Anda di halaman 1dari 24

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi membran sebagai unit pengolah limbah saat ini sangat pesat dan banyak digunakan dalam proses pemisahan. Teknologi membran dipilih karena prosesnya yang sangat sederhana, konsumsi energi yang digunakan rendah, tidak merusak material, tidak menggunakan zat kimia tambahan dan tidak menghasilkan limbah baru sehingga tergolong sebagai clean technology. Operasi membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau lebih komponen dari aliran fluida melalui suatu penghalang tipis yang sangat selektif diantara dua fasa, hanya dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan komponen lain (Mulder, 1996). Susu merupakan salah satu bahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena mengandung protein tinggi untuk membantu proses metabolisme tubuh. Kandungan gizi yang terdapat dalam susu terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin (A, B1, C), dan air. Susu terbagi atas dua golongan yaitu susu olahan dan susu segar. Susu olahan merupakan susu yang telah melalui berbagai proses, salah satu produk yang dihasilkan diantaranya susu pasteurisasi. Susu pasteurisasi merupakan susu yang pada umumnya mengalami pengolahan dengan proses pemanasan pada suhu tertentu, dengan tujuan membunuh m ikroorganisme yang bersifat patogen sehingga aman untuk dikonsumsi. Susu dengan kadar air rendah dapat diperoleh dengan cara proses pemekatan. Proses pemekatan susu yang sekarang ini biasa digunakan adalah proses evaporasi. Umumnya masyarakat cenderung

mengkonsumsi susu olahan dibandingkan dengan susu segar. Hal ini disebabkan karena susu olahan telah mengalami perlakuan khusus atau proses tertentu di dalam industri seperti susu bubuk, full cream, low fat, dan lain-lain. Sisi lain tak sedikit pula masyarakat yang mengkonsumsi langsung susu sapi segar. Susu sapi segar memiliki kandungan air yang cukup besar yaitu sekitar 88,3% per 100 gr air susu sapi segar dan gizi yang terkandung didalamnya sekitar 11,7 % per 100 gr air susu sapi segar. Penelitian ini menggunakan dua buah membran yaitu membran mikrofiltrasi jenis tubular dan membran reverse osmosis jenis spiral wound. Membran mikrofiltrasi berfungsi untuk mengurangi kadar lemak dan jumlah mikroorganisme tetapi mempertahankan kadar protein tetap pada susu. Membran reverse osmosis berfungsi
1

untuk mengurangi kadar air pada proses pemekatan susu tanpa merubah komposisi yang lainnya. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka makalah ini disusun untuk mengkaji lebih dalam tentang teknologi membran. Makalah ini akan menyajikan bahasan tentang definisi membran, kelebihan dan kekurangan teknologi membran, klasifikasi membran, karakterisasi membran, proses pemisahan membran, material pembuat membran, dan peristiwa fouling, serta mengetahui cara memperoleh produk susu sapi yang berkadar air rendah, berkadar lemak rendah, berprotein tinggi, dan jumlah mikroorganismenya minimal.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang perlu dikaji lebih mendalam adalah bagaimana cara memperoleh produk susu sapi yang berkadar air rendah, berkadar lemak rendah, berprotein tinggi, dan jumlah mikroorganismenya minimal.

1.3 Tujuan Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui cara memperoleh produk susu sapi yang berkadar air rendah, berkadar lemak rendah, berprotein tinggi, dan jumlah mikroorganismenya minimal.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Membran Membran adalah selaput semi permeabel yang melewatkan spesi tertentu dan menahan spesi yang lain berdasarkan ukuran spesi yang akan dipisahkan. Spesi yang berukuran besar akan tertahan dan yang ukurannya lebih kecil akan dilewatkan (Mulder, 1996). 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Teknologi Membran Teknologi membran memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan proses lain yaitu pemisahan dapat dilakukan secara kontinu, konsumsi energi umumnya relatif lebih rendah, proses membran dapat mudah digabungkan dengan proses pemisahan lainnya (hybrid processing), pemisahan dapat dilakukan dalam kondisi yang mudah diciptakan, mudah dalam scale up, tidak perlu adanya bahan tambahan, material membran bervariasi sehingga mudah diadaptasikan pemakaiannya (Mulder,1996). Kekurangan teknologi membran antara lain : fluks dan selektifitas karena pada proses membran umumnya terjadi fenomena fluks berbanding terbalik dengan selektifitas. Semakin tinggi fluks seringkali berakibat menurunnya selektifitas dan sebaliknya. Sedangkan hal yang diinginkan dalam proses berbasiskan membran adalah mempertinggi fluks dan selektifitas (Mulder, 1996). 2.3 Klasifikasi Membran Mulder (1996) dan Wenten (1999) menyatakan bahwa membran dapat diklasifikasikan berdasarkan keberadaan (eksistensi), morfologi, fungsi, dan bentuk. Berdasarkan keberadaannya membran dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu membran alamiah yang terdapat di dalam jaringan tubuh organisme, berfungsi melindungi isi sel dari pengaruh lingkungan dan membantu proses metabolisme, membran sintetik yang dibuat secara sengaja untuk kebutuhan dan disesuaikan dengan sifat membran alamiah. Membran sintetik dapat dibuat dari polimer seperti polikarbonat, polipropilen, polietilen, poliamida, nilon, selulosa asetat dan polisulpon. Bahan-bahan lain yang dapat digunakan antara lain keramik, gelas, logam, dan lain-lain.

