Anda di halaman 1dari 14

IV.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Sebelum dilakukan uji t, dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu yaitu uji normalitas (uji Lilliefors) dan uji homogenitas (uji Barlett). Hasil analisis statistik N-gain aspek penguasaan konsep menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Hasil uji normalitas dan uji homogenitas N-gain aspek penguasaan konsep oleh siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

Kelas Eksperimen

X Sd

Uji Normalitas L hitung = 0,144 L tabel = 0, 167 L hit (0,144) < L tab (0,167) L hitung = 0,101 L tabel = 0, 161 L hit (0,101) < L tad (0,161)

Uji Homogenitas 2 hitung= 0,30 2 tabel = 3,84 2 hit(0,30) < 2 tab(3,84) 2 hitung= 0,30 2 tabel = 3,84 2 hit(0,30) < 2 tab(3,84)

62,30 13,25

Kontrol

32,55 14,65 Berdasarkan tabel 4 di atas, diketahui bahwa uji normalitas N-gain aspek penguasaan konsep siswa pada kelas eksperimen diperoleh L hit (0,144) < L tab (0,167) dan kelas kontrol L hit (0,101) < L tab (0,161) sehingga Ho diterima. Artinya N-gain aspek kognitif siswa pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol berdistribusi normal. Sedangkan hasil uji homogenitas N-gain aspek kognitif pada kelas eksperimen diperoleh 2 hit(0,30) < 2 tab(3.84) dan kelas kontrol 2 hit(0,30) < 2 tab(3,84) sehingga Ho diterima. Artinya kedua data Ngain aspek kognitif tersebut memiliki varians yang sama (homogen). 2. Hasil Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji prasyarat tersebut, analisis statistik dilanjutkan dengan melakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji t pada N-gain aspek penguasaan konsep siswa. Adapun hasil analisis uji t N-gain aspek penguasaan konsep pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Hasil uji t N-gain aspek penguasaan konsep siswa pada kelas

35

eksperimen dan kelas kontrol

Kelas Eksperimen Kontrol

X Sd

Uji t1 thit(8,061)>ttab(2,004)

Uji t2 t hit (11,860) > t tab (2,05)

62,30 13,25 32,55 14,65

Keterangan : t1 = uji t kesamaan dua rata-rata t2 = uji t perbedaan dua rata-rata

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa dari uji t1 (kesamaan dua rata-rata) diperoleh thit (8,061) > ttab (2,004) sehingga Ho ditolak. Artinya rata-rata N-gain aspek penguasaan konsep siswa pada kelas eksperimen memiliki perbedaan yang signifikan dengan rata-rata N-gain aspek penguasaan konsep siswa pada kelas kontrol. Kemudian uji t2 (perbedaan dua rata-rata) menunjukkan bahwa thit (11,860) > ttab (2,05) sehingga H0 di tolak. Artinya rata-rata N-gain aspek penguasaan konsep siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada ratarata N-gain aspek penguasaan konsep siswa pada kelas kontrol sehingga dapat dinyatakan penguasaan konsep pada materi pokok Sistem Pencernaan Makanan Pada Manusia melalui Pembelajaran Berbasis Laboratorium lebih tinggi daripada menggunakan metode diskusi. 3. Hasil Analisis Lembar Angket Sikap Mahasiswa terhadap Permasalahan Lingkungan Pengambilan data sikap mahasiswa dilakukan dengan menggunakan lembar angket, adapun data hasilnya disajikan pada tabel berikut. Tabel 6. Hasil analisis persentase setiap aspek sikap mahasiswa pada kelas eksperimen dan kontrol

