Anda di halaman 1dari 17

1

A. Pendahuluan
Islam adalah agama fitrah, agama yang sejalan dengan tuntutan watak dan
sifat pembawaan kejadian manusia. Oleh karena itu, Islam memperhatikan kenyataan-
kenyataan manusiawi, kemudian mengaturnya agar sesuai dengan nilai-nilai
keutamaan.Tiap-tiap individu mempunyai pembawaan yang mungkin berbeda dengan
individu yang lain. Sebenarnya tujuan dari peraturan tentang poligami dalam Islam itu
diantaranya ialah untuk menyelamatkan dan menolong kaum wanita, sebagaimana
dipraktekkan oleh Rasulullah SAW terhadap istri-istri beliau. Al-Quran surat An-
Nisa (4) : 3 berfungsi memberikan batasan serta syarat yang ketat, yaitu batasan
maksimal empat istri dengan ketentuan mesti berlaku adil. Artinya tidak boleh ada
anggapan bahwa Al-Quran mendorong poligami, tetapi justru memberikan jalan
keluar apabila dalam suatu keadaan terpaksa seorang harus memilih antara perzinahan
dan poligami, atau antara membiarkan wanita terlantar dan sengsara tak bisa nikah
dan menjadi istri kedua.
Pembacaan terhadap dasar nash berkenaan dengan masalah ini hendaknya
dilakukan secara utuh. Untuk menentukan satu hukum atas boleh atau tidaknya
poligami harus mengkaji semua ayat yang brkenaan dengannya dengan selektif dan
penafsiran yang memperhatikan berbagai persepektif, baik secara tetkstual maupun
kontektual. Untuk mengambil suatu kesimpulan hukum tidak bisa dilakukan secara
parsial atau setengah-setengah dalam pembacaannya.
Karena itu makalah ini, penulis mencoba memaparkan beberapa ayat
mengenai masalah poligami yang penulis uraikan berangkat dari pemahaman teks
yang biasa dijadikan rujukan bagi orang-orang yang pro dan kontra poligami. Semoga
makalah ini mendulang inspiratif maupun solutif, dan semoga makalah ini
bermanfaat..amin.











2
A. Pembahasan
a. Definisi Poligami
Kata poligami berasal dari bahasa Yunani pecahan kata dari Poly yang
artinya banyak, dan Gamein yang berarti pasangan, kawin atau perkawinan.
Secara epistimologi poligami adalah suatu perkawinan yang banyak atau
dengan kata lain adalah suatu perkawinan yang lebih dari seorang, seorang laki-
laki yang memiliki istri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan.
1

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengertian
ppoligami adalah Ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau
mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan sedangkan
berpoligami adalah menjalankan atau melakukan poligami.
2

Dengan demikian poligami dapat dikatakan perkawinan yang tak
terbatas.Term ini sebenarnya punya makna umum, yaitu memiliki dua orang atau
lebih istri dalam waktu bersamaan. Adapun kebalikan dari bentuk perkawinan
seperti ini adalah monogami yaitu perkawinan dimana suami hanya memiliki satu
istri.
3

b. Ayat-ayat yang berkaitan
Dalam al-Quran ada beberapa ayat yang berkaitan tentang poligami, namun yang
menurut pemakalah sangat konsen berbicara tentang poligami hanya dua ayat
dalam surat an-Nisa ayat 3 dan 129:
up)4u7+^=W-O7CO^>O
)_O44-4O^-W-O^4`
=C7=}g)`g7.=Og)4-_/E
_u14`E+U4E74+O4Wup)
+^=W-O7gu>EEg4O
u4`;eU4`7N4EuC_El
gO-OE+u1W-O7ON>^@
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain)

1
Fadlurrahman, Islam Mengangkat Martabat Wanita (Gresik : Putra Pelajar, 1990), hal.33
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta : Balai Pustaka 1999),
hal.799
3
Bibit Suprapto, Liku-liku Poligami, (Yogyakarta : Al-Kautsar 1999), hal.71


3
yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat Berlaku adil
4
, Maka (kawinilah) seorang saja
5
, atau budak-budak yang
kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
}4W-EONOgC4OpW-O7g
u>4u-4g7.=Og)4-O4
+;4OEOWEW-OU1g>E^1
E^-E-+OEO4-gO^UE^
E_p)4W-O)U>W-O+-
>4])-.-4p~E-4OOENV
1gOO^g_
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu
terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri
(dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
c. Penafsiran Ayat-ayat yang Berkaitan
Sebelum berbicara tentang hukum berpoligami, Allah SWT lebih dulu
mengingatkan tentang perlunya bertakwa kepada Allah dan memelihara
hubungan silaturahim. Firman Allah selanjutnya dalam Surat An-Nisa ayat 2 :
W-O>-474-OE44O^-
4O^`W4W-O7O4lE>E+1)l
C^-UjO-C)W4W-EOU
7>+O4O^`-O)7g
4O^`_+O^^)4p~E6ONO-LO
O):E^g

4
Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang
bersifat lahiriyah.
5
Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu.sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan
pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. ayat ini membatasi poligami sampai
empat orang saja.


