Anda di halaman 1dari 8

APLIKASI TEKNOLOGI DRIP IRRIGATION SYSTEM (DIS) DALAM BUDIDAYA TANAMAN HOLTIKULTURA DI LAHAN BERPASIR PASCA TAMBANG TIMAH

(Analisis dan Alternatif Efesiensi Masa Depan Pertanian Kita dalam Pemanfaatan Lahan Tambang)

ABSTRAK

Pemanfaatan lahan tambang belum sepenuhnya dioptimalkan oleh masyarakat Bangka Belitung khususnya dan Indonesia umumnya baik pada sektor pertanian, peternakan, perikanan maupun kawasan taman wisata, edukasi dll. Kalau kita flash back sebelumnya baru dominan hanya berkutik seputar penghijauan lingkungan, rehabilitasi lahan, dan konservasi alam sementara sedikit sekali riset dan aplikasi teknologi kearah ini. Fokus kita tidak lain adalah perubahan mindsets masyarakat dalam pemanfaatan lahan dengan menggunakan teknologi Drip Irrigation System (DIS) atau sistem irigasi tetes terutama sektor budidaya tanaman holtikoltura dan buah-buahan (sayuran, padi, jagung, pepaya, tomat, kacang-kacangan, semangka, melon dll.) yang rakus akan air, jika tidak terpenuhi kebutuhan air maka dalam waktu singkat pun dapat menurunkan produktivitas hasil. Alternatifnya tiada lain harus memenuhi suplai air dan mineral secara seimbang dan seefesien mungkin terutama pada musim kering atau kemarau pajang dan semakin berkurangnya kualitas dan kuantitas lahan petanian kita. Lantas terobosan baru apa yang dapat menjawab kegundahan petani kita dalam memanfaatkan lahan tambang yang manjadi lahan tidur dengan jumlahnya diperkirakan sekitar 10.000 ha tersebut ?. Sistem irigasi adalah salah satu terobosan yang bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi dalam aplikasi dan suplai air yang diletakkan di zona perakaran tanaman holtikultura. Aplikasi teknologi "DIS atau SIT" ini sudah dimanfaatkan sejak lama di negara-negara pertanian modern beriklim tropis dan subtropis seperti India, Brasil, Israel, Cina, Filipina, Thailand dsb dalam teknologi pertanian berskala besar dan modern. Kata Kunci : Sistem irigasi tetes, Drip irrigation system (DIS), teknologi, holtikultura, lahan pasca tambang. PENDAHULUAN

Usaha pemanfaatan dan pemerdayaan lahan pasca tambang untuk meningkatkan produksi dan value sehingga mampu meningkatkan "income" dan memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat memang membutuhkan konsep pemikiran yang cemerlang terutama dapat beradaptasi terhadap perkembangan sains, teknologi dan industri masa kini secara kontinu. Sehingga mampu bersaing pada level global bukannya memerdayakan teknologi kadarluarsa alias lapuk ditelan zaman sehingga lamban produksi dan hasil minim. Menurut Sani (2009) semua itu terlontar karena setiap pendatang melihat dari udara sungguh banyak danau-danau di negeri ini, apalagi dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan di lapangan oleh PT. Timah tahun 2003, jumlah kolong pasca penambangan di Babel sebanyak 887 kolong dengan luas 1.712,65 hektar, yang terdiri dari 544 kolong dengan luas 1.035,51 hektar di

Pulau Bangka dan sebanyak 343 kolong dengan luas 677,14 hektar di Pulau Belitung.

Gambar 1: Foto Lahan Bekas Penambangan Timah di propinsi Babel tahun 2009

Kalau kita aplikasi teknologi pertanian di negara Israel ada 215.000 hektar lahan yang dikhususkan untuk bidang tanaman, 156.000 di antaranya adalah tanaman musim dingin seperti gandum, silage, jerami, kacang-kacangan, dan minyak safflower. 60.000 hektar yang ditanami dengan tanaman musim panas seperti kapas, bunga matahari, kacang buncis, kacang hijau, kacang-kacangan, jagung, kacang tanah dan semangka. Hampir seluruh tanaman kapas dll sekitar 28.570 hektar menggunakan sistem irigasi tetes dengan peralatan buatan Israel sendiri, yaitu serangkaian metode irigasi yang dirancang untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya air yang terbatas (http://library.thinkquest.org). Produktivitas air mengacu kepada berapa banyak panen yang diproduksi untuk input air sejumlah tertentu (Ardiansyah, 2009). Secara umum mekanisme aplikasi DIS adalah air dialirkan dari sumber air baik dari aliran pipa secara alami (air pegunungan, perbukiatan) maupun menggunakan mesin pompa kemudian ditampung didalam bak penampungan yang berada didekat lahan. Aliran dari sumber air dialirkan melalui pipa utama (main line atau submain line) yang menggunakan pipa PVC dengan ukuran disesuaikan kebutuhan menuju bak penampungan (tangki air, drum dsb) kemudian baru diteruskan ke pipa lateral (pipa emitter ) yang terbuat dari polyethylene atau pipa PE. Kemudian kontrol debit air dapat secara manual atau secara otomatis untuk pengujian kenerja sistem irigasi sehingga tingkat keseragaman tetesan untuk setiap tanaman (lihat gambar : 1)