35

KELAS Eksperimen Kontrol

PERSENTASE (%) 76,3 74,8

Kategori Tinggi Tinggi

Pada tabel di atas terlihat bahwa persentase 18 pertanyaan, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol dengan persentase tinggi. Dari hasil analisis pada tabel tersebut secara umum diketahui terdapat perbedaan total persentase sikap mahasiswa terhadap permasalahan lingkungan sebesar 1,5% (kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol). B. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis uji t1 (kesamaan dua rata-rata) pada tabel 5 diperoleh thit (8,061) > ttab (2,004) sehingga Ho ditolak. Artinya rata-rata N-gain aspek penguasaan konsep siswa pada kelas eksperimen memiliki perbedaan yang signifikan dengan rata-rata N-gain aspek penguasaan konsep siswa pada kelas kontrol. Pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran berbasis laboratorium, sedangkan pada kelas kontrol menggunakan metode diskusi. Dari uji t1 tersebut menunjukkan bahwa penggunaan pembelajaran berbasis laboratorium pada kelompok eksperimen membuat proses pembelajaran lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan metode dikusi pada kelas kontrol. Hal ini terjadi karena pembelajaran berbasis laboratorium memiliki kelebihan dibandingkan dengan menggunakan metode diskusi. Pembelajarn berbasis laboratorium membuat siswa lebih aktif dimana siswa dituntut untuk menggali kemampuannya sendiri melalui percobaan, mengamati, menemukan sendiri dan

membuat kesimpulan dari hasil percobaan yang dilakukan. Materi pokok sistem pencernaan makanan pada manusia rumit apabila tidak melakukan praktikum. Misalnya pada pertemuan pertama siswa dituntut untuk membedakan antara saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan sebagai penyusun sistem pencernaan makanan pada manusia, membandingkan proses pencernaan mekanik dan kimiawi. Pada pembelajaran ini siswa aktif menggambar dan mengidentifikasi satu persatu saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan lalu melakukan praktikum dan mengamati pecobaan tentang proses pencernaan mekanik dan kimiawi, serta mengetahui tempat terjadinya pencernaan mekanik dan kimiawi. Pada pertemuan kedua siswa melakukan praktikum tentang uji makanan. Pada kegiatan ini siswa menemukan sendiri melalui percobaan bahan makanan apa saja yang mengandung amilum, protein, glukosa, dan lemak. Lalu siswa juga mengamati bahwa bahan makanan yang mengandung amilum berwarna biru kehitaman, bahan makanan yang mengandung protein berwarna ungu, bahan makanan yang mengandung glukosa berwarna merah bata, dan bahan makanan yang mengandung lemak baerwarna putih keabu-abuan. Pada pertemuan ketiga menonton video tentang gangguan/kelainan sistem pencernaan makanan pada manusia. Kegiatan ini dapat memberikan informasi yang lebih detail mengenai gangguan/kelainan sistem pencernaan makanan pada manusia, contohnya siswa melihat bagian usus mana yang terkena apendiksitis dan cara mengobatinya. Dengan demikian penggunaan media video sangat membantu proses pembelajaran dan penyampaian pesan isi pelajaran, karena

37

dapat membantu siswa menemukan dan memahami materi yang sulit. Pembelajaran berbasis laboratorium memberikan kesempatan kepada siswa menggunakan kemampuannya sendiri melalui percobaan, mengamati, menemukan sendiri dan membuat kesimpulan untuk menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang diperoleh dari teori dibandingkan pembelajaran dengan metode diskusi, sehingga informasi yang masuk ke dalam memorinya lebih tahan lama dan mudah untuk diingat saat informasi itu diperlukan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Suryosubroto, 2002:191) bahwa dengan siswa menggunakan kemampuan untuk menemukan sendiri, menyelidiki sendiri dan menguji sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, dan tak mudah dilupakan oleh anak. Selanjutnya dilakukan uji t2 (perbedaan dua rata-rata) menunjukkan bahwa thit
(11,860) > tab (2,05)

sehingga H0 di tolak. Artinya rata-rata N-gain aspek penguasaan

konsep siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata N-gain aspek penguasaan konsep siswa pada kelas kontrol. Rata-rata N-gain aspek penguasaan konsep yang lebih besar pada kelas eksperimen diduga pembelajaran berbasis laboratorium dapat memberikan kesempatan kepada siswa menggunakan kemampuannya sendiri melalui percobaan, mengamati, menemukan sendiri dan membuat kesimpulan untuk menguji teori dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang diperoleh dari teori dibandingkan pembelajaran dengan metode diskusi. Dengan demikian informasi yang masuk ke dalam memori siswa akan lebih tahan lama dan mudah untuk di ingat saat informasi itu diperlukan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Suryosubroto, 2002:191) bahwa dengan siswa