4
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka,
jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan
harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan
memakan) itu, adalah dosa yang besar.


Tafsir ayat
Ayat kedua ini dan ayat-ayat berikutnya berbicara tentang siapa yang harus
dipelihara hak-haknya dalam bertakwa kepada Allah dan memelihara hubungan
rahim itu (seperti yang dijelaskan dalam ayat pertama).Tentu saja yang utama
adalah yang paling lemah, dan yang paling lemah adalah anak yang belum
dewasa yang telah wafat ayahnya, yakni anak-anak yatim.Karena itu, yang
pertama diingatkan adalah tentang mereka.
Ayat ini memerintahkan kepada para wali, Dan berikanlah kepada anak-anak
yatim harta mereka, yakni peliharalah harta anak anak yang belum dewasa yang
telah wafat ayahnya yang berada ditangan kamu, atau berikanlah harta milik
anak-anak yang tadinya yatim dan kini telah dewasa, dan jangan kamu sengaja
dan sungguh-sungguh sebagaimana dipahami dari penambahan huruf ta pada
kata (-O7O4lE>) tatabaddalu menukar dengan dengan
mengambil harta anak yatim yang buruk yakni yang haram dan mengambil yang
baik untuk harta kamu yakni yang halal,dan jangan juga kamu makan, yakni
gunakan atau manfaatkan secara tidak wajar harta mereka didorong oleh
keinginan menggabungnya bersama harta kamu. Sungguh semua itu dilarang dan
semua yang dilarang di atas adalah dosa besar dan kebinasaan yang besar.
6

Seperti yang penulis sampaikan di atas, dalam al-Quran ayat yang konsen
membahas poligami ada dala surat an-Nisa ayat 3 dan 129:
up)4u7+^=W-O7CO^>O)
_O44-4O^-W-O^4`=
C7=}g)`g7.=Og)4-_/E_u
14`E+U4E74+O4Wup)+

6
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jilid 2,(Jakarta: Lentera hati, 2000), hal.321


5
^=W-O7gu>EEg4Ou
4`;eU4`7N4EuC_Elg
O-OE+u1W-O7ON>^@
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat Berlaku adil
7
, Maka (kawinilah) seorang saja
8
, atau
budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.
Kosakata:
: Seseorang yang ditinggalkan mati oleh ayahnya. Sedang yang
ditinggal mati oleh ibunya disebut , adapun yang ditinggal mati oleh ayah
dan ibunya disebut .Seseorang disebut yatim apabila dalam kondisi belum
baligh, tetapi bila telah baligh maka hilanglah predikaat yatim (Ali al-Shabuni:
1981:2:417).
Sebab turunnya ayat tersebut, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
Muslim, Nasai, dan Baihaqi bahwa Zubair bertanya kepada bibinya, Aisyah r.a
tentang ayat ini, Aisyah berkata: Ada seorang pria yang sedang mengurus dan
memelihara anak yatim perempuan, dan dia berkeinginan untuk mengawininya
karena kecantikan dan hartanya, tetapi dia tidak mampu untuk memberikan
maskawin yang layak bagi si anak yatim tersebut. Lalu, dia dilarang untuk
mengawini anak yatim itu dan dipersilahkan untuk mengawini wanita lain dua,
tiga, atau empat (Wahbah Al-Zuhaeli: 3: 233)
9

Munasabah, pada ayat yang lalu, Allah swt., menerangkan tentang kewajiban
memelihara anak yatim bersama hartanya dan diharuskan untuk menyerahkan
harta tersebut kepadanya apabila dia telah baligh dan dewasa, serta dilarang pula

7
Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang
bersifat lahiriyah.
8
Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu.sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan
pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. ayat ini membatasi poligami sampai
empat orang saja.
9
H.E. Syibli Syarjaya, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal.169


6
memakan dan mencampuradukkan antara harta anak yatim dengan hartanya.
Kemudian pada ayat ini (QS. An-Nisa: 3), Allah melarang untuk mengawini anak
yatim bila tidak mampu berlaku adil, atau hanya sekedar tertarik kepada hartanya
saja. Oleh karena itu, jika dia mampu berlaku adil, lebih baik ia mengawini
wanita lain yang dia sukai dua, tiga, atau empat.
10