Gambar 1. Membran waterfine berbentuk Hollow Fiber Membran juga dapat dibagi berdasarkan morfologinya menjadi dua golongan yaitu membran asimetrik yang mempunyai struktur pori yang tidak seragam, dan membran simetrik yang mempunyai struktur pori yang seragam. Berdasarkan fungsinya membran dapat dibagi menjadi membran mikrofiltrasi, membran ultrafiltrasi, membran osmosa balik, membran dialisa, dan membran elektrodialisis.

Gambar 2. Klasifikasi membran (http://www.kochmembranesystems.com) Membran mikrofiltrasi (MF) adalah membran yang memisahkan partikel berukuran mikron atau submikron (makromolekul > 500.000 g/mol atau partikel dengan ukuran 0,1-10 m). Lazimnya berbentuk cartridge, gunanya untuk menghilangkan
4

partikel dari air bersih (telah diberi perlakuan) yang berukuran 0,04 sampai 100 mikron, asalkan kandungan TSS (total suspended solid) tidak melebihi 100 ppm (Mulder, 1996). Membran ultrafiltrasi (UF), ialah proses pemisahan (menggunakan) membran untuk menghilangkan berbagai zat terlarut BM (berat molekul) tinggi , aneka koloid, mikroba sampai padatan tersuspensi dari air/cairan. Membran semipermeabel dipakai untuk memisahkan makromolekul (makromolekul > 5.000 g/mol atau partikel dengan ukuran 0,001-0,1 m) dari larutan. Ukuran dan bentuk molekul terlarut merupakan

faktor penting retensinya (Mulder, 1996). Membran berdasarkan bentuknya dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu membran datar yang mempunyai penampang lintang dan bentuknya melebar dan membran tubular yang berbentuk pipa memanjang. Membran datar dapat terbagi menjadi tiga macam membran datar yang terdiri dari satu lembar saja, membran datar bersusun, dan membran spiral bergulung. Membran tubular dibagi menjadi tiga macam membran berongga dengan diameter < 0,5 mm, membran kapiler dengan diameter 0,55,0 mm, dan membran tubular dengan diameter > 5 mm (Mulder, 1996). Menurut Mulder (1996), membran juga dibedakan berdasarkan ukuran porinya, yaitu makropori, yaitu membran dengan ukuran pori yang lebih besar dari 50 nm, mesopori, yaitu ukuran pori berkisar 2-50 nm, dan mikropori, yaitu ukuran pori yang lebih kecil dari 2 nm. Membran berdasarkan gaya penggeraknya dapat dibedakan atas 4 kelompok, yaitu gaya penggerak berupa perbedaan tekanan ( P), perbedaan konsentrasi ( C), perbedaan temperatur ( T), dan perbedaan potensial kimia. (Kaseno, 1999). 2.4 Karakterisasi Membran Kinerja (performance) membran dalam pemisahan terutama dipengaruhi oleh karakteristik membran yang digunakan, selain itu juga dipengaruhi oleh desain proses, dan aspek teknik kimianya. Penilaian terhadap karakteristik membran meliputi struktur dan ukuran pori serta sifat fisik mekanik dan kimia membran (Brocks, 1983). Sifat-sifat kimia membran yang penting antara lain sifat hidrofilik atau hidrofobik, ada atau tidaknya muatan ion, ketahanan terhadap suhu tinggi dan zat-zat kimia tertentu, serta daya tarik terhadap partikel dalam umpan. Selain itu menurut Brocks (1983), kandungan mineral yang terdapat dalam membran dan zat yang dapat larut dalam larutan yang dipisahkan perlu diperhatikan. Sifat-sifat kimia membran terutama dipengaruhi oleh bahan yang digunakan untuk pembuatan membran. Beberapa
5

