Anda di halaman 1dari 49

KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA

BAB XIX KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA

A. PENDAHULUAN Jumlah penduduk yang besar, tingkat pertumbuhannya yang masih tinggi, dan penyebaran antar daerah yang kurang seimbang merupakan ciri penduduk Indonesia dan merupakan masalah pokok di bidang kependudukan. Keadaan penduduk yang demikian ini telah mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat dan pada akhirnya dapat memperlambat tercapainya tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan penduduk, semakin besar usaha yang diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat tertentu dan semakin besar pula usaha yang diperlukan untuk mencapai tingkat pemerataan kesejahteraan rakyat. Pertumbuhan penduduk yang masih tinggi disebabkan tingkat kelahiran masih lebih tinggi dibandingkan tingkat kematian penduduk. Hal ini selanjutnya mengakibatkan proporsi penduduk dengan usia muda yang besar, sehingga kelompok penduduk yang secara langsung ikut dalam proses produksi harus memikul beban yang relatif lebih berat untuk melayani kebutuhan penduduk yang belum termasuk dalam kelompok usia kerja. Makin besarnya jumlah penduduk usia muda mengakibatkan juga peningkatan kebutuhan pendidikan, penyediaan lapangan kerja dan kebutuhan-kebutuhan lain untuk menunjang kesejahteraan penduduk. Penyebaran penduduk antar daerah yang kurang seimbang juga menimbulkan masalah pemanfaatan sumber alam dan sumber daya manusia bagi pembangunan. Di daerah dengan kepadatan penduduk tinggi, timbul tekanan yang besar bagi tanah, hutan dan air serta sumber-sumber alam lainnya di samping menyempitnya kesempatan bagi penduduk untuk memakai sumber-sumber alam tersebut. Sementara itu, sumber-sumber alam di daerah jarang penduduk masih belum termanfaatkan sepenuhnya. Keadaan ini merupakan kendala bagi pencapaian tujuan pemerataan kesejahteraan rakyat antar daerah.

XIX/3

B.

KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH 1. Kependudukan

Kebijaksanaan dan langkah-langkah dalam bidang kependudukan dan keluarga berencana sejak Repelita I merupakan bagian dari serangkaian langkah-langkah jangka panjang dalam pengendalian pertumbuhan penduduk dan merupakan pula bagian terpadu dari usaha pembangunan lainnya. Dengan demikian, diharapkan tercapai keseimbangan yang baik antara jumlah dan kecepatan pertumbuhan penduduk dengan perkembangan sosial ekonomi. Dalam hubungan ini maka usaha-usaha operasional dibidang kependudukan dijabarkan kedalam berbagai sasaran kuantitatif dan kualitatif untuk menurunkan tingkat kelahiran dan kematian, memperpanjang tingkat harapan hidup, dan menyerasikan penyebaran penduduk dan tenaga kerja. Kebijaksanaan kependudukan juga diarahkan untuk menunjang tarap hidup, kesejahteraan dan kecerdasan bangsa serta tujuan-tujuan pembangunan lainnya. Usaha menurunkan tingkat kelahiran dilaksanakan melalui penyebarluasan dan penyediaan sarana-sarana keluarga berencana serta usaha meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek keluarga berencana. Di samping itu diusahakan juga berbagai kegiatan yang mendorong para keluarga untuk melaksanakan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Usaha menurunkan tingkat kematian terutama tingkat kematian bayi dan anak-anak dilaksanakan melalui berbagai upaya di bidang kesehatan, pangan dan gizi, pendidikan, perumahan dan penyediaan air bersih dan lain-lain. Penurunan tingkat kematian ini akan membawa dampak terhadap perpanjangan harapan hidup penduduk. Penyebaran penduduk dan tenaga kerja yang lebih seimbang dan serasi dilaksanakan melalui berbagai usaha di bidang transmigrasi, pembangunan daerah, pembangunan desa dan kota, pembangunan prasarana perhubungan dan jasa angkutan, dan penyebaran kegiatan pembangunan antar daerah. Pembangunan perkotaan diarahkan agar arus perpindahan penduduk tidak tertuju kepada kota-kota besar tertentu saja tetapi juga kepada berbagai kota kecil. Dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan memanfaatkan jumlah penduduk yang besar sebagai potensi bangsa telah ditingkatkan usaha-usaha pembinaan, pengembangan dan pemanfaat-

XIX/4

an potensi sumber daya manusia dengan meningkatkan pembangunan di berbagai sektor. Hal ini dilaksanakan dengan mengutamakan pembangunan yang dapat meningkatkan perluasan lapangan kerja, meningkatkan pengadaan pangan dan mutu gizi, memperluas fasilitas dan memperbaiki mutu pendidikan dan latihan kerja serta meningkatkan pelayanan kesehatan. Dengan demikian arah dan sasaran kebijaksanaan kependudukan dalam jangka panjang juga meliputi usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas penduduk baik kualitas fisik maupun non-fisik. Kualitas kependudukan perlu dikembangkan supaya penduduk Indonesia memiliki ketangguhan menanggapi dampak pembangunan terhadap lingkungan sosial-budaya serta memanfaatkan perkembangan-perkembangan yang menguntungkan bagi pembangunan. 2. Keluarga Berencana Pembangunan dan perbaikan keadaan sosial-ekonomi penduduk akan juga mengakibatkan penurunan tingkat kelahiran. Namun, pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pembangunan sosialekonomi mempunyai dampak yang sangat lambat terhadap penurunan tingkat kelahiran. Mengingat hal tersebut dan juga mengingat rawannya masalah kependudukan di Indonesia maka diperlukan usaha-usaha yang dapat menurunkan tingkat kelahiran secara langsung dan lebih cepat. Usaha tersebut dilaksanakan melalui program keluarga berencana. Dalam Repelita I, program keluarga berencana ditujukan untuk mengurangi kecepatan pertumbuhan penduduk dan sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak khususnya dan keluarga pada umumnya. Oleh karena itu, program keluarga berencana merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang lebih luas dan dilaksanakan di daerah-daerah padat penduduk yaitu Jawa dan Bali. Dalam perkembangan selanjutnya, program keluarga berencana ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak dengan mengatur kelahiran. Selanjutnya, sejak Repelita III, tujuan program keluarga berencana lebih dipertajam lagi yaitu mewujudkan keluarga bahagia yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran dalam rangka menjamin terkendalinya pertumbuhan penduduk. Jangkauan program keluarga berencana ke seluruh Indonesia dilakukan setahap demi setahap. Dalam Repelita I, program ini hanya dilaksanakan di Jawa-Bali yang sangat padat penduduknya. Dalam Repelita II, jangkauan program diperluas dengan

XIX/5

10 propinsi lain yaitu : Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. Selanjutnya, dalam Repelita III seluruh propinsi termasuk Timor Timur telah diliput program keluarga berencana. Pada tahun-tahun awal pelaksanaan program, pendekatan pelayanan keluarga berencana masih berpusat pada klinik-klinik dan rumah-rumah sakit. Dengan makin disadari pentingnya Keluarga Berencana bagi kesehatan dan kesejahteraan keluarga, mulai digalakkan keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan program. Sementara itu, pelaksanaan program yang berorientasi pada pendekatan wilayah secara taktis lebih dikembangkan. Artinya, kegiatan-kegiatan yang dilakukan tidak disamaratakan di setiap daerah tetapi setiap wilayah ditanggulangi sendirisendiri sesuai dengan situasi dan kondisi daerah yang bersangkutan. Daerah yang peserta keluarga berencananya banyak menggunakan kontrasepai pil dan metode sederhana lainnya diarahkan untuk memilih spiral atau IUD yang lebih murah dan telah diketahui mempunyai daya lindung yang lebih efektif. Dalam rangka peningkatan penggunaan metode yang lebih efektif, digalakkan kegiatan pelayanan bersama masyarakat. Guna menjamin kelestarian pemakaian alat kontrasepsi, dilaksanakan pula program-program integrasi seperti paket gizi sederhana. Dengan program ini diharapkan wanita yang sedang hamil atau mempunyai anak balita akan mendapatkan pelayanan kesehatan dan gizi sehingga mereka mempunyai anak yang lebih sehat dan selanjutnya mengurangi motivasi untuk mempunyai anak lagi. Di samping itu, di daerah yang sudah membentuk kelompok peserta Keluarga Berencana telah dikembangkan usaha untuk meningkatkan pendapatan mereka dengan memberi modal untuk melakukan usaha bersama yang produktif. Usaha untuk menyadarkan masyarakat terutama mereka yang belum memasuki usia subur mengenai masalah kependudukan dan keluarga berencana juga telah dilakukan melalui pendidikan kependudukan. Usaha ini mulai dirintis sejak Repelita II dan diharapkan dapat menjadi satu kesatuan dengan sistem pendidikan nasional baik melalui sekolah maupun luar sekolah. Dalam Repelita IV, jangkauan program keluarga berencana lebih dipertajam lagi tidak hanya melihat letak geografis tetapi juga ciri-ciri daerah maupun peserta keluarga berencana, misalnya umur, pendidikan, pekerjaan dan lain sebagainya. Dengan demikian, jangkauan program akan dapat mencakup seluruh

