Anda di halaman 1dari 4

HIJAULAH SEKOLAHKU *) Oleh: KEMALA AYU AULIA CHAIRUNNISA Sekolahku tidak begitu banyak pohon. Sangat sedikit.

Hanya ada 4 pohon di sekolahku. 2 pohon belimbing, 1 pohon mangga, dan 1 pohon jambu air. Hari ini, panas menyengat seperti biasa. Namun, Pak Hardi, guru IPA kami, tetap melangkah masuk dengan semangat. Selamat siang, Anak-anak, sapa Pak Hardi sambil tersenyum. Selamat siang, Paak, balas kami serempak. Sekarang, buka buku cetak IPA kalian halaman 12, perintah Pak Hardi. Kemudian, setelah memberikan sedikit penjelasan, Pak Hardi memberi tugas untuk kami. Tiba-tiba, Farah, teman sebangkuku, menyeletuk, Eh, hari ini puaanas banget, ya!. Sst, kamu ini, Far, bisikku sambil menyenggol lengannya. Iya, panas banget, dukung Hania, temanku yang lain. Ooh, kalian gerah, ya? Nah, ini akibat pemanasan global, jelas Pak Hardi. Pak, pemanasan global itu apa, ya? tanya Baim, Royhan, dan Haris serempak. Pemanasan global atau global warming permukaan bumi, jawab Pak Hardi menjelaskan. Ooh gumam Hania. Pak, memang kalau suhunya naik kenapa? tanya Nisa. Yaa, akibat dari pemanasan global itu bisa bermacam-macam. Misalnya, panas, cuaca tidak menentu, kekeringan, petani gagal panen, banjir bandang, gletser di kutub mencair, dan lainnya, jawab Pak Hardi. Bagaimana cara mengatasinya, Pak? tanya Dian. Salah satu caranya adalah menghijaukan lingkungan kita atau yang lebih dikenal dengan istilah go green. Contohnya, menanam pepohonan hijau, jelas Pak Hardi. Sudah, sudah. Nanti tugasnya nggak selesai, lho, kata Pak Hardi lagi. Oke, Pak! seru kami serempak. Kemudian, kami pun mengerjakan tugas itu. KRIING!!! Bel istirahat pun berbunyi nyaring. Anak-anak keluar dari kelas masing-masing. Sebelum kami keluar kelas, kami dihadang Hanif, ketua kelas kami. Nanti dulu keluarnya. Aku ada ide, nih, ujarnya sambil menghadang kami yang akan pergi ke kantin. Nif, ada ide apa, sih? Kan, aku mau beli jajan, protes Nisa kesal. Nanti aja, katanya lagi. Begini kan, tadi sudah dijelasin Pak Hardi tentang arti global warming beserta akibat dan cara mengatasinya. Nah, aku punya ide yang berkaitan tentang global warming itu. Bagaimana kalau kita membuat kelompok cinta lingkungan bernama Pasukan Hijau? Hanif mengajukan idenya. Ooh, boleh, tuh, idenya Hanif. Tapi, apa tugasnya? tanya Dian. 1 | Hijaulah Sekolahku/Kemala Ayu Aulia Ch/SDIT Baitul Muslim/2012 adalah suatu proses meningkatnya suhu