sifat mekanik membran yang penting meliputi kekuatan tarik (tensile strength) dan elongasi. Selain itu dapat juga dilakukan pengujian terhadap kekuatan lentur, kekuatan patah, dan modulus elastisitas terutama untuk keperluan operasi secara fabrikasi. Sifatsifat mekanik membran dapat diperbaiki dengan beberapa cara antara lain pemanasan (annealing) dan dengan cara meningkatkan derajat kristalinitas bahan yang digunakan (Brocks, 1983). Karakteristik membran dipengaruhi oleh jenis bahan pembuat dan proses pembuatan memban tersebut. Membran yang dibuat dari selulosa dan turunannya pada umumnya mempunyai kekuatan tarik yang lebih tinggi dari membran polimer sintetis. Sebaliknya membran polimer sintetis umumnya lebih tahan terhadap pH umpan dibandingkan membran selulosa. Masing-masing membran mempunyai kelebihan dan kekurangan (Brocks, 1983). Parameter utama yang digunakan dalam penilaian kinerja membran filtrasi adalah harga fluks dan rejeksi (Wenten, 1999). Secara umum nilai fluks dinyatakan sebagai permeabilitas hidrolik (hydrolic transmembrane flux) yang dihitung sebagai aliran cairan yang melalui unit luas permukaan membran pada tekanan tertentu. 2.5 Proses Pemisahan Membran Proses pemisahan dengan menggunakan membran mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Menurut Wenten (1999) secara umum proses pemisahan dengan menggunakan membran mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan proses pemisahan yang lain, diantaranya adalah konsumsi energi relatif kecil, karena tidak terjadi perubahan fase dalam proses pemisahannya, biaya operasi relatif rendah karena tidak menggunakan bahan kimia, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan karena dalam prosesnya tidak memerlukan aditif, proses dapat berlangsung secara kontinu, dan tidak memerlukan ruang instalasi yang besar. Kelemahan proses pemisahan dengan menggunakan membran hanyalah mudah timbulnya polarisasi konsentrasi di permukaan membran yang dapat menurunkan fluks zat yang dipisahkan. Menurut Mulder (1996), umpan adalah larutan yang berisi satu atau lebih campuran molekul atau partikel yang akan dipisahkan, permeat adalah bagian-bagian yang dilewatkan oleh membran dan rentetat adalah bagian yang ditahan oleh membran. Prinsip pemisahan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3. Simulasi kinerja proses membran filtrasi (http://www.geocities.com)

Gambar 4. (a) dan (b) Simulasi cara kerja membran Hollow fiber

Menurut Wenten (1999), proses perpindahan suatu molekul atau partikel di dalam membran disebabkan kerena adanya gaya yang bekerja pada molekul atau partikel di dalam membran. Gaya dorong (driving force) didefinisikan sebagai besarnya beda potensial pada membran ( X) dibagi dengan ketebalan membran (l).


Menurut Mulder (1996), gaya-gaya pendorong ini dapat berasal dari gradien tekanan, gradien konsentrasi, gradien potensial listrik atau gradien temperatur antara dua sub sistem yang dipisahkan.

Gambar 5. Prinsip operasi membran (Mulder, 1996)

Keterangan : P = perbedaan tekanan C = perbedaan konsentrasi E = perbedaan potensial listrik T = perbedaan temperatur

Menurut Mulder (1996), kinerja dan efisiensi membran ditentukan oleh dua parameter yaitu permeat atau fluks dan selektivitas atau rejeksi. Fluks adalah jumlah permeat yang diperoleh pada operasi membran per satuan luas permukaan membrane dan per satuan waktu. Fluks volume dapat dinyatakan sebagai berikut :

Keterangan : Jv = fluks volume (l/m2.jam) T = waktu (jam) A = luas permukaan membran (m2 ) V = volume permeat (l) Kisaran fluks dan tekanan yang dibutuhkan oleh beberapa jenis membran filtrasi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 1. Selang fluks dan tekanan

Sumber : Mulder (1996) Parameter membran yang penting lainnya adalah selektivitas atau rejeksi. Selektivitas merupakan kemampuan untuk memilih zat yang harus tersaring. Selektivitas membran terhadap campuran ditentukan dengan parameter tahanan (Mulder, 1996). Rejeksi adalah kemampuan membran untuk menahan suatu komponen agar tidak melewati membran (Wenten, 1999). Menurut Wenten (1999) nilai rejeksi suatu solute dinyatakan sebagai berikut:

Keterangan : R M1 CM1 (permeat) CM1 (feed) = persentasi tahanan = konsentrasi partikel dalam permeat = konsentrasi partikel dalam umpan

Nilai R tidak tergantung pada satuan konsentrasi. Nilai R bervariasi antara 0100%. Nilai R 100% artinya pemisahan partikel sempurna, dalam hal ini membrane semipermeabel ideal dan nilai R sama dengan 0% artinya seluruh partikel larutan melewati membran secara bersama sama. Beberapa industri manufaktur menggunakan konsep moleculer weight cut off (MWCO) untuk mengkarakterisasi membran ultrafiltrasi. MWCO didefinisikan sebagai berat molekul yang 90 % direjeksi oleh membran. Nilai cut off 40000 berarti lebih dari 90 % zat terlarut dengan berat molekul 40000 akan direjeksi oleh membran. Wenten (1999) menyatakan bahwa terdapat empat jenis desain membran yaitu dead- end, cross- flow, hibrid dead-end cross-flow, dan cascade. Perbedaan aliran pada sistem dead-end dan cross-flow diilustrasikan pada Gambar 8. Pada sistem dead-end , arah aliran tegak lurus terhadap membran. Sistem ini mempunyai kelemahan yaitu cenderung mengakibatkan fouling yang sangat tinggi karena terbentuknya cake di permukaan membran pada sisi umpan. Sistem crossflow, umpan dialirkan dengan arah aksial (sejajar) dengan permukaan membran. Karena aliran seperti itu, pembentukan cake terjadi sangat lambat karena tersapu oleh gaya geser yang disebabkan oleh aliran crossflow umpan. Pada aplikasi dalam industri, operasi secara crossflow lebih disukai.