XIX/6

lapisan masyarakat. Secara kualitatif, program keluarga berencana diarahkan pada usaha mempercepat pelembagaan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dengan jalan meningkatkan mutu pengelolaan, pelayanan dan pengayoman serta mengembangkan proses alih peran program dan menjadikan program keluarga berencana sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan masyarakat itu sendiri. Di lain pihak, secara kuantitatif, program keluarga berencana diarahkan untuk membantu tercapainya sasaran penurunan tingkat kelahiran dalam jangka panjang, yaitu penurunan sebesar 50% dari tingkat kelahiran pada tahun 1971. C. PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBANGUNAN 1. Pertumbuhan Penduduk, Kelahiran dan Kematian Dalam kurun waktu tiga Repelita telah dilaksanakan usaha pengumpulan data kependudukan yaitu Sensus Penduduk yang dilaksanakan pada tahun 1971 dan tahun 1980, dan survai Penduduk Antar Sensus (SUPAS) yang dilaksanakan pada tahun 1976. Survai semacam ini akan dilaksanakan lagi pada tahun 1985 yang merupakan pertengahan antara Sensus Penduduk tahun 1980 dan 1990. Sebagai hasil dari kedua Sensus dan Survai tersebut, data kependudukan tidak hanya semakin banyak ragam dan jumlahnya tetapi juga dapat lebih dimantapkan kualitasnya. Salah satu kegunaan daripada data kependudukan tersebut adalah untuk memantapkan perhitungan proyeksi jumlah penduduk. Berdasarkan ketiga sumber data kependudukan tersebut dan hasil Sensus Penduduk 1961, penduduk Indonesia pada tahun 1978 dan 1983 diperkirakan berjumlah 141,4 juta dan 158,1 juta orang. Selama Repelita III jumlah penduduk telah meningkat dengan 16,7 juta orang atau sekitar 2,2% per tahun. Pada tahun 1984 penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah 161,6 juta orang. Menurut proyeksi penduduk Repelita III, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1978 adalah 136,6 juta dan pada tahun 1983 adalah 150,9 juta, yaitu meningkat dengan 14,3 juta atau 2,0% per tahun. Pertumbuhan penduduk selama Repelita III yang ternyata di atas perkiraan semula (proyeksi) disebabkan adanya perbedaan dampak berbagai kegiatan pembangunan terhadap sasaran-sasaran kependudukan dan keluarga berencana, terutama kematian dan kelahiran. Berbagai usaha pembangunan, khususnya di bidang kesehatan, ternyata telah berhasil menurunkan ting-

XIX/7

kat kematian dengan laju yang lebih cepat daripada yang dialami dalam penurunan tingkat kelahiran. Dengan kenyataan pengalaman ini, usaha menurunkan tingkat kelahiran secara langsung, melalui keluarga berencana, perlu ditingkatkan lagi di masa-masa yang akan datang. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1971 dan 1 9 8 0 , diperkirakan telah terjadi penurunan tingkat kematian bayi sekitar 2 3 % selama 10 tahun atau 2 , 6 % per tahun. Pada akhir Repelita III tingkat kematian bayi adalah sebesar 9 0 , 3 per seribu bayi yang dilahirkan hidup, sehingga diperkirakan angka harapan hidup pada saat kelahiran untuk penduduk Indonesia adalah 5 6 tahun. Walaupun tingkat kematian, terutama kematian bayi, telah mengalami penurunan yang cukup cepat, dirasakan bahwa tingkat kematian di Indonesia masih cukup tinggi. Untuk tujuan itu, usaha perbaikan derajat kesehatan dan gizi penduduk masih terus ditingkatkan karena keadaan kesehatan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kematian bayi dan anak. Di samping itu, perbaikan tingkat kesejahteraan penduduk juga akan membantu usaha penurunan tingkat kematian tersebut. Selama periode 1 9 6 7 - 7 0 tingkat kelahiran adalah sebesar 5.605 per seribu wanita berumur 1 5 - 4 9 tahun. Angka ini telah turun menjadi 4 . 6 8 0 pada periode 1976-79. Dengan demikian telah terjadi penurunan angka kelahiran sebesar 16,5% selama kurang lebih sembilan tahun atau rata-rata penurunan sebesar 1,86% per tahunnya. Dengan memperhatikan tingkat sosial-ekonomi dan pelaksanaan program keluarga berencana yang baru sekitar 7 tahun, penurunan angka kelahiran tersebut dirasa cukup tinggi. Walaupun demikian, karena tingkat kematian juga turun secara cepat dan tingkat kelahiran juga masih tinggi, masih diperlukan usaha untuk terus meningkatkan kecepatan penurunan angka kelahiran di Indonesia. Di samping program keluarga berencana, program kependudukan, usaha peningkatan kesejahteraan penduduk diharapkan akan dapat mendukung usaha tersebut. Dalam pada itu, terlihat pula adanya perbedaan penurunan tingkat kelahiran antar daerah. Jawa Timur dan Yogyakarta yang telah melaksanakan program keluarga berencana sejak tahun 1 9 7 0 mengalami penurunan tingkat kelahiran tercepat yaitu sekitar 3 % per tahun, sedangkan Nusa Tenggara Barat mempunyai penurunan terendah yaitu sekitar 2% per tahun.

XIX/8

Angka kelahiran menunjukkan jumlah anak yang dilahirkan oleh penduduk wanita. Dengan adanya penurunan tingkat kelahiran, maka angka kelahiran kasar akan mengalami penurunan. Dalam tahun 1967-70, angka kelahiran kasar adalah 43,77 per seribu penduduk. Pada tahun 1971-75 angka tersebut turun menjadi 40,18 dan pada tahun 1983 menurun lagi menjadi 3 3 , 4 6 . Dengan demikian telah terjadi penurunan angka kelahiran kasar sebesar 23,55% selama kurang lebih lima belas tahun atau sekitar 1,6% per tahun. Penurunan angka-angka kelahiran ini merupakan dampak usaha pembangunan di berbagai bidang seperti perbaikan tingkat pendidikan, perbaikan keadaan kesehatan, kenaikan umur perkawinan, kesertaan dalam program keluarga berencana dan sebagainya. 2. Penundaan umur perkawinan Umur perkawinan, khususnya bagi wanita, merupakan ciri kependudukan yang mempunyai pengaruh langsung terhadap tingkat kelahiran. Oleh karena itu, usaha untuk menurunkan tingkat kelahiran perlu pula didukung oleh usaha untuk menaikkan umur perkawinan. Undang-undang Perkawinan Tahun 1974 telah memberikan ketentuan umur minimum perkawinan bagi laki-laki 19 tahun sedangkan untuk wanita 16 tahun. Pada tahun 1976 terdapat 35,2% dari wanita Indonesia yang pernah kawin/melangsungkan perkawinannya sebelum umur 16 tahun. Persentase tersebut turun menjadi 32,1% pada tahun 1980. Hal ini menunjukkan bahwa selama empat tahun tersebut telah terjadi kecenderungan untuk menunda umur perkawinan bagi wanita. Gejala penundaan umur perkawinan bagi wanita ini disebabkan antara lain oleh makin luasnya kesempatan bersekolah. Dengan kebijaksanaan wajib belajar di bidang pendidikan pada Repelita IV, diharapkan umur perkawinan meningkat lebih cepat lagi. Walaupun telah terjadi kecenderungan peningkatan umur perkawinan diantara wanita di Indonesia, keadaan pada tahun 1980 masih menunjukkan bahwa 35% dari wanita berumur kurang dari 20 tahun telah melangsungkan perkawinannya sebelum umur 16 tahun. Oleh karena itu, melalui program kependudukan dan keluarga berencana telah ditumbuhkan dan digalakkan motivasi untuk tidak melangsungkan perkawinan pada usia terlalu muda. Wanita dimotivasi untuk melangsungkan perkawinan pada umur sesudah 20 tahun sedangkan laki-laki 25 tahun. Penundaan umur

XIX/9

perkawinan ini tidak hanya berguna bagi penurunan tingkat kelahiran di Indonesia tetapi lebih penting lagi bagi kesehatan dan keselamatan ibu dan anak. 3. Peningkatan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam mempengaruhi sikap untuk mendukung usaha-usaha di bidang kependudukan dan keluarga berencana. Makin tinggi pendidikan penduduk makin tinggi kesediaan mereka menerima tatanan hidup baru dan hal ini mendorong penurunan tingkat kelahiran. Usaha peningkatan dan pemerataan pendidikan penduduk telah banyak dilaksanakan sejak Repelita I. Selama Repelita III, telah dibangun sebanyak 74.740 buah gedung Sekolah Dasar, tambahan 110.700 ruang kelas baru serta rehabilitasi 106.000 gedung sekolah. Usaha ini makin ditingkatkan dalam Repelita IV sehingga daya tampung pendidikan makin besar. Pada tahun 1971, sekitar 40% dari penduduk umur 10 tahun dan lebih tidak/belum pernah sekolah. Persentase ini turun menjadi 27,5% pada tahun 1980 yang berarti telah turun sekitar 12,5%. Hal ini menunjukkan makin banyak penduduk yang bersekolah selama sepuluh tahun tersebut. Jika penurunan persentase tersebut dibandingkan antara laki-laki dan wanita, ternyata penurunan persentase untuk wanita lebih besar yaitu dari 50,9% menjadi 35,9%. Perkembangan ini menunjang program kependudukan dan keluarga berencana. Tingkat pendidikan diharapkan akan menjadi lebih baik lagi dalam periode Repelita IV dengan diberlakukannya wajib belajar bagi penduduk usia 7 12 tahun. 3. Program Terpadu Kependudukan dan Keluarga Berencana

