Anda di halaman 1dari 26

Pembagian Akhlak dalam Islam Pembagian akhlak yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah menurut sudut pandang

Islam, baik dari segi sifat maupun dari segi objeknya. Dari segi sifatnya, akhlak dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama, akhlak yang baik, atau disebut juga akhlak mahmudah (terpuji) atau akhlak al-karimah; dan kedua, akhlak yang buruk atau akhlak madzmumah.

Akhlak Mahmudah Akhlak mahmudah adalah tingkah laku terpuji yang merupakan tanda keimanan seseorang. Akhlak mahmudah atau akhlak terpuji ini dilahirkan dari sifat-sifat yang terpuji pula.

Sifat terpuji yang dimaksud adalah, antara lain: cinta kepada Allah, cinta kepda rasul, taat beribadah, senantiasa mengharap ridha Allah, tawadhu, taat dan patuh kepada Rasulullah, bersyukur atas segala nikmat Allah, bersabar atas segala musibah dan cobaan, ikhlas karena Allah, jujur, menepati janji, qanaah, khusyu dalam beribadah kepada Allah, mampu mengendalikan diri, silaturrahim, menghargai orang lain, menghormati orang lain, sopan santun, suka bermusyawarah, suka menolong kaum yang lemah, rajin belajar dan bekerja, hidup bersih, menyayangi inatang, dan menjaga kelestarian alam.

Akhlak Madzmumah Akhlak madzmumah adalah tingkah laku yang tercela atau perbuatan jahat yang merusak iman seseorang dan menjatuhkan martabat manusia.

Sifat yang termasuk akhlak mazmumah adalah segala sifat yang bertentangan dengan akhlak mahmudah, antara lain: kufur, syirik, munafik, fasik, murtad, takabbur, riya, dengki, bohong, menghasut, kikil, bakhil, boros, dendam, khianat, tamak, fitnah, qatiurrahim, ujub, mengadu domba, sombong, putus asa, kotor, mencemari lingkungan, dan merusak alam. Demikianlah antara lain macam-macam akhlak mahmudah dan madzmumah. Akhlak mahmudah memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain, sedangkan akhlak madzmumah merugikan diri sendiri dan orang lain. Allah berfirman dalam surat At-Tin ayat 4-6.

- - Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan mereka ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka). Kecuali yang beriman dan beramal shalih, mereka mendapat pahala yang tidak ada putusnya.

Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda.

Artinya: Sesungguhnya manusia yang berakhlak mulia dapat mencapai derajat yang tinggi dan kedudukan mulia di Akhirat. Sesungguhnya orang yang lemah ibadahnya akan menjadi buruk perangai dan akan mendapat derajat yang rendah di neraka Jahanam. (HR. Thabrani)

Kemudian, dari segi objeknya, atau kepada siapa akhlak itu diwujudkan, dapat dilihat seperti berikut:

Akhlak kepada Allah, meliputi antara lain: ibadah kepada Allah, mencintai Allah, mencintai karena Allah, beramal karena allah, takut kepada Allah, tawadhu, tawakkal kepada Allah, taubat, dan nadam.

Akhlak kepada Rasulullah saw., meliputi antara lain: taat dan cinta kepda Rasulullah saw.

Akhlak kepada keluarga, meliputi antara lain: akhlak kepada ayah, kepada ibu, kepada anak, kepada nenek, kepada kakek, kepada paman, kepada keponakan, dan seterusnya.

Akhlak kepada orang lain, meliputi antara lain: akhlak kepada tetangga, akhlak kepada sesama muslim, kepada kaum lemah, dan sebagainya.

Akhlak kepada lingkungan, meliputi antara lain: menyayangi binatang, merawat tumbuhan, dan lain-lain. Diposkan oleh Andry Pramudya di 02:22 0 komentar Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Link ke posting ini Label: Akhlak Tujuan Pendidikan Akhlak Pendidikan akhlak merupakan upaya manusia mempertahankan hidupnya. Akhlaklah yang membedakan manusia dari binatang. Kemajuan ilmu pengetahuan tanpa diimbangi dengan akhlak tidak akan mampu mempertahankan manusia dari kepunahan. Semakin tinggi ilmu pengetahuan, semakin tinggi pula peralatan dan teknik membinasakan sesama manusia.

