Anda di halaman 1dari 15

www.legalitas.

org

HUKUMAN MATI DAN HAK ASASI MANUSIA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum.

Pendahuluan Hukuman mati merupakan hukuman yang paling berat

dijatuhkan oleh Majelis Hakim terhadap tindak pidana tertentu yang diancam dengan hukuman mati. Penjatuhan hukuman mati diatur di

undang-undang lainnya yang merupakan hukum positif artinya hukum yang sekarang berlaku di Indonesia, salah satunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Hukuman mati di Indonesia sudah lama berlangsung, yaitu sejak bangsa Indonesia dijajah Belanda, hingga sampai sekarang masih tetap diberlakukan, walaupun di Negara Belanda telah menghapuskan pidana mati mulai tahun 1870. KUHP (Wetboek Van Strafrecht) disahkan pada tanggal 1 Januari 1918. Menurut ahli-ahli pidana pada saat itu mempertahankan pidana mati karena keadaan khusus di Indonesia menuntut supaya pejahat-penjahat yang terbesar dapat dilawan dengan pidana mati. Dalam wilayah yang begitu luas dengan penduduk yang heterogen, alat kepolisian Negara tidak bisa

w w .le ga lit as .o rg

dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan diatur dalam

www.legalitas.org

2 menjamin keamanan.1 Selain itu bagi yang setuju dengan hukuman mati tidak hanya dilihat kepentingan yang terancam dengan pidana mati, tetapi juga dilihat kepentingan si korban dan keluarganya serta kepentingan masyakarat. Bagi yang kontra dengan hukuman mati tidak manusiawi dengan alasan hukuman mati maka terpidana tidak dapat memperbaiki di lingkungan masyarakat. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham) terbelah dua tentang hukuman mati, ada yang pro dan ada juga yang kontra.

Bagi yang pro, hukuman terberat yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim terpidana masih diperlukan terutama tindak pidana kejam. Bagi yang kontra, hukuman mati inskonstitusional atau bertentangan dengan konstitusi atau Undang-undang Dasar 1945 terutama hak hidup. Di dalam tulisan ini akan dibahas lebih lanjut tentang hukuman mati dan hak asasi manusia yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan : Undang-undang Dasar 1945, KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Andi Hamzah dan Sumangilepu, Pidana Mati di Indonesia Dimasa Lalu, Kini dan Masa Depan, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1985, cetakan kedua, hlm. 23.

w w .le ga lit as .o rg

Hukuman mati di Indonesia harus dipertahankan atau dihapuskan.

www.legalitas.org

Pengaturan Hak Asasi Manusia Dalam UUD 1945 Salah satu bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang : Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai salah satu bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan. Menurut penulis tidak tepat Undang-Undang Dasar 1945 sebagai salah satu bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan, karena Undang-Undang

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar dan sumber dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Pembentukan

peraturan perundangan harus berdasarkan dan bersumber pada Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri dari pembukaan berisi norma dasar dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu materi muatan Undang-Undang 1945 adalah adanya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Di dalam alenia IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dapat dipahami bahwa Indonesia sangat menekankan pentingnya perlindungan Hak Asasi Manusia. Di dalam Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua dijelaskan: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Di dalam Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua dijelaskan: Hak

w w .le ga lit as .o rg

Dasar 1945 sebagai grond wet artinya hukum dasar. Yang tepat

www.legalitas.org

untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum yang berlaku surat adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaam apapun. Pasal 28 A dan Pasal 28 I Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua merupakan pengaturan hak asasi manusia, perbedaanya pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua hanya mengatur tentang hak hidup seseorang tetapi Pasal 28 I

dalam keadaan apapun. Baik dalam keadaan normal (tidak dalam keadaan darurat, tidak dalam keadaan perang atau tidak dalam keadaan sengketa bersenjata) maupun dalam keadaan tidak normal (keadaan darurat, dalam keadaan perang dan dalam keadaan sengketa bersenjata) hak hidup tidak dapat dikurangi oleh Negara, Pemerintah, maupun masyarakat. Hak hidup bersifat non deregoble human right artinya hak hidup seseorang tidak dapat disimpangi dalam keadaan apapun. Hak hidup tidak bersifat deregoble human right artinya dapat disimpangi dalam keadaan daraurat atau ada alasan yang diatur di dalam peraturan perundang undangan, misalnya melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukum mati. Menurut penulis, amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 tidak

mengakui hukuman mati diberlakukan di Indonesia karena kalau

w w .le ga lit as .o rg

Undang-Undang Dasar 1945 hak asasi manusia tidak dapat dikurangi

www.legalitas.org

hukum mati diakui maka tidak sesuai dengan hak hidup yang diatur di dalam kedua pasal Undang-Undang Dasar 1945 di atas.