Derajat kesehatan penduduk merupakan salah satu ciri tingkat kesejahteraan penduduk dan mempunyai pengaruh besar terhadap pencapaian sasaran-sasaran kependudukan dan keluarga berencana, khususnya kematian dan kelahiran. Derajat kesehatan penduduk sendiri ditentukan oleh keadaan gizi penduduk khususnya gizi bayi dan balita. Semakin tinggi gizi anak-anak akan semakin baik kesehatannya yang selanjutnya akan semakin rendah tingkat kematian anak. Hal ini akan membawa akibat menurunnya tingkat kelahiran karena motivasi untuk mempunyai anak yang banyak juga menurun. Berdasarkan pemikiran ini, dalam Repelita III telah dirintis program terpadu keluarga berencana dan gizi melalui program Usaha Peningkatan Gizi Ke-

XIX/10

luarga (UPGK). Melalui program ini, peserta keluarga berencana dapat memperoleh pelayanan keluarga berencana di samping pelayanan peningkatan gizi dan kesehatan bagi anak-anaknya. Di lain pihak, bagi wanita hamil atau yang baru saja mempunyai anak dan belum menjadi peserta keluarga berencana, diberikan juga pelayanan peningkatan gizi dan kesehatan sambil diberikan motivasi untuk berkeluarga berencana. Dengan demikian, di tempat yang sama, dapat diperoleh pelayanan beberapa kebutuhan yang saling berkaitan. Program terpadu UPGK ini mulai dirintis pada tahun 1978/79 dan mulai dilaksanakan dalam Repelita III di daerah-daerah Jawa dan Bali, Lampung dan Sumatera Barat. Jika pada awal Repelita III program ini baru mencakup 8.231 desa, pada akhir Repelita III telah dicakup 27.022 desa dan pada tahun 1984/85 telah bertambah dengan 1.500 desa. Di setiap desa yang melaksanakan program UPGK diadakan pos penimbangan yang semula dirintis oleh program tetapi kemudian dikembangkan oleh swadaya masyarakat. Pada saat ini diperkirakan terdapat 3-4 pos penimbangan di setiap desa yang sudah terlayani sedangkan penimbangan diperkirakan telah diberikan kepada sekitar 5,1 juta anak. Dengan melakukan pelayanan penimbangan serta pencatatan hasil penimbangan dapat dilakukan pengamatan berat badan anak balita serta penyuluhan gizi anak sehingga program ini diharapkan dapat meningkatkan gizi anak balita terutama dari keluarga peserta keluarga berencana yang akhirnya akan diperoleh suatu generasi yang lebih sehat dan cerdas. Di samping pelayanan penimbangan, program terpadu UPGK juga melakukan usaha peningkatan gizi keluarga dengan jalan memberikan contoh-contoh makanan keluarga yang mengandung nilai gizi yang tinggi. Kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan bersama organisasi wanita yang ada di daerah masing-masing maupun program Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Melalui usaha dan kegiatan ini telah pula diberikan latihan kependudukan dan keluarga berencana kepada Kader UPGK sehingga mereka dapat memberikan penerangan dan motivasi dalam program kependudukan dan keluarga berencana. Motivasi yang mereka berikan terutama kepada wanita hamil atau mereka yang baru saja mempunyai anak. Selama tiga tahun terakhir Repelita III telah dilatih Kader UPGK sebanyak 41.500 orang untuk tahun 1981/82, 68.178 orang untuk tahun 1982/83 dan 68.177 orang untuk tahun 1983/84 atau sebanyak 177.855 orang kader UPGK selama Repelita III. Pada tahun 1984/85, melalui program kependudukan dan keluarga berencana hanya diberikan

XIX/11

latihan kepada 3.224 orang kader UPGK karena pengelolaan program UPGK secara berangsur dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan. Dalam hubungan dengan usaha peningkatan kecerdasan anak untuk mendapatkan generasi yang sehat dan cerdas, sejak tahun 1984/85 telah dirintis kegiatan Bina Keluarga dan Balita. Kegiatan ini merupakan keterpaduan antara program kependudukan dan keluarga berencana dengan program peningkatan peranan wanita dan direncanakan untuk dilaksanakan pada tahap pertama di tiga belas propinsi. Kegiatan ini dilaksanakan dengan memberikan simulasi permainan edukatif kepada anak-anak sehingga dapat meningkatkan derajat kecerdasan mereka. Untuk melestarikan kesertaan dalam program keluarga berencana dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan keluarga telah diusahakan program peningkatan pendapatan peserta keluarga berencana (UPPKA) dan pemberian kelapa hibrida dan bea siswa. Program UPPKA telah dikembangkan di 18 propinsi dengan sasarannya peserta Keluarga Berencana di daerah miskin, padat penduduknya, dan telah membentuk paguyuban atau kelompok peserta. Kegiatan utama dari program ini berupa penyediaan modal kerja serta latihan keterampilan bagi wanita dan pemuda yang dilaksanakan melalui jalur paguyuban dan kelompok peserta keluarga berencana di bawah naungan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) maupun Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Modal yang diberikan kepada kelompok atau paguyuban peserta keluarga berencana digunakan dalam usaha berupa koperasi simpan pinjam atau memberikan kredit bagi usaha yang produktif. Sementara itu, penyuluhan dan tambahan keterampilan diberikan dalam bidang-bidang usaha yang akan dilakukan seperti memelihara ternak, anyam-anyaman, jahit-menjahit dan sebagainya. Hal ini diharapkan dapat membantu peningkatan pendapatan para peserta keluarga berencana dalam rangka pelembagaan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Pada akhir Repelita III, lebih dari 8.000 paguyuban telah mendapatkan bantuan modal. Pada tahun 1984/85, jumlah paguyuban yang telah mendapatkan bantuan modal adalah 13.837 buah. Cara lain dalam rangka merangsang tumbuhnya rasa kebanggaan memiliki, partisipasi dan tanggungjawab dalam program kependudukan dan keluarga berencana maka telah dilaksanakan pemberian kelapa hibrida kepada peserta keluarga berencana di

XIX/12

beberapa propinsi. Hingga saat ini telah diberikan sebanyak 2.000 butir bibit kelapa hibrida. Program ini dimaksudkan juga untuk mendorong penduduk menggunakan tanah pekarangan secara produktif. Program terpadu lainnya yang dirintis dalam Repelita III dan dikembangkan dalam Repelita IV adalah program keluarga berencana-kesehatan terpadu yang meliputi lima jenis pelayanan yaitu keluarga berencana, imunisasi, penanggulangan diare, kesehatan ibu dan anak, serta perbaikan gizi. Program ini telah mulai dilaksanakan di tiga propinsi yaitu Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah dan akan dikembangkan ke propinsi-propinsi lainnya . Di samping itu , program pelayanan terpadu keluarga berencana dan kesehatan juga telah dirintis pengembangannya untuk daerah-daerah transmigrasi. 5. Penerangan dan motivasi Program kependudukan dan keluarga berencana pada awal Repelita I merupakan sesuatu yang baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Mengingat hal tersebut, program penerangan dan motivasi merupakan bagian penting dari program keluarga berencana. Pada tingkat pertama usaha ini ditujukan untuk merangsang dan membangkitkan perhatian serta pengertian umum masyarakat tentang keluarga berencana dan masalah-masalah kependudukan. Pada tingkat kedua, ditumbuhkan dan ditingkatkan pengetahuan, sikap dan praktek keluarga berencana serta meningkatkan kesadaran masyarakat menpenai permasalahan kependudukan. Dengan makin meningkatkya jumlah peserta keluarga berencana, usaha penerangan dan motivasi lebih diarahkan pada pemakaian alat kontrasepsi yang lebih mantap dan pengayoman terhadap peserta keluarga berencana aktif dalam rangka membina kelestarian kesertaan mereka serta mempercepat proses pelembagaan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Pada awal Repelita IV, sasaran kegiatan penerangan dan motivasi tetap diarahkan kepada tiga sasaran menurut wilayah penggarapannya. Pertama, kegiatan penerangan dan motivasi berusaha mempercepat proses pelembagaan NKKBS dalam rangka pemindahan tanggungjawab pelaksanaan program kepada masyarakat dan alih peran program keluarga berencana untuk wilayahwilayah yang telah mencapai tingkat kesertaan tinggi. Kedua, kegiatan ini dimaksudkan meningkatkan peserta baru dan meningkatkan kelestarian peserta yang ada untuk wilayah-wilayah yang program keluarga berencananya telah berkembang tetapi belum mencapai tingkat kesertaan yang cukup tinggi. Ketiga,