Tafsir Ayat
Setelah melarang mengambil dan memanfaatkan harta anak yatim secara
aniaya, kini yang dilarang-Nya adalah berlaku aniaya terhadap pribadi anak-anak
yatim itu. Karena itu ditegaskannya bahwa: Dan jika kamu tidak akan dapat
berlaku adil terhadap perempuan yatim, dan kamu percaya diri akan berlaku adil
terhadap wanita-wanita yang selain yang yatim itu, maka kawinilah apa yang
kamu senangi sesuai selera kamu dan halal dari wanita-wanita yang lain itu.
Kalau perlu, kamu dapat menggabung dalam saat yang sama dua, tiga, atau
empat, tetapi jangan lebih, lalu jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
dalam hal harta dan perlakuan lahiriah, bukan dalam hal cinta bila menghimpun
lebih dari seorang istri, maka kawinilah seorang saja, atau kawinilah budak-
budak yang kamu miliki.
11

Yang demikian itu lebih baik dari menikahi anak yatim yang mengakibatkan
ketidakadilan dan mencukupkan satu orang istri adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya atau lebih mengantarkan kepada keadilan.
Dengan ayat ini, Malikiyah beralasan bahwa yang boleh nikah sampai dengan
empat orang istri (poligami), tidak terbatas kepada lelaki yang merdeka saja,
tetapi dibolehkan juga bagi hamba sahaya. Sebab mereka pun termasuk khitab
(seruan) Allah berikut: .
12

Begitu pula dalam pelaksanaan nikahnya tidak perlu meminta izin
sayidnya/tuannya, sebab setiap orang yang memiliki hak talak, maka dia pun
berhak untuk melangsungkan nikah.(Ali Al-Sayis:1953:2:24).



10
H.E. Syibli Syarjaya, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, hal. 171
11
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jilid 2, hal.322
12
H.E. Syibli Syarjaya, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam,, hal.170


7







Dalam ayat 129 surat an-Nisa dijelaskan:
}4W-EONOgC4OpW-O7g
u>4u-4g7.=Og)4-O4
+;4OEOWEW-OU1g>E^1
E^-E-+OEO4-gO^UE^
E_p)4W-O)U>W-O+-
>4])-.-4p~E-4OOENV
1gOO^g_
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu
terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri
(dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Tafsir ayat
Setelah menganjurkan ihsan kepada pasangan atau berlaku adil, dijelaskan
disini betapa keadilan harus ditegakkan, walaupun bukan keadilan mutlak,
apalagi dalam kasus-kasus poligami.Poligami seringkali menjadikan suami
berlaku tidak adil.Setelah dalam berbagai tempat diingatkan (untuk suami) agar
berlaku adil, lebih-lebih jika berpoligami, maka melalui ayat ini para suami diberi
semacam kelonggaran sehingga keadilan yang dituntut bukanlah keadilan mutlak.
Ayat ini menegaskan bahwa: Kamu wahai para suami, sekali-kali tidak akan
dapat berlaku adil, yakni tidak dapat mewujudkan dalam hati kamu secara terus
menerus keadilan dalam hal cinta diantara isteri-isteri kamu, walaupun kamu


8
sangat ingin berbuat demikian, karena cinta diluar kemampuan manusia untuk
mengaturnya. Karena itu berlaku adillah sekuat kemampuan kamu yakni dalam
hal yang bersifat material, dan kalaupun hatimu lebih mencintai salah seorang
diantara mereka, maka aturlah sebisa mungkin perasaan kamu, sehingga
janganlah kamu terlalu cenderung kepada isteri yang lebih kamu cintai dan
mendemonstrasikannya serta menumpahkan semua cintamu kepadanya, sehingga
kamu membiarkan isterimu yang lain terkatung-katung, tidak merasa
diperlakukan sebagai isteri dan tidak juga dicerai, sehingga bebas untuk kawin
atau melakukan apapun yang dikehendakinya.
13


B. Poligami Tinjauan Hadis
a. Hadis-hadis Terkait
Terdapat hadis yang berkesinambung dengan ayat ke-3 surat an-Nisa;
Sabda Rasulullah SAW :

. ) (

Dari ibnu Umar, bahwa Ghailan bin Salamah Ats-Tsaqafi masuk Islam, sedangkan
ia mempunyai sepuluh orang istri pada zaman jahiliyah, lalu mereka juga masuk
Islam bersamanya, kemudian Nabi SAW memerintahkan Ghailan untuk memilih
(mempertahankan) empat diantara mereka. (HR. Tirmidzi).