Gambar 6. Sistem Crossflow (http://www.pcims.com)

2.6 Material Pembuat membran Membran dapat diproduksi dari bahan organik maupun anorganik. Membran anorganik terdiri dari 4 macam tipe yaitu membran keramik, membran gelas, membran metal (termasuk karbon), dan membran ziolit. Sedangkan membran yang dihasilkan dari bahan organik diantaranya adalah selulosa asetat (CA), selulosa triasetat (CTA), regenerated selulosa (RA), poliakrilonitril (PAL), polivinilidinedifluoride (PVDF), PTFE, poliamida (PA), polisulfon (PS), polietersulfon (PES), sulfonated polietersulfon (PSS) dan poliolefin (PO) (Wenten, 1999). 2.7 Peristiwa Fouling Salah satu faktor yang menyebabkan keterbatasan penggunaan membran berpori adalah fouling. Fouling adalah perubahan yang bersifat irreversible yang disebabkan oleh interaksi secara fisik dan kimiawi antara membran dan partikel yang terdapat dalam proses pemisahan. Membran fouling diidentikkan dengan penurunan fluks permeat dan perubahan selektivitas pada membran. Perubahan ini dapat berlangsung selama proses dan membutuhkan penanganan yang serius dan mahal termasuk

10

penggantian membran (Wenten, 1999). Proses penurunan fluks selama filtrasi dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 7. Penurunan fluks pada filtrasi dead-end (a) dan crossflow (b)

Menurut Wenten (1999), kata irreversible pada peristiwa fouling bersifat relatif. Perubahan sifat-sifat membran dapat dikembalikan dengan melakukan backflushing, penggunaan laju alir silang yang tinggi atau metode pembersihan secara kimiawi.

Gambar 8. Faktor faktor yang mempengaruhi fluks (Mulder, 1996)

11

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Percobaan Salah satu proses pemisahan membrane mikrofiltrasi dapat diaplikasikan pada proses pengolahan susu sapi segar sebagai suatu proses pasteurisasi sehingga mampu mempertahankan karakteristik khasnya seperti nilai gizi pada susu. Proses mikrofiltrasi merupakan proses pemisahan partikel-partikel dan mikroorganisme dalam larutannya. Proses ini berlangsung dan difasilitasi oleh membrane mikrofiltrasi. Membran mikrofiltrasi memiliki ukuran pori antara 0.3 m 0.45 m, sehingga lebih efektif

menahan mikroorganisme dan bahan -bahan yang ukurannya lebih besar dari rata-rata ukuran pori karena penahan adsorptif. Mekanisme pemisahan yang terjadi berdasarkan mekanisme sieving dan memiliki tekanan (driving force) sebesar 1 bar sampai 4 bar. Susu sapi segar dipompakan ke sel pengujian membran tubular sehingga terjadi pemisahan antara permeate dan retentate. Permeate merupakan susu sapi segar yang lolos melalui membran dengan kandungan protein tetap atau lebih tinggi, kandungan lemak lebih rendah, dan jumlah mikroorganisme lebih rendah, sedangkan retentate berupa susu sapi segar yang tertahan dan tidak tersaring oleh p ermukaan membrane dengan kandungan protein lebih rendah, kandungan lemak lebih tinggi, jumlah mikroorganisme lebih tinggi. Proses reverse osmosis adalah salah satu pemekatan cairan yang menggunakan media membran dense dengan tahanan hidrodinamik yang besar. Membran reverse osmosis digunakan untuk memisahkan zat terlarut yang memiliki berat molekul rendah. Umumnya besar tekanan kerja yang diterapkan minimal 3 kali lipat tekanan osmosis larutan, karena pori membran yang digunakan sangat kecil, mendekati dense, maka mekanisme pemisahan yang terjadi tidak berdasarkan ukuran molekul tetapi lebih berdasarkan mekanisme solution diffusion, dimana sebagai driving force berupa tekanan yang diberikan oleh diaphragm pump, sehingga peristiwa osmosis akan terjadi sebaliknya, yaitu perpindahan massa dari larutan pekat ke larutan encer. Dalam hal ini massa yang akan berpindah adalah air, karena membran yang digunakan hanya mampu dilewati oleh air, maka analisis yang dilakukan hanyalah menentukan kadar air yang