XIX/13

mengembangkan program keluarga berencana lebih luas lagi bagi wilayah-wilayah baru. Sementara itu, isi pesan penerangan dan motivasi keluarga berencana selalu dikembangkan dan dimanfaatkan serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah. Selama tiga Repelita yang lalu telah pula diperkenalkan dan dimantapkan konsep Catur Warga, keluarga dengan dua anak. Dari segi jangkauan sasaran, usaha penerangan dan motivasi tidak hanya diarahkan kepada penduduk yang sudah berada dalam usia subur tetapi juga kepada meneka yang belum memasuki usia subur (Pra-PUS), yaitu golongan pemuda dan remaja. Kepada kelompok muda ini disampaikan juga pesan-pesan mengenai masalah kependudukan baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang dan tidak terbatas pada masalah kuantitatif kependudukan tetapi masalah kualitatif kependudukan. Dengan demikian, pada masanya, mereka dapat mulai menggunakan alat kontrasepsi yang lebih awal, lebih mantap, dan dengan kelestarian yang lebih mantap serta tinggi. Kegiatan penerangan dan motivasi dilakukan dengan mengerahkan sarana penerangan yang ada seperti radio (RRI maupun radio swasta/niaga), televisi, media cetak (surat kabar, laporan wartawan dan lain sebagainya), serta lagu-lagu popular keluarga berencana. Bersamaan dengan itu dimanfaatkan pula, media-media kesenian rakyat seperti dagelan, ketoprak, wayang orang, wayang kulit, ludruk, reog, wayang golek dan lain sebagainya sesuai dengan kondisi dan budaya daerah setempat. Pengalaman tahun-tahun pertama Repelita I menunjukkan bahwapenggarapan penerangan dan motivasi harus diikuti dengan pendekatan individual sehingga kesadaran yang telah mulai berkembang dapat tumbuh menjadi tindakan melaksanakan keluarga berencana. Oleh karena itu, sejak tahun 1971/72 dibentuk Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) yang melakukan kontak langsung dengan penduduk dan masyarakat. Di samping itu dilakukan pula pendekatan terhadap tokoh-tokoh masyarakat yang diharapkan tidak hanya sekedar menjadi penghubung dan penyebarluas keluarga berencana tetapi sekaligus sebagai panutan masyarakat sekelilingnya. Perkembangan selanjutnya dari pendekatan kemasyarakatan ini ialah menumbuhkan kelompok-kelompok peserta keluarga berencana atau paguyuban yang selanjutnya disebut dengan Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) maupun Sub-PPKBD. Semua tenaga ini merupakan tenaga sukarela masyarakat yang

XIX/I4

berpartisipasi dalam pelembagaan program keluarga berencana. PPKBD dan Sub-PPKBD telah mulai dirintis pada tahun 1974/75 dengan jumlah sekitar 14.037 buah. Jumlah tersebut telah meningkat menjadi 90.065 buah pada akhir Repelita II dan pada tahun pertama Repelita IV telah meningkat lagi menjadi 250.975 buah. Kecepatan kenaikan jumlah tenaga sukarela ini di satu pihak menunjukkan partisipasi aktif dari masyarakat dan di lain pihak memantapkan jalan menuju pelembagaan program keluarga berencana sebagai.program masyarakat. Seperti telah diungkapkan di depan, usaha penerangan dan motivasi KB juga dilakukan melalui program terpadu seperti UPGK, program terpadu KB dan kesehatan baik melalui rumah sakit, klinik, maupun Puskesmas, dan program lainnya (koperasi, transmigrasi, perusahaan, pemuda, dan wanita). Dalam rangka meningkatkan jumlah peserta keluarga berencana di daerah perkotaan, sejak tahun 1982/83 telah mulai dikembangkan dan ditingkatkan usaha pengembangan program kependudukan dan keluarga berencana perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan, dan Ujung Pandang. Usaha penerangan dan motivasi bagi daerah perkotaan diarahkan untuk menumbuhkan keikutsertaan sektor swasta dalam penanganan program kependudukan dan keluarga berencana. Masyarakat diharapkan memikul beban biaya lebih besar dalam pelaksanaan keluarga berencana. Dalam pelaksanaan di lapangan, kegiatan penerangan dan motivasi telah pula dipadukan dengan kegiatan pelayanan kontrasepsi dalam wadah Tim Keluarga Berencana Keliling (TKBK) yang tidak saja memberikan pelayanan di tempatnya tetapi juga mampu bergerak memberikan penerangan dan motivasi serta mendatangi tempat/lokasi calon peserta keluarga berencana. Untuk setiap kabupaten/kotamadya telah disediakan satu unit mobil penerangan sedangkan untuk setiap kecamatan diperlengkapi dengan Portable Public Address. Sementara itu, untuk mengefisienkan penggunaan dana serta dalam rangka swadaya bahan penerangan telah pula dibangun media produksi penerangan di setiap propinsi. Salah satu dampak dari usaha/kegiatan penerangan dan motivasi adalah meningkatnya derajat pengetahuan penduduk mengenai kependudukan dan keluarga berencana. Perkembangan pengetahuan penduduk tentang keluarga berencana cukup menggembirakan. Persentase pasangan usia subur di Jawa dan Bali yang

XIX/15

telah pernah mendengar KB pada tahun 1979 adalah sebesar 83%. Persentase ini telah naik menjadi 93% pada tahun 1982. Demikian pula persentase pasangan usia subur yang tahu salah satu alat kontrasepsi telah naik dari 77% pada tahun 1979 menjadi 84% pada tahun 1982. Pada tahun 1982, pasangan usia subur di luar Jawa dan Bali I yang pernah mendengar KB adalah sebesar 79,4% sedangkan yang pernah tahu salah satu alat kontrasepsi sebesar 68,17. 6. Pendidikan Kependudukan Program pendidikan kependudukan mulai dilaksanakan sejak Repelita II. Program ini dikembangkan dan dilaksanakan secara terkoordinasi dan ditujukan untuk membina serta mengembangkan pengertian, kesadaran dan perobahan sikap serta tingkah laku yang bertanggungjawab dan rasional terhadap hubungan antara pertumbuhan penduduk dan perkembangan sosial ekonomi dan sumber-sumber alam. Sasaran utama dari program ini adalah generasi muda baik yang masih duduk di bangku sekolah maupun tidak. Untuk tujuan tersebut telah dikembangkan materi pendidikan kependudukan untuk tiap jenjang pendidikan formal dan pendidikan luar sekolah. Dalam Repelita II ditetapkan sasaran sebanyak 13.700 orang guru untuk mendapatkan pendidikan kependudukan. Dari mereka diharapkan dapat dikembangkan pendidikan ini kepada murid asuhannya. Dalam pelaksanaannya, selama Repelita II telah dididik 35.873 orang guru pendidikan kependudukan yang terdiri dari 34.760 orang guru dari berbagai jenjang sekolah, 458 orang guru untuk pendidikan di luar sekolah dan 565 orang guru yang diharapkan akan menjadi guru dari guru pendidikan kependudukan. Dengan demikian, selama Repelita II telah dilaksanakan pendidikan sebanyak 2,6 kali sasaran Repelita. Berbeda dengan pencapaian dalam Repelita II, pendidikan kependudukan dalam Repelita III mengalami hambatan. Pada periode ini hanya dilatih 52.483 orang guru dari sasaran sebesar 101.778 orang atau sekitar 51,6% dari sasaran Repelita III. Relatif rendahnya pencapaian sasaran tersebut disebabkan oleh adanya keharusan untuk melakukan penataan kembali beberapa aspek dari materi serta sistem pelaksanaan pendidikan kependudukan di sekolah maupun perguruan tinggi. Adanya keharusan penataan kembali ini didasarkan atas hasil evaluasi yang dilaksanakan pada tahun 1981/82 sehingga pelaksanaan latihan pada tahun 1981/82 dan 1982/83 diperlambat. Pendidikan kependudukan yang telah disempurnakan baru dilaksanakan kem-

XIX/16

bali pada tahun 1983/84 dengan melatih sebanyak 16.642 orang guru. Dengan selesainya penataan kembali materi dan sistem pendidikan kependudukan tersebut, pelaksanaan program ini untuk tahun 1984/85 (tahun pertama dari Repelita IV) telah dapat melampaui sasaran tahun pertama Repelita IV, yaitu telah dilatih sebanyak 21.292 orang guru dari sasaran sebanyak 17.239 orang guru atau pencapaian sekitar 123,5% dari sasaran (Tabel XIX-1). Di samping pencapaian sasaran latihan guru pendidikan kependudukan, dalam tahun 1984/85 telah pula ditentukan bentuk koordinasi pelaksanaannya. Untuk pendidikan kependudukan yang dilaksanakan di sekolah, mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi, tanggungjawab pelaksanaannya terletak pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan untuk program di luar sekolah tanggungjawab pelaksanaannya terletak pada Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Dalam hubungan ini, koordinasi teknis maupun materi dilakukan oleh Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Disamping pendidikan kependudukan yang secara langsung dikelola oleh program kependudukan dan keluarga berencana, pendidikan kependudukan juga dilaksanakan oleh berbagai sektor lainnya seperti lembaga keluarga berencana ABRI, pesantren, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan sebagainya. Tercatat misalnya telah dilaksanakannya Jambore Kependudukan yang dihadiri oleh wakil-wakil organisasi pemuda seluruh Indonesia. 7. Pendidikan dan Latihan Dengan semakin meningkatnya program kependudukan dan keluarga berencana, semakin meningkat pula peranan pendidikan dan latihan. Pendidikan dan latihan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan tehnis operasional para pengelola dan pelaksana program. Di samping itu, pendidikan dan latihan juga dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan kependudukan di lingkungan perguruan tinggi melalui pusat-pusat studi kependudukan maupun fakultas kesehatan masyarakat. Untuk menunjang pelaksanaan pendidikan dan latihan, terutama pendidikan dan latihan teknis keluarga berencana, sejak Repelita II secara bertahap telah dibangun pusat-pusat pendidikan dan latihan yaitu masing-masing 4 buah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dan masing-masing satu buah di propinsi lainnya. Dengan demikian, di seluruh propinsi secara lengkap telah memiliki pusat pendidikan dan latihan.