menggunakan kemampuan untuk menemukan sendiri, menyelidiki sendiri dan menguji sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, dan tak mudah dilupakan oleh anak. Senada dengan pendapat di atas (Hodson, 1996:302), menyatakan bahwa penggunaan praktikum dalam pembelajaran adalah; (1) memotivasi siswa dan merangsang minat serta hobinya, (2) mengajarkan keterampilan-keterampilan yang harus dilakukan di laboratorium, (3) membantu perolehan dan pengembangan konsep, (4) mengembangkan sebuah konsep dan keterampilanketerampilan dalam melaksanakan percobaan, (5) menanamkan sikap ilmiah, (6) mendorong mengembangkan keterampilan sosial. Hal ini dapat dilihat pada saat siswa melakukan praktikum, misalnya pada pertemuan pertama siswa dituntut untuk membedakan antara saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan sebagai penyusun sistem pencernaan makanan pada manusia, membandingkan proses pencernaan mekanik dan kimiawi yang terjadi di dalam mulut dan lambung dll. Pada pertemuan kedua siswa melakukan praktikum tentang uji makanan. Pada kegiatan ini siswa mengelompokkan bahan makanan yang mengandung amilum yaitu tepung kanji, kentang, singkong, ubi,dan nasi. Bahan makanan yang mengandung protein yaitu telur, tempe dan tahu. Bahan makanan yang mengandung glukosa yaitu larutan gula. Dan bahan makanan yang mengandung lemak yaitu minyak goreng. Pembelajaran ini memberikan kesempatan pada siswa untuk maju berkelanjutan sesuai dengan kemampuannya sendiri, sehingga hasilnya lebih konkrit dan tidak abstrak selain itu siswa mendapat pengetahuan baru yang telah didapat dan lebih

39

melakat erat pada diri siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data, yakni nilai rata-rata N-gain aspek penguasaan konsep siswa yang belajar mengguakan pembelajaran berbasis laboratorium (kelas eksperimen) lebih tinggi dibandingkan siswa yang menggunakan metode diskusi (kelas kontrol). Pembelajaran berbasis laboratorium dapat menimbulkan motivasi pada diri siswa karena pembelajaran ini menarik perhatian siswa. Terbukti ketika guru meminta wakil dari kelompok yang terpilih mempresentasikan hasil percobaan yang telah dilakukan meraka sangat antusias. Sedangkan pada kelas yang menggunakan metode diskusi lebih membutuhkan waktu lebih lama untuk sekedar maju kedepan kelas untuk mempresentasikan hasil kerjanya, hal ini mungkin dikarenakan siswa terbiasa belajar hanya dengan menerima apa yang diberikan oleh guru, sehingga banyak siswa yang kurang berani mempresentasikan hasil diskusinya (Suryosubroto, 2002:186). Dalam penelitian Sobiroh (2006:54) pemanfaatan laboratorium dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sehingga dalam pembelajaran biologi pemanfaatan laboratorium dapat menunjang dalam proses pembelajaran. Penggunaan pembelajaran berbasis laboratorium pada penelitian ini juga dapat mengurangi dominasi guru (teacher centered) dalam proses pembelajaran. Contohnya guru hanya berperan dalam penyampaian tujuan pembelajaran dan pemberian motivasi serta membantu siswa bila ada kesulitan, selanjutnya siswa yang berperan aktif melakukan praktikum dan berdiskusi baik secara mandiri maupun kooperatif. Sehingga penguasaan konsep siswa dapat terlihat pada saat siswa melakukan percobaan dengan kata lain, pembelajaran berbasis