Hadits di atas diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Hannad, dari Abdah, dari Said bin
Abi Arwah, dari Mamar dari Az-Zuhri, dari Salim, dari ibnu Umar.
14


Hadits senada dengan riwayat di atas adalah sebagaimana juga diriwayatkan
oleh Ibn Majah dan Ahamad dari jalan yang berbeda, yaitu :


13
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, hal. 581.
14
At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, juz IV, hlm. 332


9
.) (
15
Telah bercerita kepada kami Yahya bin Hakim; telah bercerita kepada kami
Muhammad bin Jafar; telah bercerita kepada kami Mamar; dari Az-Zuhri; dari
Salim; dari ibnu Umar; berkata : Ghailan bin Salamah masuk Islam, sedangkan
padanya ada sepuluh orang istri, maka Nabi SAW bersabda padanya ; silahkan
ambil (pertahankan) empat diantara mereka. (HR. Ibnu Majah)

( .

)
16

Telah bercerita kepada kami Ismail; telah mengkhabarkan kepada kami Mamar
dari Az-Zuhri, dari Salim, dari bapaknya, bahwa Ghailan bin Salamah masuk Islam,
dan padanya ada sepuluh orang istri, maka Nabi SAW bersabda padanya; pilihlah
empat diantara mereka. (HR. Ahmad)

b. Sababul Wurud
Hadits tersebut di atas, membicarakan tentang Ghailan Ats-Tsaqafi yang mana
sebelum masuk Islam mempunyai sepuluh orang istri. Ketika ia masuk Islam ke
sepuluh orang istrinya itu turut masuk Islam bersamanya. Oleh karena dalam Islam
seorang laki-laki tidak boleh beristri lebih dari empat, maka Nabi menyampaikan
hadits di atas. Yakni, menyuruh atau memerintah mempertahankan empat diantara
mereka dan menceraikan yang lainnya.

c. Penjelasan
Secara eksplisit hadits Tirmidzi, Ibn Majah dan Ahmad menunjukkan
bolehnya berpoligami dengan ketentuan tidak boleh lebih dari empat. Seandainya
poligami tidak boleh mestinya Nabi memerintahkan Ghailan memilih salah satu saja
dari sepuluh orang istrinya dan menceraikan yang lain. Ini menunjukkan bahwa
batasan maksimal seorang laki-laki yang berpoligami adalah empat orang istri.


15
Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, juz VI, hal. 85
16
Ahmad, Musnad Ahmad, Juz IX, hal. 416


10
C. Pendapat-pendapat terkait hukum berpoligami
a. Pandangan Ibnu al-Thaba Thabai
Mengawali penafsiran ayat di atas, Ibnu al-Thaba Thabai menyebutkan
gambaran diskriminasi terhadap kaum perempuan pada masa jahiliyah yang membuat
wanita kehilangan harga diri. Di antara bentuk diskriminasi itu adalah perempuan
tidak bisa menentukan jalan hidupnya sendiri, pekerjaan dan hak untuk mendapatkan
warisan, poligami tanpa batas dan syarat keadilan seperti yang dipraktikkan kaum
yahudi dan animisme sangat populer di zaman ini, perzinahan mewabah dan pakaian
bagai telanjang juga kebiasaan mereka, bahkan yang lebih mengherankan lagi mereka
saat menunaikan ibadah haji betul-betul tanpa pakaian sama sekali.
17

Ibnu al-Thaba Thabai menganalisis bahwa, pada ujung ayat ini;
W-O7ON>E-OE+u1lgO_7N4E
uCeU4`4`uWEEg4O-O7gu
>+^=p)jika kamu takut kalau nanti tidak sanggup
juga berbuat adil terhadap mereka, maka nikahilah seorang perempuan saja.
18


Dan jika ingin juga berpoligami, maka nikahi/milikilah hamba sahaya yang tidak
diwajibkan untuk adil dalam memberikan hak giliran, karena dengan begitu akan
menjauhkan dirimu dari berbuat dzalim dan aniaya kepada wanita. Dari kalimat yang
demikian itu merendahkan tingkat kezalimanmu, terkandung hikmah tasyri' bahwa
asas tasyri' dalam hukum pernikahan adalah keadilan yang jauh dari sifat aniaya dan
menzalimi hak-hak perempuan.
19


b. Pandangan Muhammad Rasyid Ridha
Rasyid Ridha mengutip perkataan Ibnu Jarir al-Thabary bahwa ta'wil ayat
yang paling utama adalah apabila kamu takut kalau tidak sanggup berlaku adil
terhadap hak perempuan yatim atau perempuan lain maka janganlah menikahi mereka
kecuali sekedar kemampuan kamu untuk tidak menzalimi mereka, boleh empat, tiga,
dua atau satu, dan apabila kamu tidak mampu juga berbuat adil dengan satu orang
isteri maka jangan menikahi mereka tetapi diwajibkan padamu menikahi hamba