XIX/17

TABEL XIX - 1 JUMLAH TENAGA GURU YANG DILATIH PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN, 1974/75 - 1984/85

XIX/18

GRAFIK XIX 1 JUMLAH TENAGA GURU YANG DILATIH PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN 1974/75 - 1984/85

XIX/19

Selama Repelita I telah diberikan pendidikan dan latihan kepada 40.866 orang tenaga program sedangkan untuk Repelita II dan III masing-masing adalah 41.546 orang dan 263.815 orang. Pelonjakan besar yang terjadi pada Repelita III karena dalam periode tersebut diberikan juga latihan bagi Kader Usaha Peningkatan Gizi Keluarga sebanyak 177.855 orang. Pada tahun 1984/85, telah diberikan pendidikan dan latihan kepada 13.670 orang tenaga program yaitu 1.894 tenaga media dan paramedis, 2.594 orang PLKB dan Pengawas PLKB, 439 tenaga sukarela PPKBD, dan tenaga lainnya (Tabel XIX-2). Di samping itu, dalam tahun tersebut telah pula diberikan latihan kepada sekitar 12.000 tenaga kesehatan yang dipersiapkan untuk dapat melayani program keluarga berencana. Pada tahun itu juga, telah diberikan pendidikan jangka panjang (S-2) kepada 42 orang tenaga program untuk memperdalam pengetahuan di bidang kependudukan, keluarga berencana, dan kesehatan masyarakat. Sementara itu, dalam rangka menggalang kerjasama dengan negara-negara berkembang lainnya, Indonesia telah pula menyelenggarakan latihan bagi petugas keluarga berencana dari Bangladesh sebanyak 400 orang dan dibagi dalam sebelas angkatan. 8. Pencapaian Peserta Keluarga Berencana a. Peserta Keluarga Berencana Baru Perluasan jangkauan keluarga berencana dilakukan secara bertahap sehingga pada periode Repelita III telah dapat mencakup seluruh propinsi di Indonesia termasuk Timor-Timur. Da-lam Repelita IV, perluasan tersebut lebih menekankan pada kondisi daerah maupun ciri-ciri penduduk calon peserta keluarga berencana sehingga dapat meliput seluruh lapisan masyarakat secara lebih intensif. Pencapaian sasaran peserta keluarga berencana baru selama tiga Repelita yang lalu disajikan pada Tabel XIX-3. Selama Repelita I dimana program keluarga berencana baru dilaksanakan di Jawa dan Bali, telah diperoleh peserta keluarga berencana baru sebanyak 3,2 juta pasangan usia subur (PUS) yaitu wanita berumur 15-49 tahun dan berstatus kawin. Jumlah ini merupakan 106,7% dari sasaran Repelita I sebanyak 3,0 juta PUS. Untuk daerah-daerah Jawa dan Bali, selama Repelita II, diperoleh peserta keluarga berancana baru lebih dari dua kali perolehan dalam Repelita I yaitu sebanyak 8,97 juta pasangan. Dibandingkan dengan sasaran Repelita II untuk Jawa-Bali,

XIX/20

TABEL XIX

-2

JUMLAH TENAGA YANG MENDAPATKAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN KELUARGA BERENCANA, 1969/70 - 1984/85 (orang)
Kategori tenaga KB Repelita I 1969/70-1973/74 1.499 4.762 11.635 4.144 5.744 Repelita II 1974/75-1978/79 1.728 5.431 8.578 5.491 4.096 13.672 Repelita III 1979/80-1983/84 3.562 8.009 22.020 3.651 4.504 14.663 177.855 1983/84 1984/85

1. Dokter 2. Bidan/Pembantu Bidan 3. Petugas Lapangan KB (PLKB) dan Pengawas PLKB 4. Petugas Pencatatan dan Pelaporan 5. Petugas Penerangan 6. Pembina Program KB Deaa (PPKBD) 7. Kader Usaha Peningkatan Gizi Keluarga 8. Dukun 9. Lain-lain petugas

432 1.383 2.725 693 587 2.005 68.177

582 1.312 2.594 1.087 314 439 3.224

10.965 2.117

1.200 1.350

29.551

3.232

4.118

Jumlah :

40.866

41.546

263.815

79.234

13.670

XIX/21

TABEL XIX - 3 PENCAPAIAN HASIL SASARAN PESERTA KB BARU, 1969/70 - 1984/85 (dalam ribuan)

XIX/22

jumlah tersebut merupakan pencapaian sebesar 112,1%. Persentase pencapaian di sepuluh propinsi di luar Jawa-Bali adalah 126,4% dari sasaran yaitu diperoleh peserta keluarga berencana baru sebanyak 1,2 juta PUS. Secara nasional, Jawa-Bali serta sepuluh propinsi lainnya, diperoleh peserta keluarga berencana baru sebanyak 10,2 juta yang berarti pencapaian sekitar 113,7% dari sasaran Repelita II. Keberhasilan pencapaian sasaran Repelita ini berkelanjutan pada Repelita III dengan tingkat pencapaian sebesar 128,7%. Dari data pencapaian tahunannya terlihat bahwa pencapaian tertinggi dialami pada tahun 1983/84 yaitu sebesar 185,6% dengan persentase pencapaian 194,8% untuk Jawa-Bali, 155,4% untuk Luar Jawa-Bali I dan 192,8% untuk Luar Jawa-Bali II. Keadaan pencapaian yang sangat menggembirakan selama tiga Repelita kelihatannya kurang didukung oleh pencapaian pada tahun pertama Repelita IV, tahun 1984/85. Secara nasional pada tahun ini hanya dicapai 95,3% dari sasaran Repelita IV. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pencapaian di Jawa-Bali yaitu 87,4% kecuali di DKI Jakarta yang mencapai 125,2% sebagai hasil usaha penggalakan KB perkotaan. Rendahnya pencapaian sasaran pada tahun 1984/85 disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, pasangan usia subur yang belum dijangkau program hingga saat ini menjadi lebih sempit. Kedua, kebijaksanaan pelaksanaan program lebih diarahkan kepada pemakaian alat kontrasepsi yang lebih mantap, pengayoman, dan kelestarian kesertaan dalam program KB. Apabila dilihat dari metode kontrasepsi yang dipakai para peserta KB baru, maka sejak dilaksanakannya program keluarga berencana terlihat adanya kecenderungan kenaikan pemakaian alat kontrasepsi yang lebih mantap. Kondom merupakan alat kontrasepsi yang telah diketahui mempunyai efektifitas yang rendah. Persentase pemakai kondom telah turun dari 10,6% pada Repelita I menjadi 5,5% pada Repelita III dan kemudian turun lagi menjadi 3,4% pada tahun 1984/85. Sebaliknya, alat kontrasepsi yang lebih mantap seperti suntikan persentase pemakaiannya telah naik dari 1,6% pada Repelita II menjadi 13,2% pada Repelita III dan menjadi 28,4% pada tahun 1984/85. Kenaikan jumlah pemakai juga terlihat untuk IUD dari 15,7% pada Repelita II menjadi 21,9% pada Repelita III dan 24,1% pada tahun 1984/85 (Tabel XIX-4).

XIX/23

TABEL XIX 4 JUMLAH PESERTA KELUARGA BERENCANA BARU MENURUT METODA KONTRASEPSI, 1968 - 1984/85 (ribu peserta)

XIX/24

Angka-angka yang ditunjukkan dalam Tabel XIX-4 mencerminkan usaha program keluarga berencana dalam mengajak masyarakat untuk berkeluarga berencana tidak hanya untuk mencapai jumlah peserta yang besar tetapi telah diarahkan pula kepada pemakaian alat kontrasepsi yang lebih mantap dan mempunyai tingkat kelangsungan yang lebih tinggi. Dari segi komposisi umur peserta, upaya untuk menggeser umur peserta keluarga berencana baru kepada mereka yang berumur lebih muda masih terus ditingkatkan. Peserta berumur muda mempunyai potensi melahirkan yang masih tinggi sehingga penanganan lebih awal mempunyai arti yang lebih besar dalam usaha penurunan tingkat kelahiran. Tabel XIX-5 menyajikan distribusi peserta keluarga berencana baru menurut kelompok umur selama masing-masing Repelita. Dalam Repelita I, dari jumlah peserta KB baru terdapat 15,1% kelompok umur 35-39 tahun. Persentase tersebut telah turun menjadi 11,4% dalam Repelita II dan selanjutnya turun menjadi 10,7% dan 8,6% masing-masing dalam Repelita III dan pada tahun 1984/85. Di lain pihak, persentase peserta KB baru yang berumur kurang dari 25 tahun telah naik dari 27,2% dalam Repelita I menjadi 39,6% dalam Repelita III serta 42,2% pada tahun 1984/85. Angka-angka ini menunjukkan bahwa program KB telah dapat melibatkan lebih banyak lagi pasangan usia subur muda dan telah terjadi penggeseran umur peserta KB baru pada kelompok umur yang lebih muda. Ciri lain yang disajikan adalah peserta KB baru menurut pekerjaan suami (Tabel XIX-6). Terlihat bahwa dalam Repelita I, 70,7% dari peserta KB baru mempunyai suami dengan pekerjaan sebagai petani. Pada Repelita II, persentase tersebut turun menjadi 68,2% sedangkan pada Repelita III serta tahun 1984/85 persentasenya turun lagi masing-masing menjadi 61,4% dan 57,3%. Jika petani dapat dinyatakan lebih banyak bertempat tinggal di daerah pedesaan maka pegawai swasta dan pekerja lainnya cenderung bertempat tinggal di daerah perkotaan. Untuk kedua kelompok pekerjaan ini terlihat adanya kenaikan persentase peserta KB baru. Dalam Repelita I, misalnya, persentase untuk kedua kelompok pekerjaan tersebut adalah 14,7%. Persentase ini telah naik menjadi 18,1%, 23,4% dan 27,1% dalam Repelita II, Repelita III dan tahun 1984/85. Dengan demikian program KB tidak hanya terkonsentrasi pada daerah-daerah pedesaan tetapi juga telah melibatkan semakin banyak peserta dari daerah perkotaan.