Dapat disaksikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa para pelaku kriminalitas dan kejahatan ekonomi kelas kakap bukanlah orang-orang bodoh, melainkan orang-orang pintar dan berpangkat tinggi. Bahkan tidak sedikit orang kaya, terpelajar, dan berpangkat tidak mampu meringankan beban kesengsaaraan rakyat.

Padahal ilmu yang dipahaminya menganjurkannya untuk menolong rakyat dari kesengsaraan dan penderitaan. Sebaliknya, tidak sedikit orang yang tidak berilmu memiliki akhlak yang mulia. Dengan segala kemampuan yang dimilikinya, mereka memberikan pertolongan kepada orang lain yang hidup dalam kemiskinan dan penderitaan.

Dari uraian ini, tampaknya dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan akhlak dalam Islam

adalah sebagai berikut:

Mendapatkan Ridha Allah Jika sikap mengharapkan ridha kepada Allah sudah tertanam dalam diri seorang muslim dan sudah menjadi hiasan dalam kehidupannya, semua perbuatan baiknya akan dilakuakan dengan ikhlas. Seorang siswa akan menuntut ilmu bukan hanya karena berharap kepandaian. Seseorang akan berdagang tidak semata-mata mencari keuntungan. Petani tidak lagi bekerja di sawah hanya karena hasil panennya saja. Bahkan, orang menolong sesamanya juga bukan hanya karena mengetahui bahwa hidup ini haruis saling tolong-menolong. Semua itu akan dilakukan oleh setiap muslim juga dalam rangka ibadah kepada Allah untuk mencari ridha-Nya.

Terbentuknya pribadi muslim yang luhur dan mulia Seorang muslim yang mulia senantiasa bertingkah laku dengan terpuji, baik ketika berhubungan dengan Allah, sesama manusia, maupun dengan alam sekitarnya.

Terwujudnya perbuatan yang terpuji dan mulia. Seorang muslim yang berakhlak mulia akan berusaha agar seluruh tingkah lakunya tidak menyusahkan orang lain. Sebaliknya, ia akan berusaha agar tindakannya dapat menyenangkan orang lain dan mendatangkan manfaat bagi orang lain dan diri sendiri.

Terhindarnya perbuatan yang hina dan tercela. Dengan berakhlak mulia, seseorang dapat menyelamatkan orang lain dari dirinya. Pengaruh ini selanjutnya akan menyebar dan menyelamatkan kehidupan manusia secara umum, baik di dunia maupun di akhirat. Ibnu Rusyd, sorang filosof muslim yang ternama, berkata dalam syairnya. Artinya: Setiap bangsa hanya akan tegak selama masih terdapat akhlak. Jika akhlak telah hilang, maka hancurlah bangsa itu.

Bahkan, Allah juga mengutus Nabi Muhammad untuk menyempurnakan ajaran akhlak yang telah dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya dan menjaga kelangsungan manusia dari kepunahan yang diakibatkan oleh rusaknya pada zaman Jahiliyyah. Karena kerusakan

akhlak yang melanda kaum jahiliyyah sebelum kedatangan Nabi saw telah melanda tidak saja rakyat jelata, melainkan juga kaum bangsawannya. Minuman keras, perjudian, pencurian, perampokan dengan kekerasan, dan pertumpahan darah telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari dari masyarakat jahiliyyah. Anehnya, peristiwa keburukan akhlak semacam itu tampak terulang lagi pada era globalisasi ini. Diposkan oleh Andry Pramudya di 02:18 0 komentar Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Link ke posting ini Label: Akhlak Dasar Pendidikan Akhlak Masalah akhlak menjadi barometer tinggi rendahnya derajat seseorang. Sekalipun orang dapat pandai setinggi langit, tetapi jika suka melanggar norma agama atau melanggar peraturan pemerintah, maka ia tidak dapat dikatakan seorang yang mulia. Rasulullah bersabda dalam salah satu hadisnya.