17
Al-Thaba Thabai, al-Mizan fi Tafsir Al-Qur'an, (Beirut Libanon: Muassasah al-'alami li al-Mathbuat, 1991),
Cet Ke-1 Jilid IV, hal. 157
18
Q.S. an-Nisa (4), ayat: 3
19
Al-Thaba Thabai, al-Mizan fi Tafsir Al-Qur'an, hal. 174


11
sahaya perempuan karena dengan begitu lebih memelihara kamu untuk tidak berbuat
aniaya.
20

Mengomentari pernyataan al-Thabary di atas Rasyid Ridha mengutip
perkataan Syiekh M. Abduh yang memuji ta'wilan tersebut dengan alasan karena
Allah mengawali ayat sebelumnya dengan larangan memakan atau menukar harta
anak yatim dengan cara yang tidak dibenarkan syara', kemudian Allah menganjurkan
taqwa kepadanya dengan cara menghindari menganiaya wanita apalagi ia seorang
yatim dan Allah memberikan resep yang ampuh bagaimana untuk berbuat adil kepada
wanita yatim dengan menikahi wanita lain sekadar kemampuan berbuat adil dengan
jumlah maksimal empat orang wanita.
21

Menurut M. Abduh sebagaimana dikutip Rasyid Ridha bahwa masalah
poligami dibicarakan dalam Al-Qur'an bersamaan dengan konteks pembicaraan anak
yatim dan larangan memakan harta mereka meskipun dengan cara menikahinya. Ia
juga menandaskan bahwa jika kamu merasa pada dirimu takut nantinya akan
termakan harta calon isteri yang yatim itu maka jangan menikahinya karena Allah
membolehkan kamu menikahi wanita lain yang kamu sukai maksimal empat orang
wanita.
Keadilan dan anti aniaya adalah syarat utama disyariatkannya perkawinan baik
poligami atau monogami, keadilan yang dimaksud dalam ayat adalah keadilan
memenuhi hak giliran dan nafkah bagi mereka, bukan keadilan kecenderungan
hati/cinta, karena Allah sudah mensinyalir pada Q.S. an-Nisa (4): 129 yang artinya
"kamu sekali-kali sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-
katung". Berlaku adil yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah keadilan cinta,
seandainya ayat ini adalah penafsiran keadilan yang dikehendaki ayat di atas maka
poligami tentunya jadi tidak boleh karena unsur keadilan cinta pasti tidak terpenuhi.
Namun Allah tidak membebani sesuatu diluar kemampuan manusia sebab kendali hati
sesungguhnya berada di tangan Allah.
Rasulullah sendiri pada akhir hayatnya pernah menyatakan bahwa cinta dan
rasa tentramnya sangat besar bila berada disisi 'Aisyah dari pada isteri-isteri yang lain,
(hal ini ia lakukan selalu atas sepengetahuan dan izin isteri-isteri yang lain) sehingga
ia sempat bersabda "ya Allah inilah kemampuan yang aku miliki dalam menggilir

20
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, (Beirut Libanon : Dar Al-Ma'rifah), Cet Ke-II Jilid 4, hal. 346
21
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, hal. 347


12
isteri, maka jangan hukum saya terhadap apa yang tidak aku punya" yaitu
kecenderungan hati (cinta) (Ridha, tt.: 348). Berdasarkan dua ayat tersebut ia
berkesimpulan bahwa poligami dalam Islam dibolehkan dengan ketentuan dan syarat
yang sangat ketat yaitu yakin bisa berbuat adil dan tidak aniaya.
Jika dianalisis lebih mendalam bahwa rumah tangga yang terdiri dari suami
dan beberapa isteri tentu sulit untuk tentram dan teratur bahkan akan terjadi kerjasama
untuk menghancurkan bangunan yang mereka bangun sendiri, seakan antara satu dan
yang lain bagai musuh, kemudian lahir anak-anak otomatis akan terjadi persaingan
tidak sehat yang menumbuhkan permusuhan, makanya jangan heran jika terjadi ada
anak membunuh ayahnya atau sebaliknya atau isteri menebas leher suaminya atau
sebaliknya dalam keluarga-keluarga yang mempraktikkan poligami. Jadi bahtera
keluarga yang mempraktikkan poligami tanpa bimbingan qur'ani, sulit untuk
harmonis. Bahkan akan pecah dan tenggelam diterjang gelombang iri dengki dan
permusuhan, maka ideal sebuah keluarga adalah monogami yang disinari nur qurani.
Wallahu'alam.
22