12

terdapat pada retentate-nya. Adapun spesifikasi kedua membran dapat dilihat dari tabel dibawah ini: Tabel 2 Spesifikasi Membra Reverse Osmosis

Tabel 3 Spesifikasi Membran Mikrofiltrasi

13

3.2 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu peralatan utama, digunakan untuk melangsungkan proses pemisahan, dan peralatan pendukung digunakan dalam persiapan pelaksanaan percobaan serta analisis. Bahan yang digunakan yaitu susu sapi segar dan aqua DM. 3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Tahap Pendahuluan Tahap ini mempersiapkan susu sapi segar dan merangkai seperangkat alat mikrofiltrasi dan reverse osmosis 3.3.2 Tahap Pemisahan dengan Membran Tahap ini melekukan pemisahan dengan membran mikrofiltrasi dan melakukan pemisahan dengan membran reverse osmosis 3.3.3 Tahap Pencucian Alat Tahap ini dilakukan untuk membersihkan membran setiap selesai proses pemisahan. 3.3.4 Analisis Analisis dari hasil mikrofiltrasi adalah kandungan lemak, kandungan protein, jumlah mikroorganisme, dan kadar air di dalam susu sapi yang terkandung dalam permeate, sedangkan analisis dari hasil reverse osmosis adalah kadar air yang terkandung dalam retentate .

14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Mikrofiltrasi 4.1.1 Pengaruh Beda Tekan terhadap Persen Kadar Lemak di permeat

Gambar 1. Kurva Pengaruh Beda Tekan terhadap Persen Kadar Lemak di permeat Berdasarkan grafik di atas, pada beda tekan 1 bar diperoleh persen kadar lemak sebesar 2.04%. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan persen kadar lemak, dimana sebelum dilakukan proses mikrofiltrasi persen kadar lemak pada susu sebesar 2.7%. Tetapi ketika beda tekan dinaikkan menjadi 2 bar, persen kadar lemak pada susu hasil proses mikrofiltrasi naik kembali menjadi 2.68% dan ketika beda tekan dinaikkan kembali menjadi 3 bar, persen kadar lemak pada susu dari hasil proses mikrofiltrasi turun menjadi 2.56 %. Hal ini juga terjadi penurunan pada beda tekan 4 bar, dimana persen kadar lemak pada susu hasil proses mikrofiltrasi sebesar 2.52 %. Secara teori persen kadar lemak hasil proses mikrofiltrasi harus turun dikarenakan ukuran molekul lemak lebih besar yaitu sebesar (0.122) m dibandingkan ukuran pori membrane mikrofiltrasi sebesar 0.3 m sehingga sebagian besar lemak akan tertahan dan susu yang dihasilkan dari proses mikrofiltrasi akan memiliki kadar lemak yang berkurang. Tetapi dari hasil penelitian yang dilakukan, susu yang dihasilkan dari proses mikrofiltrasi masih memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi. Hal ini mungkin disebabkan lemak yang memiliki ukuran molekul lebih kecil dari ukuran pori

15

membran 0.3 m jumlahnya relatif banyak sehingga masih banyak lemak yang lolos melewati membran mikrofiltrasi. Perbedaan beda tekan yang digunakan pada proses mikrofiltrasi akan mempengaruhi persen kadar lemak pada susu yang dihasilkan dari proses mikrofiltrasi. Pada beda tekan 1 bar, persen kadar lemak pada susu yang dihasilkan mengalami penurunan dibandingkan persen kadar lemak pada susu sebelum dilakukan proses mikrofiltrasi. Hal ini disebabkan sebagian lemak yang memiliki molekul yang lebih besar akan tertahan di permukaan membran sebagai produk retentate dan sebagian lemak yang memiliki ukuran molekul yang lebih kecil akan lolos melewati membran sebagai produk permeate. Tetapi pada beda tekan 2 bar, persen kadar lemak pada susu naik. Namun kenaikan persen kadar lemaknya tidak sebesar persen kadar lemak awal sebelum dilakukan proses mikrofiltrasi, hal ini disebabkan dengan beda tekan yang semakin besar maka fluks yang dihasilkan akan semakin besar pula. Ini berarti akan semakin banyak molekul lemak yang berukuran lebih kecil dibandingkan ukuran pori membran yang dapat melewati membran sehingga dalam hal ini persen kadar lemak pada susu menjadi meningkat. Pada beda tekan yang lebih besar lagi yaitu pada beda tekan 3 bar dan 4 bar, semakin besar beda tekan yang digunakan maka kadar lemak yang dihasilkan akan semakin rendah. Hal ini bertolak belakang dengan teori yang mengatakan bahwa semakin besar beda tekan maka fluksnya akan semakin besar. Hal ini disebabkan semakin tinggi fluks, fouling yang terjadi di permukaan membran akan semakin besar. Ini bisa terlihat dari waktu jenuh yang dihasilkan dari penelitian ini, dimana semakin besar beda tekan maka waktu jenuhnya akan semakin pendek. Akibatnya semakin cepat waktu berhenti maka lemak yang berpindah ke permeate lebih sedikit sehingga lemak yang tertahan di permukaan membran lebih banyak dan persen kadar lemak yang dihasilkan pada proses mikrofiltrasi untuk beda tekan tesebut semakin rendah.