Artinya: Orang yang paling beriman adalah yang terbaik budi pekertinya, dan sebaik-baiknya kalian adalah yang berperilaku paling baik terhadap istri. (H. R. Tirmidzi)

Akhlak tidak hanya menentukan tinggi derajat seseorang, melainkan juga masyarakat. Masyarakat yang terhormat adalah masyarakat yang terdiri atas orang-orang yang berbudi pekerti baik. Sebaliknya, masyarakat yang beranggotakan orang yang suka melakukan perampokan, kejahatan, penodongan, dan berbagai macam kemaksiatan, tidak dapat dikatakan sebagai masyarakat yang baik. Bahkan masyarakat yang demikian dapat menghambat kemajuan pembangunan dan dapat menyusahkan pemerintah dan bangsa.

Artinya: Apabila kemaksiatan telah merajalela, maka timbullah kegoncangan. (HR. Ad-Dailamy, dari Ibnu Umar)

Pendidikan akhlak sangat diperlukan dan harus dilaksanakan sedini mungkin dengan berdasarkan atas ajaran Islam yang bersumber dari Al-uran dan sunnah Rasulullah. Di antara ayat Al-Quran yang dapat dijadikan dalil pendidikan akhlak adalah, antara lain firman Allah sural Al-Ahzab ayat ke-21.

Artinya: Sesungguhnya dalam diri Rasulullah terdapat suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi oprang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan keselamatan di Hari Akhirat, serta banyak mengingat Allah. (S. Al-Ahzab: 21).

Allah bahkan pernah berfirman khusus untuk memuji akhlak Nabi Muhammad yang Mulia.

Artinya: Sesungguhnya kamu benar-benar memiliki budi pekerti yang agung. (QS. Al-Qalam: 14)

Adapun dalil yang menjadi dasar pendidikan akhlak yang berasal dari sunnah Rasulullah, di antaranya, adalah sabda Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Al-Bayhaqi.

Artinya: Akhlak yang baik dapat menghapus kesalahan, seperti halnya air dapat menghancurkan tanah yang keras. Akhlak yang jahat merusak kebaikan seperti halnya cuka merusak madu. (HR. Al-Bayhaqi)

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Al-Hakim, Nabi Muhammad SAW bersada:

Artinya: Kemuliaan seorang mukmin terletak pada agamanya, kepribadiannya terletak pada akalnya, dan kehormatannya terletak pada Akhlaknya. (HR. Al-Hakim) Diposkan oleh Andry Pramudya di 02:14 0 komentar Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Link ke posting ini Label: Akhlak Pendidikan Akhlak Sebelum membahas tentang pendidikan akhlak, terlebih dahulu akan penulis kemukakan pendapat beberapa ahli tentang pengertian dari pendidikan dan akhlak secara satu per satu.

Pengertian Pendidikan Menurut Musthofa al-Ghulayaini, dalam kitab Idhatun Nasyiin,

Artinya: Pendidikan adalah menanamkan perilaku yang utama di dalam kepribadian anak didik dan menyiraminya dengan butir-butir petunjuk dan bimbingan, sehingga melekat menjadi suatu kepribadian yang kemudian mampu membuahkan keutamaan dan kebaikan serta senang berbuat yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa.

Sir Godfrey Thomson, dalam A Modern Philosophy of Education By education I mean the influence of the environment upon the individual to produce a permanent change in his habits of behavior of thought, of attitude Artinya: Pendidikan saya definisikan sebagai pengaruh lingkungan dalam individu untuk menciptakan perubahan dalam kebiasaan, perilaku, pikiran dan sikap.

Drs. Ahmad D Marimba, dalam buku pengantar filsafat pendidikan Islam, Pendidikan adalah bimbingan atau pemimpin secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama

Berdasarkan tiga definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah kegiatan orang dewasa untuk memberikan bimbingan kepada anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama, atau, dalam istilah agama Islam, terbentuknya anak yang shalih atau shalihah.

