Anda di halaman 1dari 3

Media dan Perjuangan NU

Oleh: KH Muhyiddin Abdusshomad Di tengah-tengah peradaban gelombang ketiga ini menurut Alvin Toffler, media memiliki peran yang sangat penting dan strategis. Era informasi dan komunikasi telah menyebabkan dunia bak global village (desa global). Belahan dunia yang satu dengan yang lain tak ada batas teritorial dan geografis. Terutama belahan dunia yang masuk coverage area teknologi informasi. Belahan dunia yang tak masuk benar-benar menjadi dunia yang terasing dan terpencil dari deru dan debu peradaban dunia yang kian mondial. Semua bangsa di dunia saat ini berlomba-lomba untuk menguasai teknologi informasi ini, hatta bangsa tertinggal sekalipun. Hadirnya fakultas, jurusan, bidang studi dan lain sebagainya yang terkait dengan teknologi informasi ini ada bukti bahwa informasi dan komunikasi menjadi pilar penting bagi perkembangan dan kemajuan bangsa. Semua bangsa menyadari, siapa yang menguasai informasi dan komunikasi, ya dialah yang menguasai dunia. Saat ini, dunia diwarnai dengan "perang informasi". Suguhan informasi, baik melalui media cetak maupun elektronik, menyediakan informasi yang bebas nilai. Benar salah, baik buruk, pantas tak patas, disajikan secara terbuka bagi siapapun yang membutuhkannya. Bahkan boleh dikata konten informasi yang tersedia tanpa sensor. Kebijakan blocking cyber-cyber yang mengumbar aurat, kekerasan, budaya menyimpang, ketersesatan dan semacamnya oleh otoritas pemerintah selalu menemui kegagalan. Peradaban informasi yang bebas nilai ini, yang mendorong para pemangku moral dunia, untuk menyajikan informasi yang sarat nilai agama dan budaya luhur bangsa. TV, radio, situs, media jejaring sosial, koran, tabloid, majalah, bulletin, dan media lain tak sedikit dikelola oleh organisasi keagamaan.Tak terkecuali juga NU sebagai organisasi Islam terbesar di dunia. Walaupun pertumbuhan dan perkembangan media NU taklah sepesat media-media yang lain, keberadaanya telah menjadi "alat perjuangan NU" dalam mewujudkan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, berakhlaq mulia, tentram, adil dan sejahtera. Media seperti TV9, NU Online, Duta Masyarakat, Majalah Aula dan lain sebagainya telah menjadi "corong" untuk menyebarkan ajaran Islam ala minhaji ahlisunnah waljamaah. Tentu tanpa menafikan keberadaan media massa lain yang menjalin kebersamaan

dalam mengembangkan Islam rahmatan lil alamin. Bila mungkin, secara tampak atau sembunyi-sembunyi, NU secara serius membangun link and macth dengan seluruh media publik yang ada di Tanah Air tanpa terkecuali. Perjuangan NU saat ini dihadapkan pada problem keumatan dan kebangsaan sekaligus. Umat tak menunjukkan kondisi khairu ummah (sebaik-baiknya umat), dan bangsa juga tak menunjukkan kondisi baldatun thayyibah (bangsa yang baik). Kondisi tersebut menuntut peran yang semakin besar dari NU dalam meletakkan fondasi mabadi' khairu umat (dasar-dasar umat yang baik) serta fondasi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang mengikuti tata kelola good governance (pemerintah yang baik). Dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut, media bukan sekadar sangat penting dan strategis, akan tetapi menjadi syarat rukun dalam melaksanakan amar makruf nahi mungkar. Barangtentu amar makruf nahi mungkar dalam pengertian luas. Imam Ghazali mengemukakan pengertian tersebut dalam Mukhtashar Ihya' Ulumid Din sebagai berikut: Pertama, al-ta'rif (pengajaran). Alih pengetahuan, nilai dan keterampilan dalam keberagamaan yang berlangsung melalui jalur pendidikan formal, informal dan nonformal merupakan perwujudan amar makruf nahi yang paling hakiki dan asali. Dakwah melalui pendidikan ini berlangsung sistematis, massif dan terstruktur yang memiliki dampak secara langsung bagi peningkatan indeks pembangunan sumberdaya manusia. Kedua, al-wa'dhu (nasehat). Agama esensinya adalah nasehat (al-dinnu nashihah). Nasehat umum melalui mimbar jumat, pengajian, diskusi dan semacamnya, serta nasehat khusus melalui ruang konsultasi, adalah wujud amar makruf nahi mungkar. Nasehat-nasehat tersebut berupa saran pendapat atas sejumlah problem yang menimpa individu dan umat. Ada sekelompok orang yang terdidik, terlatih dan berpengalamaan secara profesional memberikan layanan konsultasi untuk memberikan solusi alternatif atas sejumlah masalah yang dihadapi individu dan umat. Ketiga, al-takhsyin (perkataan yang keras). Kritik pedas yang dilancarkan terhadap pemerintah dan masyarakat yang melakukan prilaku menyimpang atas nilai dan norma yang berkembang adalah wujud amar makruf nahi mungkar. Bahkan perkataan yang benar di hadapan penguasa yang lalim adalah seutama-utama jihad dalam pandangan Islam. Keempat, al-man'u qahran (tindakan represif). Tindakan tegas terhadap pelanggaran nilai dan norma merupakan amar makruf nahi mungkar tak bisa dilakukan secara

serampangan dan antem kromo. Tindakan ini hanya bisa dilakukan oleh otoritas yang memiliki kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, media sebagai alat perjuangan NU harus dikerangkai sebagai dakwah bil-lisan. Dakwah yang menjadi tugas dan tanggungjawab para ulama, seperti yang diuraikan oleh Syeikh Abdul Qadir Jailani dalam Al-Ghunyah Li Thalibit Thariqil Haq. Sementara dakwah bil yad adalah tugas dan tanggungjawab dari pemerintah. Dan, dakwah bil qalb adalah bagian dari masyarakat awam. Media dengan demikian dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi, komunikasi, publikasi, edukasi dan kontrol sosial, membawa misi profetik kenabian dan kerasulan yang membawa kabar gembira dan ancaman. Dimana, misi profetik ini pasca kenabian dan kerasulan Muhammad SAW diemban oleh para ulama sebagai waratsatul anbiya' (pewaris para nabi). *KH. Muhyiddin Abdushomad, Rois Syuriah NU Cabang Jember, dan pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam Jember.

Anda mungkin juga menyukai