16

4.1.2 Pengaruh Beda Tekan terhadap Persen Kadar Protein di permeat

Gambar 2. Kurva Pengaruh Beda Tekan terhadap Persen Kadar Protein di permeat Berdasarkan grafik di atas, pada beda tekan 1 bar diperoleh persen kadar protein sebesar 5.08%. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan persen kadar protein, dimana sebelum dilakukan proses mikrofiltrasi persen kadar protein pada susu sebesar 5 %. Ketika beda tekan dinaikkan lagi menjadi 2 bar, persen kadar protein pada susu hasil proses mikrofiltrasi naik kembali menjadi 5.09 %, begitu juga dengan beda tekan 3 bar dan 4 bar, dimana persen kadar protein meningkat sebesar 5.14 % dan 5.21%. Secara teori persen kadar protein hasil proses mikrofiltrasi harus tetap dikarenakan ukuran molekul protein lebih kecil ( lebih kecil dari ukuran molekul lemak, < 0.1 m)

dibandingkan ukuran pori membran mikrofiltrasi 0.3 m sehingga semua protein akan lolos melewati membran mikrofiltrasi. Hasil penelitian yang dilakukan, susu yang dihasilkan dari proses mikrofiltrasi pada masing-masing variasi beda tekan 1 bar sampai 4 bar, persen kadar proteinnya meningkat. Hal ini disebabkan semakin besar beda tekan, fluks akan semakin besar, fouling yang terjadi dipermukaan membran semakin besar, maka waktu jenuhnya semakin pendek sehingga kadar protein akan meningkat seiring dengan menurunnya volume permeate hasil proses mikrofiltrasi.

17

4.1.3 Pengaruh Beda Tekan terhadap Jumlah Mikroorganisme di permeat

Gambar 3. Kurva Pengaruh Beda Tekan terhadap Jumlah Mikroorganisme di permeat Berdasarkan grafik di atas, pada beda tekan 1 bar jumlah mikroorganisme pada susu menjadi 25100 koloni/ml. Hal ini menunjukkan penurunan jumlah mikroorganisme pada susu, dimana sebelum dilakukan proses mikrofiltrasi jumlah mikroorganisme pada susu sebanyak 122000 koloni/ml. Ketika beda tekan dinaikkan lagi menjadi 2 bar, jumlah mikroorganisme pada susu berkurang menjadi 20.300 koloni/ml. Begitu juga pada beda tekan 3 bar, jumlah mikroorganisme pada susu hasil mikrofiltrasi semakin berkurang menjadi 20.100 koloni/ml. Tetapi pada beda tekan 4 bar, jumlah mikroorganisme pada susu meningkat yaitu sebanyak 22 .400 koloni/ml. Secara teori jumlah mikrooganisme hasil proses mikrofiltrasi harus sedikit atau minimal. Hal ini dikarenakan ukuran mikroorganisme relatif lebih besar (0.55) m dibandingkan ukuran pori membran mikrofiltrasi. Hasil penelitian yang dilakukan, masih ada kandungan mikroorganisme pada susu, hal ini disebabkan mungkin sebagian kecil dari mikroorganisme tersebut memiliki ukuran yang lebih kecil dari 0.5 mikroorgansime pada susu masih ada yang lolos. Perbedaan beda tekan yang digunakan pada proses mikrofiltrasi akan mempengaruhi jumlah mikrooganisme pada susu yang dihasilkan dari proses mikrofiltrasi. Pada beda tekan 1 bar, jumlah mikroorganisme pada susu yang dihasilkan mengalami penurunan dibandingkan jumlah mikroorganisme pada susu awal sebelum dilakukan proses mikrofiltrasi. Begitu juga dengan beda tekan 2 bar dan 3 bar dimana jumlah mikroorganisme pada susu menurun. Hal ini disebabkan sebagian besar
18

m sehingga

mikroorganisme yang memiliki molekul yang lebih besar tertahan di permukaan membran. Tetapi dari hasil penelitian yang dilakukan pada beda tekan lebih besar lagi yaitu pada beda tekan 4 bar, jumlah mikroorganisme yang dihasilkan pada proses mikrofiltrasi menjadi meningkat. Hal ini dikarenakan dengan beda tekan yang besar, fluks akan semakin besar maka ukuran mikroorganisme yang lebih kecil akan lebih banyak lagi yang terdorong sehingga mikroorganisme pada susu masih ada yang lolos melewati membran mikrofiltrasi.