Tugas Pasukan Hijau adalah menjaga kebersihan sekolah dan menghijaukan lingkungan sekolah, jawab Baim, wakil Hanif yang sedari tadi menyusun kelompok Pasukan Hijau bersama Hanif. Kalau kita semua ikutan, boleh, nggak? tanya Hania. Boleh aja. Nggak dilarang, kok. Lagian, lebih seru kalau semuanya ikut, jawab Baim lagi. Oya, kalau menghijaukan lingkungan sekolah, apa yang kita lakukan, Nif, Im? tanya Farah. Begini, misalnya, menanam pohon lebih banyak. Kan, pohon di sekolah ini hanya ada 4. Nah, terus kita tanam lagi, jawab Hanif. Berapa banyak? tanya Nisa. Terserah. Memang maunya berapa? Baim bertanya balik. Sebanyak-banyaknya, ujarku yang dari tadi diam. Ya sudah. Semuanya setuju, nggak? tanya Hanif. Setujuuu!!! koor kami semua. Besok mulai membawa biji atau bibit tumbuhan beserta kaleng cat atau yang mempunyai pot-pot bekas dibawa,ya, ok? Sana, katanya mau beli jajan. Cepat, lho. Nanti waktu istirahatnya habis, canda Baim kepada Nisa sambil mendorongnya. Baiiiiiiim!!! teriak Nisa membalas mendorong Baim. Hahaha. Ok, Bos! seru kami. ************************************************************************************************************* Keesokan harinya, kelas kami ramai dengan anak-anak yang asyik mengobrol tentang pohon dan kaleng bekas cat atau pot-pot bekas yang dibawa. Anak-anak kelas lain tertarik. Mereka semua mendaftar diri untuk masuk menjadi Pasukan Hijau. Melihat hal ini, Hanif dan Baim mengajukan usul ini kepada kepala sekolah. Pak Sholeh, kepala sekolah kami pun menyetujuinya. Pada hari Sabtu, atas petunjuk Pak Sholeh, kami semua, yang tergabung di Pasukan Hijau, diperintahkan membawa daun-daun yang sudah berguguran, sisa makanan, potongan sayuran yang tidak dimasak oleh ibu, dan sampah organik lain. Selain itu, ada juga yang membawa pupuk kandang, yaitu, pupuk yang dibuat dari kotoran sapi, kambing, dan hewan ternak lainnya, di antaranya, Hanif, Hania, Salsa anak kelas 2, Nisa, Baim, Farah, Alif anak kelas 1, dan aku sendiri. KRIING KRIING KRIING!!! Bel berbunyi 3 kali. Itu artinya, kami harus berkumpul di halaman sekolah yang cukup luas. Anak-anak yang tergabung dalam Pasukan Hijau, diharapkan berkumpul di halaman sekolah dengan membawa barang-barang yang sudah Bapak perintahkan kemarin. Terdengar suara keras menggunakan megaphone. Farah yang terkejut mendengar suara itu secara refleks melihat ke bawah karena kelas kami berada di atas. 2 | Hijaulah Sekolahku/Kemala Ayu Aulia Ch/SDIT Baitul Muslim/2012