Gambar 2 : Drum atau mini-tank dengan ukuran 200 liter tempat penampungan Air sebelum didistribusi ke akar tanaman

Gambar 3 : Aliran pipa PE berwarna hitam (sumber : http://www.irrigationtutorials.com)

Studi yang dilakukan oleh Rockstrm et al. (2009 ; Ardiansyah, 2009) membuktikan bahwa pengelolaan green water yang tepat akan menjadi basis baru bagi revolusi hijau. Menurut hasil penelitian Prabowo et al. (2004) pola pengoperasian irigasi tetes (drip) dan curah (sprinkler) merupakan suatu pola pengoperasian irigasi air tanah yang efektif dan efesien digunakan sebagai irigasi konjungtive, yaitu kombinasi antara irigasi permukaan dan air tanah yang dioperasikan secara terpadu. Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keseragaman tersebut antara lain adalah : (1) kondisi filter air, (2) kondisi lubang emitter yang tersumbat oleh tanah, (3) perubahan keofesien gesek pada pipa lateral karena tumbuhnya lumut dsb (Sinar Tani edisi 23-29/8/2006). Pendapat Anderson (1999) bahwa kepala semprot konvensional hanya menyampaikan 55-65 persen dari air ke tanah; sisanya atau menguap keudara terbawa angin melaui transpirasi, evaporasi, evapotranspirasi, tergantung pada kondisi cuaca. Sebaliknya, irigasi tetes adalah sampai dengan 95 persen efisien. Perbedaan dalam meningkatkan efisiensi ketika Anda

mempertimbangkan spasi luas penanaman, atau wilayah yang berdekatan dengan pagar atau trotoar. Tak banyak gunanya penyiraman pupuk dan hardscape, khususnya ketika air langka.

Gambar 4 : Distribusi Air dan Mineral melaui Drip Irrigation System ke zona akar tanaman

METODOLOGI

Dalam perancangan sistem irigasi tetes banyak pertimbangan disain yang harus diperlukan adalah : kondisi iklim, tekstur dan struktur tanah, jenis tanaman, kualitas dan kuantitas sumber air. Tahap pertama adalah melakukan perhitungan kebutuhan air tanaman berdasarkan iklim yang ada. Tahap selanjutnya adalah melakukan seleksi komponen komponen sistem irigasi tetes yang akan dibuat berdasarkan perhitungan kebutuhan air tanaman kemudian dirancang suatu jadwal tanam yang tepat.

Gambar 5 : Komponen-Komponen yang disiapkan dalam Perancangan Drip Irrigation System

Perancangan ini meliputi perancangan layout jaringan perpipaan beserta pompa air, perancangan

kalender tanam dan pola tanam, perhitungan kebutuhan air irigasi pada tingkat tanaman (modulus irigasi), perhitungan maksimum internal irigasi, perhitungan maksimum lama penyiraman, perhitungan kebutuhan debit dan daya pompa untuk operasional sistem tersebut. Dalam perhitungan Reference Crop Evapotranspiration (ETO) dengan menggunakan metode Blaney-Criddle. Untuk mengetahui jarak optimal penempatan pompa air untuk tujuan irigasi sistem tetes pada sumur pompa yang satu dengan yang lainnya pada luasan lahan yang sama, digunakan pendekatan persamaan aliran air kedalam sumur dengan kondisi aliran air yang tetap pada aquifer phreatic dan semi-tertekan (ILRI, 1983 ; Tribowo et al. 2008). Pada prinsipnya untuk teknis budidaya tidak jauh berbeda dengan budidaya dilahan biasanya, hanya saja adanya penambahan sedikit perlakuan terutama pengapuran dan pemupukan dsb. Akan tetapi lahan pasca tambang untuk suhu lebih tinggi, pH rendah rata-rata <5 dan kelembaban lebih rendah serta daya jerap air permukaan lebih cepat dibandingkan lahan alami. Pengolahan lahan tetap dilakukan dari mulai pembersihan sampai penanaman. Berikut tahap-tahap teknik budidaya tanaman holtikultura secara umum yang bisa diaplikasikan dilahan secara praktis : 1. Syarat benih, sebaiknya bermutu tinggi baik genetik, fisik dan fisiologi (benih hibryda) dengan daya tumbuh benih > 90 %, kebutuhan benih disesuaikan, sebelum ditanam benih alangkah baiknya direndam dulu dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/ltr air semalam atau air aquades maksimal 6 jam. 2. Pengolahan lahan, lahan dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya dikembalikan kedalam tanah, kemudian dicangkol dan diolah dengan bajak dengan traktor. 3. Pengapuran, kemudian tanah diolah dengan pemberian kapur memakai Dolomit (CaMg(CO3)2) untuk menaikkan pH tanah sesuai kondisi normal antara 6-7 untuk adaptasi tanaman.

Gambar 6 : Skema master plan lahan dengan sistem irigasi tetes (drip) dan curah (sprinkler) dengan berbagai bentuk sesuai kebutuhan.