Rasyid Ridha menandaskan bahwa poligami berseberangan dengan roh
keharmonisan keluarga, logisnya adalah bahwa pria hanya punya satu isteri, kendati
demikian, poligami tetap sebagai sebuah solusi pada sikon tertentu yaitu pada
masyarakat yang dilanda peperangan yang tentunya banyak janda dan anak yatim,
itupun tetap saja dibolehkan karena darurat dan dengan ketentuan dan syarat yang
sangat ketat.
23


c. Pandangan M. Ali Al-Shabuni
Al-Shabuni dalam menafsirkan ayat ini banyak mengutip penafsiran Ibnu
Katsir yang barangkali kurang logis kalau penulis ulang pernyataannya. Diakhir
penafsirannya al-Shabuni berpendapat bahwa poligami adalah solusi yang urgen bagi
masyarakat pada kondisi tertentu. Poligami bukan syari'at baru yang dibawa Islam,
ketika Islam datang poligami sudah lebih dulu ada namun tapa aturan, ketentuan dan
batasan kemanusiaan, maka Islam diturunkan untuk mengatur dan memagari agar
poligami lebih manusiawi dan menjadikannya penawar yang manjur untuk mengobati
krisis yang melanda suatu masyarakat.

22
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, hal. 349
23
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, hal. 350


13
Poligami merupakan syariat umat Islam ia mampu menyelesaikan problem
masyarakat dimana mereka bingung bagaimana menyeimbangkan jumlah perempuan
yang lebih banyak dari laki-laki. Apakah diharamkan kaum perempuan dari
kenikmatan pernikahan, mengasuh anak dan dibiarkan mereka mencari jalan bejat dan
hina untuk mendapatkan hak itu atau dicarikan solusi yang mampu memelihara
martabat seorang wanita, keharmonisan keluarga dan keselamatan masyarakat.
Contoh konkritnya adalah apa yang terjadi ketika perang, jumlah perempuan
secara drastis melonjak akibat banyak laki-laki tewas di medan perperangan, lalu
bagaimana mencari solusinya? hal yang menakjubkan, Islam hadir dengan
seperangkat konsep poligami yang mampu menyelesaikan problem itu, sementara
agama Kristen yang merupakan mayoritas di barat, hanya bisa berpangku tangan diam
seribu bahasa dengan konsep ajaran mereka yang tidak membolehkan poligami tapi
membolehkan kencan dengan wanita lain dengan cara yang keji tanpa ikatan hak dan
kewajiban, dimana obyek yang dirugikan selalu perempuan.
24

Ada satu sebab lain lagi yang membuat poligami sangat peting sebagai suatu
solusi adalah jika kondisi isteri tidak bisa memberikan keturunan, baik disebabkan
faktor keturunan maupun suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
25


d. Pandangan HAMKA
Dalam memberikan pandangan tentang poligami, HAMKA memberikan
gambaran tentang fenomena yang terjadi di masyarakat. Berikut ini adalah pandangan
HAMKA yang penulis cuplik secara langsung : "Penulis tafsir ini pernah bertukar
pikiran secara hati terbuka dengan beberapa orang kaum ibu terpelajar di Jakarta.
Maka hasilnya kami dapat paham memahami tentang soal ini. Sampai ketika saya
kemukakan suatu misal, ibu-ibu itu termenung dan mengiyakan : "Akan datang suatu
masa, karena subur nya rasa demokrasi di negeri kita, perempuan-perempuan muda
yang tidak mendapat bagian suami mengadakan demonstrasi atau resolusi minta
dicarikan suami, sebab sukarnya mencari suami. Sedang mereka sebagai manusia
ingin suami dan mereka tidak mau berzina!".
Di negeri kita dan di beberapa negeri Islam yang telah bercampur baur dengan
pikiran Barat, ada gejala minta diadakan undang-undang menghapuskan poligami.

24
Muhammad Ali Al-Shabuni, Shafwat al-Tafasir, (Beirut, Libanon : Dar Al-Qur'an Al-Karim, 1981), Cet Ke I
Jilid II, hal. 82-83
25
Muhammad Ali Al-Shabuni, Shafwat al-Tafasir, hal. 429


14
Alhasil peraturan yang dikemukakan Qur'an ini boleh beristri lebih dari satu dengan
batas sampai dengan empat, dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh ayat itu
sendiri, adalah peraturan yang kian lama akan kian diterima oleh dunia dalam
kemajuan pergaulannya.
26