Pengertian Akhlak Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jama dari kata khuluk yang artinya tingkah laku, perangai, tabiat, moral. Adapun pengertian akhlak menurut istilah, dapat menulis kutipan dari pendapat beberapa ahli diantaranya:

Drs. HM. Rifai, dengan mengutip pendapat Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin, mengemukakan bahwa akhlak adalah suatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa seseorang manusia yang dapat melahirkan sesuatu tindakan dan kelakuan dengan mudah, spontan, dan tanpa reka pikiran.

Drs. Zahruddin AR, dkk, dengan mengutip pendapat Dr. M. Abdulah Diraz dalam kitab Kalimatun fi Mabadiil Akhlak, mengemukakan bahwa akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak yang dapat berkombinasi membawa kecenderungan memilih pihak yang benar (akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (akhlak yang buruk).

Prof. Dr. Ahmad Amin, dalam bukunya Etika, menjelaskan bahwa akhlak adalah kehendak yang dibiasakan, yaitu bahwa kehendak itu bila dibiasakan, kebiasaan itu dinamakan akhlak. Berdasarkan tiga definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan yang mudah karena tanpa memerlukan pertimbangan terlebih dahulu (respon spontan).

Pengertian Pendidikan Akhlak Berdasarkan atas pendapat yang masing-masing telah disimpulkan, pengertian pendidikan dan pengertian akhlak, dapat diambil suatu pengertian tentang pendidikan akhlak, yaitu usaha bimbingan yang dilakukan orang dewasa terhadap perilaku dan tindakan anak didik agar cenderung dan terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan memiliki kepribadian yang utama yang dalam istilah agama Islam disebut akhlakul karimah. Hal ini sebagaimana misi yang di emban oleh nabi Muhammad saw. yang tercermin dalam hadits yang berasal dari Abu Hurairah r.a dan diriwayatkan oleh al-Hakim ini. Artinya: Sesungguhnya aku diutus semata-mata untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak. (H.R. al-Hakim, dari Abu Hurairah). Diposkan oleh Andry Pramudya di 02:07 0 komentar Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Link ke posting ini Label: Akhlak Hubungan Manusia dengan Alam Prinsip dasar hubungan manusia dengan alam atau makhluk lain di sekitarnya pada dasarnya ada dua: pertama, kewajiban menggali dan mengelola alam dengan segala kekayaannya; dan kedua, manusia sebagai pengelola alam tidak diperkenankan merusak lingkungan, karena pada kahirnya hal itu akan merusak kehidupan umat manusia itu sendiri.

Mengenai prinsip yang pertama, Allah berfirman dalam Al-Quran surat Hud ayat 61: Artinya: Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan memerintahkan kalian memakmurkannya (mengurusnya).

Adapun mengenai prinsip yang kedua, yaitu agar manusia jangan merusak alam, dinyatakan oleh Allah melalui berbagai ayat dalam Al-Quran, di antaranya dalam surat Al-Araf ayat 56: Artinya: Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya.

Dengan demikian, dapat dipahami dengan jelas bahwa kesadaran melestarikan lingkungan, sebagaimana yang dikampanyekan oleh orang-orang sekarang ini, dasardasarnya telah digariskan oleh Islam sejak lima belas abad yang lalu. Hanya saja, karena keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohannya sendiri, umat Islam seringkali kurang memahami arti dari ayat-ayat dari Al-Quran. Oleh karena itu, salah satu tugas utama Islam adalah menghapus keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan dari kehidupan umat.

Apa yang dikemukakan diatas merupakan prinsip dasar hubungan manusia dengan alam sekitar, yaitu prinsip pemanfaatan dan sekaligus pelestarian lingkungan alam. Agama memberi motivasi kepada manusia untuk mewujudkan kedua hubungan itu dengan sebaik-baiknya. Diposkan oleh Andry Pramudya di 01:48 0 komentar Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Link ke posting ini Label: Konsep Dasar Hubungan Manusia dengan Sesamanya

Hubungan Manusia dengan Sesamanya Prinsip dasar ajaran Islam tentang hubungan manusia dengan manusia adalah tolongmenolong dalam kebaikan dan bukan tolong-menolong dalam keburukan. Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 2. Artinya: Tolong-menolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan janganlah kamu tolong menolong untuk berbuat dosa dan pelanggaran.