XIX/25

TABEL XIX 5 PERSENTASE PESERTA KELUARGA BERENCANA BARU MENURUT KEL0MPOK UMUR DI INDONESIA, 1969/70 - 1984/85 (persen) Kelompok Umur (tahun) Repelita I 1969/70-1973/74 Repelita II 1974/75-1978/79 Repelita III*) 1979/80-1983/84

1983/84*)

1985/86**)

15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 keatas

5,2 22,0 28,8 25,0 15,1 3,6 0,3

9,1 30,0 28,1 18,5 11,4 2,6 0,3

8,0 31,6 28,5 17,3 10,7 3,3 0,6

6,4 30,2 28,1 18,5 11,4 4,6 0,8

8,1 34,1 28,9 16,9 8,6 3,0 0, 4

*) Angka diperbaiki **) Angka sampai triwulan II Tahun 1984/85

XIX/26

GRAFIK XIX 2 PERSENTASE PESERTA KELUARGA BERENCANA BARU MENURUT KELOMPOK UMUR 1969/70 - 1984/85

XIX/27

TABEL XIX 6 PERSENTASE PESERTA KELUARGA BERENCANA BARU MENURUT PEKERJAAN SUAMI, 1969/70 - 1984/85 (persen) Repelita Pekerjaan suami I Repelita II 1974/75-1978/79 *) 1979/80-1983/84 1983/84 *) 1984/85 **)

1969/70-1973/74

Pegawai negeri Pegawai swasta A B R I P e d a g a n g P e t a n i Pekerjaan lainnya

8,4 4,5 2,6 3,6 70,7 10,2

7,0 5,5 1,9 4,8 68,2 12,6

7,9 8,0 1,8 5,5 61,4 15,4

8,4 8,3 . 1,3 5,7 59,0 17,3

8,3 10,4 1,9 5,4 57,3 16,7

*) Angka diperbaiki **) Angka sampai triwulan II Tahun 1984/85

XIX/28

GRAFIK XIX 3 PERSENTASE PESERTA KELUARGA BERENCANA BARU MENURUT PEKERJAAN SUAMI 1969/70 - 1984/85

XIX/29

Perkembangan perolehan peserta KB baru selama tiga tahun terakhir diperinci menurut triwulanan disampaikan pada Tabel XIX-7. Seperti telah disampaikan, pada tahun 1984/85 terdapat sedikit penurunan pencapaian sedangkan pada tahun 1983/84 terdapat pelonjakan pencapaian sebagai hasil usaha pelayanan bersama masyarakat melalui Safari KB Senyum. Terlihat pula adanya pola penggarapan/penanganan program yang tetap antar triwulanan. Pada triwulan pertama (April-Juni) diperoleh sekitar 16% peserta KB baru yang kemudian naik setiap triwulan berikutnya. Dari uraian pencapaian sasaran peserta KB baru dapat disimpulkan bahwa hasil pelaksanaan program KB hingga saat ini cukup menggembirakan. Dari segi kuantitas, program KB dapat memperoleh peserta KB baru di atas sasaran yang ditetapkan Repelita. Sedangkan dari segi kualitas, program KB telah menjangkau penduduk non-petani serta berumur lebih muda sedangkan alat kontrasepsi yang dipakai mengarah pada alat-alat yang mempunyai derajat perlindungan terhadap kehamilan yang lebih tinggi. b. Pembinaan Peserta Keluarga Berencana Kelestarian atau kelangsungan dari peserta KB untuk memakai alat kontrasepsi merupakan salah satu petunjuk mengenai hasil pembinaan peserta KB. Selanjutnya, peserta KB yang terbina disebut sebagai peserta KB aktif atau peserta KB lestari. Seperti telah disampaikan sebelumnya berbagai usaha telah dilaksanakan untuk melakukan pembinaan terhadap peserta KB. Usaha pembinaan langsung adalah pelayanan media KB sedangkan yang tidak langsung dapat berupa peningkatan kesehatan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga baik dengan pemberian modal melalui usaha peningkatan pendapatan keluarga (UPPKA), kelapa hibrida, maupun pemberian bea siawa antara lain melalui Yayasan Supersemar bagi anak peserta keluarga berencana aktif. Jumlah peserta keluarga berencana aktif selama tiga Repelita yang lalu telah naik secara pesat. Di Jawa-Bali misalnya, pada akhir Repelita I baru terdapat 1,7 juta peserta KB aktif. Jumlah ini telah naik menjadi 11,4 juta pada tahun pertama Repelita IV (Tabel XIX-8). Dengan demikian selama 14 tahun program KB di Jawa-Bali telah terjadi kenaikan 9,7 juta peserta keluarga berencana aktif atau rata-rata sekitar 700 ribu pasangan usia subur per tahunnya.

XIX/30

TABEL XIX 7 JUMLAH PESERTA KELUARGA BERENCANA BARU DAN AKTIF, 1982/83 - 1984/85

Tahun & Triwulan

Peserta KB Baru Jumlah Persentase

Peserta KB Aktif

1982/83 April Juni Juli September Oktober Desember Januari Maret 1983/84 April Juni Juli September Oktober Desember Januari Maret 1984/85 April Juni Juli September Oktober Desember Januari Maret 681.074 972.311 1.163.794 1.255.600 16,7 23,9 28,6 30,8 14.089.408 14.395.262 15.187.588 15.694.832 875.212 1.204.570 1.454.232 1.712.170 16,7 23,0 27,7 32,6 11.233.196 12.061.542 13.545.391 14.422.551 634.693 792.480 1.052.081 1.406.606 16,1 20,4 27,1 36,2 8.794.052 9.315.344 9.871.981 11.211.286

XIX/31

TABEL XIX - 8 PENCAPAIAN HASIL SASARAN PESERTA KELUARGA BERENCARA AKTIF, 1973/74 - 1984/85 (dalam ribuan)

D a e r a h

1973/74 (Akhir Repelita I)

1978/79 (Akhir Repelita II)

1982/83

1983/84 1984/85 (Akhir (Tahun Pertama Repelita III) Repelita IV)

Jawa Bali Sasaran Repelita Pencapaian hasil Luar Jawa Bali I *) *) 539,7 1.050,0 2.509,7 1.200,0 3.137,2 3.136,0 3.637,8 1.680,7 5.001,8 7.500,0 8.370,4 8.000,0 10.776,2 10.266,0 11.425,5

Sasaran Repelita Pencapaian hasil Luar Jawa - Bali II Sasaran Repelita Pencapaian hasil Indonesia Sasaran Repelita Pencapaian hasil Prosentase pencapaian

*) *)

*) *)

423,0 331,2

300,0 509,1

678,0 631,5

1.680,7 -

5.541,5 -

8.973,0 11.211,3 124,9%

9.500,0 14.422,5 151,8%

14.080,0 15.694.8 111,5%

*) Program Keluarga Berencana belum dilaksanakan.

XIX/32

Di sepuluh propinsi di luar Jawa-Bali yang program KB-nya baru dimulai pada Repelita II telah pula terjadi kenaikan jumlah peserta KB aktif dari 540 ribu pada akhir Repelita II menjadi 3,6 juta pada tahun 1984/85. Dengan demikian ratarata kenaikan per tahunnya sekitar 516 ribu pasangan usia subur. Dibandingkan dengan sasaran Repelita secara nasional, selama tiga tahun terakhir (1982/83-1984/85), pencapaian peserta KB aktif dapat melampaui sasaran yang ditetapkan dalam Repelita. Pada tahun 1982/83, pencapaian sasarannya, sebesar 124,9% sedangkan untuk tahun 1983/84 dan 1984/85 masing-masing sebesar 151,8% dan 111,5%. Lebih rendahnya pencapaian sasaran tahun 1984/85 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya merupakan akibat dari kurangnya peserta KB baru yang diperoleh dalam tahun tersebut. Jika dilihat menurut wilayah penggarapan ternyata Luar Jawa-Bali II hanya melampaui sasaran Repelita pada tahun 1983/84 sedangkan daerah-daerah lain dapat melampaui sasaran Repelita pada ketiga tahun tersebut. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa daerah Luar Jawa-Bali II baru mulai melaksanakan program KB pada Repelita III sehingga sasarannya lebih diarahkan pada perluasan jangkauan. Tabel XIX-9 menunjukkan perkembangan peserta KB aktif menurut jenis alat kontrasepsi yang dipakai sejak Repelita I. Dari angka-angka dalam tabel tersebut terlihat bahwa alat kontrasepsi pil masih merupakan alat kontrasepsi yang paling banyak dipergunakan hingga sekarang. Dalam bentuk persentase, lebih dari separoh peserta KB aktif yaitu 53,9% pada tahun 1984/85 memakai pil. Walaupun demikian, terlihat bahwa persentase pemakai pil menurun cukup banyak sejak Repelita II yaitu turun dad. 64,4% menjadi 53,9%. Metode kontrasepsi yang mempunyai kemantapan tinggi seperti suntikan walaupun masih merupakan metode dengan persentasenya terendah tetapi telah menunjukkan kenaikan persentase yang berarti. Pada Repelita II jumlah pemakai metode suntikan masih sekitar 1,1% sedangkan pada tahun 1984/85 telah mencapai 11,1%. Kenaikan persentase walaupun secara lebih lambat juga ditunjukkan oleh pemakai IUD. Keadaan yang ditunjukkan dengan angka-angka tersebut adalah adanya pasangan usia subur yang menggunakan metoda kontrasepsi yang lebih mantap dan efektif. Hal ini antara lain

