Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL

A. PERAN PENDUDUKAN JEPANG TERHADAP KEHIDUPAN

MASYARAKAT DI KABUPATEN LEBAK PADA TAHUN 1942-1945 B. Latar Belakang Sejak bulan Pebruari tahun 1942 Jepang telah berhasil menguasai beberapa wilayah di Indonesia. Pada tanggal 28 Pebruari malam mejelang 1 Maret 1942 tentara Jepang ke-16 berhasil mendarat sekaligus di tiga tempat sekaligus, yakni Teluk Banten, Eretan (Jawa Barat ) dan di Kragan (Jawa Tengah). Pasukan Belanda tidak memberikan perlawanan, bahkan mengambil posisi mundur.(Poeponegoro, 2008:7) Pasukan Jepang yang mendarat di Teluk Banten dipimpin langsung oleh panglima Tentara Ke- 16, Letnan Jenderal Hitoshi Imamura. Kedatangan Jepang pada umumnya diterima dengan penuh semangat. Rakyat percaya bahwa Jepang datang untuk memerdekaan, dan Jepang makin disenangi karena segera mengijinkan dikibarkannya bendera nasional Indonesia merah putih dan dikumandangkannya lagu kebangsaan Indonesia Raya, dua hal penting yang dulu dilarang Belanda (Kahin, 1995:130). Apalagi Jepang juga berbuat seolah-olah memperhatikan tuntutan bangsa Indonesia, seperti pelarangan memakai bahasa Belanda dalam kegiatan sehari-hari, dan digantikan perannya oleh bahasa Indonesia. Di sekolahsekolah, bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar, demikian juga di kantor pemerintahan. Nama-nama kota yang pada masa Belanda diberi nama

Belanda, diganti lagi dengan nama Indonesia; misalnya Batavia diubah kembali menjadi Jakarta. Tindakan pemerintah Jepang menghargai tiga atribut kebangsaan Indonesia itu sangat menggembirakan rakyat. Hal yang menggembirakan itu hanya sesaat karena setelah itu kehidupan organisasi sosial-politik bangsa Indonesia dimatikan dan diganti dengan organisasi baru yang merupakan organisasi propaganda perang Jepang, yaitu: Gerakan Tiga-A dengan slogannya: Nipon pemimpin Asia, Nippon pelindung Asia dan Nippon cahaya Asia. Di kalangan militer Jepang sendiri nampaknya merasa khawatir kalau-kalau organisasi ini dipakai oleh golongan nasionalis untuk menyebarkan ide-ide kemerdekaan sebagai gantinya pemerintah Jepang membentuk Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) tidak hanya itu Jepang juga membuat organisasi pemuda yang bersifat militer maupun semi militer. Perubahan sosial politik mulai terasa setelah Jepang berkuasa selama satu tahun. Sikap mereka yang semula ramah dan simpati berubah kejam, menekan rakyat dengan berbagai peraturan ketat. Pemerintah melarang rakyat mengibarkan bendera merah putih, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan berkumpul lebih dari dua orang. Semua rakyat yang mempunyai radio harus mendaftarkan di tempat-tempat dan waktu yang ditentukan dalam Maklumat Kantor Besar Pemerintah Dai Nippon. Radio tersebut harus dibawa ke kantor wedana setempat untuk dilak/disegel. Tujuannya agar rakyat tidak

mendengarkan berita dari luar negeri, terutama berita yang menyangkut kedudukan Jepang dalam perang. Di antara peraturan-peraturan itu, ada satu
2

ketentuan yang sangat ditentang oleh para ulama, yaitu kewajiban untuk melakukan seikerei yaitu membungkuk ke arah timur untuk memberi hormat kepada Kaisar Jepang, yang dianggap dewa matahari. Sikap tersebut oleh para ulama diartikan sebagai penyembahan kepada selain Allah yang termasuk syirik (mempersekutukan Allah). Penyembahan hanyalah kepada Allah, bukan kepada yang lain; apabila sikap itu dilakukan kepada selain Allah maka termasuk syirik, dosa yang terbesar dalam Islam. Setelah pasukan Jepang mengalami kekalahan terus-menerus dalam medan perang di Pasifik, pemenuhan kebutuhan logistik tentara di garis belakang pun banyak mendapat kesulitan. Untuk mengatasi hal tersebut, Jepang berusaha merekrut penduduk dari daerah-daerah kuasanya untuk dikerahkan dalam segala kegiatan ekonomi dan perang. Rakyat. Melalui unitunit desa terkecil masyarakat diwajibkan mengumpulkan dan menyerahkan hasil bumi berupa padi, karet dan sebagainya; dan juga barang-barang berharga lainnya seperti emas, perak, intan, sampai dengan besi tua. Petani dipaksa untuk menyerahkan hampir seluruh hasil panennya, di samping dibebani kewajiban untuk menanam pohon jarak yang dipakai sebagai bahan baku membuat minyak pelumas mesin. Padi untuk persediaan makan habis dan beras sudah lama menghilang dari pasaran. Akibat tindakan tentara Jepang semacam itu, penghidupan rakyat menjadi semakin sengsara. Untuk memperoleh makanan pokok seperti beras dan jagung saja mereka harus mempunyai "kartu tanda beli" dari lurah. Penduduk harus antri berjam-jam hanya untuk mendapatkan satu liter beras.(Michrob, 1993:223)