Selanjutnya HAMKA menyimpulkan pandangannya pada pernyataan berikut
ini : "Alhasil : pernikahan yang bahagia dan dicita-citakan (ideal) adalah beristri satu.
Pernikahan seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Mendirikan rumah tangga
bahagia : Litaskunu ilaiha (supaya kamu merasa tentram dengan dia). Sakinah:
ketentraman tidak bisa dirasai kalau hanya sibuk menyelesaikan istri banyak. Moga-
moga jangan sampai bercerai kalau bukan maut yang memisahkan. Dan kalau timbul
halangan, misalnya si istri tidak dapat memenuhi kewajiban persuami-istrian,
misalnya karena sakit berlarut-larut, atau mandul; apa boleh buat, berkerelaanlah
berdua membuka pintu bagi suami untuk menikah lagi.
27


D. Istinbath Hukum dan Hasil Hukum
Penulis mencoba mendeskripsikan bahwa perintah dalam ayat pembahasan
Q.S an-Nisa (4): 3 dan 129 adalah kebolehan dalam bentuk ujian, disebutkan angka
pada ayat itu juga menunjukkan bahwa poligami hanya boleh empat orang wanita
saja, seandainya dibolehkan berpoligami lebih dari empat orang, maka tentu akan
Allah sebutkan angkanya dengan jelas. Hadis Rasulullah SAW sudah tegas
menjelaskan bahwa tidak boleh bagi seseorag (selain nabi Muhammad saw.)
berpoligami lebih dari empat orang wanita, adapun kenyataan bahwa Rasulullah
melakukan poligami sampai sembilan orang wanita itu adalah Khushushiyyat bagi
nabi.
Terdapat dua hadits yang berkaitan dengan ayat pembahasan: hadis pertama
diriwayatkan Imam Ahmad dari Salim dan ayahnya bahwasanya Ghailan bin Salmah
al-Tsaqafi masuk Islam dimana ia mempunyai sepuluh orang isteri, hadits kedua
Imam Syafi'e dari Naufal bin Mu'awiyah bahwasanya ia masuk Islam dan mempunyai
lima orang isteri maka Rasullulla saw. memerintahkan kepadanya : "pilihlah empat
orang saja dari isteri-isterimu itu dan ceraikan sisanya". Kemudian berdasarkan hadis
di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa poligami hanya dibolehkan empat orang

26
HAMKA, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta : Yayasan Nurul Islam, 1981), Cet Ke 2, Juz IV, hal. 269
27
HAMKA, Tafsir Al-Azhar, hal. 271


15
wanita saja, seandainya poligami itu boleh lebih dari empat maka tidak mungkin
Rasulullah memerintahkan kepada Ghailan dan Naufal untuk memilih empat orang
isterinya dan menceraikan sisanya.
28

Bagian akhir dari ayat pembahasan Q.S 4: 129 merupakan syarat berat
dibolehkannya poligami yaitu; adil dalam memenuhi kebutuhan biologis dan material
kepada isteri-isterinya. Andaikata tidak mampu berlaku adil maka diperintahkan
untuk monogami saja, karena dengan beristeri satu akan membuat seseorang lebih
mampu berbuat adil dan tidak menzalimi orang lain yang merupakan misi dan tujuan
utama syari'at Islam.
Pada prinsipnya kebahagiaan berumah tangga bagi seorang suami hanya
apabila mempunyai seorang isteri saja, karena bentuk rumah tangga seperti itu adalah
yang paling sempurna, yang seharusnya dipelihara oleh setiap individu dan diyakini.
Tetapi, terkadang memang ada beberapa kondisi yang dialami seseorang yang
mendorongnya menyimpang dari ketentuan tersebut karena ada kemaslahatan-
kemaslahatan penting yang berkait dengan kehidupan berumah tangganya, atau
kemaslahatan umatnya. Sehingga poligami bagi dirinya tidak bisa dielakkan lagi.
Kondisi-kondisi tersebut ialah sebagai berikut:
a. Bila seorang suami beristrikan seorang wanita mandul, sedangkan ia sangat
mengharapkan anak. Terlebih lagi jika status sang suami sebagai orang
terpandang dan memiliki kekayaan, misalnya seorang raja atau amir.
b. Bila istri telah memasuki masa monopaus, kemudian suami menginginkan
mempunyai anak dan ia mampu memberikan nafkah kepada lebih dari seorang
istri, mampu menjamin kebutuhan anak-anaknya termasuk pendidikan mereka.
c. Bila suami Hyperseksual sedang sang istri kebalikannya. Atau bisa juga
karena masa haidnya terlalu panjang, sehingga posisi suami dihadapkan pada dua
alternatif ; kawin lagi atau terjerumus ke dalam perzinahan yang menyia-nyiakan
agama, harta dan kesehatannya.
d. Bila jumlah wanita meningkat drastis akibat peperangan dimana sarana
mencari pekerjaan tidak ada, kecuali hanya menjual diri, karena ia harus
menjamin nafkah diri dan anak-anaknya yang telah kehilangan ayah mereka.
29


28
Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur'an al-Adzim, (Kairo Mesir: Dar Al- Hadits, 1993, Jilid 1, hal. 426-427
29
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,( Kairo Mesir : Al-Halabi, 1982), hal. 181


16
Dapat disimpulkan hukum dari berpoligami sesuai term adalah boleh, namun
demikian sang suami harus berkriteria adil dan kompatibel dalam pelaksanaannya.
Sehingga regulasi al-Quran tidak semena tercecer percuma.