Pengaturan Hukuman Mati Di Dalam KUHP KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang

diberlakukan di Indonesia sampai saat ini adalah KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana peninggalan jaman Hindia Belanda diadakan berdasarkan staatblad 1915 372. Berdasarkan staatblad

Pemberlakukan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) untuk semua golongan penduduk dan bersifat unifikasi. Berdasarkan pasal dua aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUHP (UndangUndang Hukum Pidana) masih berlaku. Pasal dua aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan: Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Pada masa reformasi KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) masih tetap berlaku berdasar Pasal 1 perubahan keempat aturan peralihan Undang-

Undang Dasar 1945. Di dalam Pasal 1 perubahan keempat aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan: Undang-undang yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

w w .le ga lit as .o rg

1917 645 mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1918.

www.legalitas.org

Tindak pidana artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Tindak pidana menurut Simon yaitu perbuatan yang diancam pidana melawan hukum dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan perbuatannya.2 Menurut Moeljatno hukum pidana adalah bagian dari

keseluruhan hukum yang berdiri sendiri. Dalam hukum pidana harus ada kepastian apakah terdakwa benar-benar melakukan tindak pidana atau tidak.3

Hukum Pidana). Pidana terdiri atas : a. Pidana Pokok Pidana mati Pidana penjara Pidana kurungan Pidana denda

b. Pidana Tambahan Pencabutan hak-hak tertentu Perampasan barang-barang tertentu Pengumuman putusan hakim

Menurut penulis pengaturan hukuman yang diatur di dalam Pasal 10 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) bersifat limitatif, artinya hakim tidak boleh memberikan hukuman kepada seseorang atau
2

Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung, Asy Syamil, 2000, Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Rieneka Cipta, 1993, h. 8 - 9

h. 97.

w w .le ga lit as .o rg

Hukuman diatur dalam Pasal 10 KUHP (Kitab Undang-Undang

www.legalitas.org

beberapa atau banyak orang diluar yang disebutkan dari pasal tersebut. Hukuman yang penulis bahas hanya satu yaitu hukuman pidana mati (dealth penalty). Pidana mati adalah hukuman yang terberat dari semua yang diancamkan terhadap kejahatan yang berat, misalnya : a. Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Di dalam pasal tersebut dijelaskan: Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain

mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.

b. Kejahatan terhadap keamanan Negara, Pasal 104 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Di dalam pasal tersebut dijelaskan : Makar dengan maksud membunuh Presiden atau Wakil Presiden atau dengan maksud merampas kemerdekaan mereka tidak mampu memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana paling lama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. c. Melanggar Pasal 124 ayat (3) ke 1 dan ke 2 KUHP (Kitab UndangUndang Hukum Pidana) ancaman hukumannya pidana mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Majelis hakim belum tentu menjatuhkan pidana mati yang merupakan pidana yang paling berat, dan majelis hakim dapat

w w .le ga lit as .o rg

diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord) dengan pidana

www.legalitas.org

menjatuhkan ancaman pidana paling ringan dalam waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Terjadi pro dan kontra terhadap pidana mati. Bagi yang pro terhadap pidana mati apabila si pelaku telah memperlihatkan dari perbuatannya bahwa ia adalah individu yang sangat berbahaya bagi masyarakat. Oleh karena itu harus dibuat tidak berdaya lagi dengan cara dikeluarkan dari masyarakat atau pergaulan hidup. Hukuman pidana merupakan hukum publik, oleh karena itu yang

secara umum. Di dalam hukum

w w .le ga lit as .o rg
pidana,

dipentingkan adalah kepentingan publik atau kepentingan masyarakat hukum ditujukan untuk

memelihara keamanan dan pergaulan hidup yang teratur, yang menjadi perdebatan para ahli diadakan hukuman tersebut menimbulkan 3 teori:4 yang akhirnya