XIX/33

TABEL XIX - 9 JUMLAH PESERTA KELUARGA BERENCANA AKTIF MENURUT METODA KONTRASEPSI, 1973/74 - 1984/85 (dalam ribuan) Metode kontrasepsi 1973/74 (Akhir Repelita I) 1978/79 (Akhir Repelita II) 1982/83 1983/84 (Akhir Repelita III) 1984/85 (Tahun Pertama Repelita IV)

P i 1

865,9 (51,5%) 766,2 (45,6%) 48,5 (2,9%)

3.569,6 (64,4%) 1.494, 2 (27,0%) 306,8 (5,5%) 58,3 (1,1%) 112,6 (2,0%)

6.699,2 (59,8%) 2.908, 5 (25,9%) 606,2 (5,4%) 658,4 (5,9%) 338,7 (3,0%)

7.983,2 (55,4%) 3.898, 8 (27,0%) 708,8 (4,9%) 1.387,6 (9,6%) 444,1 (3,1%)

8.453,4 (53,9%) 4.350,6 (27,7%) 686,8 (4,4%) 1.751,2 (11,1%) 452,8 (2,9%)

I U D

K o n d o m

Suntikan

Lain-lain metode

Jumlah :

1.680,6 (100,0%)

5.541,5 (100,0%)

11.211.0 (100,0%)

14.422,5 (100,0%)

15.694,8 (100,0%)

XIX/34

GRAFIK XIX - 4 JUMLAH DAN PERSENTASE KB AKTIF MENURUT METODE KONTRASEPSI, 1973/74 - 1984/85

XIX/35

disebabkan oleh adanya kegiatan peningkatan pemakaian metodemetode yang lebih efektif melalui program iudisasi dan suntikan. Di samping itu, peningkatan jumlah peserta keluarga berencana aktif dengan metode yang lebih mantap juga merupakan hasil usaha intensifikasi penggarapan program dan makin ditatanya manajemen program serta makin berkembangnya pelembagaan, Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD), Paguyuban atau kelompok-kelompok akseptor keluarga berencana yang juga melakukan pembinaan anggotanya. Untuk merangsang tumbuhnya rasa memiliki, partisipasi dan tanggungjawab dalam program KB, kepada peserta KB aktif yang telah berpartisipasi selama 5,10 dan 16 tahun diberikan penghargaan. Pada tahun 1984/85 telah diberikan penghargaan kepada 3.673 peserta KB aktif 16 tahun, 258.099 peserta KB aktif 10 tahun dan 648.634 peserta KB aktif 5 tahun. 9. Pelembagaan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Pelembagaan pelaksanaan program kependudukan dan keluarga berencana secara bertahap terus ditingkatkan dan dikembangkan. Sasaran utamanya adalah meningkatkan penerimaan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera oleh masyarakat. Dalam kegiatan ini termasuk pula usaha meningkatkan tanggungjawab serta peran aktif masyarakat dan seluruh instansi pemerintah untuk ikut serta mengelola program kependudukan dan keluarga berencana. Peningkatan partisipasi aktif ini tercermin dari terwujudnya kerjasama dan koordinasi yang baik diantara berbagai pelaksana program kependudukan dan keluarga berencana. Dengan telah terjaminnya kerja sama tersebut, pengelolaan program kependudukan dan keluarga berencana semakin dapat dilaksanakan secara berdayaguna dan berhasilguna. Meningkatnya peranan lembaga-lembaga masyarakat dalam pengelolaan program kependudukan dan keluarga berencana telah mendorong semakin cepat terwujudnya norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Lembaga-lembaga tersebut antara lain adalah Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD), SubPPKBD, Paguyuban, atau Kelompok Peserta KB. Pada akhir Repelita II jumlah lembaga tersebut adalah sekitar 90.065. Jumlah ini telah menjadi dua kali, yaitu 184.191 pada akhir Repelita III dan selanjutnya menjadi 250.975 pada tahun 1984/85 (Tabel XIX-10). Pertumbuhan dan perkembangan PPKBD dan Sub-PPKBD yang dibentuk secara sukarela oleh peserta KB dengan berbagai

XIX/36

TABEL XIX - 10 JUMLAH PEMBANTU PEMBINA KELUARGA BERENCANA DESA (PPKBD) DAN SUB-PPKBD, 1978/79 - 1984/85 1978/79 (Akhir Repelita II) 1983/84 (Akhir Repelita III) 1984/85 (Tahun Pertama Repelita IV)

Jenis organisasi

1982/83

Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD)

34.780

50.072

57.440

65.559

Sub-Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Sub-PPKBD)

55.285

126.751

126.751

185.416

Jumlah :

90.065

176.823

184.191

250.975

XIX/37

dimensi kegiatannya merupakan petunjuk bahwa masyarakat terutama masyarakat desa tidak hanya sebagai sasaran program kependudukan dan keluarga berencana tetapi juga telah merasa memilikinya bahkan mereka mampu dan bersedia menjadi motivator KB untuk daerahnya. Keadaan demikian ini merupakan tahapan penting dalam rangka alih peran program kepada masyarakat itu sendiri. Peningkatan jumlah PPKBD dan Sub-PPKBD sampai ke setiap pedukuhan memberi manfaat dan kemudahan dalam pelayanan pemberian alat kontrasepsi kepada masyarakat sehingga tidak lagi hanya menggantungkan kepada pusat-pusat pelayanan yang ada. Hal ini terlihat dari hasil perkembangan peranan saluran desa dalam pemberian pil dan kondom yang terus meningkat sehingga hampir seluruh distribusi pil dan kondom kepada masyarakat dilaksanakan melalui saluran desa yaitu pos KB yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat sendiri. Selain fungsi pemberian kontrasepsi kepada pasangan usia subur di wilayahnya, lembaga PPKBD dan Sub-PPKBD berkembang pula sebagai wahana pengintegrasian program kependudukan dan keluarga berencana dengan program pembangunan lainnya, khususnya yang bersifat penunjang kelestarian peserta KB aktif. Program-program tersebut antara lain adalah usaha peningkatan gizi keluarga dan usaha peningkatan pendapatan keluarga. Untuk mendorong pembentukan kelompok peserta keluarga berencana serta pengelolaan program kependudukan dan keluarga berencana secara sukarela, kepada mereka telah diberikan penghargaan. 10. Pelayanan kontrasepsi Semakin luas wilayah dan jangkauan program keluarga berencana dan semakin meningkat kesadaran masyarakat untuk melaksanakan keluarga berencana semakin mendesak pula kebutuhan sarana pelayanan yang cukup, baik kuantitas maupun kualitas, serta mudah dijangkau. Sarana utama pelayanan kepada masyarakat adalah klinik keluarga berencana, rumah sakit yang memberikan pelayanan keluarga berencana, dan Tim Keluarga Berencana Keliling (TKBK). Sementara itu, pos KB juga dapat menjadi sarana pelayanan dalam pengertian pendistribusian pil dan kondom. Pada akhir Repelita I jumlah klinik keluarga berencana sebanyak 2.235 buah dengan 168 diantaranya dikelola oleh pihak swasta. Jumlah klinik KB ini selalu meningkat dari tahun

XIX/38

ke tahun sehingga pada tahun 1984/85 terdapat sebanyak 7.509 buah. Dari jumlah tersebut 631 buah diantaranya dikelola oleh swasta (Tabel XIX-11). Dibandingkan dengan sasaran dalam Repelita, pengadaan klinik KB hingga tahun 1984/85 masih dapat memenuhi sasaran. Untuk tahun 1982/83, dari sasaran Repelita sebanyak 5.411 buah klinik KB, dapat dibangun sebanyak 6.586 atau pencapaian sekitar 121,7%. Untuk tahun 1983/84 dibangun 7.064 buah klinik KB dibandingkan dengan sasaran Repelita sebanyak 5.569 buah atau pencapaian sebesar 126,8% sedangkan tahun 1984/85 tercapai sebesar 100,0% yaitu 7.509 buah dari sasaran 7.505 buah. Sementara itu, pelayanan KB di rumah sakit (PKBRS) juga semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan makin meningkatnya jumlah rumah sakit yang memberikan pelayanan keluarga berencana. Jika pada akhir Repelita II (tahun 1978/79) jumlah rumah sakit yang memberikan pelayanan keluarga berencana hanya sebanyak 148 buah, pada akhir Repelita III (tahun 1983/ 84) jumlah tersebut telah naik menjadi 433 buah sedangkan pada tahun 1984/85 jumlahnya naik lagi menjadi 474 buah. Jumlah rumah sakit tersebut melampaui jumlah yang ditetapkan dalam Repelita yaitu masing-masing 135 untuk tahun 1978/79, 325 untuk tahun 1983/84 dan 465 untuk tahun 1984/85. Untuk menjangkau pelayanan KB yang lebih luas kepada masyarakat makin dimantapkan pelayanan melalui Tim KB Keliling (TKBK). Dengan TKBK ini pelayanan tidak hanya menetap di suatu tempat seperti halnya klinik dan rumah sakit tetapi dapat berpindah-pindah sehingga memungkinkan untuk menjangkau daerah-daerah terpencil. Lebih dari itu, TKBK juga berfungsi untuk melakukan penerangan dan motivasi program kependudukan dan keluarga berencana. Pengalaman pelaksanaan program memberikan petunjuk bahwa perluasan jangkauan program dapat dilakukan secara efektif melalui TKBK. Oleh karena itu frekuensi kegiatan ini ditingkatkan terus dari tahun ke tahun. Pada tahun 1973/74 jumlah kegiatan TKBK baru mencapai 380 kali sedangkan akhir tahun 1978/79 telah mencapai 89.300 kali. Pada akhir Repelita III (tahun 1983/84) jumlah tersebut naik lagi. menjadi 391.714 sedangkan tahun 1984/85 mencapai 384.600 kali. Dengan makin berkembangnya kegiatan melalui TKBK, klinik keluarga berencana telah berfungsi tidak hanya sebagai tempat pelayanan tetapi juga sebagai pusat bergeraknya TKBK dalam