Perbuatan saling menolong itu terjadi antara sesama individu dalam masyarakat. Seorang yang membantu tetangganya adalah bentuk tolong-menolong antarindividu. Bantuan masyarakat kelas menengah secara bersama-sama kepada masayarakat golongan ekonomi lemah atau bantuan suatu nagara ke negara lain adalah satu contoh lain tolong-menolong antarmasyarakat. Begitu juga kerja keras seseorang yang melahirkan karya besar yang amat berguna bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Beasiswa suatu lembaga kemasyarakatan untuk karya besar itu pun adalah contoh perbuatan tolong-menolong antarindividu dan masyarakat.

Jika seseorang telah mempunyai sifat tolong-menolong antara sesama manusia, dengan sendirinya orang itu akan menjauhi segala perbuatan yang merugikan orang lain. Ia akan selalu ikut bertanggung jawab atas kesejahteraan bersama, sehingga tercipta kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sesuai dengan ajaran Islam, ia akan selalu menginginkan dirinya bermanfaat bagi orang lain, dan bukan sebaliknya memeras orang lain untuk kepentingan pribadinya. Motivasi luhur ini akan melahirkan keharmonisan sosial yang sangat tinggi.

Perlu dicatat bahwa yang juga termasuk dalam katagori hubungan manusia dengan manusia adalah hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Hubungan ini dapat berupa koreksi diri, yaitu mengevaluasi perbuatan yang telah dilakukan dari segi agama dan berusaha memperbaiki kesalahannya untuk masa yang akan datang. Dalam hal ini, inti hubungan manusia dengan dirinya adalah kemampuannya mendengarkan kata nurani dari hati yang sangat dalam yang biasanya memihak kepada kebaikan dan kebenaran. Sebab, orang yang suka melakukan koreksi diri berarti dekat dengan Allah. Dalam seuah hadis dikatakan bahwa barang siapa yang mengetahui (memahami) dirinya berarti ia memahami Tuhannya. Diposkan oleh Andry Pramudya di 01:47 0 komentar Kirimkan Ini lewat Email

BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Link ke posting ini Label: Konsep Dasar Hubungan Manusia dengan Allah SWT Sifat hubungan antara manusia dengan Allah SWT dalam ajaran Islam bersifat timbalbalik, yaitu bahwa manusia melakukan hubungan dengan Tuhan dan Tuhan juga melakukan hubungan dengan manusia. Tujuan hubungan manusia dengan Allah adalah dalam rangka pengabdian atau ibadah. Dengan kata lain, tugas manusia di dunia ini adalah beribadah, sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Quran surat Adz-Dzariat ayat 56: Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.

Secara garis besar, ibadah kepada Allah itu ada dua macam, yaitu ibadah yang bentuk dan tata caranya telah di tentukan oleh Allah swt, dan ibadah dan bentuk tata caranya yang tidak di tentukan oleh Allah swt. Ibadah jenis pertama adalah Mahdhoh, yaitu ibadah dalam arti ritual khusus, misalnya sholat, puasa, dan haji: cara melakukan ruku dan sujud dan lafal-lafal apa saja yang harus dibaca dalam melakukan sholat telah ditentukan oleh Allah SWT; demikian pula cara melakukan thawaf dan sai dalam haji beserta lafal bacaannya telah ditentukan oleh Allah SWT. Inti ibadah jenis ini sebenarnya adalah permohonan ampun dan mohan pertolongan dari Allah swt. Jenis ibadah yang kedua diseut ibadah ghairu mahdoh atau ibadah dalam pengetahuan umum, yaitu segala bentuk perbuatan yang ditujukan untuk kemaslahatan, kesuksesan, dan keuntungan. Contoh dari ibadah semacam ini adalah menyingkirkan duri dari jalan atau membantu orang yang kesusahan. Semua perbuatan tersebut, asalkan diniatkan karena Allah SWT dan bermanfaat bagi kepentingan umum, adalah pengabdian atau ibadah kepada Allah SWT. Jika inti hubungan manusia dengan Allah adalah pengabdian atau ibadah, maka inti hubungan Tuhan dengan manusia adalah aturan, yaitu perintah dan larangan. Manusia diperintahkan berbuat menurut aturan yang telah ditetapkan Allah. Jika manusia menyimpang dari aturan itu, maka ia akan tercela, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Aturan itupun ada dua macam, pertama aturan yang dituangkan dalam bentuk hukum-hukum alam (sunnatullah) dan aturan yang dituangkan dalam kitab