4.2 Proses Reverse Osmosis untuk Menentukan Beda Tekan Optimum 4.2.1 Hubungan Persen Kadar Air di permeat terhadap Waktu pada Variasi Beda Tekan

Gambar 4. Kurva hubungan persen kadar air di permeat terhadap waktu pada variasi beda tekan Berdasarkan grafik di atas, pada beda tekan 6 bar, persen kadar air yang terkandung pada retentate hasil proses reverse osmosis susu sapi sebesar 84.84% volume dengan waktu jenuh 422.42 menit. Pada beda tekan 7 bar, persen kadar air pada susu sapi sebesar 78.5% volume dengan waktu jenuh 404.21 menit. Pada beda tekan 8 bar, persen kadar air pada susu sapi sebesar 70.97% volume dengan waktu jenuh 296.33 menit. Pada beda tekan 8.5 bar, persen kadar air pada susu sapi sebesar 74.31 % volume dengan waktu jenuh 270 menit. Hal ini terlihat bahwa pada beda tekan 6 bar, 7 bar, dan 8 bar persen kadar air pada retentate hasil proses reverse osmosis menurun. Tetapi pada beda tekan 8.5 bar, persen kadar air pada retentate hasil proses reverse osmosis meningkat lagi. Peningkatan kadar air disebabkan fouling dipermukaan membran semakin banyak sehingga proses reverse osmosis berhenti lebih cepat yang
19

mengakibatkan persen kadar air di retentate menurun atau air yang lolos ke permeate sedikit. Secara teori semakin besar beda tekan, persen kadar air yang terdapat pada retentate hasil proses reverse osmosis akan semakin kecil dimana driving force yang semakin besar dan fluks semakin besar. Hal ini disebabkan semakin banyak air yang berpindah melewatimembran reverse osmosis. Tetapi dengan beda tekan yang semakin besar, pembentukan fouling dipermukaan membran akan semakin banyak, hal ini menyebabkan waktu jenuhnya semakin pendek. 4.2.2 Penentuan Beda Tekan Optimum

Gambar 5. Kurva Pengaruh Beda Tekan terhadap Persen Kadar Air di permeat pada Waktu 270 menit Berdasarkan grafik di atas dengan waktu 270 menit, dari beda tekan 6 bar, 7 bar, dan 8 bar, persen kadar air pada retentate hasil proses reverse osmosis sebesar 86.60% volume, 82.87% volume, dan 73.58% volume dimana terjadi penurunan % kadar air pada susu sapi. Tetapi pada beda tekan 8.5 bar, persen kadar air pada retentate hasil proses reverse osmosis naik kembali menjadi 74.31% volume. Peningkatan kadar air disebabkan fouling dipermukaan membran semakin banyak sehingga proses reverse osmosis berhenti lebih cepat yang mengakibatkan persen kadar air di retentate menurun atau air yang lolos ke permeate sedikit. Secara teori, semakin besar beda tekan, fluks akan semakin besar, driving force yang terjadi dipermukaan membran semakin besar maka penghilangan kadar air pada retentate hasil proses reverse osmosis semakin meningkat dan jumlah air yang dipisahkan semakin besar (persen kadar air pada retentate semakin kecil). Hal ini juga mengakibatkan fouling dipermukaan membran akan semakin banyak sehingga waktu jenuhnya akan semakin cepat. Untuk itu dapat diketahui bahwa beda tekan optimum adalah pada beda tekan 8 bar dimana
20

menghasilkan kadar air paling rendah. Kadar air pada retentate hasil proses reverse osmosis yang dihasilkan untuk kondisi optimum pada waktu 270 menit adalah sebesar 73.58 % volume.

4.3 Proses Reverse Osmosis pada Beda Tekan Optimum 8 bar untuk Susu Hasil Proses Mikrofiltrasi 4.3.1 Hubungan Persen Kadar Air di permeat terhadap Waktu pada Beda Tekan Optimum 8 bar

Gambar 6. Kurva hubungan persen kadar air di permeat terhadap waktu pada beda tekan optimum 8 bar (masing- masing variasi beda tekan hasil proses mikrofiltrasi 1 bar, 2 bar, 3 bar, dan 4 bar) Berdasarkan grafik di atas pada beda tekan optimum yang sama (beda tekan 8 bar), semakin lama waktu filtrasi maka akan menghasilkan persen kadar air yang rendah dimana terlihat pada masing-masing variasi susu hasil proses mikrofiltrasi yang memiliki kadar air yang berbeda-beda. Pada susu 1 dari hasil proses mikrofiltrasi, persen kadar air retentate hasil proses reverse osmosis sebesar 82.95 % volume. Pada susu 2 dan susu 3 hasil proses mikrofiltrasi, persen kadar air retentate hasil proses reverse osmosis menurun menjadi 82.66 % volume dan 81.63 % volume. Pada susu 4 hasil proses mikrofiltrasi, persen kadar air retentate hasil proses reverse osmosis turun lagi menjadi 79.8 % volume. Jumlah padatan yang terkandung dalam susu 4 lebih banyak dibandingkan dengan susu yang lain, dan karena dilakukan pada beda tekan yang sama maka fluksnya juga sama. Susu yang memiliki kadar air yang paling rendah, padatannya lebih banyak dan cenderung mengalami fouling lebih banyak yang mengakibatkan waktu jenuhnya akan semakin pendek. Demikian pula persen kadar air
21