laboratorium berpengaruh terhadap penguasaan konsep siswa. Pada kelas kontrol menggunakan metode diskusi. Penggunaan metode ini pada Materi Pokok Sistem Pencernaan Makanan Pada Manusia di duga menyebabkan penguasaan konsep siswa pada kelas kontrol lebih rendah daripada kelas eksperimen. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5 rata-rata N-gain aspek penguasaan konsep pada kelas kontrol lebih rendah dibandingkan rata-rata N-gain aspek penguasaan konsep pada kelas eksperimen. Pembelajaran menggunakan diskusi mengakibatkan siswa kurang mampu mengungkap konsep dan bersifat abstrak dan tidak kongkrit. Sehingga terkadang guru mengunakan metode ceramah untuk membantu siswa membenarkan apabila ada konsep yang salah agar tidak terjadi perpecahan antara siswa. Dengan demikian diperlukan suatu metode pembelajaran yang akan menimbulkan keaktifan siswa sehingga pembelajaran berbasis laboratorium diduga akan lebih efektif. Pembelajaran berbasis laboratorium ini dapat membantu siswa memahami konsep-konsep IPA yang sulit. Sehingga dengan pembelajaran ini siswa mendapat hasil yang kongkrit serta menumbuhkan kemampuan kerjasama dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis laboratorium ini merupakan sebuah usaha untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar dan bekerjasama dalam melakukan praktikum dan menjawab LKS dengan siswa yang berbeda latar belakang dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga kelas eksperimen yeng menggunakan pembelajaran berbasis laboratorium lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan metode diskusi. Artinya pembelajaran berbasis

41

laboratorium berpengaruh secara signifikan terhadap penguasaan konsep siswa.


1 00 80 9 2 100 66 65 Berdasrkan 60 Pers enta e 60 54 s 51 S p Ilmia 40 ika h 20 0 1

hasil lembar observasi yang telah dilakukan diketahui bahwa rata5 8


52 Kelas eksp erim en Kelas kon trol

76

rata persentase aspek sikap ilmiah pada kelas eksperimen dan kontrol aspek yang paling tinggi yaitu sikap jujur, aspek terendah pada kelas eksperimen yaitu
2 3 4 5

As pek Ya D ma ng ia ti ketelitian, sedangkan

aspek terendah pada kelas kontrol yaitu sikap kritis. Untuk

lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3. Grafik rata-rata persentase tiap aspek Sikap Ilmiah siswa yang diamati pada setiap pertemuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Keterangan : (1) ingin tahu, (2) luwes, (3) kritis, (4) jujur, (5) ketelitian Berdasarkan hasil lembar observasi (tabel 6) yang dilakukan untuk melihat sikap ilmiah siswa diketahui bahwa rata-rata persentase aspek ke empat yaitu sikap jujur, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol dengan persentase paling tinggi. Hal ini diduga karena sebagian besar siswa menulis data hasil percobaan/diskusi dan mempersentasikan sesuai dengan hasil percobaan/diskusi kelompoknya masing-masing dan tidak mencontek pekerjaan kelompok lain. Menurut Saktiyono (2007:3) sikap jujur dalam sikap ilmiah yaitu seorang peneliti harus dapat menerima apapun hasil penelitiannya dan tidak boleh merubah hasil penelitiannya. Namun secara kategoris persentase pada kelas