4. Pemupukan, dilakukan sebelum dan sesudah penanaman biasanya seperti pengapuran, kompos, pupuk kandang, Urea, SP-18 (dulu SP-36), KCl dan lainnya. Pupuk makro dan

mikro dapat diaplikasi melalui sistem irigasi saat penyiraman tanaman dilakukan pada penyiraman baik pagi maupun sore hari yang disuaikan dengan dosis dan waktu tepat pemupukan (bila dasar butiran dapat dilakukan perendaman agar menjadi cair yang disesuaikan dosis.

Gambar 7 : Aplikasi Drip Irrigation System pada tanaman

5. Teknik Penanaman, penentuan pola tanaman yang bisa diterapkan menurut Kusanggara (2008), yaitu : (1) tumpang sari (intercropping) : dengan melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda), contoh: jagung dan kedelai dsb, (2) tumpang gilir (multple cropping) : dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapatkan keuntungan maksimum, contoh : jagung muda, padi gogo, kedelai dan kacang tanah dll., (3) tanaman bersisipan (relay cropping) : dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda, contoh : jagung disisipkan dengan kacang tanah, (4) tanaman khusus hanya satu jenis saja untuk meningkatkan produksi.

Gambar 8 : Pemasangan pipa emitter pada saluran distribusi pengairan dan mineral dapat dilakukan disamping tanaman maupun di tengah-tengah jarak tanam

6. Lubang tanam dan cara tanam dsb., ditugal dengan kedalaman 3-5 cm dan jarak tanam disesuaikan dengan tanaman, penyulaman bibit yang gagal tumbuh, penyiangan gulma, pembumbuan, pengairan dan penyiraman dengan sistem irigasi tetes serta pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara alami maupun dengan pestisida.

Pola aplikasi Drip Irrigation System pada tanaman baik dilahan normal maupun pasca tambang bila dilaksanakan secara berlanjut dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi dan produksi serta efesiensi biaya pupuk, pengolahan tanah, tenaga kerja proses budidaya, dll. Hasil panen yang sama jika diperoleh dengan input air yang lebih sedikit dari biasanya bisa dikatakan meningkatkan produktivitas air. Hal ini dilakukan dengan menginventarisasi dan memanfaatkan lahan bekas tambang secara efektif. Terakhir penigkatan produktivitas air dalam suatu sistem irigasi tetes secara konjungtif pastinya perlu dukungan dan sinergi lintas pengetahuan fisiologi tanaman, agroteknologi dan keteknikan pertanian. Riset mengenai pola ini masih terus dikembangkan. Para peneliti masih terus mencoba mencari skenario-skenario pengelolaan lahan, air dan mengembangkan teknologi- teknologi yang dapat diterapkan di lapangan dengan mudah. Berikut kita melihat kondisi tanaman holtikultura yang bisa ditanam dilahan pasca tambang setelah banyak melakukan penelitian dan perlakuan untuk mendapatkan hasil dan produktivitas maksimal.

Tanaman Holtikultura yang bisa ditanam dilahan pasca tambang

SELAMAT MENCOBA ...................... KALAU MAU PASTI BISA

DAFTAR PUSTAKA

Agung Prabowo, Abi Prabowo, Agung Hendriadi,. 2004.Pengelolaan Irigasi Hemat Air di Lahan Kering : Aplikasi Irigasi Tetes dan Curah. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Banten. Agung Prabowo, Abi Prabowo, Agung Hendriadi, dan MJ Tjaturetna B, 2004. Pengelolaan Irigasi Tanaman Jagung Lahan Kering : Aplikasi Irigasi Tetes. Seminar Peran Strategis Petanian dalam Pengembangan Agroindustri Jagung, 20 Desember 2004 di Balitbang Pertanian, Jakarta. Anonim. Musim Kemarau datang, Sistem Irigasi Mikro di Lahan Kering Jadi Pilihan. Sinar Tani Edisi 23-29 Agustus 2006 Ardiansyah. 2009. Menuju Solusi Krisis Pangan: Pengelolaan Blue Water dan Green Water Untuk Pertanian. Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), Purwokerto, Indonesia. http://io.ppijepang.org/article.php Sani, Hasrul. 2009. Pemulihan Lahan eks Tambang Timah. Mahasiswa TP2SLP Magister Sistem Teknik UGM. edisi: 24/Aug/2009 wib Tribowo R. Isnu, M.A. Hendarwin. 2008. Analisis Penggunaan Sistem Irigasi Tetes dengan Pompa Air Sumur Dangkal dan Penurunan Tinggi Level Muka Air Sumur. Balai Besar Pengembangan TTG-LIPI. Subang. http://library.thinkquest.org/26823/agriculture.htm http://io.ppijepang.org/article.php http://www.ide-india.org/ide/drip.shtml http://www.igin.com/article-237-drip-irrigation-technology.html http://www.irrigationtutorials.com/dripguide.htm http://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/Economy/eco3.html http://www.searnet.org/searnetfinal/enewsletter/Drip http://www.itb.ac.id/news/2140.xhtml

Anda mungkin juga menyukai