1. Teori imbalan (absolute/vergeldingstheorie) 2. Teori maksud/tujuan (relatieve/doel theorie) 3. Teori gabungan (vereningstheorie)

Ad. 1. Teori Imbalan (absolute/vergeldingstheorie) Yaitu : Dasar hukuman harus dicari dari kejahatan itu sendiri karena kejahatan telah menimbulkan penderitaan bagi orang lain sebagai imbalan (vergelding) si pelaku juga harus diberi imbalan.
Leden Marpaung, Aspek Teori dan Praktik Hukum Pidana, Jakarta, penerbit : Sinar Grafika, 2005., h. 105
4

www.legalitas.org

Ad. 2. Teori Maksud/Tujuan (relatieve/doeltheorie) Yaitu : Hukuman dijatuhkan untuk melaksanakan maksud atau tujuan dari hukuman untuk memperbaiki ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat jahat. Ad. 3. Teori Gabungan (vereningstheorie) Yaitu : Penjatuhan hukuman untuk mempertahankan tata hukum dan masyarakat serta memperbaiki pribadi si penjahat. Berdasarkan teori yang telah dijelaskan di atas, berarti ada teori

lagi si penjahat atau yang melakukan tindak pidana tertentu yang diatur di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

Dasar penjatuhan hukuman mati di Indonesia adalah berdasarkan teori pembalasan atau absolute yang merupakan teori tertua dibanding dengan teori-teori pemidanaan lainnya. Menurut teori pembalasan pidana harus diberikan terhadap masyarakat merupakan suatu pelanggaran atau penodaan terhadap konsensus yang terjadi dalam masyarakat untuk hidup tentram secara berdampingan. Teori pembalasan hanya melihat perbuatan dan pidana yang diberikan harus setimpal dengan perbuatan. Makin besar kejahatan, maka makin berat pula pidananya, inilah yang dikemukakan oleh Hegel.5

JE. Shahetapi, Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati Pembunuhan Berencana, Jakarta, Rajawali, 1982. h. 202.

w w .le ga lit as .o rg

yang dijadikan dasar untuk membinasakan atau membuat tidak berdaya

www.legalitas.org

10

Pengaturan Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dan Hukuman Mati dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Pengaturan hak asasi manusia diatur secara umum diatur di dalam Universal Declaration Of Human Right. Keamanan setiap jiwa konsep mempertahankan hidup perlu dijamin. Di dalam Pasal 3 Universal Deklaration of Human Right dijelaskan bahwa setiap orang mempunyai hak hidup, bebas merdeka keamanan pribadi.

terkait dengan upaya, tidak saja pengakuan harkat kemanusiaan tetapi yang lebih penting sejauh mana harkat keamanan yang dimiliki setiap orang dapat dinikmati oleh setiap manusia tanpa beda.6 Secara istilah hak asasi manusia diartikan sebagai hak yang melekat pada martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan dan hak tersebut dibawa sejak lahir ke bumi sehingga hak tersebut bersifat fitri (kodrati) bukan merupakan pemberian manusia atau Negara.7 Pengaturan hak asasi manusia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berisi tentang hak asasi manusia materiil dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang berisi hukum acara yang dipergunakan oleh hakim ad hoc hak asasi manusia. Hukum Acara

A. Mashur Efendi, Dimensi/Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994. h. 115. 7 Moh. Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta, Penerbit: Rieneka Cipta, cetakan kedua edisi revisi, 1993., h. 127.

w w .le ga lit as .o rg

Masalah hak asasi manusia memang masalah kemanusiaan berarti

www.legalitas.org

11

dipergunakan oleh hakim ad hoc hak asasi manusia untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia berat. Kedua undang-undang tersebut dibentuk pada masa transisi reformasi

(Pemerintahan BJ. Habibie). Walaupun terjadi pro dan kontra terhadap eksistensi Pemerintahan BJ. Habibie, Pemerintahan BJ. Habibie banyak melakukan agenda reformasi antara lain mengamandemen UndangUndang Dasar 1945, merubah undang-undang dan membentuk undangundang.