suci Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad saw. Aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Quran dan hadis Nabi, misalnya tentang perintah sholat, perintah zakat, perintah puasa, perintah haji, larangan berzina, larangan mencuri, larangan meminum arak, larangan memakan daging babi, dan lain-lain. Dalam hal ini, manusia diperintahkan menaati segala perintah dan menjauhi segala larangan. Adapun aturan yang dituangkan dalam hukum alam adalah, misalnya, api itu bersifat membakar. Oleh karena itu, jika orang mau selamat, maka ia harus menjauhkan dirinya dari api. Sebagai contoh lain, benda yang berat jenisnya lebih berat dari air akan tenggelam dalam air. Dengan demikian, manusia akan celaka (tenggelam) jika masuk ke dalam air laut tanpa pelampung, sebab berat jenisnya lebih berat dari air. Demikianlah aturan yang dituangkan dalam kitab suci (yah qurniyah) dan yang dituangkan dalam hukum alam (yah kawniyah). Keduanya harus dipatuhi agar orang dapat hidup selamat dan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat. Begitulah prinsip dasar ajaran Islam mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya. Intinya adalah pengabdian dan penyembahan kepada Allah (ibadah), baik dengan cara yang ditentukan oleh Allah maupun yang tidak ditentukan, dan dengan mengacu kepada aturan quraniyah dan kauniyah.

Artikel Islami Majlis Ta'lim Wad Da'wah

Akhlak Seorang Muslim Terhadap Allah SWT Dikirim: [27/06/2009]

Setiap muslim meyakini, bahwa Allah adalah sumber segala sumber dalam kehidupannya. Allah adalah Pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan segala isinya, Allah adalah pengatur alam semesta yang demikian luasnya. Allah adalah pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia, dan lain sebagainya. Sehingga manakala hal seperti ini mengakar dalam diri setiap muslim, maka akan terimplementasikan dalam realita bahwa Allah lah yang pertama kali harus dijadikan prioritas dalam berakhlak.

Jika kita perhatikan, akhlak terhadap Allah ini merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain. Diantara akhlak terhadap Allah SWT adalah:

1. Taat terhadap perintah-perintah-Nya.

Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya. Sebab bagaimana mungkin ia

tidak mentaati-Nya, padahal Allah lah yang telah memberikan segala-galanya pada dirinya. Allah berfirman (QS. 4 : 65):

Maka demi Rab-mu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemdian mrekea tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap ptutusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.

Karena taat kepada Allah merupakan konsekwensi keimanan seoran muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu indikasi tidak adanya keimanan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW juga menguatkan makna ayat di atas dengan bersabda:

Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga hawa nafsunya (keinginannya) mengikuti apa yang telah datang dariku (Al-Quran dan sunnah)." (HR. Abi Ashim al-syaibani).

2. Memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diembankan padanya.

Etika kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT, adalah memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan padanya. Karena pada hakekatnya, kehidupan inipun merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh karenanya, seorang mukmin senantiasa meyakini, apapun yang Allah berikan padanya, maka itu merupakan amanah yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban dari Allah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda:

Dari ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda,

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang amir (presiden/ imam/ ketua) atas manusia, merupakan pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami merupakan pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita juga merupakan pemimpin atas rumah keluarganya dan juga anak-anaknya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya." (HR. Muslim)

3. Ridha terhadap ketentuan Allah SWT.

Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT, adalah ridha terhadap segala ketentuan yang telah Allah berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun oleh keluarga yang tidak mampu, bentuk fisik yang Allah berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin (baca; tsiqah) terhadap apapun yang Allah berikan pada dirinya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:

" sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segala urusannya adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa hal

tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Bukhari)

Apalagi terkadang sebagai seorang manusia, pengetahuan atau pandangan kita terhadap sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik justru buruk, sementara sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki kebaikan bagi diri kita.