Dari sudut ekonomi rakyat diperas habis-habisan . Melalui unit-unit desa terkecil masyarakat diwajibkan mengumpulkan dan menyerahkan hasil bumi berupa padi, karet dan sebagainya; dan juga barang-barang berharga lainnya seperti emas, perak, intan, sampai dengan besi tua. Petani dipaksa untuk menyerahkan hampir seluruh hasil panennya, di samping dibebani kewajiban untuk menanam pohon jarak yang dipakai sebagai bahan baku membuat minyak pelumas mesin. Padi untuk persediaan makan habis dan beras sudah lama menghilang dari pasaran. Akibat tindakan tentara Jepang semacam itu, penghidupan rakyat menjadi semakin sengsara. Untuk memperoleh makanan pokok seperti beras dan jagung saja mereka harus mempunyai kartu tanda beli dari lurah. Penduduk harus antri berjam-jam hanya untuk mendapatkan satu liter beras. Para pegawai pemerintah (dari bangsa Indonesia) saja hanya dapat jatah dua kilogram untuk kebutuhan keluarganya selama satu minggu. Sehingga untuk mengatasi kelaparan ini orang terpaksa makan umbi-umbian seperti umbi jalar, ketela pohon dan talas, bahkan tidak jarang ada yang makan pokok batang pisang (gedebong) atau umbut batang nipah. Tenaga mereka (yang menjadi romusa) diperas habis-habisan, sementara kesejahteraannya tidak diperhatikan pemerintah. Mereka

ditempatkan di bedeng-bedeng kecil yang tidak berdinding dan hanya beratapkan daun kirai (sejenis daun enau atau aren) sebagai penahan air hujan dan segatan matahari. Makanan yang disediakan dijatah sangat terbatas, masing-masing mereka hanya mendapat 2 ons beras per hari setiap orang .
4

Karena tindakan tentara pendudukan Jepang di luar batas nilai-nilai kemanusiaan itu, beribu-ribu romusha meninggal di tempat mereka bekerja. (humaspdg.wordpress.com/2010/04/30/derita-rakyat-banten-saat-penjajahanjepang) Penderitaan seperti di atas hampir rata dialami oleh penduduk Indonesia termasuk penduduk Kab. Lebak. Pembuatan jalan kereta api dari Saketi-Bayah, penderitaan rakyat di tambang emas Cikotok serta penggalian batu bara di Bayah menjadi bukti kekejaman tentara Jepang. Dendam rakyat terhadap Jepang tidak tertahan lagi sehingga terjadi peristiwa Warunggunung. Peristiwa Warunggunung terjadi ketika ada iring- iring-iringan tentara Jepang, rakyat menyerbu ke dalam truk, dan, kesembilan serdadu Jepang ini semuanya dibunuh. Berdasarkan data-data tersebut maka peneliti tertarik membuat skripsi dengan judul PERAN PENDUDUKAN JEPANG TERHADAP DI KABUPATEN LEBAK PADA

KEHIDUPAN MASYARAKAT TAHUN 1942-1945 C. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang maka dibuatlah rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa yang melatarbelakangi kehadiran Jepang di Indonesia? 2. Bagaimana kebijakan pemerintah Jepang di Indonesia?

3. Bagaimana keadaan Kabupaten Lebak selama masa penjajahan Jepang dari

tahun 1942-1945? 4. Bagaimana pengaruh pendudukan Jepang di Kabupaten Lebak dari tahun 1942-1945? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui latar belakang kehadiran Jepang di Indonesia.