XIX/39

TABEL XIX 11 JUMLAH KLINIK KELUARGA BERENCANA MENURUT STATUS, 1973/74 - 1984/85

Status Klinik KB

1973/74 (Akhir Repelita I)

1978/79 (Akhir Repelita II)

1982/83

1983/84 (Akhir Repelita III)

1984/85 (Tahun Pertama Repelita IV)

Departemen Kesehatan

1.838

3.411

5.412

5.790

6.135

A B R I

187

319

466

479

482

Instansi Pemerintah lainnya

42

109

220

239

261

S w a s t a

168

295

488

556

631

Jumlah :

2.235

4.134

6.586

7.064

7.509

XIX/40

GRAFIK XIX 5 JUMLAH KLINIK KELUARGA BERENCANA MENURUT STATUS 1973/74 - 1984/85

XIX/41

rangka memperluas jangkauan klinik. Sejalan dengan usaha peningkatan penyediaan sarana pelayanan telah pula diusahakan untuk meningkatkan mutu pelayanan baik pelayanan sebelum pemberian alat kontrasepsi seperti pengecekan kesehatan maupun pelayanan sesudah pemberian kontrasepsi seperti kunjungan ulang dan pengecekan kesehatan terutama dalam rangka penanggulangan komplikasi alat kontrasepsi. Perluasan jangkauan dan daerah penggarapan program, peningkatan jumlah klinik, rumah sakit maupun TKBK dan peningkatan jumlah peserta KB mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan tenaga program terutama dalam rangka peningkatan mutu pelayanan. Peningkatan tenaga program ini tidak hanya dalam bentuk jumlah tetapi juga mutu. Peningkatan jumlah tenaga program dilakukan dengan mengadakan latihan dan pendidikan program kependudukan dan keluarga berencana. Sementara itu, peningkatan mutu tenaga program dilakukan dengan menambah jumlah yang telah ada. Tabel XIX-12 menunjukkan perkembangan tenaga program sejak Repelita I. Pada akhir Repelita I jumlah tenaga program sebanyak 7.356 dengan perincian 1.186 orang dokter, 4.200 orang bidan dan pembantu bidan sedang 1.970 orang tenaga administrasi. Dalam lima tahun berikutnya, jumlah tenaga program telah menjadi dua kali yaitu menjadi 14.669 orang. Sedangkan pada akhir Repelita III jumlah tersebut telah mencapai 20.953 orang, serta menjadi 24.409 orang pada tahun 1984/85. Dalam jumlah tersebut masih harus ditambahkan lagi 12.000 orang tenaga kesehatan yang pada tahun 1984/85 mendapatkan latihan untuk dapat memberikan pelayanan keluarga berencana. 11. Prasarana dan Sarana Salah satu syarat untuk menjamin kelancaran pelaksanaan program keluarga berencana adalah tersedianya alat kontrasepsi yang cukup, teratur, dan tepat pada saat dibutuhkan. Dalam hubungan ini telah dirumuskan pola penyediaan alat kontrasepsi untuk berbagai tingkatan mulai dari tingkat nasional sampai tingkat desa dan sub-desa. Selanjutnya untuk menjaga kemantapan pola penyediaan tersebut dilakukan monitoring pergudangan secara berkesinambungan. Perkembangan penyediaan alat kontrasepsi untuk masing-masing jenis disajikan dalam Tabel XIX-13. Rendahnya penyediaan pada tahun 1984/85 dibandingkan dengan penyediaan pada tahun 1983/84 disebabkan oleh penyediaan lebih dari tahun-tahun sebelumnya sebagai hasil bantuan luar negeri.

XIX/42

TABEL XIX - 12 JUMLAH PERSONALIA KLINIK KELUARGA BERENCANA, 1973/74 - 1984/85

(orang)

Jenis personalia

1973/74 (Akhir Repelita I)

1978/79 (Akhir Repelita II)

1982/83

1983/84 (Akhir Repelita III)

1984/85 (Tahun Pertama Repelita IV)

D o k t e r

1.186 2.241

2.882 4.568

4.303 6.239

4.601 6.544

4.954 6.961

B i d a n 1.959 Pembantu Bidan 3.715 4.928 5.141 6.596

Tenaga administrasi

1.970

3.504

4.478

4.667

5.898

Jumlah :

7.356

14.669

19.948

20.953

24.409

XIX/43

GRAFIK XIX - 6 JUMLAH PERSONALIA KLINIK KELUARGA BERENCANA 1973/74 - 1984/85

XIX/44

TABEL XIX - 13 PENYEDIAAN ALAT KONTRASEPSI PADA KLINIK KELUARGA BERENCANA, 1969/70 - 1984/85 (dalam ribuan)

Jenis alat kontrasepsi

Satuan

Repelita I 1969/70-1973/74

Repelita II 1974/75-1978/79

Repelita III 1979/80-1983/84

1983/84

1984/85

Pil I U D Kondom Suntikan

Siklus Buah Gross vial

31.307,4 1.514,4 78,4 -

194.503,6 3.860,5 1.223,5 -

438.952,1 10.995,6 1.474,6 9.518,3

148.604,7 91.947,6 3.390,8 1.170,6 218,7 5.461,9

373,5 5.218,5

XIX/45

Dalam rangka mengurangi ketergantungan penyediaan alat kontrasepsi dari luar negeri, produksi pil KB oleh PT Kimia Farma terus ditingkatkan. Dalam memproduksi pil KB tersebut sebagian bahan bakunya masih didatangkan dari luar negeri. Pada tahun pertama pendiriannya (tahun 1980) dihasilkan 18 juta siklus sedangkan produksi sekarang sudah mencapai 50 juta siklus per tahun. Sebagai tindak lanjut dari pengadaan dalam negeri adalah produksi perakitan IUD memproduksi 1,5 juta buah dan perintisan kondom yang diharapkan dapat didirikan pada alat kontrasepsi yang telah dapat pendirian pabrik tahun 1985/86.

Di samping penyediaan alat kontrasepsi, program kependudukan dan keluarga berencana juga telah menyediakan prasarana pengelolaan program. Hingga tahun 1984/85 telah dibangun gedung kantor propinsi di seluruh Indonesia dan gedung kantor kabupaten/kotamadya di wilayah Jawa-Bali dan Luar Jawa-Bali I. Gedung kantor propinsi dilengkapi juga dengan gudang alat kontrasepsi dan pusat pendidikan dan latihan kependudukan dan keluarga berencana. Sesuai dengan cakupan wilayahnya, gedung pendidikan dan latihan juga dibangun masing-masing 3 buah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di samping gedung kantor dan diklat selama tiga Repelita, prasarana mobilisasi pelaksanaan program juga secara bertahap dilengkapi. 12. Pelaporan dan Penelitian Monitoring kegiatan pelaksanaan program keluarga berencana dilaksanakan melalui sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan berbagai informasi pelaksanaan program tepat pada waktunya. Sejalan dengan meningkatnya peranan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dan Pengawas PLKB (PPLKB), telah dilakukan penyempurnaan sistem pelaporan yang mengintegrasikan berbagai jenis laporan. Dengan demikian, pelaksanaan laporan tersebut lebih efisien di samping data yang dihasilkan dapat dilakukan pengecekan satu sama lain. Demikian pula dengan perkembangan pelayanan keluarga berencana di rumah sakit telah pula dikembangkan sistem pelaporannya. Selanjutnya dalam rangka melaksanakan penilaian program telah disusun sistem penilaian program beserta buku pedoman pelaksanaannya. Sistem ini dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan pada berbagai tingkat. Berbagai macam penelitian telah dilaksanakan dalam program kependudukan dan keluarga berencana. Penelitian-penelitian

XIX/46

tersebut dapat merupakan pengamatan mengenai masalah kependudukan dan keluarga berencana sendiri tetapi juga kaitannya dengan sektor-sektor pembangunan lainnya. Dalam pelaksanaannya, penelitian dikerjakan bersama dengan lembaga penelitian kependudukan maupun Biro Pusat Statistik. Dengan adanya Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, dalam Repelita IV penelitian kependudukan dikoordinasikan oleh kantor tersebut sehingga dapat lebih dikonsentrasikan dan dikoordinasikan.

XIX/47

Anda mungkin juga menyukai