Wooi! Kita disuruh ke bawah sama Pak Sholeh! teriaknya. Ok, Far! aku balas berteriak. Aku, diikuti teman-temanku yang lain berlari ke bawah. Kami pun berkumpul dan membentuk barisan yang rapi. Setelah semua berkumpul dan membentuk barisan yang rapi, Pak Sholeh berkata, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh, salam Pak Sholeh. Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh! jawab kami serempak. Hari ini, tidak ada Pramuka, tidak ada ekstrakurikuler! Kita akan membuat pupuk kompos dari barang-barang yang sudah diperintahkan membawanya kemarin serta menanam bibit-bibit pohon yang sudah dikumpulkan ke Bapak, ujar Pak Sholeh. Pak, pupuk kompos itu apa, ya? tanya Fian, anak kelas 1. Ada yang belum tahu, apa itu pupuk kompos? Pak Sholeh bertanya balik. Semua anak kelas 1-2, termasuk Fian, mengangkat jari telunjuk mereka. Pupuk kompos adalah pupuk yang terbuat dari sampah organik. Nah, sampah organik adalah sampah basah. Misalnya, sisa makanan seperti yang kalian bawa, potongan sayuran yang tidak dimasak oleh ibu, daun-daun berguguran, dan lain-lain, kata Pak Sholeh. Kalau sampah plastik termasuk juga, nggak, Pak? tanya Alif, teman sekelas Fian. Sampah plastik itu termasuk sampah anorganik. Sampah anorganik adalah sampah kering. Berbeda dengan sampah organik yang bisa dihancurkan, sampah anorganik tidak bisa dihancurkan. Mengerti, anak-anak? Mengerti, Paaaaak!!! koor kami semua serempak. Ok! Sekarang, kita mulai membuat sampah kompos dan menanamnya secara serempak. Yang mau membuat pupuk kompos bersama Pak Hardi dan Kak Hanif. Yang mau menanam pohon di sana, ya! Bersama Bapak dan Kak Baim, kata Pak Sholeh. Iya, Pak! seru kami semua. Kemudian, kami berlari mencari kelompok yang kami inginkan. Sebagian menuju ke tempat Baim dan Pak Sholeh, sebagian lagi menuju ke tempat Hanif dan Pak Hardi. Aku sendiri ke tempat Baim dan Pak Sholeh. Atas bimbingan Baim dan Pak Sholeh, akhirnya aku bisa menyelesaikan 2 pot. Yang satunya milikku, dan yang satunya milik Farah, karena dia pergi ke tempat Hanif dan Pak Hardi. Sebagai gantinya, ia berjanji akan membuatkan pupuk kompos untuk tumbuhan milikku. Setelah selesai, aku menemui Farah. Setelah bertemu, aku langsung saja memberikan pot miliknya. Ia pun berterima kasih. Kemudian ia bercerita, Ternyata nggak semudah bayanganku, Lia. Agak-agak gimanaa gitu. Pertama, yang besar dipotong-potong, kalau yang basah dikeringkan dulu. Kedua, Pak Hardi membuat lubang di bawah pohon mangga. Nah, sampah-sampah tadi itu dimasukkan ke dalam sebuah ember besar bekas yang bawahnya sudah dilubangi dua dan lubang di ember itu ditutupi dengan 2 besi yang berlubang-lubang. Keempat, kubur ke dalam lubang itu. Sisakan 5 cm dari permukaan tanah. Tutup dan biarkan proses pengomposan berlangsung selama 4-6 bulan, ceritanya paanjang lebar. Aku hanya tersenyum.

3 | Hijaulah Sekolahku/Kemala Ayu Aulia Ch/SDIT Baitul Muslim/2012

Kalau aku, sih, gampang-gampang aja. Tinggal kasih pupuk kandang yang aku bawa sama kasih tanah. Terus, tanam tumbuhannya, deh, ujarku. Hah! Enak banget. Coba aku ke sana, sesal Farah. Hihihi tapi, kan, pengalamanmu keren juga, tawaku meledak. Oya, siapa yang merawatnya, ya? Setelah aku bertanya ke Pak Sholeh, katanya, nanti akan dirawat oleh Pak Manto, tukang kebun sekolah. Tahun demi tahun pun berlalu. Sekolahku kini lebih hijau dan asri. Sekolahku juga menyabet juara 1 sekolah paling hijau, asri, dan bersih dari sampah. Ah, senangnya. Karena ide membuat kelompok Pasukan Hijau itu dari kelasku dulu, sewaktu masih kelas 4, piala itu diberikan kepada kelasku dulu. Sayang, Hanif dan Baim sudah pindah dari sekolah ini saat kami mendapat piala tersebut. Padahal, mereka adalah orang yang pertama kalinya mengusulkan adanya kelompok itu. Untungnya, Nisa tahu alamat mereka. Jadi, kami bisa mengirimkan surat tentang kabar itu. Mereka membalas dan mereka ikut senang. Ternyata mudah, ya, menghijaukan sekolah. Bagaimana dengan sekolahmu?

*) Kemala Ayu Aulia Chairunnisa Siswa Kelas IV SDIT Baitul Muslim Way Jepara Lampung Timur

4 | Hijaulah Sekolahku/Kemala Ayu Aulia Ch/SDIT Baitul Muslim/2012

Anda mungkin juga menyukai