2. Untuk medeskripsikan kebijakan pemerintah Jepang di Indonesia. 3. Untuk mengetahui keadaan Kabupaten Lebak selama masa penjajahan Jepang dari tahun 1942-1945. 4. Untuk menjelaskan pengaruh pendudukan Jepang di Kabupaten Lebak dari tahun 1942-1945. E. Metode Penelitian Peneliti menggunakan metode sejarah. Melalui metode ini peneliti dapat merekonstruksi peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Adapun langkah-langkah yang digunakan metode penelitian sejarah meliputi empat tahapan yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. 1. Tahapan Heuristik Tahapan heuristik adalah tahapan pencarian dan pengumpulan data. Heuristik berasal dari bahasa Yunani heuritiken artinya mengumpulkan atau

menemukan sumber. Yang dimaksud dengan sumber atau sumber sejarah (historical sources) adalah sejumlah materi sejarah yang tersebar dan terindentifikasi. (Pranoto, 2010: 29). Dalam tahapan ini penulis mengadakan studi kepustakaan dan mengumpulkan data yang berhubungan dengan masalah-masalah yang akan dibahas, dengan menggunakan library research yaitu melalui penelitian perpustakaan dengan cara menelaah buku-buku yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas. Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini peneliti menghubungi rekan-rekan yang memiliki buku sumber, selain itu keperpustakaan umum dan ke toko buku. Adapun perpustakaan umum yang peneliti kunjungi adalah Perpustakaan Kabupaten Lebak, Perpustakaan STKIP Setia Budhi Rangkasbitung. Dan toko buku yang penulis kunjungi adalah toko buku Gramedia di Matraman Jakarta dan toko buku Gunung Agung di Kwitang. Selain mengunjungi perpustakaan penulis mencari sumber dari internet yang berkaitan dengan penjajahan Jepang di Indonesia umumnya, dan secara khusus tentang penjajahan Jepang di Kabupaten Lebak. 2. Tahapan Kritik Tahapan kritik adalah tahapan penyelesaian dari pengujian data, baik secara ekstern maupun intern. Kritik ekstern dilakukan untuk mengetahui keaslian dari sumber sejarah. Sedangkan kritik intern dilakukan untuk meneliti kredibilatas isi sumber. Dalam melakukan kritik intern penyusun menyeleksi materi-materi mana yang mendukung penelitian dan mana yang

kurang

mendukung.

Sehingga

setelah

diseleksi,

penyusun

dapat

mengategorikan mana data yang menjadi sumber primer dan mana yang menjadi sumber sekunder. Sedangkan dalam melakukan kritik eksteren, penulis meneliti sumber data yang terkumpul itu apakah dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya atau tidak. 3. Tahapan Interpretasi Tahapan Interpretasi adalah tahapan kegiatan menafsirkan fakta untuk memberikan makna dari pengertian serta menghidupkan kembali proses sejarah. Dalam tahapan ini fakta-fakta yang saling terlepas dirangkaikan, sehingga menjadi kesatuan kata atau kalimat yang harmonis dan serasi. Selain itu juga, data-data yang ada dijadikan sebagai landasan untuk merekontruksi peristiwa masa lalu itu ke dalam kontek kekinian.
4. Historiografi

Historiografi adalah tahapan penulisan. Penulisan adalah usaha merekonstruksi masa lampau untuk memberikan jawaban atas masalahmasalah yang telah dirumuskan. Pada tahapan ini penyusun menggunakan jenis penulisan deskriptif analisa, yaitu jenis penulisan yang

mengungkapkan fakta-fakta guna menjawab apa, kapan, dimana, siapa, mengapa dan bagaimana. Demikain empat tahapan penulisan yang ditempuh dalam penelitian ini, dengan melihat tahap-tahap tersebut, tidaklah mengherankan apabila dikatakan bahwa kerja seorang peneliti bidang kajian sejarah untuk dapat

menghasilkan sebuah karya sejarah ilmiah dan juga lebih mendekati peristiwa sebenarnya adalah sangat berat.

F. SISTEMATIKA PENULISAN Dalam sistematika penulisan ini, dipaparkan dalam empat bab dan setiap bab terdiri dari beberapa sub-sub bab, antara lain: Bab I : Pendahuluan. Pada bab 1 berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode dan sistematika penelitian Bab II : Masa Pendudukan Militer Jepang Pada bab 2 berisi tentang latar belakang kedatangan Jepang di Indonesia, kebijakan pemerintah Jepang di Indonesia. Bab III : Kabupaten Lebak pada Masa Penjajahan Jepang Pada bab 3 berisi tentang keadaan Kabupaten Lebak pada masa penjajahan Jepang dari tahun 1942 1945 serta pengaruh penjajahan Jepang di Kabupaten Lebak dari tahun 1942 -1945. Bab IV Kesimpulan. Kesimpulan merupakan inti dari pembahasan masalah yang terdapat dalam bab 2 dan bab 3.

Anda mungkin juga menyukai