E. Analisis Pemakalah dan Komentar
Dari sudut fiqh, sebagai rekaman dari sejarah jurisprudensi Islam, ungkapan
poligami itu sunnah juga merupakan reduksi yang sangat besar. Sunnah dalam
bahasa fiqh adalah sesuatu yang jika dilakukan memperoleh pahala, dan jika
ditinggalkan tidak memperoleh dosa. Pelabelan sunnah dengan makna fiqh ini
terhadap poligami adalah sesuatu yang perlu diluruskan. Dalam hal nikah bisa saja,
fiqh menawarkan berbagai predikat hukum tergantung kondisi calon suami, calon
isteri atau kondisi masyarakat; bisa wajib, sunnah, mubah atau sekedar diizinkan.
Poligami itu sunnah adalah penyederhanaan terhadap persoalan yang
sebenarnya kompleks. Sunnah sendiri, atau teks-teks hadis tidak sesederhana
ungkapan tersebut, bahkan fiqh juga mengaitkannya dengan berbagai latar kondisi.
Lebih tepat untuk dikatakan bahwa monogami-poligami dalam karakteristik fiqh
Islam adalah termasuk persoalan parsial, bukan prinsip, yang predikat hukumnya
mengikuti kondisi ruang dan waktu. Prinsipnya adalah keadilan, membawa
kemaslahatan, tidak mendatangkan mudharat dan kerusakan (mafsadah).
Untuk mengidentifikasi nilai-nilai ini dalam kaitannya dengan praktek
monogami-poligami, semestinya harus melibatkan perempuan, yang akan
memperoleh imbas langsung dari keputusan dan kebijakan apapun dalam poligami.
Ini dilakukan dengan pengujian empirik dan inter-disipliner yang obyektif terhadap
efek poligami dan kondisi sosial masyarakat. Mungkin jika dilakukan, kebanyakan
orang seperti Syeikh Muhammad Abduh, Nashr Hamid Abu Zaid, Aminah Wadudu
dan yang lain lebih memilih untuk mengatakan bahwa Islam itu pada dasarnya adalah
monogam. Bahkan ia menyarankan pelarangan poligami yang pada prakteknya
banyak mencelakakan perempuan dan merusak keutuhan keluarga.


17
Dengan memperhatikan konteks Ayat 3 QS. An Nisa yang membolehkan
perkawinan poligami tersebut dapat diperoleh ketentuan bahwa perkawinan poligami
menurut ajaran Islam merupakan kekecualian yang dapat ditempuh dalam keadaan
yang mendesak. Dalam keadaan biasa, Islam berpegang kepada prinsip monogami,
kawin hanya dengan seorang istri saja, yang dalam Alquran tersebut dinyatakan akan
lebih menjamin suami tidak akan berbuat aniaya.
30

Analisis akhir yang dapat penulis garis bawahi adalah bahwa dibolehkannya
poligami yang dilakukan sesuai dengan gari-garis yang diarahkan Al-Qur'an adalah
salah satu bentuk perlindungan Allah kepada kaum perempuan pada kondisi tertentu
bukan bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan, karena poligami adalah solusi
bagi kaum perempuan apabila dilanda krisis bursa jodoh bagi mereka. Poligami juga
adalah syari'at kebanggaan umat Islam karena ia mampu menyelesaikan problem
suatu masyarakat dimana mereka bingung bagaimana menyeimbangkan jumlah
perempuan yang lebih banyak dari laki-laki. Prinsip kebahagiaan berumah tangga bagi
seseorang adalah apabila mempunyai seorang istri saja, karena bentuk rumah tangga
seperti itu adalah yang paling sempurna, sebab keharmonisan keluarga tidak bisa
dirasai kalau hanya sibuk menyelesaikan problem istri banyak.

F. Penutup
Di setiap kata tersirat arti, dan setiap arti sangat erat dengan makna.Akhir tulisan ini
menutup rangkaian kata-kata di atas.Ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing maupun
asisten dosen yang segenap hati telah mendidik dan membimbing kita. Semoga tuisan ini
bermanfaat bagi kita semua..amin.

30
KH. Ahmad Azhar Basyir, MA, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta : UII Press, 2007), hal. 39

Anda mungkin juga menyukai