yang dihasilkan untuk susu yang umpan awalnya memiliki kandungan air yang relatif lebih sedikit untuk beda tekan yang sama (fluks sama akan menghasilkan persen kadar air lebih sedikit seperti yang terlihat pada gambar di atas).

4.4 Komposisi Susu Hasil Proses Mikrofiltrasi dan Reverse Osmosis Tabel 4. Komposisi Susu Hasil Proses Mikrofiltrasi dan Reverse Osmosis

Tabel di atas terlihat bahwa persen kadar air menurun dikarenakan umpan susu 4 memiliki persen kadar air sebelumnya lebih rendah. Untuk kadar lemak dan kadar protein susu 4 memiliki persen kadar lemak dan persen kadar protein yang lebih besar dikarenakan persen padatan yang didalamnya terdapat lemak dan protein lebih besar dibandingkan susu 1, susu 2, dan susu 3. Persen kadar lemak dan kadar protein susu awal sebelum proses mikrofiltrasi adalah sebesar 2.73 % dan 5.17 % dengan persen kadar air sebesar 90.75 % volume. Dari hasil proses reverse osmosis diperoleh persen kadar lemak dan kadar protein cenderung meningkat dikarenakan persen kadar air akhir dari susunya menurun, tetapi jumlah lemak dan protein yang terdapat pada susu hasil proses reverse osmosis seharusnya sama atau tidak berubah dibandingkan dengan susu awal sebelum proses reverse osmosis yang tidak lain merupakan komposisi susu dari hasil proses mikrofiltrasi. Hal ini bisa diartikan persen kadar lemak yang tidak terlalu tinggi, persen kadar protein yang tinggi, persen kadar air yang rendah dibandingkan dengan komposisi susu per 100 gram susu sapi segar dari literatur yang memiliki kadar lemak sebesar 3.5 % dalam 100 gram susu sapi segar, kadar protein sebesar 3.2 % dalam 100 gram susu sapi segar, dan kadar air sebesar 88.3 % dalam 100 gram susu sapi segar.

22

V. KESIMPULAN

1. Hasil dari proses mikrofiltrasi diperoleh susu dengan kadar lemak yang lebih rendah, kadar protein yang tinggi, dan jumlah mikroorganisme yang minimal. 2. Beda tekan kerja optimum dari proses reverse osmosis yang menghasilkan kadar air paling rendah diperoleh pada beda tekan 8 bar. 3. Pada proses mikrofiltrasi dan proses reverse osmosis, semakin besar beda tekan, fluks akan semakin besar, maka fouling dipermukaan membran akan semakin banyak, hal ini mengakibatkan waktu jenuhnya semakin pendek. 4. Susu terbaik yang dihasilkan dari penelitian ini diperoleh pada kondisi mikrofiltrasi dengan beda tekan 4 bar dan reverse osmosis pada beda tekan 8 bar dengan komposisi kandungan gizi pada susu yang memiliki kadar lemak yang tidak terlalu tinggi yaitu sebesar 2.96 %, kadar protein yang tinggi sebesar 6.96 %, dan kadar air yang rendah sebesar 79.8 % volume.

23

DAFTAR PUSTAKA

Aspiyanto, Mahyudin Abdul Rachman, 2005, Potensi Teknologi Membran Dalam Proses Pembuatan Susu Rendah Lemak Sebagai Alternatif Pengganti Pasteurisasi, Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif. Brocks, T. D, 1983, Membran Filtration, A Users Guide and Reverence Manual. Science Tech. Ins. Madison. Cherryan, M., 1986, Ultrafiltration Handbook, Technomic Publ. Co. Mulder, M., 1996, Basic Principles of Membrane Technology, Kluwer Academic Publisher,Dordrecht. Puwiyatno Hariyadi., 2005, Teknologi Mikrofiltrasi, Departement of Food Science and Teknology IPB,Bogor Ronny Kurniawan, Angga Ryadi, dan Johan, 2005, Pemekatan Susu Sapi Dengan Proses Reverse Osmosis, Prosiding Seminar Nasional Tjipto Utomo Itenas. Wenten, I.G., 1995, Mechanism and Control of Fouling in Crossflow Microfiltration, J.Filtration and Separation, Elsevier

24

Anda mungkin juga menyukai