eksperimen dengan kategori sangat tinggi, daripada persentase kelas kontrol karena pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran berbasis laboratorium dimana siswa diberi kesempatan untuk menguji teori dalam keadaan nyata, mengamati, dan menemukan konsep baru melalui percobaan sehingga siswa dapat mengerjakan LKS dengan dengan baik tanpa harus mencontek pekerjaan kelompok lain. Sehingga pembelajaran berbasis laboratorium dapat berpengaruh terhadap sikap ilmiah. Karena sikap ilmiah yaitu sikap yang tertanam dalam diri siswa meliputi: ingin tahu (curiocity), luwes (flexibelity), kritis (critical reflection), jujur dan ketelitian (Kharim dan Karhami, 2005:29). Sedangkan kelas kontrol dengan kategori tinggi. Pada kelas kontrol guru menggunakan metode diskusi dimana sebagian besar siswa mengerjakan LKS dengan sungguh-sungguh sesuai dengan kemampuannya tanpa melihat pekerjaan kelompok lain, walaupun ada beberapa siswa yang masih mencontek pekerjaan kelompok lain. Hal ini juga menyebabkan sebagian besar siswa mengalami kesulitan untuk menjawab pertanyaan yang ada di LKS, selain itu siswa tidak percaya diri dengan jawaban kelompoknya sendiri dan membuat mereka mencontek pekerjaan kelompok lain. Sehingga pembelajaran metode diskusi kurang berpengaruh terhadap sikap ilmiah siswa. Karena metode diskusi adalah metode yang dipergunakan untuk membahas mengenai beberapa topik, biasanya dilakukan oleh satu kelompok yang terdiri dari tiga sampai lima orang siswa, yang memiliki kemampuan atau pengetahuan yang memadai, berwawasan luas (Dasuki, 2008:68). Merujuk tabel 6 diketahui terdapat perbedaan total rata-rata persentase sikap ilmiah siswa sebesar 15,2% (kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas

43

kontrol). Pada kelas eksperimen dengan pembelajaran berbasis laboratorium, siswa diberi kebebasan untuk menggunakan kemampuannya sendiri melalui percobaan, mengidentifikasi, menemukan, mengamati, menganalisis dan membuat kesimpulan, sehingga hal ini dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa yang terlihat pada saat siswa melakukan percobaan. Hal ini sesuai dengan proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru, dimana pada saat siswa melakukan percobaan membedakan saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan, dan proses pencernaan mekanik dan kimiawi untuk pertemuan pertama contohnya membedakan antara kelenjar hati dengan kelenjar yang lain berdasarkan fungsinya, dan membedakan enzim-enzim yang berperan dalam proses pencernaan kimiawi yang terjadi dalam mulut dan lambung, uji bahan makanan untuk pertemuan kedua contohnya membedakan bahan makanan berdasarkan fungsinya, dan gangguan/kelainan pada sistem pencernaan makanan pada manusia untuk pertemuan ketiga contohnya mengetahui bagaimana seseorang yang terkena sirosis hati dan cara mengobatinya. Pembelajaran berbasis laboratorium yang dilakukan dimana siswa diberi kebebasan untuk menemukan, mengamati, dan menganalisis semua percobaan sesuai kemampuannya sendiri baik secara individu, maupun kelompok, dan guru hanya menjadi fasilitator dengan cara memberi kesempatan siswa untuk membangun sendiri konsep yang harus mereka pelajari, sehingga diharapkan dengan proses yang berlangsung seperti itu, informasi yang masuk ke dalam memorinya lebih tahan lama dan mudah untuk diingat saat informasi itu diperlukan sehingga hasil yang didapat konkrit dan tidak abstrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryosubroto (2002:191) bahwa dengan menemukan sendiri,

mengamati, dan menganalisis sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, dan tak mudah dilupakan oleh anak, dengan pembelajaran berbasis laboratorium yang dilakukan oleh guru dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa atau dengan kata lain pembelajaran berbasis laboratorium berpengaruh terhadap sikap ilmiah siswa. Pada kelas kontrol dengan metode diskusi sebagian besar siswa pasif hanya mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh guru, kebanyakan siswa kurang berani untuk mengemukakan pendapatnya, sehingga jalannya diskusi dalam pembelajaran hanya dikuasi oleh siswa yang pandai saja, sehingga sikap ilmiah siswa kurang bisa dimunculkan, hal ini sesuai dengan pendapat Suryosubroto (2002:186) bahwa dalam metode diskusi terdapat beberapa kelemahan diantaranya yang sering terjadi dalam diskusi siswa kurang berani mengemukakan pendapatnya, sehingga jalannya diskusi dapat dikuasai (didominasi) oleh beberapa siswa yang menonjol. Hal ini terbukti pada saat proses pembelajaran guru sangat sulit meminta siswa untuk maju kedepan kelas mewakili kelompoknya mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, sehingga hanya siswa yang menonjol saja yang berani untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.

Anda mungkin juga menyukai