendirikan partai-partai politik sebagai wahana untuk memperjuangkan aspirasi politiknya. Rakyat bebas pula untuk mendirikian organisasi-organisasi kemasyarakatan, seperti serikat petani, serikat buruh, perkumpulan masyarakat adat, dan lain sebagainya. Perwujudan hak atas kebebasan berorganisasi ini
12

sangat vital bagi upaya rakyat untuk memperjuangkan kepentingan bersama. Selain itu, tumbuhnya organisasi-organisasi rakyat dari bawah ini akan memperkuat masyarakat sipil yang diperlukan bagi berlangsungnya sistem politik dan pemerintahan yang demokratis. Selama hampir sepuluh tahun terakhir ini rakyat Indonesia telah pula menikmati hak politiknya, yaitu hak untuk turut serta dalam pemerintahan di mana rakyat berperan serta memilih secara langsung para anggota DPR dan DPRD pada tahun 1999 ,2004, dan 2009. Pada tahun 2004 dan 2009 rakyat memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden. Selanjutnya rakyat di propinsi dan di kabupaten, serta kotamadya memilih langsung Gubernur, Bupati, dan Walikota. Sebelum ini belum pernah ada preseden mewujudkan hak atas kebebasan politik dalam sejarah Indonesia. Memang, dari sisi standard setting bisa dilihat bahwa telah terjadi sejumlah kemajuan dalam perlindungan dan pemajuan hak asasi. Tapi, perumusan standard setting di tingkat nasional belum diimbangi dengan penegakannya.

13

Penegakan HAM di Indonesia Mengalami Reduksi Makna Penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia telah direduksi maknanya menjadi hukum yang penegakannya dibatasi. Pembatasan dilakukan atas bagaimana menginterprestasi pasal-pasal dalam kitab perundang-undangan. Instrumen hukum HAM memang telah banyak mengadili pelaku-pelaku HAM di Indonesia dan memberikan setitik keadilan bagi korban. Namun, justifikasi atas pelanggaran HAM hanya dibaca dari ketersediaan aturan-aturan yang ada. Akibatnya, proses ini gagal dalam

menginterpretasikan kandungan nilai-nilai HAM yang lebih luas dari sekadar pasal-pasal tertulis. Hal inilah yang menjadi penyebab kejumbuhan antara hukum biasa dengan hukum HAM. Terus berlangsungnya pemahaman dan praktik seperti ini menyebabkan berjaraknya atau tertinggalnya nilai-nilai universal kemanusiaan yang membentuk konsep HAM dari praktik penegakannya. Di sisi lain, penegakan HAM di Indonesia sering direcoki oleh kepentingankepentingan ekonomi-politik jangka pendek. Upaya penegakan HAM melalui pembuatan instrumen-instrumen hukum yang gencar dilakukan selepas rezim Orde Baru dalam implementasinya terombang-ambing oleh kepentingan para aktor politik yang bernaung dalam lembaga-lembaga politik. Kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia, seperti di daerah-daerah konflik, kerusuhan Mei 1998, hingga pembunuhan Munir, merupakan sederet kasus yang tidak terselesaikan karena kentalnya intervensi politik terhadap penegakan HAM. 9

http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=2266

14

BAB IV Penutup I. Kesimpulan

Pada dasarnya kondisi Umum HAM di Indonesia Pasca Orde Baru (era Reformasi 1998-saat ini) lebih baik jika dibandingkan dengan HAM pada masa pemerintahan Presiden Soeharto (Orde Baru).Berbagai produk hukum dilahirkan guna memperbaiki kondisi hak asasi manusia di Indonesia, khususnya hak sipil dan politik. Sebagian dari UU tersebut berhubungan langsung dengan HAM, tapi sebagian lain mempunyai efek tak langsung bagi penegakan maupun penghormatan prinsip HAM. Antara lain, Tap MPR tentang HAM, UU Pers, UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat (UU Unjuk Rasa), UU HAM (UU No. 39 Tahun 1999), UU Pemilu, UU Parpol, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Otonomi Daerah, UU ratifikasi Konvensi PBB Menentang Penyiksaan, atau perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, UU ratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi Rasial. Akan tetapi dalam penegakannya saya rasa masih sama saja, belum adanya sanksi dan hukuman yang tegas bagi para pelaku kejahatan HAM, membuat HAM sering dilanggar.

II.

Saran

Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak- injak oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.Masalah dan pemecahan masalah hak asasi manusia di Indonesia tampaknya masih rumit dan kompleks. Pada akhirnya pelaksanaan hak-hak asasi manusia di Indonesia , baik masalah pemecahannya yang harus diperhatikan adalah bahwa di samping hak-hak asasi, terdapat juga kewajiban-kewajiban asasi, seperti kita tidak melakukan tindakan anarkisme dan melanggar Hak asasi orang lain seperti kasus Ahmadiah ( Pandeglang Banten). Hak - hak asasi manusia dilaksanakan selaras dengan pemenuhan kewajibannya sebagai warga Negara terhadap masyarakat, bangsa, dan Negara.

15

Dalam Bidang Hak Asasi Manusia juga harus ditingkatkan tiga peran, yaitu : 1. Prevensi: Melakukan pencegahan secara dini terhadap semua potensi sosial yang dapat memunculkan pelanggaran HAM (Melalui Undang- Undang). 2. Proteksi: Memberikan perlindungan kepada semua komponen Masyarakat warga yang rentan menjadi sasaran pelanggaran HAM (Melalui Lembaga). 3. Promosi: Melakukan sosialisasi setiap kovenan yang berkaitan dengan HAM pada semua sektor masyarakat (Melalui Kampanye).

Selain itu Negara harus melakukan Kewajiban dalam implementasi HAM , diantaranya :

1. Meratifikasi semua kovenan HAM yang telah disepakati oleh PBB. 2. Menciptakan iklim yang kondusif bagi penegakan HAM termasuk dalam kaitannya dengan pembentukan berbagai lembaga HAM. 3. Melakukan sosialisasi intensif kepada semua kelompok masyarakat berkaitan dengan sejumlah aturan-aturan HAM. 4. Mencegah terjadinya kekerasan oleh aparat Negara terhadap warga negara. Masih terjadi diberbagai daerah (Contoh: Kasus makam Mbah Priok) , dan yang terakhir 5. Menghukum bagi pelaku pelanggaran HAM tanpa adanya intervensi politik.

16

Daftar Pustaka

Darmodiharjo, Darji. 1978. Santiaji Pancasila ( suatu tinjauan filsafat historis dan yuridis) ( konstitusional) Malang : Lab. IKIP. Effendi , A. Masyhur. 1980.Tempat Hak-hak azasi manusia dalam hukum Nasional / Internasional . Bandung: Alumni. El-Muhtaj, Majda. 2002.Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia : Dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945. Jakarta : Kencana Prenada Media Group . http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=2266. Diakses 27 Maret 2011 Widjaja, A.W.2000. Penerapan NIlai- Nilai Pancasila dan HAM di Indonesia.Jakarta :PT Rineka Cipta. Wikipedia. Hak_asasi_manusia. http://id.wikipedia.org/wiki/ Hak_asasi_manusia . Diakses 27 Maret 2011. Serikat Jurnalisme Untuk Keberagaman. http://sejuk.org/?p=37 . Diakses 27 Maret 2011

17

Anda mungkin juga menyukai