Undang Nomor 39 Tahun 1999: Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat. Dalam keadaan normal hak asasi manusia yang bersifat kodrati non deregoble human right tidak dapat disimpangi dalam keadaan apapun baik oleh Negara, Pemerintah, seseorang atau sekelompok orang. Kalau dalam keadaan normal Negara, Pemerintah, seseorang atau sekelompok orang mengurangi hak asasi manusia berarti melanggar hak asai manusia. Kalau dalam keadaan tidak normal : Keadaan darurat, keadaan perang atau keadaan sengketa bersenjata Negara boleh mengurangi hak asasi manusia. Dalam keadaan tidak normal deregoble human right, dapat disimpangi atau dapat dikurangi misal dalam keadaan perang, sengketa

w w .le ga lit as .o rg

Yang disebut hak asasi manusia menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-

www.legalitas.org

12

bersenjata, Negara dapat mengurangi hak keluar rumah bagi warga sipil. Kewajiban Negara untuk melindungi rakyatnya dalam keadaan perang atau sengketa bersenjata. Hak asasi manusia khususnya hak hidup diatur di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Hak hidup untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum dan untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku

keadaan apapun dan oleh siapa pun.

Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang dimaksud Dalam keadaan apa pun termasuk dalam keadaan perang, sengketa bersenjata dan atau keadaan darurat. Hak untuk hidup dalam keadaan apapun tidak boleh dikurangi oleh Negara, Pemerintah, seseorang atau sekelompok orang. Kalau Negara, Pemerintah, seseorang atau sekelompok orang mengurangi bahkan merampas hak asasi manusia berupa hak hidup yang merupakan hak yang paling kodrat berarti melanggar hak asasi manusia. Menurut penulis hukuman mati yang tercantum di dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tidak bertentangan dengan hak hidup, diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Di dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 dijelaskan: Setiap orang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf

w w .le ga lit as .o rg

surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam

www.legalitas.org

13

a, b, c d atau e dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 25 (dua puluh lima) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun. Dengan adanya pelanggaran genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau

memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok agama, dengan cara : a). membunuh anggota kelompok, b)

mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap

manusia karena telah malakukan pelanggaran hak asasi manusia yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kesimpulan :

Sampai saat ini di Indonesia masih memberlakukan hukuman mati karena diatur secara formal baik di KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) maupun di undang-undang lainnya, salah satunya di UndangUndang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Kalau Indonesia pada masa sekarang dan masa yang akan datang masih memberlakukan hukuman mati, maka harus mengamandemen Pasal 28 A amandemen kedua Undang-Undang Dasar 945 agar peraturan perundang-undangan yang hirarkinya di bawah Undang-Undang Dasar 1945 tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

w w .le ga lit as .o rg

anggota-anggota kelompok dan lain-lain tidak mengurangi hak hidup

www.legalitas.org

14

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah dan Simangilepu, Pidana Mati di Indonesia Di Masa Lalu, Kini dan Masa Depan, Jakarta, Ghalia Indonesia, cetakan kedua, 1985.

A. Mashur Efendi, Dimensi/Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994.

JE. Shahetapi, Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati

Leden Marpaung, Aspek, Teori dan Praktik Hukum Pidana, Jakarta, Penerbit: Sinar Grafika, 2005.

Moh. Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta,

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Rieneka Cipta, 1993.

Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, bandung, Asy-Syamil, 2000.

Penerbit: Rieneka Cipta, cetakan kedua, edisi revisi, 1993.

w w .le ga lit as .o rg

Pembunuhan Berencana, Jakarta, Rajawali, 1982.

www.legalitas.org

15

BIODATA DIRI

Drs. Abu Tamrin, SH. M.Hum, Lahir di Kebumen, 8 September 1965. Pendidikan S1 di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1991) dan Universitas Janabadra Yogyakarta (1993), Magister Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta (2001). Pekerjaan : Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2001 sampai sekarang).

w w .le ga lit as .o rg

Anda mungkin juga menyukai