4. Senantiasa bertaubat kepada-Nya.

Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini memang merupakan tabiat manusia. Oleh karena itulah, etika kita kepada Allah, manakala sedang terjerumus dalam kelupaan sehingga berbuat kemaksiatan kepada-Nya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT. Dalam Al-Quran Allah berfirman (QS. 3 : 135) :

"Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa selain Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui."

5. Obsesinya adalah keridhaan ilahi.

Seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, akan memiliki obsesi dan orientasi dalam segala aktivitasnya, hanya kepada Allah SWT. Dia tidak beramal dan beraktivitas untuk mencari keridhaan atau pujian atau apapun dari manusia. Bahkan terkadang, untuk mencapai keridhaan Allah tersebut, terpakasa harus mendapatkan ketidaksukaan dari para manusia lainnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah menggambarkan kepada kita:

"Barang siapa yang mencari keridhaan Allah dengan adanya kemurkaan manusia, maka Allah akan memberikan keridhaan manusia juga. Dan barang siapa yang mencari keridhaan manusia dengan cara kemurkaan Allah, maka Allah akan mewakilkan kebencian-Nya pada manusia." (HR. Tirmidzi, Al-QadhaI dan ibnu Asakir).

Dan hal seperti ini sekaligus merupakan bukti keimanan yang terdapat dalam dirinya. Karena orang yang tidak memiliki kesungguhan iman, otientasi yang dicarinya tentulah hanya keridhaan manusia. Ia tidak akan perduli, apakah Allah menyukai tindakannya atau tidak. Yang penting ia dipuji oleh oran lain.

6. Merealisasikan ibadah kepada-Nya.

Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan segala ibadah kepada Allah SWT. Baik ibadah yang bersifat mahdhah, ataupun ibadah yang ghairu mahdhah. Karena pada hakekatnya, seluruh aktiivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT. Dalam Al-Quran Allah berberfirman (QS. 51 : 56):

Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.

Oleh karenanya, segala aktivitas, gerak gerik, kehidupan sosial dan lain sebagainya merupakan ibadah yang dilakukan seorang muslim terhadap Allah. Sehingga ibadah tidak hanya yang memiliki skup mahdhah saja, seperti shalat, puasa haji dan sebagainya. Perealisasian ibadah yang paling penting untuk dilakukan pada saat ini adalah beraktivitas dalam rangkaian tujuan untuk dapat menerakpak hukum Allah di muka bumi ini. Sehingga Islam menjadi pedoman hidup yang direalisasikan oleh masyarakat Islam pada khususnya dan juga oleh masyarakat dunia pada umumnya.

7. Banyak membaca al-Quran.

Etika dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah adalah dengan memperbanyak membaca dan mentadaburi ayat-ayat, yang merupakan firman-firman-Nya. Seseeorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia akan banyak dan sering menyebutnya. Demikian juga dengan mukmin, yang mencintai Allah SWT, tentulah ia akan selalu menyebut-nyebut Asma-Nya dan juga senantiasa akan membaca firman-firman-Nya. Apalagi menakala kita mengetahui keutamaan membaca Al-Quran yang dmikian besxarnya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengatakan kepada kita:

"Bacalah Al-Quran, karena sesungguhnya Al-Quran itu dapat memberikan syafaat di hari kiamat kepada para pembacanya." (HR. Muslim)

Adapun bagi mereka-mereka yang belum bisa atau belum lancar dalam membacanya, maka hendaknya ia senantiasa mempelajarinya hingga dapat membacanya dengan baik. Kalaupun seseorang harus terbata-bata dalam membaca Al-Quran tersebut, maka Allah pun akan memberikan pahala dua kali lipat bagi dirinya. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda:

"Orang (mumin) yang membaca Al-Quran dan ia lancar dalam membacanya, maka ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi suci. Adapun orang mumin yang membaca Al-Quran, sedang ia terbata-bata dalam membacanya, lagi berat (dalam mengucapkan huruf-hurufnya), ia akan mendapatkan pahala dua kali lipat." (HR. Bukhori Muslim)

Anda mungkin juga menyukai